Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Peran guru dalam pendidikan dan pengajaran di sekolah sangat penting,
guru turut serta dalam menentukan keberhasilan mencapai tujuan pendidikan.
Peran guru yang demikian penting sepatutnya didukung dengan
kemampuannya dalam menguasai keterampilan mengajar yang baik.
Rendahnya mutu guru dapat menyebabkan kurang berhasil dalam mengelolah
proses belajar mengajar di kelas sehingga kurang dapat menciptakan iklim
belajar yang memungkinkan siswa termotivasi untuk berprestasi. Pemakaian
metode pembelajaran juga tidak kalah pentingnya bahkan itu merupakan salah
satu faktor yang akan menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar siswa.
Semakin sesuai metode pembelajaran yang digunakan oleh guru terhadap
materi yang diajarkan terhadap peserta didik, maka semakin tinggi motivasi
siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya.
Sejalan dengan itu Uno (2008 : 15) mengatakan bahwa :
Guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam
mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut
guru adalah orang memiliki kemampuan merancang program
pembelajaran serta mampu menata dan mengelolah kelas agar peserta
didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat
kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Pakpahan (2002:2) mengemukakan


bahwa:
Guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang kompleks terhadap
pencapaian tujuan pendidikan, dimana guru tidak hanya dituntut untuk
menguasai ilmu dan memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan
teknis mengajar namun dituntut juga menampilkan kepribadian yang
mampu menjadi teladan bagi siswa.

Prestasi yang baik pada dasarnya merupakan impian bagi setiap siswa
atau pelajar maupun mahasiswa. Prestasi ini merupakan suatu kinerja puncak
dari semua jerih payah yang selama bertahun-tahun digeluti oleh seseorang
dalam mengikuti semua mata pelajaran di sekolah. Hal ini merupakan suatu

1
pembuktian bagi semua kalangan baik di kalangan sekolah, masyarakat,
maupun di kalangan keluarga siswa itu sendiri, bahwa dia benar-benar mampu
mengembangkan potensi yang dia miliki. Itu semua tidak terlepas dari
tanggung jawab seorang guru yang memang betul-betul menerapkan metode
pembelajaran yang tepat dan professional.
Masalah pemakaian metode dalam pembelajaran sampai sekarang
masih banyak diperbincangkan, terlebih-lebih di dalam kalangan pendidikan.
Hal ini diakibatkan karena faktor utama yang meningkatkan keberhasilan siswa
dalam belajar khususnya di Sekolah Dasar adalah pemakaian Metode
Pembelajaran.
Namun kenyataan yang sering kita lihat dilapangan atau sekolah-
sekolah sehubungan dengan upaya seorang guru dalam meningkatkan hasil
belajar dan motivasi belajar siswa, masih dijumpai siswa yang menunjukkan
kurangnya motivasi dalam belajar. Jadi, salah satu upaya yang digunakan
dalam hal itu untuk memotivasi siswa dalam belajar adalah dengan
menggunakan metode diskusi dan alat peraga.
Di samping itu, jika kita bicara mengenai Matematika khususnya pada
Standar Kompetensi memahami dan menyelesaikan pecahan serta untuk
menjamin keberhasilan seorang siswa dalam belajar, maka siswa diharapkan
bisa menguasai serta menjelaskan bagaimana menyelesaikan penjumlahan dan
pengurangan pecahan, penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama serta
pengurangan pecahan berpenyebut tidak sama.
Berdasarkan uraian yang menjadi latar belakang masalah maka peneliti
melakukan penelitian secara ilmiah dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Penelitian ini diberi judul “ UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATERI PECAHAN BIASA
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE
DISKUSI DAN ALAT PERAGA SISWA KELAS IV SDN 075112
ONONAMOLO TUMULA KECAMATAN ALASA KABUPATEN NIAS
UTARA TAHUN PELAJARAN 2013/2014”.

2
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka peneliti
mengidentifikasi masalah tersebut sebagai berikut :
a. Rendahnya penggunaan model pembelajaran yang tepat dengan materi
pembelajaran
b. Kurangnya pemakaian alat peraga pada saat penyampaian materi
pembelajaran.
c. Terbatasnya buku-buku pendukung/sumber belajar
d. Rendahnya penggunaan media pembelajaran
e. Hasil belajar siswa rendah
2. Analisis Masalah
Setelah penulis berdiskusi dengan Supervisor diketahui bahwa faktor
penyebab siswa kurang menguasai materi yang diajarkan pada mata
Pelajaran IPA adalah :
- Hanya sekitar 40% siswa yang mengerti dan bisa berkomunikasi dalam
berbahasa Indonesia, disebabkan karena letak sekolah berada di daerah
terpencil yang menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia
(blingual) sebagai bahasa pengantar.
- Guru jarang memberikan contoh.
- Guru kurang memberi kesempatan bertanya.
- Orangtua tidak terlalu memperhatikan perkembangan pendidikan
anaknya.
- Penjelasan Guru tidak menarik perhatian siswa (monoton)
- Letak geografis sekolah dari rumah siswa yang agak berjauhan sehingga
kondisi siswa pada saat sampai di sekolah tidak terlalu fit untuk
mengikuti mata pelajaran.
3. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah
Berdasarkan uraian diatas perbaikan pembelajaran Matematika, maka
peneliti mendapat solusinya dengan mengangkat judul : “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Dan Motivasi Belajar Siswa Pada Materi
Pecahan Biasa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Metode Diskusi

3
Dan Alat Peraga Siswa Kelas IV SDN 075112 Ononamolo Tumula
Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara Tahun Pelajaran 2013/2014

B. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas permasalahan sebagai dasar penelitian ini, maka
penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah dengan menggunakan metode diskusi dan alat peraga dapat
meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran pecahan pada mata
pelajaran matematika kelas IV (empat)?
2. Apakah dengan menggunakan metode diskusi dan alat peraga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika
khususnya pada materi pecahan pada kelas IV (empat)?

C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Adapun tujuan penelitian dilakukan untuk :
1. Mengetahui hasil belajar siswa pada Standar Kompetensi memahami dan
menyelesaikan pecahan di kelas IV SDN 075112 Ononamolo Tumula
Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara T.A 2013/2014.
2. Mengetahui ada tidaknya Peningkatan Hasil Belajar Matematika dan
Motivasi belajar Siswa melalui penggunaan Metode Diskusi dan Alat
Peraga siswa kelas IV SDN 075112 Ononamolo Tumula Kecamatan Alasa
Kabupaten Nias Utara T.A 2013/2014.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan akan bermanfaat bagi semua pihak yang ada di
sekolah, diantaranya adalah :
1. Bagi siswa : meningkatkan mutu siswa lewat penerapan metode Diskusi dan
Alat Peraga.
2. Bagi guru : membantu guru dalam memahami tingkat keberhasilan belajar
siswa melalui penerapan metode Diskusi dan Alat Peraga.
3. Bagi sekolah : meningkatkan kualitas dan memajukan sekolah menjadi
sekolah yang berdaya saing tinggi.

4
4. Bagi penulis : bisa menjadi bahan masukan untuk bisa lebih
mengembangkan penelitiannya kearah yang lebih baik dan berdaya guna.
5. Bagi pembaca : dapat menambah pengetahuan tentang pentingnya
penerapan metode Diskusi dan Alat Peraga dalam meningkatkan hasil
belajar siswa.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis
1. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran pada dasarnya sebagai kegiatan yang
dilaksanakan oleh guru dalam menyampaikan materi yang diajarkan kepada
siswa. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran diharapkan siswa
mengalami perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar yang
dialami oleh siswa. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus berorientasi
pada cara siswa belajar serta penggunaan model pembelajaran yang tepat
oleh guru.
Dalam proses pembelajaran ada kegiatan yang integral antara siswa
yang belajar dengan guru yang mengajar sehingga dalam kesatuan proses ini
terjadi interaksi resiprokal yakni hubungan antara guru dengan siswa dalam
suasana bentuk pengajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Usman (1989:1)
yang mengatakan bahwa :
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan tertentu.

Keberhasilan proses pembelajaran tentunya tidak lepas dari guru


sebagai salah satu sumber belajar. Mengingat pengajaran merupakan proses
yang dinamis untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, maka
dapat ditentukan dua kriteria keberhasilan proses pembelajaran yaitu: (1)
kriteria di tinjau dari segi sudut proses (by process) ; (2) kriteria ditinjau
dari sudut hasil yang akan dicapai (by product).
Kriteria dari segi sudut proses menekankan pada pengajaran sebagai
suatu proses haruslah merupakan interaksi dinamis sehingga siswa menjadi
subjek belajar yang mampu mengembangkan potensinya melalui belajar
sendiri sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan kriteria dari
segi sudut produk atau hasil menekankan kepada tingkat penguasaan tujuan
oleh siswa baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

6
Dari kedua kriteria keberhasilan proses pembelajaran, jelas bahwa
pengajaran bukan hanya mengejar hasil yang setinggi-tingginya sambil
mengabaikan proses, tetapi keduanya ada keseimbangan. Untuk
melaksanakan proses maka guru perlu menerapkan berbagai model
pembelajaran, metode pembelajaran, strategi pembelajaran, pendekatan
pembelajaran dan berbagai teknik pembelajaran lainnya. Oleh karena itu,
dalam proses pembelajaran salah satu teknik pembelajaran yang bisa
diterapkan oleh guru yakni penggunaan model pembelajaran yang sesuai
dengan materi pelajaran sehingga proses pembelajaran lebih efektif.

2. Motivasi Belajar Siswa


a. Pengertian Motivasi
Berbicara motivasi tidak terlepas dari kata motif. Motif
menunjukkan suatu dorongan yang timbul dalam diri seseorang yang
menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu,
sedangkan motivasi adalah pendorong suatu usaha yang disadari untuk
mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia bergerak hatinya untuk
bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil dan tujuan
tertentu. Menurut Sadirman (1988 : 73) mengemukakan bahwa :
Motif adalah daya upaya yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya
penggerak dari dalam diri dan didalam subjek untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.motif juga
dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan).
Sedangkan motivasi diartikan sebagai daya penggerak yang telah
menjad aktif. Motivasi dapat juga dikatakan sebagai serangkaian
usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga
seseorang mudah ingin melakukan sesuatu.

Dari beberapa defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa


motif dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang
melakukan sesuatu sedangkan motivasi adalah dorongan atau kekuatan
dalam diri individu untuk melakukan sesuatu dalam mencapai suatu
tujuan tertentu. Dengan demikian motivasi siswa dapat pula diartikan
sebagai dorongan atau kekuatan dalam diri siswa yang menimbulkan

7
kegiatan serta arah belajar untuk mencapai tujuan yang dikehendaki
siswa.
b. Fungsi dan Tujuan Motivasi
Menurut Purwanto (1990:70) motivasi mempunyai tiga fungsi yakni :
1) Mendorong manusia untuk berbuat, artinya penggerak atau motor
yang memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk
melakukan tugas.
2) Menentukan arah perbuatan yakni ke arah perwujudan suatu tujuan
atau cita-cita.
3) Menyeleksi perbuatan artinya menentukan perbuatan-perbuatan
apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu,
dengan menyampingkan perbuatan-perbuatan yang tak bermanfaat.

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah


untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan
dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh
hasil atau mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang guru, tujuan motivasi
adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul
keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya
sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan
ditetapkan dalam kurikulum sekolah. Sebagai contoh, seorang guru
memberikan pujian kepada siswa yang dapat menjawab pertanyaannya.
Dengan pujian itu, dalam diri anak tersebut timbul rasa percaya pada diri
sendiri, di samping itu juga timbul keberaniannya sehingga ia tidak takut
dan malu lagi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan guru.
c. Jenis-jenis Motivasi
Tugas guru adalah membangkitkan motivasi siswa sehingga ia
mau untuk belajar. Dapat timbul dari dalam diri individu dan dapat pula
timbul akibat pengaruh dari luar dirinya. Hal ini diuraikan sebagai
berikut :
1. Motivasi Instrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam diri
individu sendiri tanpa ada paksaan dan dorongan dari orang lain,

8
tetapi atas kemauan sendiri misalnya, siswa belajar karena ingin
mengetahui seluk beluk suatu masalah selengkap-lengkapnya, ingin
menjadi orang yang terdidik, semua keinginan ini berpangkal pada
penghayatan kebutuhan dari siswa berdaya upaya, melalui kegiatan
belajar untuk memenuhi kebutuhan itu.
2. Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul akibat pengaruh dari luar individu
apakah karena ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga
dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau belajar. Perlu
ditekankan bahwa dorongan atau daya penggerak ialah belajar,
bersumber pada penghayatan atau suatu kebutuhan, tetapi kebutuhan
itu sebenarnya dapat dipengaruhi dengan kegiatan lain, tidak harus
melalui kegiatan belajar. Motivasi belajar selalu berpangkal pada
suatu kebutuhan yang dihayati oleh orangnya sendiri, walaupun orang
lain memegang peran dalam menimbulkan motivasi itu. Berdasarkan
uraian diatas maka motivasi belajar ekstrinsik dapat digolongkan
antara lain:
a) Belajar demi memenuhi kewajiban
b) Belajar demi menghindari hukuman
c) Belajar demi memperoleh hadiah materi yang dijanjikan
d) Belajar demi meningkatkan gengsi sosial
e) Belajar demi memperoleh pujian dari orang yang penting (guru dan
orang tua)
d. Peran Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadinya suatu
perbuatan atau tindakan. Perbuatan belajar pada siswa terjadi karena
adanya motivasi untuk melakukan perbuatan belajar.
Motivasi dipandang berperan dalam belajar karena motivasi
mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
1) Motivasi menentukan tingkat hasil atau gagalnya kegiatan siswa.
Belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan secara
optimal.

9
2) Pembelajaran yang termotivasi pada hakekatnya adalah
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motif,
minat yang ada pada diri siswa.
3) Pembelajaran yang bermotivasi menurut kreativitas, dan imajinitas
guru untuk berupaya secara sungguh-sungguh mencari cara-cara
yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memelihara
motivasi belajar siswa.
4) Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan memperdaya
gunakan motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan
upaya pembinaan disiplin kelas. Masalah disiplin kelas dapat
timbul karena kegagalan dalam pergerakan motivasi belajar.
5) Pengggunaan azas motivasi merupakan sesuatu yang esensial
dalam proses belajar dan pembelajaran. Motivasi menjadi salah
satu faktor yang turut menentukan pembelajaran yang efektif
(Hamalik 1995:109).

Siswa termotivasi dalam belajarnya dapat dilihat dari


karakteristik tingkah laku yang menyangkut minat, ketajaman,
perhatian, konsentrasi, dan ketekunan. Siswa yang memiliki motivasi
rendah dalam belajarnya menampakkan keengganan, cepat bosan dan
berusaha menghindar dari kegiatan belajar.
Disimpulkan bahwa motivasi menetukan tingkat berhasil
tidaknya kegiatan belajar siswa. Motivasi menjadi salah satu faktor
yang turut menentukan belajar yang efektif.

3. Belajar
Belajar merupakan suatu proses mental yang terjadi dalam diri
seseorang, sehingga menyebabkan perubahan perilaku dalam diri
seseorang. Pada dasarnya dalam belajar terjadi suatu proses tingkah laku
yang disadari sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Hal
ini senada dengan pendapat Edwar Purba (1997 : 29) yang mengemukakan
bahwa :

10
Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses mental yang terjadi
dalam benak seseorang yang melibatkan proses berpikir dan terjadi
melalui pengalaman-pengalaman yang didapatoleh orang yang
belajar melalui reaksi terhadap lingkungan dimana ia berada,
sehingga terjadi perubahan tingkah laku didalam diri orang /
individu yang belajar.

Ada beberapa pendapat lain mengenai defenisi belajar yang


dikemukakan oleh para pakar yaitu:
a. Djamarah dan Zain (2006:10-11) mengemukakan bahwa :
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan
latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik
yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap bahkan
meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.
b. Sudjanah (1989:28) menyatakan bahwa: “Belajar adalah suatu proses
yang ditandai dengan adanya suatu perubahan dalam diri seseorang”.
c. Hamalik (2001:27) mengemukakan bahwa: “belajar adalah modifikasi
atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman”.

Berdasarkan pengertian-pengertian belajar diatas, maka peneliti


menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dalam diri
individu yang meliputi tingkah laku, sikap, kebiasaan, keterampilan dan
pengetahuan yang dialami oleh seseorang baik melalui pengalaman-
pengalaman, interaksi dengan lingkungan ataupun melalui latihan.

4. Proses Belajar Mengajar


Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dalam Proses Belajar Mengajar ada kegiatan integral
antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar. Ini berarti bahwa dalam
kegiatan belajar mengajar di dalam kelas harus ada prosesnya dan proses
tersebut merupakan interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa
dengan siswa. Menurut Usman (1989:2) menyatakan bahwa “Interaksi atau
hubungan timbal balik antara guru dengan siswa merupakan syarat utama
bagi berlangsungnya proses belajar mengajar”. Interaksi dalam proses
belajar mengajar mempunyai arah yang luas, karena selain hubungan guru

11
dengan murid juga melibatkan interaksi edukatif, dimana guru dan siswa
berperan aktif mengolah pesan, informasi, atau materi pelajaran sehingga
memperoleh kebermaknaan dari setiap perbuatan masing-masing.
Dalam proses belajar mengajar melibatkan tiga kegiatan yang
saling berjalan dalam satu tujuan yaitu proses belajar dan mengajar.
Menurut Hamalik dalam Dahlia (1999:20) menyatakan bahwa “Proses
adalah urutan kegiatan yang berlangsung secara berkesinambungan,
bertahap, bergilir dan terpadu yang secara keseluruhan mewarnai dan
memberi karakteristikterhadap belajar mengajar”.
Proses dalam pengertian ini merupakan interaksi semua komponen
atau unsur yang terdapat dalam proses belajar mengajar dimana satu sama
lain saling berhubungan dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Sedangkan
pengertian belajar seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas
merupakan proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui
latihan, pengalaman individu serta interaksi dengan lingkungannya.
Mengajar menurut Sudjana (2000:29) pada hakikatnya adalah
“Suatu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar
siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan
proses belajar”.
Berdasarkan pengertian dan uraian seperti dikemukakan dari atas
maka dapat disimpulkan bahwa Proses Belajar Mengajar merupakan
serangkaian kegiatan yang berlangsung secara teratur dan dilaksanakan
oleh guru, dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa dalam
suatu lembaga pendidikan agar dapat mempengaruhi cara siswa mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
5. Hasil Belajar
Belajar dan mengajar sebagai suatu proses yang mengandung
3 (tiga) unsur yang dapat dibedakan yaitu: (1) tujuan pelajaran
(instruksional), (2) pengalaman (proses belajar), (3) hasil belajar.
Menurut Sudjana (1989:2) mengemukakan bahwa : “hasil belajar
bukan hanya bermanfaat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan
instruksional, tetapi juga sebagai umpan balik bagi upaya perbaikan

12
proses belajar mengajar”, Lebih lanjut Priyatno (1973:35) menyatakan
bahwa : “ hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh, dikuasai, atau
merupakan hasil dari adanya belajar, hasil belajar ada karena telah
terjadi proses belajar sebelumnya“.
Pada hakekatnya hasil belajar merupakan perubahan tingkah
laku sebagai hasil belajar dalam pengertian mencakup ranah kognitif,
afektif dan psikomotorik. Menurut Sudiarto (1987:2) menyatakan
bahwa : “ hasil belajar adalah penguasaan yang diperoleh oleh siswa
dalam mengikuti program pengajaran atau belajar mengajar sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan”. Pandangan Usmaedi (1999:228)
menyatakan bahwa :
Pada umumnya ada tiga aspek perilaku yang diukur dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor. Aspek yang paling umum dinilai dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas adalah kognitif, termasuk di dalamnya
adalah kegiatan mengingat, menginterprestasikan, mengaplikasikan,
analisis atau berpikir kritis.

Menurut Taksonomi Bloom (2004:99) mengelompokkan tujuan


kognitif ke dalam enam kategori. Keenam kategori ini mencakup
kompetensi keterampilan intelektual dari yang sederhana sampai yang
paling kompleks.
Keenam kategori ini diasumsikan bersifat hierarkis, yang
berarti tujuan pada level yang tinggi dapat dicapai hanya apabila
tujuan pada level yang lebih rendah telah dikuasai. Keenam kategori
ini adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan/Pengenalan (C1)
Tujuan instruksional pada level ini menuntut siswa untuk mampu
mengingat (recall) informasi yang telah diterima sebelumnya,
seperti : fakta, terminology, rumus, strategi pemecahan masalah dan
sebagainya.
Beberapa contoh kata kerja yang mewakili kelompok ini misalnya:
a. Mengidentifikasikan
b. Memilih
c. Menyebutkan
d. Membuat daftar.
2. Pemahaman (C2)
Tujuan pada kategori ini berhubungan dengan kemampuan untuk
menjelaskan pengetahuan/informasi yang telah diketahui dengan

13
kata-kata sendiri. Dalam hal ini siswa diharapkan untuk
menterjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar
dengan kata-kata sendiri.
Kata kerja dalam kelompok ini misalnya :
a. Membedakan
b. Menjelaskan
c. Menyimpulkan
d. Merangkumkan
e. Memperkirakan.
3. Penerapan (C3)
Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau
menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi atau
konteks yang lain atau yang baru.
Kata kerja yang dapat digunakan untuk tingkat penerapan
umpamannnya:
a. Menghitung
b. Mengembangkan
c. Menggunakan
d. Memodifikasikan
e. Mentrasfer.
4. Analisis (C4)
Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan
dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta,
konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan dan memeriksa
setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontradiksi.
Contoh kata kerja tingkat analisis ini :
a. Membuat diagram
b. Membedakan
c. Menghubungkan
d. Menjabarkan ke dalam bagian-bagian.
5. Sintesis (C5)
Tujuan instruksional level ini menuntut siswa untuk mampu
mengkombinasikan bagian atau elemen ke dalam satu kesatuan
atau struktur yang lebih luas.
Contoh kata kerja operasionalnya, seperti :
a. Menciptakan
b. Mendesain
c. Menformulasikan
d. Membuat prediksi
6. Evaluasi (C6)
Tujuan ini merupakan tujuan yang paling tinggi tingkatnya, yang
mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan
tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan
menggunakan criteria tertentu.
Contoh kata kerja evaluasi :
a. Membuat kritik
b. Membuata penilaian
c. Membandingkan

14
d. Membuat evaluasi.

6. Metode Diskusi dan Alat Peraga


a. Metode Diskusi
”metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa-
siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan
atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan
dipecahkan bersama.”(Ibid, h. 87.)
Metode diskusi merupakan salah satu metode pembelajaran
yang dilakukan oleh guru  dalam kegiatan pembelajaran dengan
memberikan siswa suatu permasalahan untuk diselesaikan bersama-
sama. Sehingga akan terjadi interaksi antara dua atau lebih siswa untuk
saling bertukar pendapat, informasi, maupun pengalaman masing-
masing dalam memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru.
Dengan demikian diharapkan tidak akan ada siswa yang pasif.
Tujuan penggunaan metode diskusi dalam kegiatan
pembelajaran seperti yang diungkapkan Killen (1998) adalah ” tujuan
utama metode ini adalah untuk memecahakan suatau permasalahan,
menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengatahuan siswa,
serta untuk membuat suatu keputusan.” (Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran, h. 154.)
Metode diskusi sangat tepat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan siswa dalam bekerjasama untuk memecahkan masalah
serta melatih siswa untuk mengeluarkan pendapat secara lisan. Dalam
pembelajaran matematika metode diskusi sangat tepat digunakan pada
materi-materi yang menantang untuk sama-sama dipecahkan, misalnya
materi bangun-bangun geometri, peluang dan konsep bilangan.
Secara umum ada dua jenis diskusi yang biasa dilakukan
dalam proses pembelajaran yaitu :
a. Diskusi kelompok.
Diskusi ini dinamakan juga diskusi kelas. Pada diskusi ini
permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh kelas secara
keseluruhan. Pengatur jalannya diskusi adalah guru.

15
b. Diskusi kelompok kecil.
Pada diskusi ini siswa dibagi dalam beberapa kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 3-7 orang. Proses pelaksanaan diskusi
ini dimulai dari guru menyajikan masalah dengan beberapa
submasalah. Setiap kelompok memecahkan submasalah yang
disampaikan guru. Proses diskusi diakhiri dengan laporan setiap
kelompok.
Adapun  dalam pelaksanaan metode diskusi, guru harus benar-
benar mampu mengorganisasikan siswa sehingga diskusi dapat berjalan
seperti yang diharapkan. Menurut Bridges (1979) dalam pelaksanaan
metode diskusi, guru harus mengatur kondisi yang memungkinkan agar:
 Setiap siswa dapat berbicara mengeluarkan gagasan dan
pendapatnya.
 Setiap siswa harus saling mendengar pendapat orang lain.
 Setiap harus dapat mengumpulkan atau mencatat ide-ide yang
dianggap penting.
 Melalui diskusi setiap siswa harus dapat mengembangkan
pengatahuannya serta memahami isu-isu yang dibicarakan dalam
diskusi. (Ibid, h. 155.)

Setiap metode pembelajaran pasti memiliki keunggulan dan


kelemahan, begitu juga dengan metode diskusi. Ada beberapa
keunggulan dari metode diskusi, yaitu:
 Siswa memperoleh kesempatan untuk berpikir.
 Siswa mendapat pelatihan mengeluarkan pendapat, sikap dan
aspirasinya secara bebas.
 Siswa belajar bersikap toleran terhadap teman-temannya.
 Diskusi dapat menumbuhkan partisipatif aktif dikalangan siswa.
 Diskusi dapat mengembangkan sikap demokratif, dapat menghargai
pendapat orang lain.
 Dengan diskusi, pelajaran menjadi relevan dengan kebutuhan
masyarakat. (Syaiful Sagala,Konsep dan Makna
Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 208.)

16
Di samping itu juga, ada beberapa kelemahan-kelemahan
penggunaan metode diskusi, di antaranya:
 Diskusi terlalu menyerap waktu.
 Pada umumnya siswa tidak terlatih untuk melakukan diskusi dan
menggunakan waktu diskusi dengan baik, maka kecenderungannya
mereka tidak sanggup berdiskusi.
 Kadang-kadang guru tidak sanggup memahami cara-cara
melaksanakan diskusi, maka kecenderungannya diskusi tanya
jawab.  (Ibid, h. 209.)
b. Alat Peraga Pembelajaran
Alat peraga merupakan salah satu komponen penentu
efektivitas belajar. Alat peraga mengubah materi ajar yang abstrak
menjadi konkrit dan realistik. Penyediaan perangkat alat peraga
merupakan bagian dari dari pemenuhan kebutuhan siswa belajar, sesuai
dengan tipe siswa belajar.
Pembelajaran menggunakan alat peraga berarti
mengoptimalkan fungsi seluruh panca indera siswa untuk meningkatkan
efektivitas siswa belajar dengan cara mendengar, melihat, meraba dan
menggunakan pikirannya secara logis dan realistis. Pelajaran tidak
sekedar menerawang pada wilayah abstrak, melainkan sesuatu proses
empiric yang konkrit, yang realistic serta menjadi bagian dari hidup
yang tidak mudah dilupakan.
Tujuan penggunaan alat peraga adalah untuk
mendemonstrasikan konsep yang abstrak ke dalam bentuk visual.
Dalam proses pembelajaran alat peraga berfungsi :
1. Memecah rangkaian pembelajaran ceramah yang monoton.
2. Membumbui pembelajaran dengan humor untuk memperkuat minat
siswa belajar.
3. Menghibur siswa agar pembelajaran tidak membosankan.
4. Memfokuskan perhatian siswa pada materi pelajaran secara konkrit.
5. Melibatkan siswa dalam proses belajar sebagai rangkaian
pengalaman nyata.

17
Penggunaan alat peraga menunjang prinsip pembelajaran yang
efektif yang terkait pada upaya :
1. Meningkatkan motivasi siswa belajar karena peraga
dapat merangsang tumbuhnya perhatian serta mengembangkan
keterampilan.
2. Peraga dapat memfokuskan perhatian siswa, pendidika
dapat menggunakan peraga dengan melihat benda yang
sesungguhnya di luar kelas atau dalam kelas.
3. Menyajikan pembelajaran dengan memanfaatkan
kehidupan nyata dalam rangka meningkatkan daya antusias siswa
terhadap materi pelajaran.
4. Alat peraga pembelajaran dapat mengubah guru sebagai
transmisi yang berfungsi sebagai penghantar sebagai fasilitator, serta
peraga membuat siswa lebih aktif.
5. Membuat seluruh momen dalam kelas hidup dan
berubah dari waktu ke waktu.
6. Alat peraga membuat siswa menjadi lebih aktif berpikir
dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis karena siswa tidak
sekedar mengingat dan mendengarkan,namun mengembangkan
pikirannya dengan fakta.
7. Alat peraga lebih meningkatkan interaksi antar siswa
dalam kelas sehingga transformasi belajar dapat berkembang
dinamis.
8. Dengan bantuan alat peraga dapat meningkatkan daya
monitor pendidik sehubungan dengan aktivitas siswa lebih mudah
diamati.
Penggunaan alat peraga memenuhi kebutuhan belajar sesuai
gaya belajar siswa dalam satu kelas. Sebagaimana kita ketahui bahwa
terdapat beberapa tipe siswa berdasarkan cara mereka memahami
sesuatu. Ada siswa dengan gaya belajar visual, audio, atau kinestetik.
Masing-masing memiliki kecenderungan untuk mengoptimalkan salah
satu indera mereka dalam belajar sehingga memerlukan metode

18
mengajar yang berbeda. Namun demikian guru harus mampu untuk
mengkombinasikan beragam metode pengajaran agar dapat
mengakomodasi kebutuhan seluruh siswanya dalam belajar.
Seringkali kita tidak memahami karakteristik siswa dan
memaksakan metode pengajaran yang kita anggap benar sehingga
pencapaian hasil yang diharapkan tidak tercapai.
Salah satu sarana yang dapat mewadahi dan mendukung proses
pengajaran menegaskan bahwa keberadaan alat peraga dalam setiap
pembelajaran sangatlah penting. Guru akan lebih mudah
mendeskripsikan materi yang sedang dijelaskan olehnya sehingga siswa
pun akan lebih mudah diakomodasi sehingga proses pembelajaran
belangsung dengan lebih efektif.
Ada beragam jenis alat peraga pembelajaran , dari mulai benda
aslinya, tiruannya, yang sederhana sampai yang canggih, diberikan
dalam kelas atau di luar kelas. Bisa juga berupa bidang dua dimensi
(gambar), bidang tiga dimensi (ruang), animasi/flash (gerak), video
(rekaman atau simulasi).
Alat peraga pembelajaran yang sederhana dapat dibuat dari
bahan-bahan sederhana seperti karton, kardus, Styrofoam, dan juga bisa
memanfaatkan software-software computer yang dapat menciptakan
alat peraga. Jika guru belum memiliki kemampuan untuk menciptakan
alat peraga berbasis TIK maka guru dapat memanfaatkan hasil alat
peraga yang telah diciptakan oleh rekan-rekan sejawat yang lain.
Jadi, sesuai dengan penjelasan di atas peneliti mengambil
sebuah kesimpulan bahwa dengan pemakaian metode Diskusi dan Alat
Peraga maka siswa lebih mudah memahami materi pembelajaran yang
disampaikan oleh guru serta cepat menangkap materi pembelajaran
sehingga secara tidak langsung materi tersebut tertanam dalam diri
pribadi siswa dikarenakan oleh alat peraga yang digunakan oleh guru
tepat dan sesuai dengan situasi seorang peserta didik.

7. Materi Memahami dan Menyelesaikan Pecahan


a. Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan

19
Contoh :
1 2 1
1 ¿ + − =…
3 4 6
KPK 3, 4, dan 6 adalah 12.
1 1 x 4 4 2 2 x3 6 1 1 x2 2
= = , = = , = =
3 12 12 4 12 12 6 12 12

1 2 1 4 6 2 8
+ − = + − =
3 4 6 12 12 12 12

1 2 1 8
jadi , + − =
3 4 6 12

3 2 3
2 ¿ − + =…
4 5 10

KPK 4,5 ,dan 10 adalah 20.

3 3 x 5 15 2 2 x 4 8 3 3 x2 6
= = , = = , dan = =
4 20 20 5 20 20 10 20 20

3 2 3 15 8 6 13
− + = − + =
4 5 10 20 20 20 20

b. Menjumlahkan Dua Pecahan Berpenyebut Tidak Sama

i. Menjumlahkan Dua Pecahan yang Pembilangnya sama dengan


1 dan Penyebutnya Tidak Sama.

1
Ani mempunyai seutas pita yang panjangnya m.
2
1
Sedangkan Susi mempunyai pita yang panjangnya m . Jika mereka
3
menyambung kedua pita tersebut, berapa meter panjang pita
sekarang?
Untuk menentukan panjang pita setelah disambung, maka
1 1
kita harus menjumlahkan dan .
2 3
1 1
+ =…
2 3
Untuk menentukan hasil penjumlahan kedua pecahan
tersebut maka kita samakan dulu penyebut kedua pecahan itu dengan
bantuan KPK.

20
KPK dari 2 dan 3 adalah 6.
1 1 x3 3 1 1x 2 2
= = dan = =
2 6 6 3 6 6
1 1 3 2 3+2 5
maka , + = + = =
2 3 6 6 6 6
5
jadi, panjang pita setelah disambung adalah 6 m.

keterangan :
untuk menentukan hasil penjumlahan dua pecahan yang
berpenyebut tidak sama, samakan dulu penyebut kedua pecahan
tersebut dengan bantuan KPK. Lalu jumlahkan pembilang pecahan-
pecahan tersebut, sedangkan penyebutnya tetap.

Contoh :
Tentukan hasilnya.
1 1
+ =…
4 3

Jawab :
KPK dari 4 dan 3 adalah 12.
1 1 x3 3 1 1x4 4
= = dan = =
4 12 12 3 12 12
1 1 3 4 3+4 7
maka + = + = =
4 3 12 12 12 12
1 1 7
Jadi, + =
4 3 12
ii. Menjumlahkan Dua Pecahan yang Salah Satu Pembilangnya
Sama dengan 1, tetapi Hasil Jumlahnya Kurang dari 1.

Contoh :
Hitunglah.
1 3
+ =…
5 4
Jawab :
KPK dari 5 dan 4 adalah 20.
1 1x 4 4 3 3 x 5 15
maka , = = dan = =
5 20 20 4 20 20

21
1 3 4 15 4 +15 19
jadi , + = + = =
5 4 20 20 20 20
c. Mengurangkan Pecahan Berpenyebut Tidak Sama
6
Bu Ajeng mempunyai seutas pita yang panjangnya
8
m.
1
Diberikan kepada Lina
4
m. Berapa meter pita Bu Ajeng sekarang?
Untuk menentukan panjang pita Bu Ajeng setelah dipotong,
maka kita harus mengurangkan panjang pita mula-mula dengan
panjang pita yang diberikan kepada Lina.
6 1
− =…
8 4
Persoalan di atas merupakan satu contoh pengurangan dua
pecahan berpenyebut tidak sama. Bagaimanakah cara mengurangkan
kedua pecahan tersebut?
Perhatikan uraian berikut.
KPK dari 4 dan 8 adalah 8.
6 6 x1 6 1 1 x2 2
= = dan = =
8 8 8 4 8 8
6 1 6 2 6−2 4
− = − = =
8 4 8 8 8 8

Contoh :
Hitunglah !
3 1
− =…
6 3
KPK dari 3 dan 6 adalah 6.
3 3x1 3 1 1 x2 2
Maka , = = dan = =
6 6 6 3 6 6
3 1 3 2 3−2 1
Jadi, − = − = = .
6 3 6 6 6 6

Keterangan :
Untuk mengurangkan kedua pecahan berpenyebut tidak sama,
samakan terlebih dahulu penyebut kedua pecahan tersebut. Setelah
penyebutnya sama, kurangkan kedua pembilang dari pecahan-
pecahan tersebut, sedangkan penyebutnya tetap.

22
B. Kerangka Konseptual
Proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah proses komunikasi,
yaitu proses penyampaian pesan dari sumber penerima pesan. Pada proses
kumonikasi ini banyak sekali hambatan yanag dihadapi, salah satunya adalah
banyak siswa yang kurang berhasil dalam pembelajaran Matematika. Hasil
belajar dalam pembelajaran Matematika masih kurang karena metode
pembelajaran yang kurang tepat. Untuk mengatasi agar materi yang
disampaikan kepada siswa, maka diperlukan keterampilan berdiskusi disertai
dengan alat peraga yang sesuai dengan materi yang disampaikan.
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa-siswa
dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau
pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama,
yang disertasi dengan alat peraga atau media untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang berpusat pada pengajaran dan keterampilan praktis, yang
diikuti dengan penguatan keterampilan.
Dengan demikian penerapan metode Diskusi dalam pembelajaran
Matematika sangat cocok karena dalam setiap kesempatan untuk
menyelesaikan soal Pecahan akan dimulai dengan pengenalan masalah yang
sesuai dengan situasi (contextual problem) kemudian dipahami dengan baik.
Dengan memahami permasalahan, peserta didik secara bertahap dibimbing
untuk menguasai materi Matematika khususnya dalam menyelesaikan soal-
soal penjumlaha dan pengurangan pecahan.

C. Hipotesis Tindakan
Sesuai dengan latar belakang masalah dan perumusana masalah maka
diperoleh hasil penelitian tindakan dalam penelitian ini adalah : dengan
penggunaan metode Diskusi maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran Matematika khususnya pada standar kompetensi
memahami dan menyelesaikan pecahan di kelas IV SDN 075112 Ononamolo
Tumula Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara T.A 2013/2014.

23
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 075112 Ononamolo Tumula
Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara di semester genap tahun ajaran
2013/2014. Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan mulai Bulan April
minggu keempat sampai Bulan Juni minggu pertama tahun 2014.

B. Subjek dan Objek penelitian


Suatu penelitian pada hakekatnya bertujuan pada objek tertentu
berupa benda, perisriwa, nilai tes, maupun gejala yang sedang terjadi atau
penting untuk diselidiki. Usman Akbar (2009 : 42) mengatakan bahwa : “
populasi adalah : semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran,
baik kuantitatif maupun kualitatif, dari pada karakteristik tertentu mengenai
sekelompok objek yang lengkap dan jelas.
Sejalan denga itu Suharsini Arikunto (2006 : 130) mengatakan
bahwa : “ pupolasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang
ingin meneliti semua elemen yang ada di dalam wilayah penelitian, maka
penelitiannya merupakan penelitian populasi ”.
Dengan demikian maka subjek penelitian dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas IV (Empat) Semester II (Genap) SDN 075112
Ononamolo Tumula Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara Tahun Pelajaran
2013/2014 pada Standar Kompetensi Memahami dan Menyelesaikan Pecahan
yang berjumlah 26 siswa.

24
Objek dalam penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa
pada standar kompetensi memahami dan Menyelesaikan Pecahan melalui
penerapan Metode Diskusi.

C. Prosedur Penelitain
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Penelitian Tindakan Kelas ini memiliki tahap-tahap penelitian yang disebut
dengan siklus. Prosedur dalam penelitian ini teridiri dua siklus yaitu siklus I,
dan siklus II, Dimana pada tiap siklus yaitu siklus I, dan siklus II, dilakukan
satu kali pertemuan dan diadakan test (awal dan akhir). Dan tiap siklus terdiri
dari kegiatan perencanaan tindakan, observasi, refleksi dan evaluasi.

D. Defenisi Operasional Variabel


Dalam penelitian ini terdapat dua variable yaitu variable bebas dan
variable terikat. Dimana dalam variable bebas terdapat pada penerapan
metode Diskusi dan variabel terikat terdapat pada peningkatan hasil belajar
Matematika dan motivasi dalam memahami dan menyelesaikan pecahan.

E. Desain Penelitian
Dalam model desain penelitian menurut Kemmis dan Taggert (dalam
Arikunto 2008:16) terdapat empat tahapan dalam melaksanakan penelitian
tindakan kelas yaitu : (1) perencanaan atau plan, (2) pelaksanaana (action),
(3) pengamatan atau (observasi), dan (4) refleksi. Dari tahapan tersebut dapat
dilihat dari skema berikut ini :

Gambar 1. Model Desain penelitian Menurut Kemmis dan


Taggert (dalam Arikonto 2008:16)

Plan

Refleksi SIKLUS I Action

Observasi

25
Plan

Refleksi SIKLUS II Action

Observasi
Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dalam bentuk bersamaan
antara peneliti dengan guru kelas. Penelitian ini diawali dengan melihat
penampilan guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Sebelum
memulai siklus I, peneliti terlebih dahulu mengidentifikasi masalah
pembelajaran Matematika di kelas IV. Masalah yang ditemukan adalah
kurangnya pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal pecahan yang
diberikan oleh guru dalam menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan
pecahan.

1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan tindakan dilakukan setelah tes awal. Tes
awal diberikan untuk mengetahui bagaimana kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soa-soal tentang pecahan. Dalam tahap tes awal ini
disusun dengan membuat lembar pengamatan berupa tes dan assay test.
Hasil tes ini digunakan sebagai identifikasi awal terhadap tindakan yang
dilakukan. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah
merencanakan tindakan, berupa penyusunan skenario pembelajaran
yang disusun sesuai dengan metode Diskusi dan Alat Peraga.

Pada tahap ini perencanaan tindakan pada setiap siklusnya


adalah sebagai berikut :
1. Peneliti membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dalam
bentuk karakteristik kuantitatif.
2. Peneliti mempersiapkan kegiatan pengembangan materi tentang gaya
magnet.

26
3. Peneliti memberikan contoh soal tentang penjumlahan dan
pengurangan pecahan.
4. Peneliti membuat tes awal dan tes akhir untuk mengukur
kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas.
b. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan merupakan
pengembangan dalam pelaksanaan skenario pembelajaran yang telah
disusun. Pada akhirnya tindakan diberi latihan untuk hasil yang telah
dicapai, setelah diberikan hasil yang dicapai maka diberikan tindakan
dengan pembelajaran dalam menyelesaikan soal tentang Pecahan.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan adalah :

1) Peneliti menjelaskan tujuan pembelajaran dalam menyelesaikan


soal-soal.
2) Peneliti menjelaskan materi tentang penyelesaian soal-soal pecahan
dengan jelas dan sistematis.
3) Peneliti menanyakan kepada siswa mengenai hal-hal yang kurang
dipahami kemudian menjelaskannya kembali.
4) Peneliti menyuruh siswa untuk menyelesaikan soal yang telah
diberikan dalam bentuk tes dan keterampilan dalam memahami dan
menyelesaikan pecahan dengan cara berdiskusi disertai dengan
penggunaan alat peraga.
5) Peneliti melakukan sisi pengulangan sekaligus menyimpulkan materi
yang telah dipelajari.
Kegiatan belajar yang dilakukan merupakan pengembangan
dan pelaksanaan dari skenario pembelajaran yang telah disusun.
Skenario pembelajaran dapat dilihat pada lampiran I dengan alokasi
waktu. Diakhir pelaksanaan siklus I peneliti memberikan tes yang
bertujuan untuk melihat keberhasilan tindakan yang diberikan.

c. Tahap Observasi
Observasi yang telah dilakukan guru atau peneliti selama
kegiatan pembelajaran berlangsung dengan berpedoman pada lembar

27
observasi. Selama tindakan yang dilakukan oleh peneliti, guru sebagai
observer mengamati dan memberikan tes kepada siswa di akhir tahap
pemberian tindakan untuk mengetahui gambaran tentang kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal-soal sesuai dengan materi yang
disampaikan.

d. Tahap Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan setelah pelaksanaan tindakan kemudian
dilakukan tes untuk melihat sejauh mana tingkat keberahasilan siswa
dalam menyelesaikan soal-soal Pecahan. Apakah sudah terdapat
peningkatan dari hasil tes awal yang dilakukan atau tidak.

e. Tahap Refleksi
Dari hasil observasi dan evaluasi di analisis akan diketahui
sejauh mana kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal tentang
materi yang diberikan dan kemudian akan diperbaiki pada siklus
berikutnya. Setelah siklus I dijalankan dan belum menunjukkan hasil
pada kemampuan peningkatan pemahaman belajar, maka dalam hal ini
dilaksanakan siklus ke II.

2. Siklus II
a. Tahap Perencanaan
Merancang dan menyusun kembali RPP serta mengoptimalkan
pembelajaran pada pertemuan dua dan tiga, agar nantinya kesalahan
yang telah direfleksi tidak terulang di siklus II ini. Lembar observasi
sebanyak 2 rangkap yang bertujuan untuk melihat kesesuaian
pelaksanaan tindakan dengan yang telah direncanakan sebelumnya dan
untuk melihat keseriusan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Tes objektif sebanyak 10 soal lengkap dengan kunci jawaban yang
nantinya digunakan sebagai alat ukur pada kegiatan siklus II.

b. Pelaksanaan Tindakan

28
Adapun tindakan yang dilakukan pada siklus II adalah sebagai
berikut :
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Guru memberikan motivasi kepada siswa supaya lebih giat belajar
sambil membentuk kelompok untuk berdiskusi.
3. Guru menjelaskan materi tentang penjumlahan dan pengurangan
pecahan.
4. Guru menuliskan contoh latihan penjumlahan dan pengurangan
pecahan serta menjelaskan cara penyelesaiannya di papan tulis
sambil menggunakan alat peraga.
5. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan
bagian yang belum dimengerti untuk diterangkan kembali.
6. Guru memberikan latihan kepada siswa, pada saat siswa
mengerjakan latihan guru mendatangi siswa dan membantu siswa
untuk mengerjakan latihan.
7. Guru menyuruh beberapa orang siswa untuk menuliskan hasil latihan
di papan tulis.
8. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan
komentar terhadap hasil kerjaan siswa yang di papan tulis setelah itu
sama- sama mengoreksi latihan tersebut.
9. Sebagai kegiatan akhir guru menyimpulkan isi materi yang telah
dipelajari.

Setelah terlaksana pembelajaran maka peneliti mengadakan


siklus II dengan tujuan untuk melihat peningkatan hasil belajar yang
dicapai oleh siswa.

F. Instrumen penelitian
Suharsini Arikunto (2006 : 160) mengatakan bahwa : “ instrumen
penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis. Sehingga lebih mudah untuk
diolah “.

29
Dari pendapat di atas, maka ada tiga jenis instrumen yang digunakan
oleh peneliti adalah :
a. Lembar pengamatan pelaksanaan pembelajaran : menggunakan tabel
pengisian data. Digunakan untuk mengetahui sejauh mana penerapan
metode Diskusi dan Alat Peraga telah dilaksanakan.
b. Lembar catatan lapangan : untuk mengetahui apakah dengan menggunakan
metode Diskusi dan Alat Peraga dapat meningkatkan motivasi serta
kemampuan siswa untuk memahami pembelajaran dan meningkatkan daya
pikir serta aktivitas siswa.
c. Tes : untuk mengetahui atau mendapatkan data tentang hasil belajar siswa.
Tes ini dapat mengukur tingkat kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal-soal tentang pecahan.

Dalam penelitian ini menggunakan tes sebanyak 4 (empat) soal essay


test yang mana skor tiap masing-masing soal adalah :

Tabel 1 Tabel Skor Soal


Nomor Soal Skor
1 25
2 25
3 25
4 25
Jumlah 100

G. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati seluruh kegiatan dan


perubahan yang terjadi saat dilakukan tindakan. Observasi yang dilakukan
berupa pengamatan terhadap seluruh kegiatan proses belajar mengajar untuk
mengetahui perubahan yang terjadi saat dilakukan tindakan.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengetahui berhasil tidaknya penelitian


ini dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari pengolahan hasil belajar yang dicapai
dengan menggunakan rumus :

30
Skor yang Diperoleh Siswa
Nilai X 100 %
Skor Keseluruhan

I. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan belajar siswa dalam pelaksanaan siklus I, dan


siklus II dalam % menurut Nurkancana (1992: ) adalah sebagai berikut:

Tabel 2
Tabel Indikator Keberhasilan
Tingkat Keberhasilan Arti
90 % - 100 % Baik Sekali
80 % - 89 % Baik
65 % - 79 % Cukup
< 65 % Kurang

31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Hasil Penelitian Pada Tes Awal


Berdasarkan dari hasil observasi dalam penelitian ini, diketahui bahwa
masih banyak siswa kelas IV yang hasil belajarnya rendah dalam pemahaman
tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan.
Sebelum perencanaan tindakan dilakukan, terlebih dahulu diberikan
pra siklus yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman
siswa terhadap materi yang akan diajarkan yang diperoleh dari hasil jawaban
sebagai kemampuan awal siswa. Hasil belajar siswa pada pra siklus dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3
Hasil Perolehan Nilai Siswa Pada Saat Pra siklus

Nama
No Skor Nilai Ketuntasan
Responden
1 Arius Mendrofa 5,5 55 Tidak Tuntas
2 Herman Agustus Hulu 5,5 55 Tidak Tuntas
3 Yuyus Asnidar Zalukhu 8 80 Tuntas
4 Berkat syukur Hulu 3 30 Tidak Tuntas
5 Ori Kristian Hulu 4 40 Tidak Tuntas
6 Meirman Mendrofa 3 30 Tidak Tuntas
7 Sitori Zendrato 1 10 Tidak Tuntas
8 Erniwati Zebua 6,5 65 Tuntas
9 Yarman Mendrofa 3 30 Tidak Tuntas

32
10 Salah Niwarni Hulu 3 30 Tidak Tuntas
11 Suniati Hulu 4 40 Tidak Tuntas
12 Kurniawan Zalukhu 2 20 Tidak Tuntas
13 Perubahan jaya Putra Zebua 8 80 Tuntas
14 Sinema Hulu 8 80 Tuntas
15 Rie Alviah Hulu 2 20 Tidak Tuntas
16 Yunisokhi Hulu 2 20 Tidak Tuntas
17 Habali Sokhi Hulu 3,5 35 Tidak Tuntas
18 Delimawati Zalukhu 2,5 25 Tidak Tuntas
19 Mesinia Zebua 4 40 Tidak Tuntas
20 Petra Valentin Zebua 3 30 Tidak Tuntas
21 Rohani Zalukhu 7 70 Tuntas
22 Zabanudin Zalukhu 2 20 Tidak Tuntas
23 Enuari Hulu 6 60 Tuntas
24 Samarson Hulu 4 40 Tidak Tuntas
25 Fika Sari Hulu 6 60 Tuntas
26 Mestikah Hulu 6,5 65 Tuntas
27 Dicky Fa’omasi Zalukhu 6,5 65 Tuntas
28 Wiwin Melda Pitri Zalukhu 7 70 Tuntas
Jumlah 126,5 1195 10
Rata-rata 4,51 45,17
Ketuntasan 35,71 %

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kemampuan siswa


dalam menguasai materi Tentang Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan
masih rendah, dengan nilai rata-rata kelas mencapai 45,17. Dari 28 siswa
terdapat (64,28%) atau 18 orang siswa yang tidak mengalami ketuntasan
belajar dan (35,71%) atau 10 orang siswa masuk dalam kategori tuntas
belajar.

Berdasarkan rumus ketuntasan belajar secara klasikal diperoleh :


F 10
P= x 100 %= x 100 %=35,71 %(kurang)
N 28

Kemampuan awal siswa yang ditunjukkan dari hasil tes awal (Pra
siklus) masih tergolong belum berhasil dalam belajar. Dengan demikian,
dapat dinyatakan bahwa kemampuan awal siswa masih rendah dalam materi
pemahaman tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan.

33
B. Hasil Penelitian Pada Siklus I
1. Perencanaan Tindakan I
Tahap perencaan tindakan dilakukan setelah tes awal diberikan, tes
awal diberikan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam menyelesaikan
soal pada Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan yang dimana pada tes
awal masih rendah. Hasil tes digunakan untuk identifikasi awal terhadap
tindakan yang dilakukan. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah
merencanakan kegiatan.

Setelah ditemukannya kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa,


maka peneliti memberikan motivasi-motivasi berupa penguatan terhadap
kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal tentang penjumlahan dan
pengurangan pecahan yakni berupa pembelajaran dengan menggunakan
penerapan metode Diskusi dan Alat Peraga disertai tanya jawab dengan
siswa, latihan dan tugas.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dilengkapi dengan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dengan menggunkan metode “Diskusi dan Alat
Peraga” pada pokok bahasan memahami dan menyelesaikan pecahan yang
dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 09 Mei 2014. Kegiatan pembelajaran
yang dilakukan peneliti adalah :

 Peneliti menjelaskan materi tentang memahami dan menyelesaikan


pecahan dengan penerapan metode diskusi secara jelas dan sistematis.
 Peneliti membentuk kelompok siswa untuk berdiskusi dan
menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan pecahan.
 Peneliti menjelaskan cara-cara bagaimana menjumlahkan dan
mengurangi pecahan dengan menerapkan metode diskus.
 Peneliti melatih siswa dalam menyelesaikan soal pecahan sambil
berdiskusi.
 Peneliti bertanya kepada siswa dengan beberapa pertanyaan.
 Peneliti memberikan motivasi serta penguatan kepada siswa yang
masih belum mengerti cara penyelesaian pecahan.

34
 Peneliti memberikan latihan tes hasil kepada siswa kemudian menyruh
beberapa orang siswa untuk menampilakn hasil kerjanya di depan
papan tulis.
 Setelah itu peneliti menanyakan kepada siswa lain tentang hasil
pekerjaan yang telah dikerjakan oleh temannya untuk diperiksa.
Kemudian peneliti bertanya bagian tes yang dianggap sulit untuk bisa
diselesaikan secara berdiskusi.
a. Pelaksanaan Tindakan I
Dalam pelaksanaan pada siklus I pelaksanaan kegiatan belajar
yang dilakukan adalah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran
yang telah disusun. Pada akhir pelaksanaan siklus I akan diberikan tes
berupa essay tes untuk melihat hasil yang dicapai setelah diberikan
tindakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan
soal tentang pecahan pada pokok bahasan menjumlahkan dan
mengurangi pecahan dengan menggunakan penerapan metode diskusi.

1. Peneliti menjelaskan materi tentang penjumlahan dan pengurangan


pecahan secara jelas dan sistematis.
2. Bertanya kepada siswa tentang materi yang kurang dipahami,
kemudian menjelaskan kembali.
3. Memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan dan melatih siswa
agar berfikir kreatif serta memberikan motivasi agar dapat
menyelesaikan masalah tersebut.
4. Memantau aktifitas siswa, setelah itu menyuruh beberapa siswa
untuk menuliskan hasil kerjanya di papan tulis.
5. Setelah itu, peneliti mendemonstrasikan atau mempraktekkan
kepada siswa bagian yang belum dimengerti dalam menyelesaikan
soal tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan cara
berdiskusi yang disertai dengan alat peraga yang telah dipersiapkan
6. Memberikan lembar kerja siswa berupa tes untuk diselesaikan
sabagai hasil siklus I.

35
Selanjutnya peneliti mengadakan siklus I dengan tujuan untuk
melihat peningkatan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Adapun hasil
siklus I adalah sebagai berikut :

Tabel 4
Hasil Perolehan Nilai Siswa Pada Saat Siklus I

Nama
No Skor Nilai Ketuntasan
Responden
1 Arius Mendrofa 6 60 Tuntas
2 Herman Agustus Hulu 5,5 55 Tidak Tuntas
3 Yuyus Asnidar Zalukhu 8 80 Tuntas
4 Berkat syukur Hulu 3 30 Tidak Tuntas
5 Ori Kristian Hulu 6,5 65 Tuntas
6 Meirman Mendrofa 7 70 Tuntas
7 Sitori Zendrato 4 40 Tidak Tuntas
8 Erniwati Zebua 6,5 65 Tuntas
9 Yarman Mendrofa 6 60 Tuntas
10 Salah Niwarni Hulu 3 30 Tidak Tuntas
11 Suniati Hulu 8 80 Tuntas
12 Kurniawan Zalukhu 3 30 Tidak Tuntas
13 Perubahan jaya Putra Zebua 8 80 Tuntas
14 Sinema Hulu 8 80 Tuntas
15 Rie Alviah Hulu 4 40 Tidak Tuntas
16 Yunisokhi Hulu 7,5 75 Tuntas
17 Habali Sokhi Hulu 3,5 35 Tidak Tuntas
18 Delimawati Zalukhu 7,5 75 Tuntas
19 Mesinia Zebua 4 40 Tidak Tuntas
20 Petra Valentin Zebua 8,5 85 Tuntas
21 Rohani Zalukhu 7 70 Tuntas
22 Zabanudin Zalukhu 5 50 Tidak Tuntas
23 Enuari Hulu 6,5 65 Tuntas
24 Samarson Hulu 5 50 Tidak Tuntas
25 Fika Sari Hulu 6,5 6,5 Tuntas
26 Mestikah Hulu 7 70 Tuntas

36
27 Dicky Fa’omasi Zalukhu 7,5 75 Tuntas
28 Wiwin Melda Pitri Zalukhu 8 80 Tuntas
Jumlah 170 1635 18
Rata-rata 6,07 60,55
Ketuntasan 64,28%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kemampuan siswa pada


penguasaan materi pecahan meningkat dibandingkan dengan hasil tes
awal. Tetapi dengan memperhatikan tabel di atas maka dinyatakan
bahwa kemampuan siswa dalam memahami materi masih rendah
dengan nilai rata – rata mencapai 60,55 Dari 28 siswa terdapat
(35,71%) atau 10 orang siswa yang tidak mengalami ketuntasan belajar
dan (64,28%) atau hanya 18 orang siswa masuk dalam kategori tuntas
belajar.

b. Observasi I
Pelaksanaan pengamatan dilakukan oleh guru kelas IV. Dari
hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer, bahwa tindakan yang
dilakukan oleh peneliti masih belum optimal pada penerapan langkah-
langkah metode Diskusi dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat
dilihat dari instrumen penelitian berupa lembar observasi bagi
pelaksanaan tindakan dan bagi siswa yang dicantumkan pada format
lampiran.
c. Refleksi
Peneliti bersama guru kelas IV sebagai pengamat untuk
merefleksi tindakan yang dilaksanakan oleh peneliti. Dari hasil refleksi
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa menyelesaiakan soal
materi Penjumlahan dan pengurangan pecahan masih rendah, karena
siswa belum secara menyeluruh menguasai bagaimana menjumlahkan
dan mengurangi pecahan dengan menggunkan penerapan metode
Diskusi, belum dapat membaca masalah dengan baik, dan tidak bisa
merencanakan penyelesaian, karena guru belum melakukan tindakan
yang tepat atau memberikan motivasi yang tepat, guru belum
menggunakan alat peraga yang menarik dan belum memberikan latihan

37
secukupnya maka perlu diadakan penyusunan rencana dan pemberian
tindakan pembelajaran untuk dilaksanakan di siklus II dalam membantu
siswa memperbaiki kesalahan dalam soal materi tentang pecahan
dengan penerapan metode diskusi.

C. Hasil Penelitian pada Siklus II


1. Perencanaan Tindakan II
Berdasarkan hasil observasi, refleksi dan analisis data pada siklus I
ditemukannya kekurangan-kekurangan dan kesulitan oleh siswa, maka
yang menjadi perencaan tindakan perbaikan dengan memfokuskan pada
kesulitan atau kekurangan yang dilakukan oleh siswa dalam
menyelesaikan soal-soal tentang pecahan disertai dengan memberikan
latihan-latihan tentang pecahan.

Selain itu, peneliti merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran


dengan penerapan metode diskusi dan alat peraga, menyusun alat
evaluasi, membuat alat peraga serta lembar observasi untuk dilaksanakan.

Pelaksanaan pada siklus II dalam kegiatan belajar mengajar yang


dilakukan adalah mengikuti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah
disusun, dan diberikan lembar kerja siswa untuk melihat hasil yang dicapai
dalam pembelajaran yang dilakukan peneliti adalah :

1. Membahas siklus I yang dianggap sulit oleh siswa dan yang kurang
memahami materi tersebut dengan cara diskusi dan disertai dengan
pemakaian alat peraga.
2. Peneliti menjelaskan pokok bahasan menjumlahkan dan mengurangi
pecahan secara jelas dan sistematis disertai dengan motivasi dan
penguatan.

38
3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang pokok
bahasan penjmlahan dan pengurangan pecahan dengan menggunakan
penerapan metode diskusi.
4. Memberikan latihan-latihan kepada siswa dengan panduan dari guru.

Setelah terlaksana, maka peneliti mengadakan siklus II dengan


tujuan untuk melihat peningkatan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Adapun hasil siklus II adalah sebagai berikut :

Tabel 5
Hasil Perolehan Nilai Siswa Pada Saat Siklus II
No Nama Skor Nilai Ketuntasan
Responden
1 Arius Mendrofa 7,5 75 Tuntas
2 Herman Agustus Hulu 9 90 Tuntas
3 Yuyus Asnidar Zalukhu 10 100 Tuntas
4 Berkat syukur Hulu 8 80 Tuntas
5 Ori Kristian Hulu 7,5 70 Tuntas
6 Meirman Mendrofa 8 80 Tuntas
7 Sitori Zendrato 9 90 Tuntas
8 Erniwati Zebua 7 70 Tuntas
9 Yarman Mendrofa 6,5 65 Tuntas
10 Salah Niwarni Hulu 5,5 55 Tidak Tuntas
11 Suniati Hulu 8 80 Tuntas
12 Kurniawan Zalukhu 8,5 85 Tuntas
13 Perubahan jaya Putra Zebua 8,5 85 Tuntas
14 Sinema Hulu 8,5 85 Tuntas
15 Rie Alviah Hulu 4 40 Tidak Tuntas
16 Yunisokhi Hulu 8,5 85 Tuntas
17 Habali Sokhi Hulu 9 90 Tuntas
18 Delimawati Zalukhu 7,5 75 Tuntas
19 Mesinia Zebua 9,5 95 Tuntas
20 Petra Valentin Zebua 9 90 Tuntas
21 Rohani Zalukhu 7,5 75 Tuntas
22 Zabanudin Zalukhu 9,5 95 Tuntas
23 Enuari Hulu 8 80 Tuntas
24 Samarson Hulu 5 50 Tidak Tuntas

39
25 Fika Sari Hulu 7,5 75 Tuntas
26 Mestikah Hulu 8 80 Tuntas
27 Dicky Fa’omasi Zalukhu 8 80 Tuntas
28 Wiwin Melda Pitri Zalukhu 8,5 85 Tuntas
Jumlah 221 2205 25
Rata-rata 7,89 78,75
Ketuntasan 89,28%

Dari data tabel diatas dapat dilihat persentase ketuntasan klasikal adalah:

F 25
P= x 100 %= x 100 %=89,28 % (baik)
N 28

Dengan memperhatikan tabel di atas maka dapat dilihat bahwa

adanya peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan hasil belajar yang

diperoleh siswa pada pra siklus, dan siklus I, dimana pada siklus II 89,28

% (25 orang) telah mencapai tingkat ketuntasan belajar.

2.
Observasi
Pelaksanaan pengamatan dilakukan oleh guru kelas IV. Dari hasil
pengamatan yang dilakukan oleh observer, bahwa tindakan yang dilakukan
oleh peneliti sudah cukup optimal pada penerapan langkah-langkah
metode diskusi dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari
instrumen penelitian berupa lembar observasi bagi pelaksanaan tindakan
dan bagi siswa yang dicantumkan pada format lampiran.

3. Refleksi
Dari hasil pengamatan tindakan yang dilakukan oleh peneliti,
penggunaan metode diskusi dan alat peraga dalam pembelajaran
memahami dan menyelesaikan pecahan yang dilaksanakan dalam tindakan
sudah terlihat lebih baik dari tindakan pada siklus I. Hal ini ditandai
dengan adanya peningkatan ketuntasan belajar dari seluruh siswa pada

40
siklus II sebesar 25 % dari 64,28 % pada pos tes I menjadi 89,28 % pada
siklus II. Pembelajaran yang dilaksanakan peneliti sudah optimal dalam
menerapkan langkah-langkah metode diskusi dan alat peraga. Hal ini
ditunjukkan dari lembar observasi yang diisi oleh pengamat sendiri
sebagai observer yaitu guru kelas IV. Dengan demikian pada siklus II ini
telah mencapai ketuntasan belajar secara klasikal. Sehingga tidak perlu
melakukan tindakan pembelajaran ke siklus berikutnya.

D. Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka ditemukan hal-


hal sebagai berikut :
1. Pada tahap awal observasi masalah yang ditemukan peneliti adalah
rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika khususnya
pada pembelajaran memahami dan menyelesaikan pecahan, dimana hal ini
disebabkan karena metode pembelajaran yang diterapkan guru kurang
efektif dan pembelajaran cenderung ke konvensional yang mengakibatkan
kurang aktifnya siswa dalam pembelajaran.
2. Nilai hasil belajar pada tahap tes awal sebelum diterapkan metode diskusi
dan alat peraga yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
pemahaman siswa terhadap materi penjumlahan dan pengurangan pecahan
sangat rendah dengan arti masih banyak siswa yang belum mencapai
ketuntasan belajar , dimana jumlah siswa yang berhasil mencapai 35,71 %
atau sebanyak 10 siswa dari 28 siswa .
3. Pada awalnya siswa kurang paham dalam memahami pecahan. Namun,
melalui penggunaan metode diskusi dan alat peraga dalam pembelajaran
oleh peneliti dalam siklus I telah membuat peningkatan hasil belajar
menjadi 64,28 % atau sebanyak 18 siswa dari 28 siswa.
4. Pada siklus II dengan menggunakan metode diskusi dan alat peraga
mengalami peningkatan, sehingga jumlah siswa yang mengalami
perubahan meningkat sebesar 89,28 % atau sebanyak 25 orang dari 28
siswa.

E. Pembahasan Penelitian

41
Berdasarkan temuan peneliti yang telah diuraikan, pelaksanan
pembelajaran pada pokok bahasan memahami dan menyelesaikan pecahan
dalam proses pembelajaran menciptakan suasana aktif bagi siswa.
Pelaksanaan pembelajaran oleh peneliti dengan menggunakan metode
diskusi dan alat peraga sudah terlaksana dengan optimal, dikatakan optimal
karena langkah-angkah penerapan metode diskusi dan alat peraga dalam
pembelajaran sudah terlaksana sepenuhnya pada tahap tindakan. Sehingga,
hasil belajar siswa dinyatakan meningkat mulai dari hasil tes awal (pra
siklus), siklus I, dan siklus II. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dan
diagram nilai rata-rata kelas dan peningkatan persentase siswa mengalami
ketuntasan belajar dibawah ini :

Tabel 6
Tabulasi Tingkat Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Kelas IV dari
Pra siklus, Siklus I, dan siklus II,

Nomor Pra siklus Siklus I Siklus II


Respon
den Nilai Ket Nilai Ket Nilai Ket
01 55 Tidak Tuntas 60 Tuntas 75 Tuntas
Tidak
02 55 Tidak Tuntas 55 90 Tuntas
Tuntas
03 80 Tuntas 80 Tuntas 100 Tuntas
Tidak
04 30 Tidak Tuntas 30 80 Tuntas
Tuntas
05 40 Tidak Tuntas 65 Tuntas 70 Tuntas
06 30 Tidak Tuntas 70 Tuntas 80 Tuntas
Tidak
07 10 Tidak Tuntas 40 90 Tuntas
Tuntas
08 65 Tuntas 65 Tuntas 70 Tuntas
09 30 Tidak Tuntas 60 Tuntas 65 Tuntas
Tidak Tidak
010 30 Tidak Tuntas 30 55
Tuntas Tuntas
011 40 Tidak Tuntas 80 Tuntas 80 Tuntas
Tidak
012 20 Tidak Tuntas 30 85 Tuntas
Tuntas
013 80 Tuntas 80 Tuntas 85 Tuntas
014 80 Tuntas 80 Tuntas 85 Tuntas
015 20 Tidak Tuntas 40 Tidak 40 Tidak

42
Tuntas Tuntas
016 20 Tidak Tuntas 75 Tuntas 85 Tuntas
Tidak
017 35 Tidak Tuntas 35 90 Tuntas
Tuntas
018 25 Tidak Tuntas 75 Tuntas 75 Tuntas
Tidak
019 40 Tidak Tuntas 40 95 Tuntas
Tuntas
020 30 Tidak Tuntas 85 Tuntas 90 Tuntas
021 70 Tuntas 70 Tuntas 75 Tuntas
Tidak
022 20 Tidak Tuntas 50 95 Tuntas
Tuntas
023 60 Tuntas 65 Tuntas 80 Tuntas
Tidak Tidak
024 40 Tidak Tuntas 50 50
Tuntas Tuntas
025 60 Tuntas 6,5 Tuntas 75 Tuntas
026 65 Tuntas 70 Tuntas 80 Tuntas
027 65 Tuntas 75 Tuntas 80 Tuntas
028 70 Tuntas 80 Tuntas 85 Tuntas
Jumlah 1195 10 1635 18 2205 25
Rata-
45,17 60,55 78,75
rata
Ketunta
35,71 % 64,28% 89,28%
san

Untuk lebih jelas mengenai peningkatan keberhasilan per siklus, maka


kita dapat melihat analisa tentang peningkatan hasil rata-rata kelas seperti
pada gambar grafik berikut ini :
Grafik 1. Nilai Rata-Rata Peningkatan Hasil Belajar Siswa

90
78,75
80
70 60,55
60
50 45,17

40
30
20
10
0

Pra Siklus Siklus I Siklus II

43
Grafik 2. Peningkatan Jumlah Siswa Yang Mengalami Perubahan.
Persentase Keberhasilan Hasil Belajar
90 89,28
80
64,28
70
%
60
50
40 35,71
30 %

20
10
0

Pra Siklus Siklus I Siklus II

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dalam BAB IV dapat


diambil kesimpulan bahwa :
1. Pembelajaran dengan menggunkan Metode Diskusi dan Alat Peraga dapat
meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam memahami dan menyelesaikan
pecahan di kelas IV SDN 075112 Ononamolo Tumula Kecamatan Alasa
Kabupaten Nias Utara.
2. Dari hasil pelaksanaan tes awal diperoleh tingkat ketuntansan belajar
sebesar 35,71 % (10 siswa ) dari jumlah 28 siswa dengan nilai rata-rata
45,17. Dan hasil pelaksanaan siklus I diperoleh tingkat ketuntasan belajar
sebesar 64,28 % (18 siswa) dengan nilai rata-rata 60,55. Sedangkan Pada
siklus II diperoleh hasil tingkat ketuntasan belajar siswa 89,28 % (25
siswa) dengan nilai rata-rata 78,75. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa
sebelum pelaksanaan tindakan, kemampuan siswa masih sangat rendah,
setelah diadakan tindakan siswa mengalami peningkatan dan sudah paham
mengikuti serta menyelesaikan soal-soal yang diberikan sehingga

44
ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 89,28 % (25 siswa) dari
28 siswa.

B. Saran Tindak Lanjut


Berdasarkan kesimpulan dari penelitian peneliti ini, peneliti
menyarankan:
1. Hendaknya kepada Guru mata pelajaran matematika khususnya Kelas IV
agar lebih meningkatkan metode mengajarnya khususnya pada Penerapan
Metode Diskusi dan Alat Peraga.
2. Bagi siswa diharapkan lebih termotivasi dalam memahami dan
menyelesaikan pecahan khususnya dalam penjumlahan dan pengurangan
pecahan.
3. Untuk meminimalisir siswa yang tidak tuntas belajar, hendaknya guru
lebih cepat dalam menangani siswa yang mengalami kesulitan belajar agar
siswa dapat mengoptimalkan kemampuan belajarnya.
4. Bagi guru kelas IV agar melatih siswa/i dalam mengajukan pertanyaan
sehingga para siswa/i dapat terampil dalam bertanya.
5. Kepada pihak sekolah kiranya dapat memaksimalkan alokasi waktu pada
pembelajaran sesuai dengan konteksnya, kerana dalam hal ini
pembelajaran membutuhkan alokasi waktu yang panjang.
6. Hendaknya hasil penelitian ini menjadi bahan perbandingan kepada
penelitian lanjutan.
7. Bagi lembaga UT PGSD hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan masukan dan informasi tambahan bagi peneliti lainnya dalam
penerapannya di lapangan oleh mahasiswa calon guru melalui Pemantapan
Kemampuan Profesional (PKP).

45
DAFTAR PUSTAKA

http://www.columbia.edu/cu/tat/handout 15.html, 2009. Prinsip-prinsip


Penggunaan Alat Peraga.
Bocil. 1998. Mengenal Angka dan Berhitung. Jakarta : PT. Primamedia Pustaka.
Departemn Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kurikulum Pendidikan Dasar,
Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Mata Pelajaran
Matematika Kelas 1 sampai dengan 6 Sekolah Dasar. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Daryanto, 2009, Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif, Kanisius,
Jakarta.
Depdiknas, 2002, Pedoman Umum Pengembangan Penilaian, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Dimiyati, 1999, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.


Djamarah & Zain, 2006, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta.
Edwar Purba, 1997, Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta.
Hamalik. Oemar. 1991. Pendidikan Guru, Konsep dan Strategi. Bandung: Mandar
Maju.
Prayitno, 1996, Motivasi Dalam Belajar, Pel PTK, Puspa Swara, Jakarta.
Purwanto, Ngalim, 1990, Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.

46
Riduwan, 2004, Belajar Mudah Penelitian, Alfabeta, Bandung.
Sardiman, A.M, 1988, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali Pers,
Jakarta.
Slamato, 2003, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, PT Rineka
Cipta, Jakarta.
Sudjana, 1989, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Rhineka Cipta, Jakarta.
Takari. Enjah. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Genesindo.
Wijaya, 1994, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar,
Rosdakarya, Bandung.
Winkel, W.S, 1983, Psikologi Pendidikan dan evaluasi Belajar, Gramedia,
Jakarta.

47

Anda mungkin juga menyukai