Anda di halaman 1dari 9

Nama :Yollanda Issaura

NIM :19519334045

Absen :05

Kelas :F

Prodi :Tata Rias dan Kecantikan

1.Secara etimologis, istilah paradigma pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata
“para” yang artinya di sebelah atau pun di samping, dan kata “diegma” yang artinya teladan,
ideal, model, atau pun arketif. Sedangkan secara terminologis, istilah paradigma diartikan
sebagai sebuah pandangan atau pun cara pandang yang digunakan untuk menilai dunia dan alam
sekitarnya, yang merupakan gambaran atau pun perspektif umum berupa cara – cara untuk
menjabarkan berbagai macam permasalahan dunia nyata yang sangat kompleks.

2. Pancasila sebagai Paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan,
kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan
kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi ‘yang
menyandangnya’. Yang menyandangnya itu di antaranya:

a)      bidang politik,
b)      bidang ekonomi,
c)      bidang social budaya,
d)     bidang hukum,
e)      bidang kehidupan antar umat beragama,
 *  PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut
Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu
pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar
dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan,
tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian
berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi,
sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu
dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan
segala hal dalam kehidupan manusia.
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi
dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di
Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif
bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau
persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok
ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia
menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut
mempunyai ciri-ciri, antara lain:
·         susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
·         sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial    
·         kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan
martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara
singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
a. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik
bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik
harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak
dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat.
Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai
pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter Berdasar hal itu,
sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila).
Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada
sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia
dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan,
dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara
dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan
bermoral.

Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat


sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-
nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-
terbalik:
·         Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya,  
agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
·         Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan
keputusan;
·         Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan persatuan;
·         Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil
dan beradab;
·         Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan
(keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi
kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional
(berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna
industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat
informasi adalah:
·         nilai toleransi;
·         nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
·         nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);   
·         bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
b. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem
ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan (
sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan
pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan.
Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial,
makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang
hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi
demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui
kepemilikan individu. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai
subjek.
Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan
ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang
berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem
ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas,
monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan,
penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila
Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan
Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan
Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi  atau pembangunan Sistem
Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar
kemakmuran/kesejahteraan rakyat – yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional
yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru
yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih
memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup
koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi.
Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit
pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan
keadilan dan pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan
mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis,
transparan, dan partisipatif. Dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang
demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi
warga atau meningkatkan kepastian hukum.
c. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari
hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.
Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan
bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia
tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat
kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi
human.
Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar
penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam si seluruh wilayah
Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Perlu ada pengakuan dan
penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia
sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian,
pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan
ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma
pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu
diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping
hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila
Kedua). Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara
dan hak asasi individu.
Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang
mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan
demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi sukubangsa tetapi justru akan
memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan
nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila
Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup
menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai
puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan-kebudayaan di
daerah: (1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan
komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa; (2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara
Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya; (3)
Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad
masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa
yang berdaulat; (4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan
masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini
sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan
perorangan; (5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang
membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
d. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab
tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh
komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Sistem pertahanan yang bersifat
semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta
dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan
berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada
kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari
rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan
bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima
bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di
dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu: (1) adanya
perlindungan terhadap HAM, (2) adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan (3)
adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai
dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat  rumusan Pancasila,
Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari
hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif.
Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya,
Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Hukum
tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan peraturan perundang-
undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (silasila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum
(baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan
beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan
atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum
merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan
perwujuan aspirasi rakyat).
e. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama
 Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan
predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia
adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis,
bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik
Indonesia kita. Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan
karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang
terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas
penduduk  Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat
beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam
menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.

Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif
Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1.      Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas
(ummatan wahidah).
2.      Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan
komunitAs lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
·         Bertentangga yang baik
·         Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
·         Membela mereka yang teraniaya
·         Saling menasehati
·         Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan: 1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama
warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama; dan 2) pemupukan
semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta
saling membantu dalam menghadapi musuh bersama.
Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.)
misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada
bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama. Hal ini didasarkan pada postulat
bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang
berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik,
maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.                                                 
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula
bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina
kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela”
di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga”
di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam
masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang
saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog
Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling
pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang
indeterminis dan interdependen. Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang
menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang
bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang
berbudaya.

3.Arti penting pancasila untuk masyarakat dan Negara Indonesia sebab sekarang ini bangsa
Indonesia menghadapi banyak persoalan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seolah taka
da habisnya dari persoalan pilkada yang banyak menyisakan persoalan, masalah anak muda yang
seolah kehilangan jati dirinya yang akhirnya terjebak pada seks bebas, narkoba, banyaknya
pejabat yang korupsi, tawuran pelajar, mahasiswa, tawuran antar warga masyarakat, munculnya
radikalisme dimana-mana, persoalan rumah tangga yang kian banyak, kekerasan dan persekusi,
aparat keamanan yang kurang tegas dan sebagainya masih banyak persoalan lainnya.

Salah satu faktor penyebabnya Pancasila sebagai idiologi negara cenderung ditafsirkan secara
sepihak oleh penguasa dan telah ditafsirkan sedemikian rupa untuk mempertahankan kekuasaan.
Nilai-nilai Pancasila, nilai agama, nilai budaya bangsa tidak dijadikan sumber etika dalam
berbangsa dan bernegara, sehingga terjadilah konflik budaya. Sementara hukum yang bersumber
pada Pancasila belum menjadi Panglima. 
Perlu disadari bersama, ternyata hingga saat ini Bangsa Indonesia masih kurang menyadari arti
pentingnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Sebagai bangsa
Indonesia mestinya kita harus bersyukur karena kita memiliki Pancasila. Selama ini Pancasila
hanya dipahami dalam tataran kulitnya saja. Pancasila belum dicintai, disayang, dilaksanakan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila hanya dijadikan label bangsa Indonesia ,
sedangkan jiwanya jauh dari Pancasila. Padahal Pancasila telah terbukti dapat mempersatukan
bangsa Indonesi yang ber-bhinneka tunggal ika. Telah berkali-kali Pancasila hendak
ditumbangkan tetapi ternyata Pancasila tetap berdiri tegak. Begitu pentingnya Pancasila yang
kita gali dari bumi Indonesia ini merupakan dasar negra, pandangan hidup bangsa, jiwa dan
kepribadian bangsa, tujuan, perjanjian luhur bangsa ini.
 Pancasila sebagai Dasar Negara yang dipergunakan untuk dasar mengatur kehidupan
bernegara. Telah diletakkan Fondasi/dasar Negara ini adalah Pancasila. Bagaikan gedung
pencakar langit yang dibangun diatas fondasi yang kuat, demikian NKRI ini berdasar Pancasila.
Maka segala peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila. Oleh karenanya Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Pancasila menjadi sumber hukum bagi sumber hukum yang lainnya. Sumber hukum lainnya
yaitu UUD 1945, Proklamasi 17 agustus 1945, Supersemar, Dekrit Presiden 5 juli 1959.
 Pancasila menjadi Pandangan hidup bangsa Indonesia.Pancasila itu menjadi pedoman atau
petunjuk dalam kehidupan bangsa Indonesia yang masyarakatnya majemuk ini dalam mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin .
 Pancasila menjadi jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia yang memberikan ciri atau corak
yang khas bagi bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain.
 Pancasila itu menjadi tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia yaitu masyarakat yang
adil dan makmur, yang merata materiil maupun spirituil. Kita bangsa Indonesia mempunyai cita-
cita bersama untuk menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Sedangkan tujuan Negara Indonesia lebih lanjut , melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia.
 Pancasila itu menjadi suatu perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil
rakyat Indonesia menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan dan membuktikan
kebenarannya setelah diuji oleh perjuangan bangsa. 
 Pancasila menjadi paradigma pembangunan nasional, artinya Pancasila itu menjadi ukuran,
tolok ukur keberhasilan pembangunan.Keberhasilan pembangunan tidak saja dinilai dari sisi
ekonomi tetapi segi-segi yang lain.
Begitulah secara garis besarnya, pentingnya Pancasila dalam kehidupan ini, maka kita sebagai
bangsa Indonesia wajib mendukung dengan menghayati, mengamalkan Pancasila.

4.Fungsi paradigma masing-masing sila pancasila


1. Sebagai Jiwa Bangsa Indonesia.Di Indonesia, Pancasila sebagai jiwa Bangsa sehingga
masyarakat Indonesia menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya.

2. Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia.Bangsa Indonesia memiliki keunikan tersendiri


yang menjadi kepribadiannya dan menjadi pembeda dengan negara lain. Keunikan tersebut
diwujudkan dalam perilaku dan sikap mental masyarakat Indonesia yang berlandaskan kepada
Pancasila.

3. Sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum.Hukum yang berlaku di Indonesia bersumber
dari Pancasila. Dengan kata lain, semua hukum yang berlaku tidak bertentangan dengan
Pancasila yang menjadi dasar negara.

4. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.Pancasila berfungsi sebagai


pandangan hidup bangsa Indonesia dan sebagai petunjuk berperilaku dalam kehidupan sehari-
hari.

5. Sebagai Dasar Negara Indonesia.Dalam pengaturan pemerintahan Negara dan kehidupan


bermasyarakat di Indonesia, harus selalu berlandaskan pada Pancasila.

6. Sebagai Perjanjian Luhur Bangsa IndonesiaPancasila merupakan hasil perjuangan dan


perjanjian bersama rakyat dengan para pendiri bangsa Indonesia.

Karenanya, seluruh elemen masyarakat Indonesia harus membela, mendukung, dan


memperjuangkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai