Anda di halaman 1dari 10

PENDIDIKAN KARAKTER DAN ANTI KORUPSI

Urgensi Pendidikan Karakter Anti Korupsi Di Indonesia Dan Revitalisasi


Nilai Pancasila Dalam Pendidikan Karakter Anti Korupsi

Oleh

NAMA : FITRIANI

NIM : A24118077

KELAS :A

Dosen pengampu :
Drs. H. Muhammad Ali, M.si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2020
I. TUJUAN
1. mengetahui urgensi pendidikan karakter dan anti korupsi di Indonesia
2. mengetahui revitalisasi nilai pancasila dalam pendidikan karakter dan anti korupsi

II. PEMBAHASAN
1. Urgensi pendidikan karakter dan anti korupsi di Indonesia

a. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia

Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia, karena pendidikan


karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa,
yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan,
kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan
karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif
saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Ada sebuah kata
bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama
juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya,
karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan
dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan
karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir,
dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain.

Pembentukan remaja yang berkualitas tentunya dapat di bangun dengan


pendidikan karakter. Pendidikan karakter akan mengubah cara pandang seseorang
sehingga masyarakat akan sulit untuk menerima hal-hal lain yang menyimpang.
Penanaman pendidikan karakter sejak dini akan melindungi seseorang dari perilaku-
perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma agama dan sosial. Sebaliknya, jika
penanaman pendidikan karakter tidak dimulai sejak dini, maka akan sulit untuk mengubah
perilaku dan melindungi pribadi tersebut dari hal-hal yang menyimpang. Pribadi tersebut
akan mudah terpengaruh dan tidak dapat melakukan filterisasi terhadap hal-hal yang akan
masuk ke dalam dirinya. Alhasil, banyak benih-benih koruptor yang tumbuh subur di
negeri ini. Watak-watak seperti itu hanya mementingkan kepentingan pribadi serta
terkesan mengesampingkan kepentingan bersama.
Untuk menerapkan pendidikan karakter tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja,
namun semua pihak harus berkontribusi terhadap penanaman pendidikan karakter. Ketika
lingkungan sekolah selalu menanamkan pendidikan karakter, maka dalam lingkungan
masyarakat juga harus mendukung penanaman tersebut yaitu dengan berusaha selalu
menampakan hal-hal positif pada seorang anak. Para pemegang kebijakan juga harus
berperan penting dalam hal ini. Misalnya dengan memperketat izin tayangan televisi,
pengawasan terhadap media massa, serta memfasilitasi semua hal yang menyangkut
penanaman pendidikan karakter. Oleh karena itu, untuk membentuk pribadi yang unggul
dan berkarakter harus ada koordinasi yang erat antara keluarga, sekolah, masyarakat dan
pemerintah.

Perlu diingat bahwa untuk mengubah atau membentuk pribadi yang unggul dan
berkarakter tidak dapat dicapai secara instan, tetapi memerlukan proses yang panjang.
Penanaman nilai-nilai tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Jika penanaman
pendidikan karakter tersebut telah berhasil, maka kelak merekalah yang akan menjadi
pemimpin dan membangun negeri ini menjadi negeri yang ditumbuhi oleh benih-benih
generasi penerus yang berkualitas dan berkarakter.

Untuk menerapkan pendidikan karakter tentunya tidak bisa dilakukan hanya oleh
1 pihak saja. Ketika guru membentuk karakter pada diri anak, sedangkan di lingkungan
masyarakat ia melihat banyak nilai-nilai yang dilanggar, maka hanya ada dua
kemungkinan, ia tetap berpegang teguh pada nilai-nilai yang telah dipelajari di sekolah,
atau ia menanggalkan nilai-nilai tersebut dan mengikuti pelanggaran nilai-nilai yang
terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu untuk membentuk pribadi yang unggul dan
berkarakter diperlukan kerja sama dan koordinasi antara sekolah, keluarga, dan anggota
masyarakat. Sebagai lingkungan pertama bagi anak, keluargalah yang memainkan peranan
pertama. Di rumah orang tua hendakya memberikan pendidikan moral dan karakter pada
anak. Ajarkan nilai-nilai kepada anak. Orang tua bisa menggunakan pendekatan-
pendekatan khusus yang diwarnai dengan kelembutan dan kasih sayang. Ketika mengajar
anak dengan kekerasan secara tidak langsung kita mengajarkan perilaku kekerasan pada
anak yang tentu saja sangat jauh dari nilai-nilai karakter. Ketika di sekolah juga dapat
dilakukan pendidikan karakter baik secara langsung dan tidak langsung. Contohnya
mengajarkan cerita dan puisi yang di dalamnya memuat karakterisitk moral, kemudian
diskusikan dengan anak tentang nilai-nilai karakter yang melekat pada diri tokoh dan
pesan moral apa yang bisa diambil. Tentunya banyak sekali bahan-bahan yang bisa
digunakan dalam pendidikan karakter. Secara tidak langsung bisa diberikan melalui
bentuk perilaku yang dicontohkan oleh pendidik, misalnya mengucapkan salam, pendidik
menganjurkan siswa untuk antri ketika ingin pulang, dan lain sebagainya. Begitu juga di
masyarakat. Harus ada kesadaran bagi masing-masing anggota masyarakat untuk
menanamkan nilai-nilai karakter pada remaja. Pendidikan adalah tanggung jawab kita
bersama, kesuksesan suatu negara juga tidak terlepas dari peran anggota masyarakatnya.
Bersama-sama menghindari sifat individualistik dengan menjadi manusia yang peka,
ketika melihat sesuatu itu salah maka ingatkan dan ajarkan agar menjadi benar, dan ketika
melihat sesuatu yang dikerjakan itu benar maka berikan penguatan agar perilaku tersebut
menjadi relatif menetap.

b. Urgensi pendidikan anti korupsi di Indonesia

Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju


modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi
kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga
senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang
semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu
pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu
menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan
perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya
(cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi
dan tindak pidana lainnya.Salah satu penyakit terbesar di Indonesia adalah korupsi dimana
korupsi terjadi dimana-mana, tidak pandang bulu baik tingkat desa, kabupaten, provinsi
maupun pusat. Banyak sekali publik figur atau pejabat pemerintahan yang terjerat kasus
korupsi.

IstilahKorupsi berasal dari bahasa latin yaitu “corruptive” atau “corruptus”


selanjutnya. Kata corruption berasal dari kata corrummpore (suatu kata latin yang tua).
Dari bahasa latin inilah yang kemudian diikuti dalam bahasa Eropa seperti Inggris:
corruption , corrupt; Perancis: corruption ; Belanda Ccorruptie (korruptie). Dalam
ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa korupsi (dari latincorruptio= penyuapan; dan
corrumpore= merusak) yaitu gejala bahwa para pejabat badan-badan Negara
menyalahgunakan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.( IGM
Nurdjana, 11. 2010). Korupsi seakan sudah menjadi tradisi masyarakat kita, sehingga
siapapun berani melakukan tanpa pandang bulu pejabat tingkat desa, bupati, gurbernur,
DPR, bos-bos BUMN maupun menteri. Kasus korupsi di Indonesia sudah sangat
memprihatinkan. Praktik korupsi terjadi di berbagai level pemerintahan dan melibatkan
banyak kalangan. Nominal uang yang digondol para koruptor pun beragam ada yang
ratusan jutaan, miliaran, sampai yang tertinggi triliunan rupiah. Jelas, tindakan kriminal
yang satu ini merugikan negara secara ekonomi, juga moral. Ketika mereka yang
memegang kekuasaan, atau memiliki jabatan penting di instansi seharusnya memberikan
contoh yang baik, tapi ternyata malah sering menunjukkan contoh buruk. Miris dan tak
etis ketika melihat pejabat dan publik figur yang tak punya malu, tak punya persaan
terhadap rakyat. Memanfaatkan jabatan untuk melegalkan pragmatisme semata demi
keuntungan yang luar biasa.

Membrantas korupsi memang bukanlah pekerjaan yang gampang memerlukan


proses berlanjut yang harus dilaksanakan secara konsisten. Begitu berbahayanya korupsi,
maka tidak ada jalan lain kecuali semua pihak Negara menghentikan tindak korupsi
tersebut. Harus dimulai gerakan memutus mata korupsi sejak usia dini melalui pendidikan.
Pendek kata, korupsi harus mulai diberangus dari akar-akarnya melalui pendidikan,
khususnya pendidikan antikorupsi.

Pendidikan merupakan proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi


mudanya untuk meneruskan tujuan pendidikan. Sebagaimana Ki Hadjar Dewantara
memberikan pernyataan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran, dan jasmani, sehingga mampu menjadi anggota
masyarakat yang baik. Artinya, pendidikan menurut segala kekuatan kodrat yang ada pada
diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia sekaligus anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya yang bebas dari tindakan
tercela (Korupsi).

Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas.


Menurut Undang-undang Sisdiknas Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut UNESCO pendidikan
hendaknya dibangun dengan empat pilar, yaitu learning to know, learning to do, learning
to be, dan learning to live together.

Pada hakikatnya belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk menciptakan


generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia dini dalam hal ini melalui
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak
lahir hingga usia 6 tahun. Sejak dipublikasikannya hasil-hasil riset mutakhir di bidang
neuroscience dan psikologi maka fenomena pentingnya PAUD merupakan keniscayaan.
PAUD menjadi sangat penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku
seseorang terbentuk pada rentang usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia
dini sering disebut the golden age (usia emas).

Pencegahan korupsi bisa ditanamkan dan ditumbuhkembangkan sejak dini, bisa


diberikan secara langsung kepada anak usia dini, dengan cara kebiasaan baik di
lingkungan sekolah maupun keluarga, dimana hal ini menjadi penting, ketika pada usia
yang dibilang emas ini, anak akan mudah terdoktrin tatkala guru ataupun orang tua
memberi pengalaman ataupun pembelajaran yang baik sifatnya menjadi kebiasaan anak.
Menakut-nakuti akan bahayanya korupsi, memberikan contoh prilaku yang bertentengan
dengan korupsi. (mengajari untuk suka memberi/sedekah , melarang untuk meminta-minta
dan lain sebagainya). Pada hakikatnya pencegahan sejak usia dini lebih baik daripada
mengobati yang sudah dewasa.Pendidikan anti korupsi bukan Cuma berputar pada
pemberian wawasan dan pemahaman saja.Tetapi diharapkan dapat menyentuh pada ranah
avektif dan psikomotorik, yakni membentuk sikap dan perilaku anti korupsi pada anak
didik.Pengajaran pendidikan anti korupsi hendaknya menggunakan pendekatan yang
bersifat terbuka, dialogis dan dikurtif sehingga mampu merangsang kemampuan
intelektual anak didik dalam membentuk rasa keingintahuan, sikap kritis dan berani
berpendapat.

Menurut Qalbi (2011), berkaca dari usaha pemberantasan korupsi yang dilakukan
oleh pemerintah saat ini, mahasiswa terkesan dipinggirkan dan dipandang sebelah mata.
Padahal sekali lagi mahasiswa adalah pewaris syah negeri ini mereka menjadi salah satu
pilar bahkan penentu keberlangsungan bangsa dimasa mendatang. Pertama, mahasiswa
adalah golongan yang dipersiapkan untuk mengisi lapisan kekuasaan. Kedua, kebanyakan
struktur ekonomi akan diisi oleh mahasiswa. Ketiga, mahasiswa adalah golongan terdidik
dan sebagian dipersiapkan untuk menjadi pendidik.
Begitu besarnya peranan mahasiswa dimasa mendatang seharusnya menjadi
perhatian khusus oleh pemerintah terutama dalam hal pemberantasan korupsi. Usaha
pemberantasan korupsi melalui perbaikan dan penguatan peran para penegak hukum serta
reformasi sistem pemerintahan harusnya juga diiringi dengan usaha pencegahan.
Mahasiswa memiliki potensi besar untuk melakukan korupsi sekaligus meberantas korupsi
dimasa mendatang. Oleh karena itu pemberdayaan mahasiswa dalam hal pemberantasan
korupsi adalah kunci tindakan preventif (pencegahan) yang harus dilakukan.

Salah satu poin penting yang harus dilakukan pemerintah dalam hal tindakan
preventif (pencegahan) serta pemberantasan korupsi adalah dengan memberikan
Pendidikan Antikorupsi untuk merevitalisai atau membangun kembali kebanggaan terhadap
budaya anti korupsi serta moralitas mahasiswa. Suram sekali kelihatannya nasib bangsa
dikemudian hari bila pemuda hanya menjadi orang yang bebas dari sekedar buta huruf.
Ungkapan tersebut diartikan bahwa, pendidikan tidak hanya sebatas menjadikan generasi
muda (mahasiswa) melek huruf. Tapi, lebih dari itu berperan dalam enlighten
(mencerahkan), mencerdaskan, dan membuka pola pikir mahasiswa. Perguruan tinggi
sebagai tempat mahasiswa hidup dan belajar seharusnya disertakan didalamnya mengenai
pemberantasan korupsi berupa mata kuliah wajib agar tertanam semangat pemberantasan
korupsi.

2. Revitalisasi nilai pancasila dalam pendidikan karakter dan anti korupsi

Pancasila memiliki bangunan nilai-nilai yang dapat menjawab lima


persoalan dasar dalam hidup bernegara yaitu: (a) bagaimana hubungan antara
negara dan agama di negara Indonesia, (b) bagaimana hubungan antar bangsa
Indonesia dengan bangsa lain di dunia, (c) apakah hakikat negara yang hendak
didirikan itu, (d) siapakah pemilik kedaulatan dalam negara dan bagaimana
melaksanakannya, serta (e) apakah tujuan negara yang hendak didirikan itu. Dari
dimensi fleksibilitas, fakta bahwa Pancasila masih tetap dipertahankan oleh bangsa
Indonesia hingga saat ini secara tidak membuktikan daya lentur ideologi Pancasila.
Oleh karena itu tantangan terbesar dalam upaya revitalisasi nilai-nilai Pancasila
sesungguhnya adalah bagaimana memperkuat dimensi realitas ideologi Pancasila.
Wujud nyata dari implementasi nilai-nilai Pancasila harus benar-benar mampu
ditampakkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dari waktu ke waktu.

Usaha untuk mewujudkan nilai nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa


dan bernegara harus dilaksanakan melalui dua pendekatan komplementer yaitu (1)
pendekatan kultural dan (2) pendekatan struktural. Pendekatan kultural hendaknya
dilakukan untuk menyemai benih, menumbuhsuburkan dan menjaga kelestarian nilai
nilai Pancasila melalui proses pendidikan dan pembiasaan (habituasi) bagi segenap
komponen bangsa, terlebih-lebih generasi muda agar semakin kuat komitmen
kebangsaannya, semakin kuat penghayatan mereka sebagai sebuah “imagined
community” yang dipersatukan oleh keragaman yang ada. Upaya kultural itu juga
sekaligus untuk memerangi beberapa kendala revitalisasi nilai-nilai Pancasila yang
kita hadapi yaitu : (a) kuatnya in-group feeling di kalangan suku-suku bangsa, (b)
etnosentrime, dan (c) eksklusivisme. Perasaan in-group yang kuat di kalangan suku-
suku bangsa pada satu sisi memang bernilai positif namun pada sisi lain dapat
menimbulkan sikap pengutamaan segala sesuatu yang menyangkut sukunya secara
berlebihan sehingga menghambat perwujudan kesetiaan terhadap negara secara
nasional. Etnosentrime adalah paham yang memandang kebudayaan suku bangsanya
sebagai yang terbaik sementara kebudayaan suku bangsa lain dianggap rendah.
Sikap semacam ini jelas tidak mendukung upaya integrasi nasional yang
mensyaratkan adanya kesediaan dari setiap pihak untuk saling menghargai dan
menghormati kekhasan atau ciri khas pihak lain. Etnosentrisme juga dapat
mendorong lahirnya eksklusivisme, atau paham menutup diri. Eksklusivisme akan
melahirkan sikap eksklusif atau menutup diri dari lingkungan sekitar dan hanya
mengembangkan kehidupan di dalam kelompoknya sendiri.
Pendidikan dan pembiasaan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara wajib ditopang oleh penciptaan struktur kehidupan
berbangsa dan bernegara yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Dewasa ini,
sesudah lebih dari 15 tahun kita berada pada masa transisi, tampak bahwa Indonesia
telah berhasil melewati dua dari tiga tahapan mewujudkan demokrasi, yaitu “façade
democracy”, dan “electoral democracy” guna menuju “full democracy” (Haynes
2001, dalam Erb dan Sulistyanto, 2010).
Pancasila bukan sebuah bentuk aturan yang kaku dan bersifat terbuka.
Sehingga dalam implementasiannya dapat dikembangkan dalam berbagai dimensi
kehidupan dan melibatkan banyak pihak yang memiliki kepentingan sama menjaga
dan mengamalkan nilai Pancasila. Konteks mengatasi persoalan korupsi,
implementasi nilai Pancasila dapat dimulai dari kehidupan keluarga dengan
membiasakan kewajiban menjalankan ajaran agama sehingga mampu menjadi
banteng moralitas dan garda terdepan dalam menilai sebuah perbuatan baik-buruk
maupun benar-salah kelak di mata Tuhan Yang Maha Esa.

Bagaimanapun korupsi bagaikan kata pepatah nila setitik, rusak susu


sebelanga. Satu orang manusia Indonesia melakukan korupsi maka dampaknya
dirasakan seluruh masyarakat Indonesia. Perbuatan korupsi akan merusak persatuan
nasional karena mengakibatkan pembangunan nasional terhenti disebabkan dana
pembangunan dikorupsi oknum tertentu. Seorang koruptor juga menjadi teladan
buruk bagi generasi penerus, karena menciptakan nilai negatif bahwa jika ingin kaya
maka korupsilah. (Saputra, 2017) Implementasi sila pertama sampai kelima dapat
menggunakan banyak unsur kehidupan seperti keluarga, masyarakat, pemerintah
atau negara dan institusi pendidikan. Semua ini bersinergi dalam mencegah dan
menindak tegas perilaku korup di berbagai bidang kehidupan. Selain itu perlu
ditampilkan pula apresiasi terhadap personal maupun lembaga sehingga dapat
menjadi teladan bagi manusia Indonesia lainnya.

III. KESIMPULAN

Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia, karena pendidikan


karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa,
yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan,
kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan
karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif
saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.
Salah satu poin penting yang harus dilakukan pemerintah dalam hal tindakan preventif
(pencegahan) serta pemberantasan korupsi adalah dengan memberikan Pendidikan Antikorupsi
untuk merevitalisai atau membangun kembali kebanggaan terhadap budaya anti korupsi serta
moralitas mahasiswa.
Revitalisasi nilai-nilai pancasila bukanlah hal yang mustahil, walaupun juga bukan
merupakan hal yang mudah untuk dilakukan, karena tantangan terbesar dalam upaya revitalisasi
nilai-nilai pancasila sesungguhnya adalah bagaimana memperkuat dimensi realitas ideology
pancasila.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Saputra, I. (2017). Implementasi Nilai Pancasila dalam Mengatasi Korupsi di Indonesia.


PPKn, 2(1), 9–17.

Yustisia. (2014). Pemahaman Masyarakat Tentang Korupsi. Yustisia Jurnal Hukum,


3(1), 80–88. https://doi.org/10.20961/yustisia.v3i1.10124.

Hakim lukman.2019. urgensi pendidikan anti korupsi. Radar Jember. https: //


radarjember. Jawapos.com/ opini/20/11/2019/urgensi-pendidikan-anti-korupsi/.[online]
Diakses pada 4 November 2020

Sinta. 2015. Urgensi pendidikan karakter sebagai upaya perbaikan masalah moralitas
bangsa Indonesia . http: //shintaastrini. Blogspot.com/ 2015/01/urgensi-pendidikan-
karakter-sebagai.html?m=1. [online] diakses pada 4 November 2020

Anda mungkin juga menyukai