Anda di halaman 1dari 9

KEPERAWATAN BENCANA

SEBUAH KONDISI WABAH INFEKSIUS COVID 19 MELANDA SEBUAH WILAYAH

OLEH

KELOMPOK

NI KADEK DWI NITA PURNAMAYANTI (17.321.2728)

NI KOMANG LINDA RAHMAYANTI (17.321.2732)

NI LUH JULIANTARI (17.321.2740)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
A. Konsep dasar penyakit
1. Pengertian Coronaviruses (CoV)

adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari flu biasa
hingga penyakit yang lebih parah seperti Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-
CoV) dan Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS-CoV).

Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) adalah virus corona jenis baru yang
ditemukan pada tahun 2019 dan belum pernah teridentifikasi pada manusia. Virus corona
adalah zoonosis, artinya ditularkan antara hewan dan manusia. Investigasi terperinci
menemukan bahwa SARS-CoV ditularkan dari kucing luwak ke manusia dan MERS-
CoV dari unta dromedaris ke manusia. Beberapa coronavirus yang dikenal beredar pada
hewan yang belum menginfeksi manusia.

2. Langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi situasi wabah


infeksius covid 19
Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) bertujuan untuk
memutus siklus penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar dan
kewaspadaan berdasarkan transmisi. PPI pada masa COVID-19 merupakan sesuatu hal
yang perlu diperkuat pelaksanaanya di Klinik termasuk pada masa adaptasi kebiasaan
baru. Setiap bagian pelayanan yang diberikan wajib melaksanakan PPI, sehingga segala
penambahan biaya pelayanan yang ditimbulkan akibat melaksanakan PPI perlu dihitung
dengan baik agar keseimbangan antara anggaran pemasukan dan pengeluaran tetap
terjaga tanpa mengabaikan kualitas/ mutu pelayanan. Dalam menerapkan PPI dengan
baik, ada enam komponen-komponen rantai penularan harus dipahami yaitu:

1. Agen infeksi (infectiousagent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Agen


penyebab infeksi COVID-19 yaitu virus aciterespiratorysyndromecoronavirus 2
(SARS-COV-2).
2. Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada manusia. Reservoir COVID-19
adalah saluran napas atas.
3. Pintu keluar adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme) meninggalkan
reservoir. Pintu keluar COVID-19 melalui saluran napas, hidung dan mulut.
4. Cara penularan (metode transmisi) adalah metode transport mikroorganisme dari
wadah/ Reservoir ke pejamu yang rentan. Metode penularan pada COVID-19
yaitu kontak langsung dan tidak langsung, droplet dan airborne.
5. Pintu masuk adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang rentan. Virus
COVID-19 masuk melalui saluran napas, hidung, mata dan mulut.
6. Pejamu rentan adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun sehingga tidak
mampu melawan agen infeksi. Faktor yang mempengaruhi kekebalan tubuh
adalah umur, status gizi, status imunisasi, dan penyakit Penyerta.

Adapun langkah-langkah kesehatan masyarakat mencakup langkah-langkah


perlindungan diri meliputi: (membersihkan tangan, etika bersin dan batuk),
lingkungan, penjagaan jarak fisik, dan terkait perjalanan. Langkah penjagaan jarak
fisik berlaku bagi individu (seperti isolasi kasus dan karantina kontak) atau masyarakat,
kelompok-kelompok masyarakat tertentu, atau populasi secara keseluruhan. Sebagian
atau semua langkah ini dapat dilakukan bersamaan.

langkah-langkah yang sesuai untuk memaksimalisasi penjagaan jarak fisik dan


meminimalisasi risiko wabah baru.
 Pengurangan penularan nosokomial (seperti pencegahan dan pengendalian

infeksi yang sesuai di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan,10 termasuk


triase dan skrining pasien parah, langkah-langkah pencegahan dan

pengendalian infeksi yang sesuai di tempat-tempat perawatan di rumah.11


• Cegah penularan di tempat-tempat terbatas di mana penjagaan jarak fisik yang
cukup tidak dapat dilakukan dan tempat-tempat berventilasi terbatas (seperti
bioskop, teater, klub malam, bar, restoran, dan pusat kebugaran).
• Tingkatkan penjagaan jarak fisik di tempat- tempat umum yang ramai (seperti
transportasi umum, pasar swalayan, pasar, universitas dan sekolah, tempat

peribadahan, perkumpulan massal seperti acara olahraga, dll.).12


Masyarakat juga perlu memahami bahwa semua orang memiliki peran
penting dalam mencegah lonjakan kembali jumlah kasus.

 Masyarakat umum harus diberi informasi dan diajak berkonsultasi


secara berkala tentang waktu dan cara implementasi atau penghentian
LKMS.

 Masyarakat umum perlu diberdayakan dan dalam keadaan tertentu


akan menjadi penting bagi implementasi LKMS serta berkontribusi
pada mitigasi dampak sosial dan ekonomi langkah-langkah tertentu
(seperti rantai persediaan pangan masyarakat).

 Wabah informasi yang terkait dengan setiap epidemi harus dikelola di


semua tingkatan respons. Informasi yang tepat penting diberikan pada
waktu yang tepat kepada orang yang tepat melalui saluran-saluran
terpercaya (seperti pemimpin masyarakat, dokter keluarga, dan orang-
orang yang berpengaruh sosial). Informasi tersebut harus menjelaskan
situasi, intervensi, dan rencana respons sambil mengindikasikan durasi
langkah-langkah diterapkan. Komunikasi ini penting bukan hanya bagi
kepatuhan pada langkah-langkah kesehatan masyarakat melainkan juga
pengembangan langkah-langkah sosial adaptif.

3. Implementasi penyesuaian langkah-langkah kesehatan masyarakat dan


sosial

a. Penyesuaian LKMS, termasuk pembatasan pergerakan berskala


besar, harus meminimalisasi risiko lonjakan kembali kasus
COVID-19:

 Penularan COVID-19 dikendalikan hingga ke tingkat kasus


sporadis dan klaster kasus yang kesemuanya berasal dari
kontak atau kejadian impor yang diketahui; sekurang-
kurangnya, jumlah kasus baru diturunkan ke tingkat yang
dapat dikelola oleh sistem kesehatan sesuai kapasitas
apelayanan kesehatan.
 Penularan dapat dikendalikan melalui dua pendekatan yang
saling melengkapi: (i) memutus rantai penularan dengan cara
mendeteksi, mengetes, mengisolasi, dan mengobati kasus dan
mengarantina kontak dan (ii) memantau titik-titik pusat
penyebaran penyakit ini melalui surveilans penyakit saluran
pernapasan atau penyakit serupa influenza, yang dilengkapi
dengan survei serologis.
b. Kapasitas angkatan tenaga kesehatan masyarakat dan sistem
kesehatan yang ada memadai agar dapat dilakukan pergeseran
dari deteksi dan pengobatan terfokus pada kasus-kasus serius ke
deteksi dan isolasi semua kasus tanpa memandang tingkat
keparahan dan terlepas dari penularan terjadi secara lokal atau
melalui impor:
 Pastikan ada sistem untuk mengidentifikasi dan memutus
rantai penularan melalui deteksi, tes, isolasi, dan perawatan
semua kasus. Diperlukan angkatan tenaga kesehatan yang
cukup dan terlatih untuk menemukan kasus, mengetes kasus,
dan merawat semua kasus di fasilitas-fasilitas pelayana
kesehatan(WHO merekomendasikan agar kasus diisolasi di
bangsal khusus di dalam fasilitas pelayanan kesehatan, di

fasilitas COVID-19 khusus,7 atau di rumah dengan dukungan

yang cukup).8
 Untuk setiap kasus, diperlukan tenaga yang
cukup untuk mengidentifikasi dan memantau kontak, serta

fasilitas untuk karantina kontak.9 Pemantauan kontak dapat


dilakukan melalui kontak dunia maya setiap hari dari tenaga
sukarelawan masyarakat, telepon, atau perpesanan.
 Angkatan tenaga kesehatan dan kapasitas rumah sakit perlu
dinilai, dan mungkin ditingkatkan dan dipastikan tersedia
untuk menghadapi lonjakan kembali jumlah kasus. Tenaga
kerja perlu dilatih dan diberi alat perlindungan diri yang
sesuai.
 Sistem informasi yang kuat diperlukan untuk menilai risiko,
mengukur kinerja respons, dan mengevaluasi kemajuan.
guna mengurangi risiko bagi para pelaku perjalanan, seperti
penumpang dan pengelola fasilitas, serta petugas

operasional sisi udara (airside) dan keamanan15.

Tindakan apa yang akan dilakukan bila ada petugas terkena COVID-19,
bagaimana dengan pelayanan yang diberikan apakah akan dihentikan sementara
sesuai masa inkubasi COVID-19 atau tetap dilaksanakan setelah dilakukan
desinfektan dengan penggantian petugas. Hal ini harus sudah dipikirkan
penanggung jawab dan pemilik Klinik.
a. Kewaspadaan berdasarkan transmisi/infeksi.COVID-19 merupakan
virus yang sangat infeksius dan dapat menyebar dengan cara droplet.
Oleh karena itu, sirkulasi udara dalam ruang pelayanan kesehatan di
Klinik harus dipastikan bertukar dengan baik agar virus tersebut tidak
mencemari ruang pelayanan kesehatan.WHO merekomendasikan
natural ventilasi, tetapi dapat menggunakan kombinasi dengan
mekanikal ventilasi seperti kipas angin untuk mengarahkan dan
menolak udara yang tercemar menuju bagian yang dipasang
exhaustfan/jendela/lubang angin sehingga dapat membantu
mengeluarkan udara. Posisi duduk petugas juga diatur agar aliran
udara bersih dari arah belakang petugas ke arah pasien atau
memotong antara pasien dan petugas.Pertukaran udara yang
direkomendasikan sebesar 12 ACH (air change per hour) atau lebih
yang dapat diukur dengan menggunakan velocitymeter/
anemometer.Selain itu, kelembaban udara dan suhu ruangan perlu
diperhatikan. Direkomendasikan ruangan dengan suhu 20-26oC dan
kelembaban 30-60% guna meningkatkan dilusi udara untuk
mengurangi risiko infeksi.
Contoh perhitungan Air Change per Hour (ACH)Bila ruangan dengan
volume 37,5m3 dan luas jendela 0,25m2, sedangkan hasil pengukuran
kecepatan udara adalah 0,5 maka perhitungan sebagai berikut: ACH =
(luas jendela x kecepatan udara) x 3600 detik (volume ruangan) ACH
= (0,25 m2 x 0,5 m/detik) x 3600 detik (volume ruangan 37,5
m3)ACH = 12

4. Aspek legal pemerintah tidak membuat pengumuman terkait hal tersebut

Aspek Hukum Penanganan Penyebaran Covid 19


Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, yang belakangan telah
dijamin haknya secara konstitusional. Sesungguhnya jaminan konstitusi terhadap
hak atas kesehatan telah ada sejak masa Konstitusi Republik Serikat (RIS)
1949 “Penguasa senantiasa berusaha dengan sunguh-sungguh memajukan
kebersihan umum dan kesehatan rakyat”. Setelah bentuk negara serikat kembali
ke bentuk negara kesatuan dan berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara
1950 (UUDS), ketentuan Pasal 40 Konstitusi RIS di adopsi ke dalam Pasal 42
UUDS. Sejalan dengan itu, Konstitusi World HealthOrganization (WHO) 1948
telah menegaskan pula bahwa “memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya adalah suatu hak asasi bagi setiap orang”

Alasan pemerintan tidak membuka seluruh informasi terkait penanganan


virus korona yang disebabkan karena kekhawatiran menimbulkan kepanikan dan
keresahan namun kemudian seiring perkembangan kondisi penyebaran virus ini
maka keterbukaan data pun mulai dilakukan karena pemerintah perlu
menyampaikan kepada masyarakat data-data pasien yang meninggal atau positif
untuk dapat mengetahui rantai penyebaran virus tersebut.

Mengacu pada UU No. 14 tahun 2008, pandemi COVID-19 bukan


informasi publik yang dikecualikan oleh Undang-Undang, sebagaimana informasi
yang dapat membahayakan negara, karena sejatinya informasi pandemi tersebut
sudah diketahui khalayak umum sejak hari pertama mewabah di Wuhan,
Tiongkok, dan telah diinformasikan oleh badan kesehatan dunia, WHO.
Selanjutnya terdapat ketentuan-ketentuan yang mewajibkan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah di luar UU No.14 Tahun 2008 untuk memberikan informasi
sejelas-jelasnya dan membuka akses bagi masyarakat untuk mengetahui informasi
tentang kesehatan ataupun penyakit menular, yakni Pasal 17, Pasal 154 dan 155
UU No.36 tahun  2009. Di samping itu juga, pasal 79 dan 80 UU No.6 Tahun
2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan memberikan landasan otoritas bagi
pemerintah pusat dan daerah untuk menyampaikan informasi kekarantinaan
kesehatan sebagai bagian dari pencegahan dan pemberantasan risiko kesehatan
masyarakat yang dapat menyebabkan kedaruratan.

Berdasarkan kondisi-kondisi di atas maka dapat dikatakan bahwa ditinjau


dari aspek hukum, berbagai regulasi telah diterbitkan untuk mencegah penyebaran
Covid 19 namun realitas sampai saat ini menunjukkan bahwa belum ada
perubahan signifikan dalam penanganan kasus Covid 19 di Indonesia, jumlah
pasien semakin bertambah, angka kematian pun semakin melaju. Keberadaan
regulasi yang ada tidak akan efektif apabila tidak didukung dengan upaya yang
lebih tegas namun santun di dalam masyarakat. Eksistensi dan atensi ekstra dari
seluruh pihak terkait menjadi sangat urgen untuk memberikan pemahaman kepada
masyarakat mengenai penyebaran virus ini.

Kepolisian, aparat pemerintah daerah dari level tertinggi sampai level


terendah, aparat TNI , Lembaga-lembaga negara perlu untuk melakukan
sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman
mengenai pentingnya untuk melakukan tindakan yang preventif terhadap
penyebaran virus ini. Pemerintah harus mampu memberikan jawaban atas
kekhawatiran masyarakat dengan adanya pembatasan sosial baik skala kecil
maupun skala besar. Saat ini, berbagai dampak sosial dan ekonomi pembatasan
sosial tidak dapat dipungkiri mulai nampak di masyarakat. Peran pemerintah
pusat dan daerah dalam hal ini menjadi sangat penting untuk mengambil
keputusan-keputusan cepat dan tepat untuk mengatasi penyebaran virus ini.
Saat ini, pembatasan sosial skala besar berdasarkan Keppres yang telah
diterbitkan dapat dilaksanakan setelah adanya persetujuan Menteri Kesehatan
yang mempertimbangkan tingkat penyebaran virus yang besar di suatu daerah.
Hal ini perlu untuk evaluasi kembali karena apabila pembatasan skala besar
dilakukan setelah jumlah terinfeksi semakin besar maka akan menjadi tidak
efektif karena waktu yang dibutuhkan untuk menunggu jumlah yang memenuhi
syarat untuk dapat diberikan izin memberlakukan PSBB sama dengan menunggu
semakin banyak warga yang terinfeksi. Seyogianya, pemberlakuan PSBB di
semua daerah meskipun masih dalam zona hijau untuk mencegah daerah tersebut
menjadi zona merah. Bahaya yang sangat besar yang akan terjadi ketika secara
bersamaan semua daerah menjadi zona merah adalah ketidakmampuan daya
tampung rumah sakit yang akan membawa kita dalam kondisi seperti di negara
lain di mana tenaga kesehatan akan memilih siapa yang memiliki potensi hidup
yang lebih besar, hanya itulah yang akan diselamatkan.

Anda mungkin juga menyukai