Anda di halaman 1dari 14

NEGARA BERDASARKAN HUKUM

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
DEMOKRASI PANCASILA

Dosen Pembimbing : Drs. H. SUPARMAN ADI WINOTO, S.H, M.Hum

Oleh
Kelompok 7

Hidayatus Solihah 170711636019


Moh. Nurron Kholifatul A. 170711636080
Rinda Hernanda 170711636060
Ryan Sofian Sebastian 170711636133
Sandra Widi Tama 170711636161

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN
S1 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
Oktober 2018
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah

BAB II

PEMBAHASAN

1. Negara Hukum
2. Konsep Negara Hukum
3. Elemen-elemen penting dari Negara Hukum
4. Negara Hukum Indonesia

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Saran

DAFTAR RUJUKAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Negara Hukum itu?
2. Bagaimana Konsep Negara Hukum?
3. Apa saja elemen-elemen penting dalam Negara Hukum?
4. Bagaimana Negara Hukum di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Negara Hukum
Beberapa para sarjana memberikan definisi mengenai negara hukum diantaranya,
menurut Wiryono Projodikoro (1971:10), negara hukum sebagai negara dimana para
penguasa atau pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas
kenegaraan terikat pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Joeniarti (1968:8),
bahwa negara hukum sebagai negara dimana tindakan penguasanya harus dibatasi oleh
hukum yang berlaku. Sudargo Gautama (1973:73-74), bahwa paham negara hukum
berasal dari ajaran kedaulatan hukum, ia memberi pengertian tentang negara hukum
sebagai negara dimana alat-alat negaranya tunduk pada aturan hukum. Jelas bahwa
beberapa para sarjana yang memberi asumsi pengertian dari negara hukum itu lebih
menekankan tunduknya penguasa terhadap hukum sebagai esensi negara hukum atau
esensi negara hukum menitikberatkan tunduknya pemegang kekuasaan negara pada aturan
hukum (dalam Nasution, 2012:1).
Negara hukum (bahasa Belanda: rechstaat): Negara bertujuan untuk
menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum
yang terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga ketertiban hukum supaya jangan
terganggu dan agar semuanya berjalan menurut hukum (dalam Fadjar, 2016:5).
Menurut Plato, pada dasarnya ada dua macam pemerintahan yang dapat
diselenggarakan, yaitu: Pertama; pemerintahan yang dibentuk dan dijalankan berdasarkan
hukum, pemerintahan seperti ini dijalankan oleh para cendekia, pemerintahan ditujukan
kepada mengutamakan kepentingan rakyat. Kedua; pemerintahan yang terbentuk tidak
melalui jalan hukum, pemerintahan serta ini merupakan pemerintahan tiran yang
melakukan penindasan terhadap rakyat. Senada dengan Plato, konsep negara hukum
menurut Aristoteles, adalah yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada
warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk
warga negaranya, dan sebagai dasar dari keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada
setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Menurut Aristoteles yang
memerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan pikiran yang adil,
sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemgang hukum dan keseimbangan saja.
Pada masa abad pertengahan, pemikiran tentang negara hukum lahir sebagai
perjuangan melawan kekuasaan absolut para Raja. Menurut Paul Scholten (1949:383),
istilah negara hukum berasal dari abad ke-19, tetapi gagasan tentang negara hukum pada
awalnya tumbuh di Eropa sudah hidup dalam abad ke-17. Gagasan itu tumbuh di Inggris
dan merupakan latar belakang dari Glorious Revolution 1688 M. Gagasan itu timbul
sebagai reaksi terhadap kerajaan yang absolut, dan dirumuskan dalam piagam yang
terkenal sebagai Bill of Right 1689, yang berisi hak dan kebebasan dari warga negara serta
peraturan pengganti Raja di Inggris.
Dalam kepustakaan, yang dimaksud negara hukum, sering terjemahkan dengan istilah
rechtsstaats atau rule of law. Paham rechtstaats pada dasarnya bertumpu pada sistem
hukum Eropa Kontinental, sedangkan paham rule of law bertumpu pada sistem hukum
Anglo Saxon atau common law system. Ide tentang rechtstaats mulai populer pada abad
ke-17 sebagai akibat dari situasi sosial politik Eropa yang didominir oleh absolutisme
Raja. Paham rechtstaats ini dikembangkan oleh ahli-ahli hukum Eropa Kontinental
seperti Immanuel Kants dan Friedricht Julius Stahl. Sedangkan paham rule of law mulai
dikenal setelah Albert Vann Dicey pada tahun 1885 menerbitkan bukunya yang berjudul
Introduction Study of The Law of The Constitution.
Sehubungan dengan perkembangannya, di Eropa peranan administrasi negara
bertambah maju dan mengemuka sehingga dipikirkan langkah-langkah untuk membatasi
kekuasaan administrasi negara, sedangkan di Inggris peranan peradilan dan para hakim
bertambah besar sehingga dipikirkan langkah-langkah mewujudkan suatu peradilan yang
adil. Ditinjau dari perkembangannya, konsep “rechtstaat “ telah mengalami perkembangan
dari konsep klasik ke konsep modern. Sesuai dengan sifat dasarnya, konsep klasik dari
rechtstaat disebut “klasiek liberale en democratische rechtstaat”. Sedangkan konsep
modern di Belanda lazimnya disebut “sociale rechtstaat” atau “sociale democratische
rechtstaat” (Philup M. Hadjon, 1987:71-74).

B. Konsep Pemikiran tentang Negara Hukum


Pengertian konsep negara hukum (rechtstaat) ataupun rule of law yang mula-mula
lahir di Eropa Barat tetap sama, yaitu bertujuan untuk menjamin dan melindungi hak-hak
asasi manusia (rakyatnya) dari tindakan sewenang-wenang penguasa negara ataupun antar
warga negara sehingga membawa kesejahteraan umum dalam arti seluas-luasnya, dengan
mengatur dan membagi kekuasaan negara itu menurut hukum yang berlaku serta
menempatkan hukum sebagai sesuatu yang “supremasi” dalam negara itu (dalam Fadjar,
2016:32).
Dari latar belakang sejarah kelahirannya, konsep rechtstaat atau rule of law sangat
dipengaruhi faham liberalisme dan individualisme yang merupakan falsafah yang dianut
oleh kebanyakan negara-negara Barat. Namun demikian, cita-cita (idea) yang terkandung
di dalamnya, yaitu yang menginginkan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
(dalam Fadjar, 2016:18).
Istilah rechtstaat pertama kali digunakan oleh Rudolf Von Gneist guru besar
Universitas Berlin dalam sebuah bukunya yang berjudul “Das Englisehe
Verwaltungserecht”, 1857. Dalam buku itu digunakan istilah rechtstaat untuk menunjuk
sistem hukum yang berlaku di Inggris. Berkenaan dengan ini Willem Van der Vlaght, guru
besar di Leiden dalam disertasinya yang berjudul “De Rechtsstaat Volgens de Leer Rudolf
Gneist” menyatakan pendapatnya bahwa, kepada Gneist lah seharusnya diberi kehormatan
yang tadinya dengan kurang tepat diberikan kepada Montesquieu, sebagai seorang yang
mempopulerkan tata negara Inggris sebagai satu kesatuan yang hidup (Nasution, 2012:18).
Disisi lain S.W. Couwenberg seperti dikutip Nasution (2012:18-19), mengemukakan
prinsip-prinsip liberal dan prinsip-prinsip demokratis meliputi:
1. Pemisahan antara negara dan masyarakat sipil, pisahan antara kepentingan khusus
perorangan, pemisahan antara hukum publik dan hukum privat;
2. Pemisahan antara negara dan gereja;
3. Adanya jaminan atas hak-hak kebebasan sipil;
4. Persamaan terhadap Undang-Undang;
5. Adanya konstitusi tertulis sebagai dasar kekuasaan negara dan dasar sistem hukum;
6. Pemisahan kekuasaan berdasarkan trias politica dan sistem :checks and balances”;
7. Asas legalitas (heerschappij van de wet);
8. Ide tentang aparat pemerintahan dan kekuasaan kehakiman yang tidak memihak dan
netral;
9. Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat terhadap penguasa oleh peradilan yang bebas
dan tidak memihak dan bersamaan dengan prinsip-prinsip tersebut diletakkan prinsip
tanggung gugat negara secara yuridis;
10. Prinsip pembagian kekuasaan baik teritorial sifatnya maupun vertikal (sistem federasi
maupun desentralisasi).
Berdasarkan pada prinsip-prinsip liberal dan prinsip-prinsip demokratis tersebut maka
rechtstaat memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut (dalam Nasution, 2012:19-20).
a. Adanya Undang-Undang Dasar atau Konstitusi yang memuat ketentuan tertulis
tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;
b. Adanya pembagian kekuasaan negara yang meliputi kekuasaan pembuat Undang-
Undang yang ada pada parlemen, kekuasaan kehakiman yang bebas tidak hanya
menangani sengketa, antara individu dan rakyat tetapi juga antara penguasa dan
rakyat, dan pemerintahan yang mendasarkan tindakannya pada Undang-Undang;
c. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat (Vrijheidsrechten van de burger).

Konsep Rule of Law pada awalnya tumbuh dan berkembang di negara-negara yang
menganut common law system seperti Inggris dan Amerika Serikat, kedua negara
tersebut menerapkan konsep rule of law sebagai perwujudan dari persamaan hak,
kewajiban, dan derajat di hadapan hukum. Hal tersebut berlandaskan pada nilai-nilai hak
asasi manusia, dimana setiap warga negara dianggap sama di hadapan hukum dan dijamin
hak-haknya melalui sistem hukum dalam negara tersebut. Rule of law mengandung asas
“dignity of marl”, yang harus dilindungi dari tindakan sewenang-wenang pemerintah atau
penguasa. Inti rule of law adalah terciptanya tatanan keadilan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, dimana masyarakat bisa memperoleh kepastian hukum, rasa
keadian, rasa aman, dan jaminan atas hak asasi manusia. Maknanya adalah rasa keadilan
yang kembali kepada rakyat, bukan kepada kekuasaan dan para penguasa yang
menciptakan hukum atau suara rakyat adalah suara keadilan.
Dalam bukunya Albert ann Dicey mengetengahkan tiga arti the rule of law yaitu
(Jimly Asshiddiqie, 2004:5):
1. Supremasi absolut atau predominasi dari regular law untuk menentang pengaruh
menentang pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan,
jadi berupa discretionary authority yang luas dari pemerintah;
2. Persamaan di hadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua golongan
kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court, ini berarti
bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik pejabat maupun warna negara
biasa berkewajiban untuk mentaati hukum yang sama, jadi tidak perlu ada peradilan
administrasi negara;
3. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi
bukanlah sumber, tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang
dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan; singkatnya, prinsip-prinsip hukum privat
melalui tindakan peradilan dan Parlemen diperluas hingga membatasi posisi Crown
dan pejabat-pejabatnya (dalam Nasution, 2012:24).
Ikrar Athena 1955 dari International Commission of Jurist mengemukakan bahwa
sebagai prinsip utama negara hukum (rule of law) ialah :
a. Negara harus tunduk kepada hukum;
b. Pemerintah harus menghormati hak-hak individu di bawah rule of law,
c. Hakim-hakim harus dibimbing oleh rule of law, melindungi dan menjalankan tanpa
takut, tanpa memihak, dan menentang setiap campur tangan pemerintah atau partai-
partai terhadap kebebasannya sebagai hakim.
Di negara-negara sosialis, dikembangkan pula konsep yang mendekati idea rechtstaat
atau rule of law yang disebut “socialist legality”, yang menginginkan adanya realisasi
dari sosialisme sebagai sumber yang paling menentukan meliputi segala aktivitas organ
negara pemerintahan, pejabat pemerintah, dan warga negara. Konsep Socialist Legality
atau konsep Negara Hukum Sosialis banyak dianut oleh negara-negara sosialis komunis,
seperti Uni Soviet dan beberapa negara komunis lainnya terutama di negara-negara
Amerika Latin dan sebagian Asia.
Berdasarkan pada pandangan sarjana-sarjana dan juga berdasarkan pada teori dan
praktek sistem hukum sosialis, Omar Seno Adji (1966:26), mengidentifikasi beberapa ciri
konsep socialist legality sebagai berikut:
a. Adanya perlindungan terhadap hak-hak dan kebebasan warga negara. Perlindungan ini
terutama diberikan kepada kaum buruh (labor);
b. Berkaitan dengan kebebasan (freedom) dan tanggung jawab (responsibility) socialist
legality lebih mendahulukan “responsibility” ketimbang “freedom”;
c. Adanya pemisahan secara tajam antara negara dan gereja berdasarkan prinsip
“Trennung Von Staa und Kirche”;
d. Adanya kebebasan kekuasaan kehakiman yang diatur secara tegas dalam konstitusi;
e. Larangan terhadap berlakunya hukum pidana secara retroaktif atau retrospektif;
f. Kebebasan pers dimaknai sebagai kebebasan untuk mengkritik kaum kapitalis maupun
kaum borjuis;
g. Hukum dimaknai sebagai alat untuk mencapai sosialisme, posisi hukum adalah
subordinasi terhadap sosialisme.
Meskipun secara konstitusional, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
bebas, namun demi kepentingan sosialisme dalam prakteknya, hakim-hakim di negara
sosialis tunduk pada kebijakan rahasia dari penguasa, tunduk pada perintah-perintah
pejabat partai, sebagai penguasa yang memegang tampuk pemerintahan di negara-negara
sosialis. Dalam konsep negara-negara yang mewakili paham sosialis komunis, seperti
Rusia, China, Korea Utara, atau Kuba, sebagai negara yang disebut negara-negara Industri
yang cukup maju, namun tergambar sebagai negara yang rakyatnya terkekang, baik dalam
kehidupan ekonomi apalagi politiknya.

C. Elemen-Elemen Penting dari Negara Hukum


Ciri-ciri khas bagi suatu negara hukum ialah:
a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi, yang mengandung persamaan dalam
bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural, dan pendidikan;
b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan
atau/kekuatan lain apa pun;
c. Legalitas, dalam arti hukum baik formal ataupun materiil.
Dari sejarah kelahiran, perkembangan, maupun pelaksanaanya di berbagai negara,
konsep negara hukum sangat dipengaruhi dan bahkan tidak dapat dipisahkan dari asas
kedaulatan rakyat, asas demokrasi, serta asas konstitusional, karena hukum yang hendak
ditegaskan dalam negara hukum agar hak-hak asasi warganya benar-benar terlindungi
haruslah hukum yang benar dan adil, yaitu hukum yang bersumber dari aspirasi rakyat,
untuk rakyat, dan dibuat oleh rakyat melalui wakil-wakilnya yang dipilih secara
konstitusional tertentu.
Dengan demikian, elemen-elemen yang penting dari sebuah negara hukum, yang
merupakan ciri khas dan tidak ada (merupakan syarat mutlak), adalah:
a. Asas Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia
b. Asas Legalitas
c. Asas Pembagian Kekuasaan Negara
d. Asas Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak
e. Asas Kedaultan Rakyat
f. Asas Demokrasi
g. Asas konstitusional

D. Negara Hukum Indonesia


Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Negara Hukum Indonesia adalah negara
hukum yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang merupakan falsafah dan dasar negara.
Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan cerminan dari jiwa bangsa Indonesia,
haruslah menjadi sumber hukum dari semua peraturan hukum yang ada. Menurut Azhary,
meskipun konsep Negara Hukum Indonesia yang pernah dikemukakan dalam Penjelasan
UUD 1945 sebelum dilakukan perubahan, erat sekali hubungannya dengan konsep
rechtstaat, yaitu konsep negara hukum Eropa Kontinental, tetapi konsep Negara Hukum
Indonesia sebetulnya bukanlah tipe rechtsstaat. Tipe Negara Hukum Indonesia juga bukan
tipe rule of law, meskipun unsur-unsur dari rechtsstaat dan rule of law dapat ditemukan
dalam Negara Hukum Indonesia. Menurut Azhary, ciri-ciri Negara Hukum Indonesia
berdasarkan Pancasila adalah:
a. Adanya hubungan yang erat antara agama dan negara;
b. Bertumpu pada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. Menganut kebebasan beragama dalam arti positif;
d. Atheisme tidak dibenarkan serta komunisme dilarang;
e. Menganut asas kekeluargaan sekaligus kerukunan.

Padmo Wahyono merumuskan ada 5 (lima) unsur Negara Hukum Pancasila, yaitu:
a. Pancasila merupakan sumber hukum nasional yang berarti bahwa bangsa Indonesia
menghendaki satu sistem hukum nasional yang dibangun atas dasar wawasan kebangsaan,
wawasan nusantara, dan wawasan bhinneka tunggal ika;
b. MPR mempunyai kewenangan untuk mengubah dan menetapkan UUD yang melandasi
segala peraturan perundangan di bawahnya, yang mana undang-undang dibuat oleh DPR
dan Presiden yang menunjukkan prinsip legislatif khas Indonesia;
c. Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional;
d. Adanya persamaan di depan hukum;
e. Adanya kekuasaan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.

Secara konsepsional, seharusnya Negara Hukum Indonesia dapat dirumuskan baik


secara material maupun yuridis formal. Secara material, Negara Hukum Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dalam pembuatan substansi hukumnya harus menjunjung tinggi dan
berlandaskan pada:
a. Nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya bahwa hukum yang dijadikan dasar
pengaturan kehidupan negara harus bersumber dari dan tidak bertentangan dengan nilai-
nilai ketuhanan serta selaras dengan ajaran agama-agama yang ada. Dalam hal ini hukum-
hukum yang bersumber dari ajaran agama adalah bagian dan menjadi salah satu sumber
hukum dan peraturan perundang-undangan.
b. Nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, artinya bahwa hukum yang dijadikan
dasar pengaturan kehidupan negara harus bersumber dari dan tidak bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan yang universal, nilai-nilia keadilan, dan nilai-nilai keadaban.
Dengan demikian maka hukum dan peraturan perundang-undangan harus menjunjung
tinggi nilai Hak-hak Asasi Manusia.
c. Nilai-nilai persatuan Indonesia, artinya bahwa hukum yang dijadikan dasar pengaturan
kehidupan negara harus bersumber dari dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai
kebangsaan Indonesia, tetap menjaga persatuan dan kesatuan dengan tetap menghormati
keanekaragaman agama, budaya, suku, bahasa, tradisi, dan adat istiadat yang ada. Dengan
demikian hukum dan peraturan perundang-undangan harus mengakui dan menjamin nilai-
nilai kearifan lokal, tradisi dan budaya nusantara yang beraneka ragam.
d. Nilai-nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, artinya bahwa hukum yang dijadikan dasar pengaturan
kehidupan negara harus bersumber dari dan tidak bertentangan dengan kepentingan dan
aspirasi rakyat yang ditetapkan melalui musyawarah secara perwakilan dengan
berlandaskan pada akal sehat (hikmat) dan i’tikad baik serta kearifan (kebijaksanaan).
Dengan hukum dan peraturan perundang-undangan harus demokratis baik secara
substansial dan prosedural.
e. Nilai-nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, artinya bahwa hukum yang
dijadikan dasar pengaturan kehidupan negara harus hukum yang betul-betul bisa
menciptakan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dengan demikian hukum dan peraturan perundang-undangan harus dapat
menjamin terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat tanpa kecuali.
Sedang secara yuridis formal Negara Hukum Indonesia harus didasarkan atas
ketentuan yang ada dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan, baik dalam dalam
UUD, Undang-Undang, maupun peraturan perundangan lainnya. Secara yuridis formal,
pilar utama bangunan Negara Hukum Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 yang kemudian dijabarkan dalam pasal-pasalnya adalah:
a. Adanya jaminan hak asasi manusia yang tercantum dalam: Alinea ke-1 Pembukaan
UUD 1945, Pasal 27 Ayat (1), (2), dan (3), Pasal 28, Pasal 31 Ayat (1), Pasal 28A, 28B
ayat (1), (2), Pasal 28C ayat (1), (2), Pasal 28D ayat (1), (2), (3), (4), Pasal 28E ayat (1),
(2), (3), Pasal 28 F, Pasal 28G ayat (1), (2); Pasal 28H ayat (1), (2), (3), (4), Pasa 28 I ayat
(1), (2), (3), (4), dan Pasal 28 J ayat 1 dan (2), Pasal 29 Ayat (2);
b. Adanya prinsip persamaan di depan hukum yang dicantumkan dalam Pasal 27 ayat (1);
c. Adanya kekuasaan kehakiman yang bebas tidak memihak, yang dicantumkan dalam
Pasal 24 ayat (1).
d. Adanya jaminan pendidikan dan sosial yang dicantumkan dalam Pasal 34 Ayat (1) dan
(2). Disamping itu terdapat sejumlah peraturan perundangan-undangan di bawah UUD
1945 yang mengatur dan menjabarkan bagaimana mengimplementasikan keempat pilar
utama tersebut.
BAB III
PENUTUP

Untuk mengakhiri penulisan makalah yang berjudul negara berdasarkan hukum,


diambilah kesimpulan dan saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Yang dinamakan negara hokum adalah negara yang dalam praktik kenegaraannya
harus sesuai dan patuh dalam hokum, atau dilihat dari tujuannya,negara hokum
bertujuan menyelenggarakan ketertiban hokum,yakni tata tertib yang umumnya
berdasarkan hokum yang terdapat pada rakyat.
Dalam konsep negara hukum dikenal adanya rechtstaat dan rule of law yang
mula-mula lahir di Eropa Barat dengan tujuan untuk menjamin dan melindungi hak-
hak asasi manusia (rakyatnya) dari tindakan sewenang-wenang penguasa negara
ataupun antar warga negara sehingga membawa kesejahteraan umum dalam arti
seluas-luasnya, dengan mengatur dan membagi kekuasaan negara itu menurut hukum
yang berlaku serta menempatkan hukum sebagai sesuatu yang “supremasi” dalam
negara itu.
Dalam konsep negara hukum sangat dipengaruhi oleh asa kedaulatan rakyat,asas
demokrasi, dan asas konstitusional,karena hukum yang hendak ditegaskan dalam
negara hukum bahwa hak-hak asasi warga negaranya benar-benar terlindungi,yang
hukum itu benar yang bersumber dari aspirasi rakyat.
Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Negara Hukum Indonesia adalah negara
hukum yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang merupakan falsafah dan dasar
negara. Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan cerminan dari jiwa bangsa
Indonesia, haruslah menjadi sumber hukum dari semua peraturan hukum yang ada.

B. Saran
Dalam negara hokum yang berdasarkan pancasila, perlu adanya kesinambungan
antara pejabat tinggi pemerintahan dan rakyat dalam peng-implementasian dalam
hokum,seperti tidak adanya kesan istilah hokum itu tumpul keatas dan lancip ke
bawah.
DAFTAR RUJUKAN

Azhary. 1995. Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif tentang


Unsur-unsurnya. Jakarta: UI Press.
Azhary, Muhammad Tahir. 2003. Negara Hukum Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya
Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah
dan Masa Kini. Jakarta: Predana Media.
Fadjar, Abdul Mukthie. 2016. Sejarah, Elemen, dan Tipe Negara Hukum. Malang: Setara
Press.
Nasution, Bahder Johan. 2012. Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bandung: CV
Mandar Maju.
Wahyono, Padmo. 1989. Pembangunan Hukum di Indonesia. Jakarta: In-Hill Co.

Anda mungkin juga menyukai