213 - Fikri Fadurrahman - Makalah Bedah Buku Pahlawan 2
213 - Fikri Fadurrahman - Makalah Bedah Buku Pahlawan 2
Perpustakaan
NIM : 3195213
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Bedah Buku ini.
Shalawat serta salam selalu kita haturkan kepada junjungan kita, nabi
Muhammad SAW. yang atas perjuangan beliau kita dapat tetap hidup dibawah
naungan cahaya rahmat dan dapat terus menuntut ilmu guna mendapat derajat
kemuliaan di sisi-Nya serta dapat lebih mengenal hakikat-Nya.
Makalah Bedah Buku ini telah disusun dan dirangkai dengan sebaik-
baiknya guna melengkapi tugas perkuliahan online pada bidang perpustakaan.
Semoga makalah ini dapat dipahami dengan baik bagi para pembacanya dan dapat
bermanfaat, baik dari penulis pribadi sebagai penyusun maupun bagi para
pembaca. Sebelumnya penulis memohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang
berkenan. Maka dari itu, penulis memohon kritik dan saran untuk
kedepannya.demi perbaikan di masa mendatang.
Penulis
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar .................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3 Tujuan.............................................................................................. 2
1.4 Manfaat...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Gagasan Utama................................................................................................. 3
2.2 Sub-Sub Tema................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
4.1 Simpulan..................................................................................... 18
4.2 Saran......................................................................................... 19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Buku tulisan John Roosa dengan judul asli Pretext for Mass Murder: The
September 30th Movement and Suharto’s Coup d’Etat in Indonesia. Atau dalam
terjemahan bahasa Indonesia berjudul Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30
September dan Kudeta Suharto, sangat menarik untuk dikaji/review. Penulis
memilih buku ini karena buku tersebut sepengatahuan penulis merupakan buku
tentang G-30S terbaru yang ditulis penulis asing.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Perwira tertinggi diantara anggota G-30-S mengapa bukan beliau yang
memimpin mengingat jejak rekor hebatnya saat memegang komando.
Pada bab keempat “Sjam dan Biro Chusus”, merupakan perwakilan PKI
langsung dalam gerakan ini. Sjam adalah sosok kepercayaan D.N. Aidit (ketua
PKI), tapi dicurigai pula sebagai agen intelijen angkatan darat. Sjam-lah yang
mengkoordinir jalannya gerakan G-30-S lalu diterjemahkan oleh Soeharto dan
Angkatan Darat, bahwa semua relawan serta afiliasi PKI terlibat. Biro Chusus
sendiri merupakan tim intelijen PKI yang juga berhubungan secara rahasia
dengan Angkatan Darat. Anehnya banyak anggota bahkan sampai dewan
pimpinan tidak mengetahui keberadaan BC.
Pada bab kelima “Aidit, PKI, dan G-30-S”, merupakan pemaparan apakah
Aidit selaku pimpinan PKI memegang peran penting. Ternyata di dalam bab
ini Aidit digambarkan seperti sosok pemimpin yang dikelabui oleh orang
kepercayaannya, Sjam. Peran Aidit hanya sampai menyetujui karena beliau
“percaya” kematangan rencana Sjam.
4
Pada bab ketujuh,”menjalin cerita baru”. Semua dokumen dari setiap bab
dirangkai kembali sehingga menjadi sebuah kisah yang mendekati kronologis
G-30-S.
5
sendiri, tapi justru oleh bagian berita stasiun RRI. Ini merupakan awal dari
serangkaian panjang ketidaksesuaian antara apa yang tampak dan apa yang
nyata.
6
Peta 1. Lapangan Merdeka
7
saat siaran radio yang pertama tersiar, pasukan-pasukan ini sudah
melaksanakan tugas mereka di balik selubung kegelapan. Mereka
berkumpul di Lubang Buaya sepanjang malam pada tanggal 30 September
dan mendapat perintah untuk menculik tujuh jenderal yang diduga anggota
Dewan Jenderal. Pasukan dibagi menjadi tujuh kelompok, dan setiap
kelompok diperintahkan untuk menangkap seorang jenderal dari rumahnya
dan membawanya ke Lubang Buaya. Berbagai kelompok ini naik truk
sekitar pukul 3.15 pagi buta dan berangkat menuju pusat kota yang
berjarak waktu tiga puluh sampai empat puluh lima menit. Sebagian besar
kelompok menuju daerah Menteng, tempat kediaman banyak pejabat
tinggi pemerintah. Sasaran mereka ialah Jenderal A.H. Nasution (Menteri
Pertahanan), Letnan Jenderal Achmad Yani (Panglima Angkatan Darat),
lima Staf Umum Angkatan Darat: Mayor Jenderal S. Parman, Mayor
Jenderal Mas Tirtodarmo Harjono, Mayor Jenderal R. Suprapto, Brigadir
Jenderal Soetojo Siswomihardjo, dan Brigadir Jenderal Donald Ishak
Pandjaitan.
8
Nasution, kembali dengan ajudannya saja. Di tengah kekalutan
penggerebekan, pasukan menembak anak perempuan Nasution yang
berumur lima tahun dan seorang prajurit kawal yang berada di depan
rumah sebelahnya, yaitu rumah Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II)
Johannes Leimena. Nasution berhasil melompati tembok belakang
kediamannya dan bersembunyi di rumah tetangga, yaitu Duta Besar Irak.
Walaupun terjadi kegemparan di Menteng akibat bunyi tembak-
menembak, tujuh kelompok penculik berhasil dengan cepat kembali ke
Lubang Buaya tanpa dikenali atau dikejar. Sampai selambat-lambatnya
sekitar pukul 5.30 pagi G-30-S telah menahan enam orang jenderal dan
satu orang letnan di suatu sudut terpencil yang kurang dikenal di kota
Jakarta.
9
menyatakan ia bermaksud memberi tahu Sukarno tentang G-30-S dan meminta
kepadanya agar mengambil tindakan terhadap Dewan Jenderal. Barangkali
rencana G-30-S adalah membawa jenderal-jenderal yang diculik ke istana
dan meminta presiden agar mengesahkan penahanan terhadap mereka,
serta memerintahkan pengadilan terhadap mereka atas tindakan makar.
Atau G-30-S mungkin hendak membawa Sukarno ke Halim untuk bertemu
dengan jenderal-jenderal itu di sana. Dalam pemberitaan pertama mereka,
yang disiarkan pada sekitar pukul 7.15 pagi, G-30-S menyatakan bahwa
Presiden Sukarno “selamat dalam lindungan Gerakan 30 September.”
Agaknya G-30-S berniat memberikan perlindungan terhadap presiden
entah di istana atau di Halim. Sementara Supardjo bersama dua komandan
batalyon sedang menunggunya, Sukarno dibawa kembali ke istana dari
rumah istri ketiganya, Dewi, tempat ia bermalam. Pejabat komandan
pasukan kawal istana, Kolonel H. Maulwi Saelan, melalui radio
menghubungi pasukan kawal Sukarno dan meminta agar mereka menjauhi
istana karena banyak pasukan tak dikenal yang ditempatkan di depan
istana. Saelan mengirim pesan radio dari rumah istri keempat Sukarno,
Harjati, di kawasan Grogol. Sejak pagi ia telah pergi ke rumah Harjati
untuk mencari Sukarno. Atas saran Saelan presiden dan para pengawalnya
langsung menuju rumah Harjati. Mereka tiba di sana sekitar pukul 7.00
pagi.
10
menghubungi perwira-perwira lain dalam pasukan kawal istana. Tugas
menjaga istana di waktu malam bergilir di antara empat satuan kawal;
masing-masing dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian mempunyai satu detasemen
yang diperbantukan untuk istana. Pada malam itu giliran jatuh pada satuan
dari Angkatan Darat, yaitu Untung dan anak buahnya. Mereka seharusnya
sudah mengetahui pada sekitar tengah malam bahwa presiden tidak
bermalam di istana. Untung, seperti juga Saelan, dari pengalaman tentu
sudah mengetahui bahwa presiden sering tidur di rumah para istrinya.
Dengan pengetahuan bersama dari sekitar enam puluh orang prajurit
pengawal presiden yang ada di dalam G-30-S, bagaimana mungkin
Untung tidak dapat melacak keberadaan Sukarno? Ini merupakan
keganjilan yang jarang mendapat perhatian: seorang perwira tinggi dalam
pasukan kawal presiden, memimpin aksi untuk menyelamatkan presiden,
tidak mengetahui lokasi sang presiden, padahal pengetahuan tentangnya
merupakan unsur yang sangat penting dalam seluruh rencana. Dengan
demikian G-30-S bekerja dengan tujuan yang saling berselisih. Sekitar
pukul 4.00 pagi G-30-S menempatkan pasukan di depan istana yang
kosong, membuat Sukarno menjauhi istana, sehingga mengakhiri harapan
bahwa misi Supardjo akan berhasil.
11
tetap menjadi presiden di dalam pemerintahan yang baru ini? Mengapa
sebuah gerakan yang ingin mengganti pemerintah tidak menggelar
pasukan untuk menguasai ibu kota sesuai dengan prosedur klasik dalam
kudeta? Mengapa gerakan ini tidak menculik Mayor Jenderal Suharto atau
bersiap untuk menghadapi pasukan-pasukan yang ada di bawah
komandonya? Sehingga membuat Gerakan 30 September terlihat sebagai
kemelut yang kusut tanpa kepaduan.
12
3. Bab Tiga (Dokumen Suparjo)
13
menghadapi penalaran yang mendasari keputusan-keputusan tertentu. Di
sinilah ketidaktahuannya tentang diskusi-diskusi dan rapat-rapat
perencanaan sepanjang pekan-pekan sebelumnya menjadi penyebab dari
keterbatasan analisisnya. Selain itu, ia tidak banyak mengetahui tentang
status G-30-S di Jawa Tengah, provinsi tempat gerakan ini paling kuat.
Supardjo berusaha sangat rasional di dalam menuliskan analisisnya: pada
bagian pertama naskah ia laporkan peristiwa-peristiwa yang
disaksikannya, kemudian pada bagian kedua ia tuliskan pemahamannya
tentang peristiwa-peristiwa itu. Tentu saja, bisa jadi ia salah menangkap
peristiwa-peristiwa tertentu atau salah menafsirkan apa yang ia tangkap.
14
ada. Menurut dokumen Supardjo, Sjam adalah organisator utama Gerakan
30 September. Menurut Hasan, ia bawahan setia Aidit. Jika dua
keterangan itu benar, maka dapat diduga bahwa Aidit lebih dari sekadar sosok
lugu yang mudah tertipu dalam G-30-S. Sampai di sini pertanyaan yang belum
terjawab adalah apakah Aidit yang memprakarsai G-30-S dan memberi
perintah kepada Sjam untuk melaksanakannya (sebagaimana diklaim versi
rezim Suharto) atau ia mengizinkan Sjam bekerja dengan para perwira
militer dengan anggapan para perwira itulah yang memimpin G-30-S? Apa
yang diketahui Aidit tentang hubungan antara anggota-anggota Biro
Chusus dan para perwira militer? Apa yang diceritakan Sjam kepadanya?
Informasi apa yang didengar Aidit dari sumber-sumber lain mengenai
kecenderungan para perwira yang ikut dalam G-30-S? Apakah Aidit sang
dalang yang memerintahkan dan menyelia setiap gerak-gerik Sjam?
Ataukah Aidit seorang pendukung G-30-S dan mendapat kesan bahwa
para perwira militerlah yang mendalangi aksi?
15
jenderal dengan Amerika) merancang suatu aksi rahasia (entah apa) untuk
mengatasi Soekarno dkk.
16
BAB III
3.1 Tampilan
1. Desain Buku
Buku Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan
Kudeta Suharto karya John Roosa yang sudah diamati oleh penulis ini
memiliki desain buku yang sederhana layaknya buku bertema sejarah
lainnya, namun tetap menarik untuk dibaca karena membahas tentang G-
30-S yang hingga saat ini masih banyak misteri yang belum terpecahkan.
2. Cover Buku
Cover buku ini sangat sederhana seperti desainnya, berlatar
bangunan yang sudah hancur akibat perang dengan nuansa warna merah
yang menggambarkan suasan mencekam pada masa itu.
3.2 Isi
1. Tata Bahasa
Pemaikaian huruf, penulisan huruf, penulisan kata, dan
penggunaan tanda baca cukup bagus. Dibuku ini penulis mendapat ilmu
baru dari penggunan tanda baca titik 2 (:).
2. Gaya Penulisan
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
18
ini sehingga hal tersebutlah yang dapat dikatakan sebagai latar belakang
atau jalan untuk mengambil kekuasaan penuh.
4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah dengan
sumber–sumber yang lebih banyak dan dapat di pertanggung jawabkan.
19