Anda di halaman 1dari 7

REPUBLIKA.CO.

ID, JAKARTA -- Salah satu unsur kejayaan peradaban


Islam adalah sains dan teknologi. Bidang ini mengalami beberapa fase,
mulai dari kemunculannya, penyebaran, kemajuan, hingga kemunduran.
Untuk menunjukkan kemajuan sains dan teknologi Islam pada masa
keemasannya, cukuplah kiranya menyebut nama-nama, seperti Jabir bin
Hayyan, al-Kindi, al-Khawarizmi, ar-Razi, al-Farabi, at-Tabari, al-Biruni,
Ibnu Sina, dan Umar Khayyam. Tak seorang pun, baik di Timur ataupun di
Barat, yang meragukan kualitas keilmuan mereka.

Lantas, apa faktor-faktor yang menunjang kemajuan sains dan teknologi


Islam pada masa lalu itu? Dalam pendahuluan buku Teknologi dalam
Sejarah Islam, Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill mengutarakan tujuh
faktor kemajuan sains dan teknologi Islam. Ketujuh faktor itu adalah agama
Islam, pemerintah yang berpihak pada ilmu pengetahuan, bahasa Arab,
pendidikan, penghormatan kepada ilmuwan, maraknya penelitian, dan
perdagangan internasional.

Pertama adalah agama Islam. Menurut Al-Hassan dan Hill, agama yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini memberikan dorongan yang sangat
kuat kepada umatnya untuk melakukan pencapaian-pencapaian di bidang
sains dan teknologi.

Alquran memerintahkan umat Islam agar menggunakan akalnya dalam


mengamati hakikat alam semesta. Perintah semacam itu di antaranya
termaktub dalam surah Arrum [30] ayat 22; Albaqarah [2] ayat 164; Ali
Imran [3] ayat 190-191; Yunus [10] ayat 5; dan al-An'am [6] ayat 97. Firman
Allah SWT juga sering disertai pertanyaan afala ta'qilun dan afala
tatafakkarun (tidakkah kamu sekalian berpikir).

Di samping itu, Islam telah menyatukan seluruh umatnya yang menyebar


dari Cina hingga Samudra Atlantik di bawah pengaruh satu bahasa dan
ilmu pengetahuan. Dengan demikian, semua orang bebas mengembara ke
berbagai kota pusat ilmu pengetahuan, seperti Baghdad, Kairo, Cordoba,
dan lain-lain, untuk belajar.
Kedua, pemerintah yang berpihak pada ilmu pengetahuan. Howard R
Turner dalam Sains Islam yang Mengagumkan mengatakan bahwa
pencapaian di bidang sains dan teknologi sudah menjadi ciri-ciri umum
semua dinasti Islam, baik itu dinasti kecil maupun besar. Hampir di setiap
kota Islam, ketika itu, terdapat gerakan Arabisasi dan penerjemahan. Di
samping itu, juga didirikan akademi-akademi, observatorium, dan
perpustakaan.

Ketiga, bahasa Arab. Sejak awal pemerintahan Dinasti Umayyah, ilmu


pengetahuan dari Yunani dan India diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Menurut Al-Hassan dan Hill, para sultan ketika itu sepenuhnya menyadari
bahwa tidak mungkin ilmu pengetahuan berkembang di dunia Islam jika
ilmu-ilmu tersebut tertulis dalam bahasa non-Arab.

Melalui aktivitas terjemahan itu, ilmu pengetahuan menyebar tidak hanya di


kalangan penguasa dan intelektual, tetapi juga di masyarakat awam.
Melalui penerjemahan itu pula, muncul banyak istilah sains dan teknologi
yang baru dari bahasa Arab. Bahkan, bahasa ini dapat dipakai untuk
mengekspresikan istilah-istilah ilmu pengetahuan yang paling rumit
sekalipun.

Keempat, pendidikan. Untuk memacu laju perkembangan ilmu


pengetahuan itu, para khalifah mendirikan sekolah-sekolah, lembaga
pendidikan tinggi, observatorium, dan perpustakaan. Perpustakaan yang
sangat terkenal pada masa Dinasti Abbasiyah bernama Bayt Al-Hikmah
(Rumah Kearifan).

Perpustakaan ini, seperti dicatat banyak sejarawan Islam, memberikan


sumbangan yang penting dalam penerjemahan karya-karya ilmuwan dari
Yunani dan India ke dalam bahasa Arab. Salah seorang penerjemah buku-
buku matematika dari Yunani adalah Tsabit bin Qurrah (836-901).

Kelima, penghormatan kepada ilmuwan. Al-Hassan dan Hill mencatat


bahwa para ilmuwan pada era keemasan Islam mendapatkan perhatian
yang besar dari kerajaan. Para ilmuwan masa itu dipenuhi kebutuhan
finansialnya, bahkan diberi uang pensiun. Kebijakan ini diambil supaya
mereka bisa mencurahkan waktu sepenuhnya untuk kegiatan mengajar,
membimbing murid, menulis, dan meneliti.

Keenam, maraknya penelitian. Kerajaan mendorong para ilmuwan untuk


melakukan penelitian di berbagai bidang. Salah satu contohnya adalah
riset ilmu matematika oleh al-Khawarizmi. Sang ilmuwan telah
menghasilkan konsep-konsep matematika yang begitu populer dan masih
tetap digunakan hingga sekarang. Angka nol yang ada saat ini kita kenal
merupakan hasil penemuannya. Angka ini dibawa ke Eropa oleh Leonardo
Fibonanci dalam karyanya Liber Abaci.

Ketujuh, perdagangan internasional. Perdagangan internasional menjadi


sarana komunikasi yang efektif antarperadaban dan mempercepat proses
kemajuan teknologi. Misalnya, karena maraknya kegiatan dagang antara
bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain di dunia, ditemukanlah teknologi
navigasi.

Demikian gambaran sekilas perkembangan sains dan teknologi Islam. Al-


Hassan dan Hill menggarisbawahi bahwa kemajuan sains dan teknologi
umat Islam pada masa itu ditentukan oleh stabilitas politik dan ekonomi.

Tak mengherankan bila dengan ketujuh faktor itu, dunia Islam menjadi
magnet bagi Barat untuk menggali berbagai ilmu pengetahuan dalam
Islam. Mulai dari pertanian, perkebunan, kedokteran, perbintangan,
kesehatan, kedokteran, matematika, fisika, dan lain sebagainya.

Sayangnya, kemajuan ilmu pengetahuan Islam itu tak berlanjut hingga kini.
Sebab, dunia Barat yang mulai menguasai ilmu pengetahuan Islam
mengambil celah, bahkan mengancam kekhalifahan Islam yang mulai
bermasalah karena persoalan internal.

Serangan bangsa Barbar dari Asia Tengah menjadi salah satu tanda
kemerosotan sains dan teknologi Islam. Hal ini disebabkan lemahnya
politik dan ekonomi umat Islam di Irak.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu unsur kejayaan peradaban
Islam adalah sains dan teknologi. Bidang ini mengalami beberapa fase,
mulai dari kemunculannya, penyebaran, kemajuan, hingga kemunduran.
Untuk menunjukkan kemajuan sains dan teknologi Islam pada masa
keemasannya, cukuplah kiranya menyebut nama-nama, seperti Jabir bin
Hayyan, al-Kindi, al-Khawarizmi, ar-Razi, al-Farabi, at-Tabari, al-Biruni,
Ibnu Sina, dan Umar Khayyam. Tak seorang pun, baik di Timur ataupun di
Barat, yang meragukan kualitas keilmuan mereka.

Lantas, apa faktor-faktor yang menunjang kemajuan sains dan teknologi


Islam pada masa lalu itu? Dalam pendahuluan buku Teknologi dalam
Sejarah Islam, Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill mengutarakan tujuh
faktor kemajuan sains dan teknologi Islam. Ketujuh faktor itu adalah agama
Islam, pemerintah yang berpihak pada ilmu pengetahuan, bahasa Arab,
pendidikan, penghormatan kepada ilmuwan, maraknya penelitian, dan
perdagangan internasional.

Pertama adalah agama Islam. Menurut Al-Hassan dan Hill, agama yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini memberikan dorongan yang sangat
kuat kepada umatnya untuk melakukan pencapaian-pencapaian di bidang
sains dan teknologi.

Alquran memerintahkan umat Islam agar menggunakan akalnya dalam


mengamati hakikat alam semesta. Perintah semacam itu di antaranya
termaktub dalam surah Arrum [30] ayat 22; Albaqarah [2] ayat 164; Ali
Imran [3] ayat 190-191; Yunus [10] ayat 5; dan al-An'am [6] ayat 97. Firman
Allah SWT juga sering disertai pertanyaan afala ta'qilun dan afala
tatafakkarun (tidakkah kamu sekalian berpikir).

Di samping itu, Islam telah menyatukan seluruh umatnya yang menyebar


dari Cina hingga Samudra Atlantik di bawah pengaruh satu bahasa dan
ilmu pengetahuan. Dengan demikian, semua orang bebas mengembara ke
berbagai kota pusat ilmu pengetahuan, seperti Baghdad, Kairo, Cordoba,
dan lain-lain, untuk belajar.
Kedua, pemerintah yang berpihak pada ilmu pengetahuan. Howard R
Turner dalam Sains Islam yang Mengagumkan mengatakan bahwa
pencapaian di bidang sains dan teknologi sudah menjadi ciri-ciri umum
semua dinasti Islam, baik itu dinasti kecil maupun besar. Hampir di setiap
kota Islam, ketika itu, terdapat gerakan Arabisasi dan penerjemahan. Di
samping itu, juga didirikan akademi-akademi, observatorium, dan
perpustakaan.

Ketiga, bahasa Arab. Sejak awal pemerintahan Dinasti Umayyah, ilmu


pengetahuan dari Yunani dan India diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Menurut Al-Hassan dan Hill, para sultan ketika itu sepenuhnya menyadari
bahwa tidak mungkin ilmu pengetahuan berkembang di dunia Islam jika
ilmu-ilmu tersebut tertulis dalam bahasa non-Arab.

Melalui aktivitas terjemahan itu, ilmu pengetahuan menyebar tidak hanya di


kalangan penguasa dan intelektual, tetapi juga di masyarakat awam.
Melalui penerjemahan itu pula, muncul banyak istilah sains dan teknologi
yang baru dari bahasa Arab. Bahkan, bahasa ini dapat dipakai untuk
mengekspresikan istilah-istilah ilmu pengetahuan yang paling rumit
sekalipun.

Keempat, pendidikan. Untuk memacu laju perkembangan ilmu


pengetahuan itu, para khalifah mendirikan sekolah-sekolah, lembaga
pendidikan tinggi, observatorium, dan perpustakaan. Perpustakaan yang
sangat terkenal pada masa Dinasti Abbasiyah bernama Bayt Al-Hikmah
(Rumah Kearifan).

Perpustakaan ini, seperti dicatat banyak sejarawan Islam, memberikan


sumbangan yang penting dalam penerjemahan karya-karya ilmuwan dari
Yunani dan India ke dalam bahasa Arab. Salah seorang penerjemah buku-
buku matematika dari Yunani adalah Tsabit bin Qurrah (836-901).

Kelima, penghormatan kepada ilmuwan. Al-Hassan dan Hill mencatat


bahwa para ilmuwan pada era keemasan Islam mendapatkan perhatian
yang besar dari kerajaan. Para ilmuwan masa itu dipenuhi kebutuhan
finansialnya, bahkan diberi uang pensiun. Kebijakan ini diambil supaya
mereka bisa mencurahkan waktu sepenuhnya untuk kegiatan mengajar,
membimbing murid, menulis, dan meneliti.

Keenam, maraknya penelitian. Kerajaan mendorong para ilmuwan untuk


melakukan penelitian di berbagai bidang. Salah satu contohnya adalah
riset ilmu matematika oleh al-Khawarizmi. Sang ilmuwan telah
menghasilkan konsep-konsep matematika yang begitu populer dan masih
tetap digunakan hingga sekarang. Angka nol yang ada saat ini kita kenal
merupakan hasil penemuannya. Angka ini dibawa ke Eropa oleh Leonardo
Fibonanci dalam karyanya Liber Abaci.

Ketujuh, perdagangan internasional. Perdagangan internasional menjadi


sarana komunikasi yang efektif antarperadaban dan mempercepat proses
kemajuan teknologi. Misalnya, karena maraknya kegiatan dagang antara
bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain di dunia, ditemukanlah teknologi
navigasi.

Demikian gambaran sekilas perkembangan sains dan teknologi Islam. Al-


Hassan dan Hill menggarisbawahi bahwa kemajuan sains dan teknologi
umat Islam pada masa itu ditentukan oleh stabilitas politik dan ekonomi.

Tak mengherankan bila dengan ketujuh faktor itu, dunia Islam menjadi
magnet bagi Barat untuk menggali berbagai ilmu pengetahuan dalam
Islam. Mulai dari pertanian, perkebunan, kedokteran, perbintangan,
kesehatan, kedokteran, matematika, fisika, dan lain sebagainya.

Sayangnya, kemajuan ilmu pengetahuan Islam itu tak berlanjut hingga kini.
Sebab, dunia Barat yang mulai menguasai ilmu pengetahuan Islam
mengambil celah, bahkan mengancam kekhalifahan Islam yang mulai
bermasalah karena persoalan internal.

Serangan bangsa Barbar dari Asia Tengah menjadi salah satu tanda
kemerosotan sains dan teknologi Islam. Hal ini disebabkan lemahnya
politik dan ekonomi umat Islam di Irak.

Anda mungkin juga menyukai