Menurut wikipedia etika itu berasal dari yunani kuno “ethikos” artinya “timbul dari
kebiasaan”. Secara metodologis tidak setiap hal menilai perbuatan bisa disebut sebagai
etika, etika adalah suatu sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam menjalankan refleksi.
Oleh sebab itulah etika merupakan suatu ilmu yang objeknya itu berupa manusia. Berbeda
dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti tingkah laku manusia, etika juga mempunyai sudut
pandang normatif, maksudnya adalah melihat dari sudut baik dan buruknya mengenai
perbuatan manusia.
Pengertian etika secara umum adalah suatu peraturan atau norma yang bisa digunakan
sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan
buruk yang dilakukan oleh seorang serta merupakan suatu kewajiban dan tanggungan
jawab moral.
Pengertian Etiket adalah sesuatu yang dikenal, diketahui, diulang, dan menjadi kebiasaan
dalam sebuah masyarakat, baik berwujud kata-kata maupun suatu bentuk perbuatan nyata.
Perbedaan Etika dan Etiket
© emaze .com
Dilihat dari segi asala kata Etika “ethos” ⇔ etiket “etiquette”
Etika berlaku ada maupun tidak ada saksi ⇔ etiket berlaku sebab adanya saksi
mata
Etika bersifat absolut ⇔ etiket relatif
Cara pandang etika ke batiniah ⇔etiket lebih ke lahiriah
Secara makna etika norma tentang perbuatan ⇔ etiket aturan yang dijalankan
Dalam rangka menjernihkan istilah, maka kita harus perhatikan lagi apa perbedaan antara
“etika” dan “etiket”. Sering kali dua istilah ini dicampuradukkan begitu saja, padahal
perbedaan di antaranya sangat hakiki.
“Etika” di sini berarti “moral” sedangkan “etiket” berarti “sopan santun” (tentu saja di
samping arti lain “secarik kertas yang ditempelkan pada botol atau kemasan barang”).
Apabila kita melihat dari asal usulnya, sebetulnya tidak ada kaitannya antara du aistilah
tersebut. Hal inilah yang menjadi lebih jelas, jika dibandingkan bentuk kata bahasa Inggris,
yaitu ethics dan etiqiette.
Jenis-jenis Etika
© ciputraceo .net
Dilihat dari jenisnya setidaknya terdapat 3 jenis etika yaitu etika filosofis, teologis, dan relasi
dari ke dua etika tersebut. Berikut penjelasannya.
Etika Filososfis
Secara harfiah etika filosofis itu bisa dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan
berfilsafat atau berpikir, yang dikerjakan manusia. Oleh karena itu sebenarnya etika
termasuk bagian dari filsafat.
Karena termasuk filsafat maka ketika berbicara etika tidak bisa dilepaskan dari filsafat, dari
sini diambil kesimpulan bahwa jika seseorang ingin mengetahui unsur-unsur etika maka ia
harus bertanya juga perihal unsur-unsur filsafat. Di bawah ini akan dijelaskan 2 sifat etika.
1. Non Empiris
Ilmu empiris adalah sebuah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun
berbeda dengan filsafat (tidak demikian), filsafat berusaha melampaui yang konkret yang
seakan-akan menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret.
Begitupun dengan etika yang tidak berhenti terhadap apa yang konkret secara faktual
dilakukan, tapi bertanya perihal apa yang mesti dikerjakan dan apa yang tidak boleh
dikerjakan.
2. Praktis
Berbagai cabang filsafat membicarakan tentang sesuatu “yang ada”. Seperti contoh filsafat
hukum mempelajari apa itu hukum. Namun tak demikian, etika tidak terbatas hanya itu saja
melainkan bertanya seputar “apa yang harus dilakukan”.
Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat yang sifatnya praktis, sebab langsung
berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan. Akan tetapi perlu diingat
bahwa bukanlah praktis dalam artian menyajikan resep-resep siap pakai.
Etika juga tidak mempunyai sifat teknis melainkan reflektif, maksudnya adalah etika hanya
menganalisa tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, serta hak dan kewajiban dll.
Etika Teologis
Dalam hal ini terdapat 2 hal yang mesti diingat, pertama etka teologis bukan hanya milik
agama tertentu melainkan setiap agama dapat memiliki etika ini secara masing-masing.
Contoh dalam etika Kristen misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari
presuposis-presuposis mengenai Allah atau yang Illah, juga memandang kesusilaan
bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah.
Sebab itulah Jongeneel menyebut “etika teologis” sebagai “etika transenden dan etika
teosentris”. Etika teologis Kristen mempunyai objek sama dengan etika secara umum yaitu
tingkah laku manusia.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi
sistem nilai yang dianut.
1. Revisionisme
Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354 – 430) ia menyatakan bahwa etika teologis
bertugas untuk merevisi yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.
2. Sintetis
Jawaban kedua ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225 – 1274) yang menyintesiskan
etika filosofis dan teologis sedemikian rupa, sampai kedua jenis etika ini mempertahankan
identitas masing-masing, menjadi satu hal baru.
Akhirnya akan diperoleh hasil berupa etika filosofis menjadi lapisan bawah yang sifatnya
umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.
3. Diaparalelisme
Jawaban terakhir ini kemukakan oleh F.E.D. Schleiermacher tahun (1768 – 1834) yang
menganggap kedua etika tersebut sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal ini bisa
diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar.
Kemudian ada pendapat menyatakan perlunya suatu hubungan yang dioalogis antara
keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya akan terjalin, bukan hanya
saling menatap dari dua horizon yang pararel saja.
Sehingga diharapkan dengan adanya hubungan ini bisa mencapai suatu tujuan bersama
yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana seharusnya menjalani hidup.
Pengertian kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi didalam melaksanakan tugas
profesinya dan didalam hidupnya di masyarakat. Kode etik juga diartikan sebagai suatu ciri profesi yang bersumber
dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pengetahuan komprehensif suatu profesi
yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
5. Hukum
Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak mempunyai arti, kalau tidak
dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan erat dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang
abstrak saja tanpa adanya hukum. Contoh bahwa mencuri itu adalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis
ini berakar di masyarakat maka harus diatur dengan hukum.
Menurut Bertens, ada beberapa perbedaan antar hukum dan moral:
Hukum
Moral
1. Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab undang-undang, mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat
obyektif.
1. Moral bersifat subyektif, tidak tertulis dan mempunyai ketidakpastian lebih besar.
2. Hukum membatasi pada tingkah laku lahiriah saja dan hukum meminta legalitas.
2. Moral menyangkut sikap batin seseorang.
3. Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi.
3. Moral tidak bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari Tuhan.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara, masyarakat atau negara dapat merubah hukum. Hukum
tidak menilai moral.
4. Moral didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara, masyarakat dan negara tidak
dapat merubah moral. Moral menilai hukum.
1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit atau
instusi pelayanan kesehatan.
2. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
3. Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi.
4. Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan keinginannya.
5. Pasien berhak mendapatkan ;nformasi yang meliputi kehamilan, persalinan, nifas dan bayinya yang baru
dilahirkan.
6. Pasien berhak mendapat pendampingan suami atau keluarga selama proses persalinan berlangsung.
7. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan seuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan
yang berlaku di rumah sakit.
8. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat kritis dan pendapat etisnya
tanpa campur tangan dad pihak luar.
9. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second
opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengatahuan dokter yang merawat.
10. Pasien berhak meminta atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.
11. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:
1. Penyakit yang diderita
2. Tindakan kebidanan yang akan dilakukan
3. Alternatif terapi lainnya
4. Prognosisnya
5. Perkiraan biaya pengobatan
6. Pasien berhak men yetujui/mem berikan izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan
dengan penyakit yang dideritanya.
7. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta
perawatan atas tanggungjawab sendiri sesuadah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
1. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
2. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak
mengganggu pasien lainnya.
3. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit.
4. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
5. Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus mal-praktek.
2. Kewaiiban Pasien
3. Hak Bidan
4. Kewajiban Bidan
1. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tat tertib rumah sakit atau
institusi pelayanan kesehatan.
2. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang merawatnya.
3. Pasien dan atau penangungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah
sakit atau institusi pelayanan kesehatan, dokter, bidan dan perawat.
4. Pasien dan atau penangggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu disepakati/perjanjian yang
telah dibuatnya.
1. Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang pelayanan kesehatan.
3. Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan peraturan
perundangan dan kode etik profesi.
4. Bidan berhak atas privasi dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga
maupun profesi lain.
5. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
6. Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk mmingkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
7. Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.
1. Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan
rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
2. Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan menghormati
hak-hak pasien.
3. Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian
sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga.
5. Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai dengan
keyakinannya.
1. Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien.
2. Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan serta risiko yang
mungkiri dapat timbul.
3. Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed consent) atas tindakan yang akan dilakukan.
4. Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.
5. BidanwajibmengikutiperkembanganIPTEKdanmenambahilmupengetahuannya melalui pendidikan formal
atau non formal.
Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secra timbal balik dalam memberikan asuhan
kebidanan
Kode Etik Profesi Bidan
Kode etik profesi bidan merupakan suatu ciri profesi bidan yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal
suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif pofesi bidan yang memberikan tuntunan bagi anggota
dalam melaksanakan pengabdian profesi.
Kode etik profesi bidan hanya ditetapka oleh organisasi profesi, Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Penetapan harus
dalam Konggres IBU. Kode etik profesi bidan akan mempunyai garuh dalam menegakkan disiplin di kalangan
profesi bidan.
Kode etik bidan Indonesia tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia (IBI) X tahun
1988, dan petunjuk pelaksanaan disyahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991. Kode etik bidan
Indonesia terdiri atas 7 bab, yang dibedakan atas tujuh bagian :
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir).
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir).
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir).
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir).
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir).
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir).
7. Penutup (1 butir).
Menurut Standar Profesi Bidan 2007, terdapat beberapa pada bagian 5, yaitu kewajiban bidan terhadap diri sendiri
(dari 2 butir menjadi 3 butir).
E. Kode Etik Bidan Indonesia
Sesuai keputusan Menteri Kesehatan Rupublik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar profesi
bidan, didalamnya terdapat Kode Etik Bidan Indonesia adalah merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari
nilai-nilai internal dan ekternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi.
KEWAJIBAN TERHADAP KLIEN DAN MASYARAKAT
1. Setiap bidan senatiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam
melaksanakan tugas pengabdiannya.
2. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang
utuh dan memelihara citra bidan.
3. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai
dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
4. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan
menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
5. Setiap bidan dalam menjalankan tugas senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat
dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan
mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
KEWAJIBAN TERHADAP TUGASNYA
1. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan
kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
2. Setiap bidan berkewajiban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan
termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
3. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila
diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP SEJAWAT DAN TENAGA KESEHATAN LAINNYA
1. Setiap bidan harus menjalin hubungan yang baik dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja
yang serasi.
2. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga
kesehatan lainnya.
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP PROFESINYA
1. Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan
kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
2. Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat
meningkatkan mutu dan citra profesinya.
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP DIRI SENDIRI
1. Setiap bidan wajib memelihara kesehatannva agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
2. Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
3. Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP PEMERINTAH NUSA, BANGSA DAN TANAH AIR
1. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam
bidan kesehatan khususnya dalam pelayanan KIA/ KB dan kesehatan keluarga.
2. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk
meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Kata “etika” dalam bahasa yunani adalah “ethos”
(tunggal), yang berarti kebiasaan
-
kebiasaan tingkah laku
manusia, adab, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara
berfikir serta “ ta etha”(jamak), yang berarti adab kebiasaan.
Dalam bahasa inggris, “ethics”,
berarti ukuran tingkah
laku atau perilaku manusia yang baik, tindakan yang tepat,
yang harus dilaksanakan oleh manusia sesuai dengan moral pada
umumnya.
Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.
2.2 Pe
ngertian Etiket
Tata cara (adab sopan santun dll) dimasyarakat beradab
dalam memelihara hubungan baik diantara sesama manusia.
Definisi etiket, menurut para pakar ada beberapa
pengertian, yaitu merupakan kumpulan tata cara dan sikap baik
dalam pergaulan an
tar manusia yang beradab. Pendapat lain
mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang
disetujui oleh masyarakat ter¬tentu dan menjadi norma serta
panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang
baik dan menyenangkan
2.3 Pengert
ian Moral
Kata moral berasal dari bahasa latin yaitu mos
(jamak:mores) yang berarti kebiasaan, adat. Moral mempunyai
etimologi yang sama dengan etik, karena keduanya mengandung
arti adat kebiasaan, meskipun bahasa asalnya berbeda.
6
Moral adalah ajaran
tentang baik atau buruk yang diterima
secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dll; akhlak,
budi pekerti, asusila.
2.4 Pengertian Hukum
Peraturan, undang
-
undang atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau
pemer
intah.
Hukum adalah peraturan perundang
-
undangan yang dibuat
oleh suatu kekuasaan, dalam mengatur pergaulan hidup dalam
masyarakat.
2.5 Persamaan dan Perbedaan Etika, Etiket, Moral
2.5.1
Persamaan Etika dan Etiket
Keduanya menyangkut perilaku manusia
Etik
a dan etiket mengatur perilaku manusia secara
normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan
dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau
tidak boleh dilakukan.
Perbedaan Etika dan Etiket
1.
Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan ma
nusia.
Etiket menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang
diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan
tertentu.Etika tidak terbatas pada cara melakukan sebuah
perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu
sendiri. Etika menyangkut masalah ap
akah sebuah perbuatan
boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2.
Etiket hanya berlaku untuk pergaulan.Etika selalu berlaku
walaupun tidak ada orang lain. Barang yang dipinjam harus
dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.
3.
Etiket bersifat relatif. Yang
dianggap tidak sopan dalam
sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam
7
kebudayaan lain.Etika jauh lebih absolut. Perintah
seperti “jangan berbohong”, “jangan mencuri” merupakan
prinsip etika yang tidak dapat ditawar
-
tawar.
4.
Etiket hanya memadang man
usia dari segi lahiriah saja
sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam. Penipu
misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket namun
menipu. Orang dapat memegang etiket namun munafik
sebaliknya seseorang yang berpegang pada etika tidak
mungkin munaf
ik karena seandainya dia munafik maka dia
tidak bersikap etis. Orang yang bersikap etis adalah
orang yang sungguh
-
sungguh baik.
2.5.2
Persamaan Etika dan Moral
Pada dasarnya secara konseptual etika dan moral mempunyai
arti yang serupa, yaitu sama
-
sama
membicarakan mengenai
perbuatan dan prilaku manusia ditinjau dari sudut pandang
nilai baik dan tidak baik (buruk).
Mempunyai fungsi yang sama yaitu : Bagaimana dan kemana kita
harus melangkah dalam hidup.
Perbedaan Etika dan Moral
Meskipun secara
etimologi arti kata etika dan moral mempunyai
pengertian yang sama, tetapi tidak persis dengan moralitas.
Etika semacam penelaah terhadap aktivitas kehidupan manusia
sehari
-
hari, sedangkan moralitas merupakan subjek yang menjadi
penilai benar atau tidak. b
eberapa perbedaan etikadan moral
adalah:
1.
Moral mengajarkan apa yang benar sedangkan etika
melakukan yang kebenaran
2.
Moral mengajarkan bagaimana seharusnya hidup sedangkan
etika berbuat atau bertindak sesuai dengan apa yang telah
diajarkan dalam pendidikan m
oral.
8
3.
Moral menyediakan “rel” kehidupan sedangkan etika
berjalan dalam “rel”kehidupan.
4.
Moral itu rambu
-
rambu kehidupan sedangkan etika mentaati
rambu
-
rambu kehidupan.
5.
Moral itu memberikan arah hidup yang harus ditepumpuh
sedangkan etika berjalan sesuai ara
h yang telah
ditetapkan (menuju arah )
6.
Moral itu seperti kompas dalam kehidupan sedangkan etika
memperhatikan dan mengikuti arah kompas dalam menjalani
kehidupan .
7.
Moral ibarat peta kehidupan sedangkan etika mengikuti
peta kehidupan
8.
Moral itu pedoman kehid
upan sedangkan etika mengiuti
pedoman
9.
Moral tidak bisa dimanipulasisedangkan etika bisa
dimanipulasi
10.
Moral itu aturan yang wajib ditaati oleh setiap
orang sedangkan etika sering berorientasi pada sikon
,motif ,tujuan,kepentingan ,dsb
2.5.3
Persamaan Etika dan Hu
kum
1.
Etika dan hukum memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk
mengatur terib dan tentramnya pergaulan hidup dalam
masyarakat.
2.
Mengandung hak dan Kewajiban anggota
-
anggota masyarakat,
agar tidak saling merugikan.
3.
Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi.
4.
Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan
pengalaman anggota senior
9
Perbedaan Etika dan Hukum
1.
Etika berlaku untuk lingkungan profesi. Hukum berlaku
untuk umum.
2.
Etika disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi.
Hukum disusun oleh badan
pemerintahan.
3.
Etika tidak seluruhnya tertulis. Hukum tercantum secara
terinci dalam kitab undang
-
undang dan lembaran atau
berita negara.
4.
Sanksi terhadap pelanggaran etika berupa tuntunan. Sanksi
terhadap pelanggaran hukum berupa tuntutan.
5.
Penyelesaian pela
nggaran etika tidak selalu disertai
bukti fisik. Penyelesaian pelanggaran hukum bukti fisik.
2.5.4
Perbedaan Etiket dengan Moral
Etiket
1.
Etiket menyangkut tata cara suatu perbuatan harus
dilakukan.
2.
Etiket memandang manusia dari segi lahiriah.
3.
Etiket hanya berlak
u untuk pergaulan
Moral
1.
Untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan kelakuan
seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku
2.5.5
Persamaan Moral dengan Hukum
Hukum dan moral mempunyai persamaan dalam pengetahuan
perbuatan manusia. Hukum mengatur perbu
atan manusia sesuai
dengan pengaturan yang berlaku dan ditetapkan oleh penguasa
atau negara yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan dalam
10
masyarakat, memberi perlindungan dan keamanan, sedangkan moral
juga memiliki peraturan
-
peraturan yang mengatur per
buatan
manusia ditinjau dari perilaku yang baik dan buruk. Akhirnya,
dapat disimpulkan bahwa wajib hukum adalah wajib yang datang
dari luar diri manusia, sedang wajib moral adalah wajib yang
datang dari dalam diri manusia.
Perberdaan Moral dengan Hukum
1.
Hukum lebih dikondifikasikan daripada moralitas, artinya
dituliskan dan secara kurang lebih sistematis disusun
dalam kitab undang
-
undang. Karena itu norma yuridis
mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat lebih
objektif. Sebaliknya norma moral bersifat
lebih subjef
dan akibatnya lebih banyak diganggu oleh diskusi
-
diskusi
yang mencari kejelasan tentang apa yang dianggap etis
atau tidak etis. Tentu saja di bidang hukum pun terdapat
banyak diskusi dan ketidakpastian tetapi di bidang moral
ketidakpastian ini
lebih besar karena tidak ada pegangan
tertulis.
2.
Hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja,
sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
3.
Sanksi yang berkaitan dengan hukum berlainan dengan
sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum
untuk
sebagian besar dapat dipaksakan; orang yang melanggar
hukum akan mendapat sanksi/hukuman. Tetapi norma
-
norma
etis tidak dapat dipaksakan. Menjalankan paksaan dalam
bidang etis tidak efektif juga. Sebab paksaan hanya dapat
menyentuh bagian luar saja,
sedangkan perbuatan
-
perbuatan
etis justru berasal dari dalam. Satu
-
satunya sanksi dalam
bidang moralitas adalah hati nurani yang tidak tenang
karena menuduh si pelaku tentang perbuatannya yang kurang
baik.
11
4.
Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akh
irnya
atas kehendak negara. Juga kalau hukum tidak secara
langsung berasal dari negara seperti hukum adat maka
hukum itu harus diakui oleh negara supaya berlaku sebagai
hukum. Moralitas didasarkan pada norma
-
norma moral yang
melampaui para individu dan mas
yarakat. Dengan cara
demokratis ataupun cara lain masyarakat dapat mengubah
hukum tetapi tidak pernah masyarakat mengubah atau
membatalkan suatu norma moral. Masalah etika tidak dapat
diputuskan dengan suara terbanyak.
12
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Jika
kita
membicarakan
etika, kita
tidak
bias
terlepas
dari
masalah moral dan
hukum, karena
ketiganya
berhubungan
erat
dan
saling
memengaruhi
satu
sama lain.
F.A Moeloek (2002) Menyatakan
bahwa
etika, moral, dan
hokum
merupakan the guardian
s
(
pengawal) bagi
kema
nusiaan.Ketiganya
mempunyai
tugas
dan
kewenangan
untuk
memanusiakan
manusia
dan
memperadab
manusia