Anda di halaman 1dari 4

ESTETIKA, ETIKA & LOGIKA

Estetika, etika, dan logika. Ketiga kata tersebut memiliki intonasi baca yang hampir
serupa. Ketiganya sama-sama berakhiran “ka”. Tetapi ada hal lain yang jauh lebih penting yang
menghubungkan ketiga kata tersebut. Hal tersebut adalah bahwa ketiga kata tersebut merupakan
sebagian dari cabang ilmu filsafat. Antara lain disebutkan Sunoto (1985: 14) bahwa Kattsoff
dalam bukunya Elements of Philosophy (1963) mengadakan penggolongan filsafat sebagai
berikut:

1. Logika

2. Metodologi

3. Metafisika

4. Ontologi

5. Kosmologi

6. Epistemologi

7. Filsafat Biologi

8. Filsafat Psikologi

9. Filsafat Antropologi

10. Filsafat Sosiologi

11. Etika

12. Estetika

13. Filsafat Agama
Dari penjabaran singkat diatas dapat kita lihat bersama bahwa Kattsoff menyebutkan
bahwa Logika (1), Etika (11), dan Estetika (12) adalah cabang dari ilmu filsafat. Dari sini
mungkin akan menjadi titik tolak kita untuk mempelajari lebih dalam tentang keterkaitan antara
ketiganya. Kesimpulan pertama kita setelah melihat penjabaran di atas adalah bahwa induk dari
ketiganya adalah ilmu filsafat. Maka ada baiknya kita sedikit mengulas terlebih dahulu apa yang
dimaksud dengan ilmu filsafat.

Sunoto (1985:2) menyebutkan pengertian filsafat sendiri. Dari arti katanya, kata filsafat
dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya cinta dan “sophia”
yang artinya kebijaksanaan. Jadi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Cinta artinya hasrat yang
besar atau sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran
sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran
sejati. Sedangkan definisi secara umum menyebutkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Dalam bukunya Sunoto
juga banyak menyebutkan mengenai sifat-sifat dari filsafat, yaitu deskriptif, kritik atau analitik,
evaluatik atau normatif, spekulatif, dan sistematik (1985: 4).

Istilah filsafat sendiri sebenarnya tidaklah asing kedengarannya. Istilah ini banyak
digunakan dimana-mana sehingga banyak pula orang yang mengetahuinya. Meski banyak yang
mendengar dan mengetahuinya, belum tentu istilah ini dipahami oleh banyak orang. Bahkan
setiap orang yang mendengar istilah ini memiliki asosiasi yang bermacam-macam. Hal ini
mungkin disebabkan karena istilah ini tidak menunjukkan sesuatu yang kongkret seperti istilah
ekonomi, hukum, atau dokter misalnya. Filsafat secara eksplisit tidak menunjukkan keterkaitan
dengan hal-hal tertentu secara langsung. Sesungguhnya, ilmu filsafat justru berhubungan dengan
hal-hal yang bersifat konkrit dan langsung selain membicarakan hal yang abstrak. Artinya, meski
tampaknya filsafat mempelajari hal-hal yang abstrak, tetapi sesungguhnya hal-hal tersebut
merupakan hal-hal yang nyata dan diterapkan dalam kehidupan manusia. Hal tersebut akan
sedikit dibuktikan melalui pemaparan mengenai 3 cabang ilmu filsafat yang akan kita bahas
secara singkat berikut.

Logika, merupakan cabang ilmu filsafat yang membicarakan tentang hukum-hukum


penyimpulan yang benar (Sunoto, 1985: 14). Logika membicarakan tentang aturan-aturan
berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar.Dengan
mengetahui adanya aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam
mengambil kesimpulan. Logika dapat dikatakan sebagai cabang aksiologi atau ilmu yang
menekankan kepada nilai benar atau salah. Melalui ilmu ini, kita diajarkan untuk berfikir secara
runtut dan sistematik sehingga diharapkan dapat memperoleh kesimpulan yang tepat dan benar.
Ilmu ini sangat berguna dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pengambilan keputusan,
penyusunan rencana, atau menganalisa sesuatu, dengan berdasarkan pengetahuan dan
kemampuan cara berpikir yang tepat melalui logika.
Etika, merupakan cabang ilmu filsafat yang membicarakan mengenai baik dan buruk.
(Bertens, 2002:4) Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan. Filsuf
Yunani besar Aristoteles (384-322 SM) telah menggunakan istilah etika dalam menunjukkan
filsafat moral. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) disebutkan mengenai definisi dari
etika sebagai berikut; 1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak); 2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dari ketiga pengertian
tersebut etika yang merupakan cabang keilmuan filsafat merupakan arti ke-1. Jadi, etika adalah
ilmu tentang moralitas manusia.

Anwar (1980: 5) menyebutkan definisi mengenai estetika, yaitu secara teknis adalah ilmu
tentang keindahan. Estetika sendiri berasal dari bahasa Yunani aesthesis yang berarti perasaan
atau sensitivitas. Sachari (1989: 2) menyebutkan bahwa dari banyak pengertian estetika yang
dirumuskan oleh pakar-pakar estetika, semuanya pada dasarnya memiliki kesamaan yaitu hal-hal
yang mempelajari tentang keindahan, baik sebagai obyek yang dapat disimak dari karya-karya
seni, dari subyeknya, atau penciptanya yang berkaitan dengan proses kreatif dan filosofinya.
Estetika merupakan cabang dari ilmu filsafat yang mempelajari tentang indah atau tidak
indahnya sesuatu.

Dari ketiga definisi singkat mengenai cabang keilmuan filsafat Logika, Etika dan Estetika
diatas, dapat kita kaitkan antar satu sama lainnya dalam lingkup filsafat. Keterkaitan antara
ketiganya sesungguhnya cukup erat dan ini dapat dilihat dari beberapa hal yang mendasar.
Pertama, ketiganya merupakan cabang filsafat yang artinya ketiganya memiliki sifat yang sama,
yaitu deskriptif, kritik atau analitik, evaluatik atau normatif, spekulatif, dan sistematik. Ketiganya
membahas tentang bagaimana menemukan kebenaran yang sesungguhnya dalam kehidupan
manusia. Logika membahas tentang cara berpikir yang runtut dan sistematis yang mengarahkan
kita untuk mengambil kesimpulan dengan benar dan menghindarkan kita akan pemahaman yang
salah akan segala sesuatu. Etika membahas tentang apa yang baik dan apa yang buruk dari
tingkah laku manusia dilihat dari moralitas (kebiasaan, adat). Sedangkan estetika membahas
mengenai keindahan, dalam bentuk apapun juga baik itu secara materiil maupun immateriil.

Kedua, banyak ditemukan keterkaitan antar satu sama lainnya dimana ditemukan bahwa
beberapa hal memang menjadi dasar bagi hal yang lainnya. Logika, ilmu yang mempelajari
benar dan salah. Dalam etika, manusia dituntut untuk dapat membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk, mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang seharusnya tidak boleh
dilakukan. Untuk bisa berpikir dengan tepat, memahami permasalahan yang dihadapinya
berkaitan dengan moralitas, manusia harus bisa berpikir dengan benar dan mengambil keputusan
yang tepat berdasarkan pemahaman yang benar akan segala sesuatunya. Dengan kata lain, logika
sangat diperlukan dalam mendasari bagaimana seorang manusia memahami permasalahan
moralitas yang dihadapinya. Seorang manusia dituntut untuk dapat berpikir secara benar untuk
dapat bersikap dengan baik. Demikian pula dalam estetika, dimana subyeknya adalah tentang
keindahan, mana yang indah dan mana yang tidak indah. Seorang manusia juga dituntut untuk
dapat menggunakan pikirannya dengan benar, untuk dapat berpikir dengan tepat, sebelum
manusia tersebut memutuskan mana yang indah dan mana yang tidak indah. Tanpa logika,
seorang manusia tidak akan dapat membedakan dengan tepat mana yang indah atau tidak indah,
atau mana yang baik dan mana yang buruk.

Estetika, dimana merupakan ilmu tentang keindahan, baik itu dari obyek yang dapat
disimak maupun dari subyeknya, atau bahkan penciptanya (Sachari, 1989:2). Keindahan yang
dimaksud sangat bermacam-macam. Mulai dari obyek, hingga cara berpikir indah. Disini dapat
kita lihat bahwa estetika juga merupakan bagaimana seseorang itu memutuskan bagaimana yang
disebut indah itu, sehingga otomatis akan tercermin pula pada bagaimana ia menilai hal lain, dan
bagaimana ia bersikap dan berpenampilan. Bagaimana orang tersebut menentukan cara
bertingkah laku yang baik atau buruk didasari dengan bagaimana orang tersebut membedakan
antara mana yang indah dan mana yang tidak indah. (Poedjawiyatna, 1996:13) Penilaian tingkah
laku seseorang berdasarkan indah tidaknya perilakunya disebut dengan penilaian estetis.
Sebagian orang sering mengartikan bahwa orang yang bertingkah laku baik adalah orang yang
berperilaku indah. Artinya, indah dan baik adalah 2 hal yang bernilai sama bahkan kadang
dimaknakan sama. Dari penjabaran diatas dapat kita lihat beberapa keterkaitan yang cukup erat
antara Logika, Etika, dan Estetika.

Referensi:

Anwar L.Ph., Wadjiz, 1980, Filsafat Estetika, Nur Cahaya,  Yogyakarta.

Bertens, K., 2002, Etika, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Poedjawiyatna, Prof. Ir., 1996, Etika: Filsafat Tingkah Laku, Rineka Cipta, Jakarta

Sachari, Agus, 1989, Estetika Terapan, NOVA, Bandung.

Sunoto, 1985, Mengenal Filsafat Pancasila: Pendekatan Melalui Metafisika, Logika, Etika, PT.
Hanindita, Yogyakarta.

1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai