Anda di halaman 1dari 40

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ISTRI

YANG SUAMINYA TIDAK BERPENGHASILAN


JIKA MEMILIKI SATU NPWP

Oleh :
I NYOMAN HARI WEDA WIKRAMA
NIM : 1406043075

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ISTRI
YANG SUAMINYA TIDAK BERPENGHASILAN
JIKA MEMILIKI SATU NPWP

Oleh :
I NYOMAN HARI WEDA WIKRAMA
NIM : 1406043075

Tugas Akhir Studi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan


menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Perpajakan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
Denpasar
2017
Tugas Akhir Studi dengan judul “Perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Istri yang
Suaminya tidak berpenghasilan jika memiliki satu NPWP” ini telah diuji oleh tim
penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal : 26 Mei 2017

Tim Penguji : Tanda tangan

1. Ketua : Komang Ayu Krisnadewi, SE.,MSi.,Ak ……………..

2. Sekertaris : Ni Luh Supadmi, SE.,MSi.,Ak.,CA …………….

Mengetahui,
Ketua PS. DIII Perpajakan Dosen Pembimbing

Dr.I Ketut Sujana, SE, M.Si, Ak. Komang Ayu Krisnadewi, SE., M.Si., Ak.
NIP. 19640518 199212 1 004 NIP.19800526 200312 2 002
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Studi yang
berjudul, “Perlakuan Pajak Penghasilan pasal 21 pada Istri yang Suaminya tidak
berpenghasilan jika memiliki satu NPWP”
Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan
dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam menyusun Tugas Akhir Studi
ini. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE.,M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Udayana .
2. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa.,SE.,MS., selaku Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Udayana.
3. Bapak Dr. I Ketut Sujana.,SE.,M.Si.,Ak, selaku Ketua Program Studi Diploma III
Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
4. Ibu Komang Ayu Krisnadewi, SE., M.Si., Ak, selaku Dosen Tugas Akhir Studi (TAS)
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan sampai
dengan selesainya Tugas Akhir Studi (TAS) ini.
5. Ibu Ni Luh Supadmi, SE.M.Si.Ak. CA, selaku Pembimbing Akademik (PA) selama penulis
menjalankan kuliah pada Program Studi Diploma III Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana.
6. Bapak dan Ibu Dosen yang mengajar dan membimbing penulis selama mengikuti
perkuliahan pada Program Studi Diploma III Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun Tugas Akhir Studi ini, masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan kemampuan
serta pengapaman penulis. Namun demikian Tugas Akhir Studi ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi yang berkepentingan.

Denpasar, 13 Mei 2017

Penulis
Judul :Perlakuan Pajak Penghasilan pasal 21 pada Istri yang Suaminya tidak
berpenghasilan jika memiliki satu NPWP
Nama : I Nyoman Hari Weda Wikrama
NIM : 1406043075

ABSTRAK

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui secara langsung mengenai perlakuan PPh
21 pada Istri yang Suaminya tidak berpenghasilan jika mereka satu NPWP.Dalam penelitian
yang dilakukan, jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif. Sumber data yang
digunakan adalah data sekunder. Semua data tersebut dikumpulkan dengan dengan
menggunakan metode dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik analisis deskritif komparatif.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perhitungan pada saat
suami bekerja dan saat suami tidak bekerja itu berbeda, dimana saat suami berpenghasilan,
penghasilan istri dianggap sebagi penghasilan final karena di potong oleh pemberi kerja dan
tidak digabung ke penghasilan suami, penghasilan netto yang dikurangkan dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah penghasilan suami, dan tidak ada pembayaran pajak
pada akhir tahun karena penghasilan telah dipotong oleh pemberi kerja. Sedangkan saat
suami tidak berpenghasilan, penghasilan istri yang digunakan di penghasilan netto dan
dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Tidak ada pembayaran pajak karena
penghasilan sudah dipotong oleh pemberi kerja.

Kata kunci : PPh 21, satu NPWP, PTKP


DAFTAR ISI

Isi
Halaman
LEMBAR JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
ABSTRAK………………………………………………………………… iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… viii
DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penelitian 3
1.3 Kegunaan Penelitian 3
1.4 Sistematika Penulisan 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 5
2.1.1 Definisi Pajak……………………………………………. 5
2.1.2 Pengertian Pajak Penghasilan…………………………… 6
2.1.3 Pajak Penghasilan Pasal 21…………………………….. 7
2.1.4 Pengertian dan Fungsi NPWP………………………….. 8
2.1.5 NPWP suami istri yang digabung………………………… 9

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Lokasi Penelitian 10
3.2 Obyek Penelitian 10
3.3 Jenis dan Sumber Data………………………………………... 10
3.4 Metode Pengumpulan Data…………………………………… 11
3.5 Teknik Analisis Data…………………………………………. 11

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


4.1 Deskripsi Hasil Penelitian…………………………………….. 13
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian…………………………………. 13
4.2.1 Memperhitungkan PPh suami istri yang bekerja……….. 13
4.2.2 Memperhitungkan PPh jika suami tidak berpenghasilan.. 18
4.2.3 Perbandingan PPh saat suami masih bekerja dan setelah
selesai bekerja…………………………………………... 23

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan………………………………………………………. 32
5.2 Saran………………………………………………………….. 32

Daftar Rujukan 33
Lampiran

DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
4.1 Perhitungan PPh Bapak I Made X…………………………. 13

4.2 Perhitungan PPh Ibu Ni Putu Y……………………… ……. 14

4.3 Perhitungan PPh Ibu Ni Putu Y sebagai Kepala Keluarga…. 19

4.4 Perhitungan PPh Bapak I Made X Tahun 2015 dan 2016….. 23

4.5 Perhitungan PPh Ibu Ni Putu Y Tahun 2015 dan 2016…….. 23

DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
4.2 SPT 1770 S II bagian B Bapak I Made X……………………………. 15
4.3 SPT 1770 S II bagian D Bapak I Made X……………………………. 16
4.4 SPT 1770 S I bagian C Bapak I Made X…………………………….. 16
4.5 SPT 1770 S bagian A dan B Bapak I Made X……………………… 17
4.6 SPT 1770 S bagian C Bapak I Made X……………………………… 17
4.7 SPT 1770 S bagian D Bapak I Made X………………………………. 18
4.8 SPT 1770 S II bagian B Ibu Ni Putu Y………………………………. 20
4.9 SPT 1770 S II bagian D Ibu Ni Putu Y……………………………… 20
4.10 SPT 1770 S I bagian C Ibu Ni Putu Y………………………………. 20
4.11 SPT 1770 S bagian A dan B Ibu Ni Putu Y………………………... 21
4.12 SPT 1770 S bagian C Ibu Ni Putu Y………………………………... 22
4.13 SPT 1770 S bagian D Ibu Ni Putu Y……………………………….. 22
4.14 SPT 1770 S II bagian A Bapak I Made X sebagai Kepala Keluarga… 25
4.15 SPT 1770 S II bagian A Ibu Ni Putu Y sebagai Kepala Keluarga…… 25
4.16 SPT 1770 S I bagian C Bapak I Made X sebagai Kepala Keluarga….. 26
4.17 SPT 1770 S I bagian C Ibu Ni Putu Y sebagai Kepala Keluarga…… 26
4.18 SPT 1770 S bagian A dan B Bapak I Made X sebagai Kepala Keluarga 27
4.19 SPT 1770 S Ibu Ni Putu Y sebagai Kepala Keluarga……………….. 28
4.20 SPT 1770 S bagian C Bapak I Made X sebagai Kepala Keluarga….. 29
4.21 SPT 1770 S bagian C Ibu Ni Putu Y sebagai Kepala Keluarga…….. 29
4.22 SPT 1770 S bagian D Bapak I Made X sebagai Kepala Keluarga….. 30
4.23 SPT 1770 S bagian D Ibu Ni Putu Y sebagai Kepala Keluarga…….. 30

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 SPT 1770 S Bapak I Made X

Lampiran 2 SPT 1770 S I Bapak I Made X

Lampiran 3 SPT 1770 S II Bapak I Made X

Lampiran 4 SPT 1770 S Ibu Ni Putu Y

Lampiran 5 SPT 1770 S I Ibu Ni Putu Y

Lampiran 6 SPT 1770 S II Ibu Ni Putu Y

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan Negara. Pajak digunakan untuk

membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi

individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, dan kemakmuran

rakyat. Penerimaan dari sektor pajak sangat mendukung terlaksananya pembangunan di

berbagai sektor sebagai wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu jenis pajak yang dipungut oleh

pemerintah. Salah satunya adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. PPh Pasal 21 adalah

pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain

dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,

dan kegiatan yang di lakukan oleh orang pribadi.

Subjek pajak dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan.

Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-Undang Pajak

Penghasilan disebut Wajib Pajak. Apabila orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri

memperoleh penghasilan dan dikenai PPh Pasal 21, maka menjadi wajib pajak orang

pribadi dalam negeri.

Pada dasarnya Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) sendiri telah

mengatur secara jelas bahwa sistem pengenaan pajak Indonesia menempatkan keluarga

sebagai satu kesatuan ekonomis. Penjelasan Pasal 8 UU PPh nomor 36 Tahun 2008

menyatakan, penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabung sebagai

satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh

kepala keluarga (dalam hal ini suami). Maksudnya, penghasilan dan kerugian istri akan

dianggap sebagai penghasilan dan kerugian suami, sehingga dikenai pajak bersama.

Seperti contoh misalnya, suami pada pertengahaan periode pajak tiba-tiba berhenti

bekerja atau dalam kata lain tidak memiliki penghasilan, situasi ini tentu membuat wajib
pajak bingung bagaimana perlakuan perpajakan mereka bila suami tidak berpenghasilan

lagi. Kasus suami yang berhenti bekerja pada pertengahan periode pajak terjadi pada

Bapak X pada tahun 2016. Bapak I Made X dan sang istri yaitu Ibu Ni Putu Y memiliki

satu NPWP atau dalam kata lain kewajiban perpajakannya digabung. Akan tetapi

pertengahan tahun 2015 Bapak I Made X tiba-tiba berhenti bekerja, tentu ini membuat

Bapak I Made X dan Ibu Ni Putu Y bingung tentang perlakuan perpajakan mereka. Apa

tetap Bapak I Made X yang memenuhi kewajiban keluarganya sesuai dengan penjelasan

Pasal 8 UU PPh nomor 36 Tahun 2008 atau dilimpahkan kepada Ibu Ni Putu Y.

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pokok permasalahannya adalah

“Bagaimana perlakuan PPh 21 pada Istri yang suaminya tidak berpenghasilan jika

memiliki satu NPWP?”. Penulis mengangkat materi tersebut, dikarenakan banyak wajib

pajak yang khususnya memiliki satu NPWP belum mengetahui bagaimana prosedur

pelimpahan kewajiban perpajakan dari suami ke istri jika suami berhenti bekerja dan

bagaimana sistematika perhitungannya. Pada kesempatan kali ini kasus yang diangkat

adalah perlakuan PPh pasal 21 Bapak I Made X dan Ibu Ni Putu Y yang memiliki satu

NPWP.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana perlakuan PPh pasal 21

pada istri yang suaminya tidak berpenghasilan jika memiliki satu NPWP.

1.3 Kegunaan Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

a) Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan

mengenai perlakuan PPh pasal 21 pada istri yang suaminya tidak berpenghasilan

jika memiliki satu NPWP.

b) Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan dalam

proses perlakuan PPh pasal 21 pada istri yang suaminya tidak berpenghasilan jika

memiliki satu NPWP

1.4 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai latar belakang dan pokok

permasalahan, tujuan, dan kegunaan penelitian serta sistematika penyajian.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas mengenai landasan teori yang relevan dengan

penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai metode penelitian dimana dalam metode

penelitian tersebut berisikan lokasi penelitian, objek penelitian, jenis dan

sumber data, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data yang

digunakan dalam laporan penulisan penelitian.

BAB IV : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

. Bab ini menguraikan mengenai gambaran umum lokasi penelitian serta

pembahasan hasil penelitian yang terkait.

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN


Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diambil dari hasil

penelitian serta memuat saran-saran yang dianggap perlu untuk diajukan

terkait dengan kesimpulan yang diberikan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.

Berbagai definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, semuanya mempunyai

maksud dan tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak agar mudah dipahami. Di

bawah ini akan diuraikan definisi-definisi tersebut:

1) Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata

cara perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2) Menurut Waluyo (2008:2), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)

yang terutang dan wajib dibayarkan menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

mendapat imbalan kembali, yang langsung dirunjuk, dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan.

3) Menurut Mardiasmo (2009:1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) yang langsung dapat ditujukan

dana yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

2.1.2 Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan pada masyarakat yang

berpenghasilan atau atas hasil yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak untuk

kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu

kewajiban yang harus dilaksanakannya.

Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap

subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau di perolehnya dalam tahun

pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan

dalam Undang-Undang disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan

yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk

penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai dan

berakhir dalam tahun pajak (Mardiasmo, 2013:155).

Berbagai definisi Pajak Penghasilan (PPh) yang dikemukakan oleh para ahli, semuanya

mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian Pajak Penghasilan
(PPh) agar mudah dipahami. Di bawah ini merupakan definisi Pajak Penghasilan (PPh)

menurut ahli perpajakan :

1) Menurut Resmi (2011:74), “Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap

subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun

pajak”.

2) Menurut Suandy (2011:36), “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan

terhadap penghasilan, dapat dikenakan secara berkala dan berulang-ulang dalam

jangka waktu tertentu baik masa pajak maupun tahun pajak”.

2.1.3 Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan orang pribadi

selama tahun pajak berjalan. Ada beberapa definisi PPh pasal 21 yang dikemukakan para

ahli, diantaranya :

Menurit Direktorat Jenderal Pajak No.57/PJ/2009 Bab I Pasal 1 No.2 :

1) Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan

oleh Wajib Pajak orang pribadi. Subjek pajak dalam negeri adalah pajak atas

penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan

nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan

kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

2) Subjek pajak penghasilan pasal 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong PPh

Pasal 21, terdiri atas pegawai yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja

secara berkala, penerima pensiun, penerima honorarium, penerima upah, dan orang

pribadi yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau

kegiatan dari pemotong pajak. Pajak penghasilan pasal 21 merupakan pajak yang

bersifat withholding system, yaitu pajak yang dipotong oleh orang lain atau pihak

ketiga. Perhitungan jumlah pajak penghasilan pasal 21 yang harus dibayar oleh wajib
pajak dilakukan dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak

berdasarkan pasal 17 Undang-Undang pajak penghasilan. Besarnya jumlah

penghasilan kena pajak dari wajib pajak dihitung berdasarkan penghasilan netonya

dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak.

2.1.4 Pengertian dan Fungsi NPWP

NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak (WP) sebagai sarana dalam

administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib

pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Berikut beberapa fungsi utama NPWP :

1. Untuk mengetahui identitas wajib pajak (WP)

2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam mengawas

administratsi perpajakan.

3. Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan, sehingga semua

yang berhubungan dengan dokumen perpajakan harus mencantumkan NPWP.

4. Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan misalnya dalam Surat Setoran

Pajak (SSP).

5. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan

mencantumkan NPWP dan dokumen-dokumen yang diajukan.

2.1.5 NPWP suami-istri yang digabung

Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) sendiri telah mengatur secara jelas bahwa

sistem pengenaan pajak Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis.

Penjelasan Pasal 8 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa penghasilan atau

kerugian dari seluruh anggota keluarga digabung sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak

dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga (suami). Dalam artian,
penghasilan dan kerugian istri akan dianggap sebagai penghasilan dan kerugian suami,

sehingga dikenai pajak bersama.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di BPR Lestari, Jalan Teuku Umar No 110 Dauh

Puri, Denpasar Barat, Kota Denpasar.

3.2 Obyek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah pengaruh sistem informasi akuntansi manajemen dan

struktur organisasi terhadap pengambilan keputusan manajemen pada BPR Lestari.


3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data


Menurut Bogdan dan Taylor (1975), data berdasarkan sifatnya yaitu data kualitatif.

Data kualitatif adalah data yang berbentuk kuisioner. Data kualitatif dalam penelitian ini

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku yang dapat diamati.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Menurut

Sugiyono (2013:137), data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung meliputi

dokumen-dokumen perusahaan berupa sejarah perkembangan perusahaan, struktur

organisasi, dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini, sumber

data yang diperoleh dari penulis adalah sumber data primer. Sumber data primer ini diperoleh

secara langsung melalui survei lapangan dengan menggunakan kuisioner.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

dokumentasi yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai penghasilan yang dimiliki

oleh bapak I Made X dan Ibu Ni Putu Y yang menjadi klien di Lembaga Manajemen

Accounting and Tax Formasi System (LMATS), yang digunakan untuk menganalisa

perhitungan pajak suami istri yang memiliki satu NPWP tapi dalam pertengahan periode

pajak suaminya berhenti bekerja.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskritif komparatif, tahap

analisis adalah sebagai berikut :

1) Memperhitungkan PPh suami istri yang bekerja

a) Memperhitungkan PPh suami istri yang memiliki satu NPWP.


b) Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

c) Menghitung Pajak Penghasilan.

2) Memperhitungkan PPh jika suami tidak berpenghasilan

a) Memperhitungkan PPh suami istri dengan satu NPWP, jika suami tidak

berpenghasilan

b) Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

c) Menghitung Pajak Penghasilan.


IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

4.1Deskripsi Hasil Penelitian

Pada awalnya Bapak I Made X berkerja sebagai Accounting Manager di PT ABC di

daerah Denpasar, sedangkan istrinya Ibu Ni Putu Y bekerja sebagai MarketingManager di PT

XYZ di daerah Denpasar. Bapak I Made X dan Ibu Ni Putu Y memiliki satu NPWP. Bapak I

Made X dan Ibu Ni Made Y bertempat tinggal di Perumahan Nuansa Penatih, Banjar

Pohmanis, Desa Penatih, Denpasar. Mereka mempunyai dua orang anak yang keduanya

masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Pada saat ini beliau dan istrinya tercatat

sebagai klien dari LMATS Consulting yang terletak di JL. Kenyeri No 65 Tonja, Denpasar.

Pada tahun 2015 tepatnya di bulan Oktober Bapak I Made X di berhentikan dari

tempatnya bekerja karena perusahaan tempat beliau bekerja mengalami kebangkrutan. Maka

sejak bulan Oktober 2015 Bapak I Made X tidak berpenghasilan.

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian

4.2.1 Memperhitungkan PPh suami istri yang bekerja.

a) Perhitungan PPh Bapak I Made X dan istrinya Ibu Ni Putu Y :

Bapak I Made X

Penghasilan Netto Rp 150.000.000


PTKP (K/2) Rp 67.500.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 82.500.000
PPh Terutang (5% x Rp 82.500.000) Rp 4.125.000

Ibu Ni Putu Y

Penghasilan Netto Rp 85.000.000


PTKP (TK/0) Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 31.000.000
PPh Terutang (5% x Rp 31.000.000) Rp 1.550.000

Dari perhitungan PPh Bapak I Made X dan Ibu Ni Putu Y di atas tidak terjadi

kurang bayar, karena PPh terutang Bapak I Made X sebesar Rp 1.550.000 di SPT

induk akan dikurangi PPh yang di potong oleh pemberi kerja yaitu PT ABC dengan

jumlah yang sama sebesar Rp 1.550.000. Sehingga PPh Bapak I Made X

menjadi nihil dan tidak terjadi kurang bayar. Penghasilan dari Ibu Ni Putu Y yang

telah dipotong oleh pemberi kerja dianggap sebagi PPh final, dan dimasukan ke

dalam SPT suami.

b) Pengisian SPT Tahunan 2015 Bapak I Made X

Pada lampiran 1770 S ll, diisi hutang dan harta pada akhir tahun, daftar

anggota keluarga, dan penghasilan final Ibu Ni Putu Y. Pertama diisi adalah bagian A,

yaitu penghasilan yang dikenakan PPh final atau bersifat final. Diisi pada nomor 14

dasar pengenaan pajak/ penghasilan bruto diisi penghasilan netto Ibu Ni Putu Y

sebesar Rp 85.000.000 dan PPh terutang diisi dengan PPh terutang Ibu Ni Putu Y

sebesar Rp 1.550.000.

Gambar 4.1 SPT 1770 S II bagian A Bapak I Made X


Pada bagian B diisi harta akhir tahun keluarga bapak I Made X total nilainya
adalah Rp 506.400.000.

Gambar 4.2 SPT 1770 S II bagian B Bapak I Made X

Untuk bagian D diisi susunan keluarga dari Bapak I Made X yang terdiri dari

Ibu Ni Putu Y dan 2 anak dari Bapak I Made X dan Ibu Ni Putu Y.

Gambar 4.3 SPT 1770 S II bagian D Bapak I Made X


Pada Lampiran 1770 S I, diisi daftar bukti potong Bapak I Made X, pada

bagian C, jumlah yang di potong sebesar Rp 4.125.000.

Gambar 4.4 SPT 1770 S I bagian C Bapak I Made X

Saat pengisian SPT Tahunan Orang Pribadi, yang dimasukkan dalam formulir

induk adalah penghasilan Bapak I Made X yang di terima dari PT ABC. Penghasilan

Netto Bapak I Made X dimasukkan ke bagian A sebesar Rp 150.000.000

Pada bagian B di Penghasilan Tidak Kena Pajak digunakan K/2, karena Bapak I Made

X berstatus kawin dan mempunyai 2 orang anak, Penghasilan Tidak Kena Pajak Bapak

I Made X sebesar Rp 67.500.000, dan dikurangi dengan penghasilan neto, mendapat

PKP sebesar

Rp 82.500.000.

Gambar 4.5 SPT 1770 S bagian A dan B Bapak I Made X


Pada bagian C ada jumlah PPh terutang sebesar Rp 4.125.000 yang di dapat

dari Rp 82.500.000 dikalikan tarif pasal 17 sebesar 5%.

Gambar 4.6 SPT 1770 S bagian C Bapak I Made X

Maka dari hasil pengisian form SPT Tahunan 2015, akan terlihat SPT suami

nihil dan tidak ada kewajiban untuk membayar pajak di akhir tahun dan membayar

angsuran PPh pasal 25 tiap bulannya. Karena jumlah PPh terutang sudah di kurangi

dengan PPh yang di potong oleh pemberi kerja.

Gambar 4.7 SPT 1770 S bagian D Bapak I Made X


4.2.2 Memperhitungkan PPh jika suami tidak berpenghasilan

a) Prosedur pengajuan surat pernyataan suami tidak berpenghasilan

Pada pertengahan tahun 2015 Bapak I Made X berhenti bekerja, oleh karena

itu kewajiban perpajakaan keluarganya pada tahun 2016 tidak mungkin ditanggung

oleh Bapak I Made X. Maka pada awal tahun 2016 Bapak I Made X dan Ibu Ni Putu

Y mengurus surat pernyataan bahwa pada tahun 2016 Bapak I Made X tidak

berpenghasilan. Surat pernyataan tersebut di ajukan ke tingkat kecamatan, surat

tersebut hanya berisi pernyataan bahwa Bapak I Made X tidak berpenghasilan, dan

sudah disetujui dan ditandatangani oleh kepala camat setempat. Setelah itu surat

pernyataan tersebut di serahkan di tempat Ibu I Putu Y bekerja yaitu PT XYZ. Agar

nantinya PTKP Ibu Ni Putu Y dari semulanya TK/0 akan dirubah menjadi K/2, atau

dalam kata lain PTKP dari suami dilimpahkan ke istri. Surat pernyataan ini hanya

berlaku untuk keperluan pemungutan dan pemotongan PPh 21.

b) Perhitungan PPh Ibu Ni Putu Y

Pada Tahun 2016 perhitungan atas pajak penghasilan Ibu Ni Putu Y akan

berubah, semula PTKP nya adalah TK/0 menjadi K/2, berikut adalah perhitungan PPh

dari Ibu Ni Putu Y yang bekerja pada PT XYZ :

Penghasilan Netto Rp 85.000.000


PTKP (K/2) Rp 67.500.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 17.500.000
PPh Terutang (5% x Rp 17.500.000) Rp 875.000

Dari perhitungan PPh Ibu Ni Putu Y di atas tidak terjadi kurang bayar, karena

PPh terutang Ibu Ni Putu Y sebesar Rp 875.000 di SPT induk akan dikurangi PPh

yang di potong oleh pemberi kerja yaitu PT XYZ dengan jumlah yang sama sebesar

Rp 875.000. Sehingga PPh Ibu Ni Putu Y menjadi nihil dan tidak terjadi kurang

bayar.

c) Pegisian SPT Tahunan 2016 Ibu Ni Putu Y

Pada lampiran 1770 S ll, sama pengisiannya sama seperti SPT Tahunan 2015

Bapak I Made X, hanya saja pada bagian A nomor 13, penghasilan istri dari satu

pemberi kerja dihapuskan, karena pada tahun 2016 penghasilan Ibu Ni Putu Y di

pindahkan ke SPT Induk, karena Ibu Ni Putu Y pada tahun 2016 menanggung semua

kewajiban perpajakan keluarganya. Jadi yang di masukkan dalam SPT 1770 S II

adalah pada bagian B yaitu harta pada akhir tahun.

Gambar 4.8 SPT 1770 S II bagian B Ibu Ni Putu Y

Pada bagian D diisi susunan daftar anggota keluarga dari Bapak I Made X

Gambar 4.9 SPT 1770 S II bagian D Ibu Ni Putu Y


Sedangkan untuk lampiran SPT 1770 S I pada bagian C diisi bukti

pemotongan penghasilan Ibu Ni Putu Y yang di potong oleh PT XYZ sebesar Rp

875.000.

Gambar 4.10 SPT 1770 S I bagian C Ibu Ni Putu Y

Saat pengisian SPT Tahunan Orang Pribadi 2016, yang dimasukkan dalam

formulir induk adalah penghasilan Ibu Ni Putu Y yang di terima dari PT XYZ.

Tepatnya di bagian A penghasilan netto sebesar Rp 85.000.000.

Setelah itu pada bagian B pada penghasilan tidak kena pajak, dimasukkan

PTKP Ibu Ni Putu Y sebesar Rp 67.500.000, karena PTKP nya adalah K/2, dikurangi

dengan penghasilan neto dapat penghasilan kena pajak sebesar Rp 17.500.000.

Gambar 4.11 SPT 1770 S bagian A dan B Ibu Ni Putu Y


Pada Bagian C yaitu PPh terutang, penghasilan kena pajak dikali dengan tariff

PPh pasal 17 sebesar 5% maka mendapat hasil sebesar

Rp 875.000.

Gambar 4.12 SPT 1770 S bagian C Ibu Ni Putu Y

Dari perhitungan pada bagian D tidak ada kekurangan pajak, karena jumlah

PPh terutang sudah di kurangi dengan PPh yang di potong oleh pemberi kerja, yaitu

PT XYZ tempat Ibu Ni Putu Y bekerja.


Maka dari hasil pengisian form SPT Tahunan 2016, akan terlihat SPT

Tahunan Orang Pribadi 2016 Ibu Ni Putu Y nihil dan tidak ada kewajiban untuk

membayar pajak di akhir tahun dan membayar angsuran PPh pasal 25 tiap bulannya.

Gambar 4.13 SPT 1770 S bagian D Ibu Ni Putu Y

4.2.3 Perbandingan PPh saat suami masih bekerja dan setelah selesai bekerja

a) Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak Istri


Pada Tahun 2015 saat Bapak I Made X berpenghasilan, PTKP Ibu Ni Putu Y

adalah TK/0 (Rp 54.000.000), sedangkan pada tahun 2016 saat Bapak I Made X

tidak berpenghasilan PTKP Ibu Ni Putu Y menjadi K/2 (Rp 67.500.000). Karena

PTKP Bapak I Made X dilimpahkan ke istri yaitu Ibu Ni Putu Y karena Bapak I

Made X pada tahun 2016 tidak berpenghasilan, dan kewajiban perpajakannya

dilimpahkan ke istri.

b) Pajak Terhutang
PPh Bapak I Made X tahun 2015 PPh Bapak I Made X 2016

Penghasilan Neto Rp150.000.000 Penghasilan Neto Rp 0


PTKP (K/2) Rp 67.500.000 PTKP (K/2) Rp 0
Penghasilan Kena Rp 82.500.000 Penghasilan Kena Rp 0
Pajak Pajak
PPh Terutang Rp 4.125.000 PPh Terutang Rp 0
( 5% x Rp (5% x Rp 0)
82.500.000)

PPh Ibu Ni Putu Y tahun 2015 PPh Ibu Ni Putu Y tahun 2016

Penghasilan Neto Rp 85.000.000 Penghasilan Rp 85.000.000


Neto
PTKP (TK/0) Rp 54.000.000 PTKP (K/2) Rp 67.500.000
Penghasilan Kena Rp 31.000.000 Penghasilan Rp 17.500.000
Pajak Kena Pajak
PPh Terutang Rp.1.550.000 PPh Terutang Rp 875.000
( 5% x Rp (5% x Rp
1.550.000) 17.500.000)

Pada tahun 2015 penghasilan Bapak I Made X dimasukkan ke dalam SPT

induk sebesar Rp 150.000.000, dikurangi dengan PTKP sebesar Rp 67.500.000, maka

mendapatkan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 82.500.000, maka PPh terutang

Bapak I Made X sebesar Rp 4.125.000. Untuk penghasilan Ibu Ni Putu Y sebesar

Rp 85.000.000 dianggap sebagai penghasilan final, karena di potong oleh pemberi

kerja dan tidak di gabung ke penghasilan Bapak I Made X.

Pada Tahun 2016, Bapak I Made X tidak berpenghasilan, maka penghasilan

Ibu Ni Putu Y dimasukkan ke dalam SPT induk sebesar Rp 85.000.000, dan

dikurangi PTKP sebesar Rp 67.500.000, mendapat Penghasilan Kena Pajak sebesar

Rp 17.500.000, sehingga PPh Terutang Ibu Ni Putu Y adalah Rp 875.000.

c) Pengisian SPT keluarga Bapak I Made X

Pada Lampiran SPT 1770 S II ada beberapa perbedaan antara SPT tahun 2015

dengan 2016. Pada tahun 2015 bagian A nomer 13 diisi penghasilan Ibu Ni Putu Y,

karena penghasilan Ibu Ni Putu Y dianggap penghsilan final karena dipotong oleh
satu pemberi kerja. Sedangkan pada tahun 2016, bagian A dikosongkan karena

penghasilan Ibu Ni Putu Y pindah ke SPT Induk, karena pada tahun 2016 Ibu Ni Putu

Y yang menanggung kewajiban perpajakan keluarganya. Lampiran SPT 1770 S II

bagian A pada tahun 2015, lengkap dengan penghasilan Ibu Ni Putu Y.

Gambar 4.14 SPT 1770 S II bagian A Bapak I Made X sebagai Kepala Keluarga

Gambar 4.15 SPT 1770 S II bagian A Ibu Ni Putu Y sebagai Kepala Keluarga
Pada lampiran 1770 S II tahun 2016 bagian A kosong, karena penghasilan Ibu

Ni Putu Y dipindah ke SPT induk, yang pada tahun 2016 Ibu Ni Putu Y yang

menanggung kewajiban perpajakan keluarganya. Maka dari itu penghasilan Ibu Ni

Putu Y yang semula dianggap sebagai penghasilan final dan dimasukkan ke lampiran

SPT 1770 S II bagian A nomor 13, dipindahkan ke SPT induk 1770 S ke penghasilan

netto sebesar Rp 85.000.000, yang nantinya akan dikurangi Penghasilan Tidak Kena

Pajak sampai mendapat PPh terutang.

Lampiran SPT 1770 S I pada bagian C ada perbedaan pada tahun 2015

dengan tahun 2016. Pada tahun 2015 pada bagian C daftar pemotongan/pemungutan

oleh pihak lain diisi penghasilan Bapak I Made X yang di potong oleh PT ABC

sebesar Rp 4.125.000.

Gambar 4.16 SPT 1770 S I bagian C Bapak I Made X sebagai Kepala Keluarga
Gambar 4.17 SPT 1770 S I bagian C Ibu Ni Putu Y sebagai Kepala Keluarga

Sedangkan pada tahun 2016 pada bagian C diisi penghasilan Ibu Ni Putu Y

yang dipotong oleh PT XYZ sebesar Rp 875.000. Karena pada tahun 2016

penghasilan Ibu Ni Putu Y yang masuk ke SPT induk, dan nantinya hasil penghasilan

yang di potong pemberi kerja akan digunakan sebagai pengurangan dari PPh terutang,

dimana SPT pada tahun 2016 menjadi nihil tidak ada kewajiban pembayaran

perpajakan olen Ibu Ni Putu Y.

Pada SPT induk 1770 S pada SPT tahun 2015 diisi penghasilan dari Bapak I

Made X, sedangkan pada tahun 2016 diisi penghasilan Ibu Ni Putu Y. SPT induk

1770 S tahun 2015, pada bagian A diisi penghasilan Bapak I Made X sebesar Rp

150.000.000. Pada bagian B tepatnya SPT tahun 2015 PTKP Bapak I Made X adalah

K/2, karena ada tanggungan istri dan dua anak, sebesar Rp 67.500.000, yang terdiri

atas Rp 54.000.000 untuk wajib pajak, Rp 4.500.000 untuk tanggungan istri, Rp


9.000.000 untuk tanggungan 2 anak. PTKP dikurangi dengan penghasilan neto, maka

Penghasilan Kena Pajak menjadi Rp 82.500.000.

Gambar 4.18 SPT 1770 S bagian A dan B Bapak I Made X sebagai Kepala Keluarga

Sedangkan pada tahun 2016, diisi penghasilan Ibu Ni Putu Y, karena pada

tahu 2016 Ibu Ni Putu Y yang menanggung kewajiban perpajakan keluarganya.

Penghasilan Ibu Ni Putu Y sebesar Rp 85.000.000. tahun 2016 PTKP

sama dengan PTKP tahun 2015 yaitu K/2 sebesar Rp 67.500.000, yang terbagi atas Rp

54.000.000 untuk wajib pajak, Rp 4.500.000 untuk status kawin Ibu Ni Putu Y, Rp

9.000.000 terbagi atas dua anak Ibu Ni Putu Y. PTKP tahun 2016 perbedaanya di

Penghasilan Kena Pajak yang sudah dikurangi penghasilan neto, yaitu sebesar Rp

17.500.000. Karena penghasilan Ibu Ni Putu Y lebih kecil yaitu sebesar Rp

85.000.000, dibandingkan dengan penghasilan Bapak I Made X sebesar Rp

150.000.000. Maka Penghasilan Kena Pajak dari Ibu Ni Putu Y lebih kecil dari

Penghasilan Kena Pajak Bapak I Made X.

Gambar 4.19 SPT 1770 S Ibu Ni Putu Y sebagai Kepala Keluarga


Pada SPT Tahun 2015 pada bagian C , PPh terutang dari Bapak I Made X

adalah Rp 4.125.000 , yang di dapat dari jumlah Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp

82.500.000 dikalikan dengan tarih PPh pasal 17 sebesar 5%. Tidak ada pengurangan

dari pasal 24 yang di kreditkan maka jumlah PPh terutang menjadi Rp 4.125.000.

Gambar 4.20 SPT 1770 S bagian C Bapak I Made X sebagai Kepala Keluarga

Sedangkan pada tahun 2016 pada bagian C, PPh terutang Ibu Ni Putu Y

sebesar Rp 875.000 , yang di dapat dari jumlah Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp

17.500.000 dikalikan dengan tariff PPh pasal 17 sebesar 5%. Tidak ada

pengembalian/pengurangan PPh pasal 24 yang telah di kreditkan, maka jumlah PPh

terutang Ibu Ni Putu Y sebesar Rp 875.000.

Gambar 4.21 SPT 1770 S bagian C Ibu Ni Putu Y sebagai Kepala Keluarga
Dari perhitungan pada bagian D SPT Tahun 2015, tidak ada kekurangan pajak

karena telah di potong oleh pemberi kerja sebesar

Rp 4.125.000 yang pada saat ini adalah PT ABC tempat Bapak I Made X bekerja.

Maka dari hasil pengisisan form SPT Tahunan 2015, akan terlihat SPT

Tahunan Orang Pribadi 2015 Bapak I Made X nihil dan tidak ada kewajiban untuk

membayar pajak di akhir tahun dan membayar angsuran PPh pasal 25 tiap bulannya.

Gambar 4.22 SPT 1770 S bagian D Bapak I Made X sebagai Kepala Keluarga

Gambar 4.23 SPT 1770 S bagian D Ibu Ni Putu Y sebagai Kepala Keluarga
Sedangkan pada tahun 2016 SPT tahunan bagian D, tidak ada kekurangan

pajak juga karena telah di potong oleh pemberi kerja sebesar Rp 875.000 yang pada

saat ini adalah PT XYZ tempat Ibu Ni Putu Y bekerja.

Maka SPT Tahunan 2016 Ibu Ni Putu Y nihil tidak ada kewajiban untuk

membayar pajak di akhir tahun dan membayar angsuran PPh pasal 25 tiap bulannya.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Pada pembahasan bab sebelumnya perhitungan pajak penghasilan tahun 2015 dan 2016

Bapak I Made X dan Ibu Ni Putu Y adalah sebagai berikut:

1. Pada tahun 2015, penghasilan Bapak I Made X dimasukkan ke SPT induk.

Sedangkan penghasilan Ibu Ni Putu Y dimasukkan ke lampiran 1770 S II bagian

A, karena dipotong oleh pemberi kerja dan dianggap sebagai penghasilan final.

Untuk tahun 2016 penghasilan Ibu Ni Putu Y yang dimasukkan ke SPT induk,

karena Bapak I Made X tidak berpenghasilan dan Ibu Ni Putu Y yang

menanggung kewajiban perpajakan keluarganya.

2. PTKP pada tahun 2015 Ibu Ni Putu Y yaitu TK/0 (Rp 54.000.000) berubah di

tahun 2016 menjadi K/2 (Rp 67.500.000).

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan diatas, maka saran yang dapat disampaikan adalah perlu di

tingkatkan pengetahuan pelimpahan kewajiban perpajakan dari suami yang tidak

berpenghasilan ke istri yang memiliki penghasilan, karena masih banyak Wajib Pajak yang

belum mengetahui prosedur pelimpahan kewajiban perpajakan tersebut yang bisa diajukan
di tingkat kecamatan, dan juga peritungannya tidak jauh berbeda hanya perubahan pada

PTKP sang istri saja.

DAFTAR RUJUKAN

Mardiasmo, Prof., Dr., MBA., Ak. 2009. Perpajakan. Edisi Revisi Tahun 2013.
Yogyakarta: Andi.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Erly Suandy. 2011. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Resmi Siti. 2011. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.

Republik Indonesia, Peraturan Direktur Jendral Pajak RI No. PER-57/PJ/2009


Tentang Pajak Penghasilan.

Anda mungkin juga menyukai