Anda di halaman 1dari 29

7

Konsep Dan Asuhan Keperawatan Teoritis Diare Pada Anak

Oleh: M.Irvan Verdyan, Ulfa Zakyiah, Viony Aurora

A. Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun)
terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare.
Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional
fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 2 juta anak
didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan
salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar pada balita.
Diare merupakan salah satu penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di
negara yang sedang berkembang dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk,
persediaan air yang tidak adekuat, kemiskinan, dan pendidikan yang terbatas (WHO,
2013). Setiap tahun di dunia terdapat 1 dari 5 anak meninggal akibat diare (UNICEF,
2009). Pada tahun 2012 di dunia sebanyak 2.195 anak meninggal setiap hari akibat diare
(CDC, 2012). Berdasarkan pada Riskesdas tahun 2013 di Indonesia period prevalence
diare adalah sebanyak 3,5% lebih kecil dibanding Riskesdas tahun 2007 sebanyak 9%.
Penurunan prevalensi ini diasumsikan pada tahun 2007 pengumpulan data tidak
dilakukan secara serentak, sementara tahun 2013 pengumpulan data dilakukan secara

132
serentak (Riskesdas, 2013). Prevalensi diare di Indonesia pada usia >15 tahun adalah
sebanyak 30,1%, sedangkan prevalensi diare pada usia <15 tahun sebanyak 21,9%
(Rahman et al., 2016).
Suratmaja pada tahun 2007 menyebutkan bahwa pada kasus penyakit diare akut,
mikroorganisme akan masuk ke saluran cerna, kemudian mikroorganisme akan
berkembang biak karena telah mampu melewati asam lambung. Mikroorganisme tersebut
akan membentuk racun kemudian menyebabkan rangsang terhadap mukosa usus yang
menyebabkan munculnya hiperperistaltik. Sekresi cairan pada tubuh inilah yang
mengakibatkan terjadinya penyakit diare (Daviani Prawati & Nasirul Haqi, 2019)
Faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit diare adalah faktor lingkungan,
faktor perilaku pada masyarakat, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang diare serta
malnutrisi. Contoh dari faktor-faktor lingkungan yang buruk misalnya kondisi sanitasi
yang tidak memenuhi syarat maupun fasilitas sarana prasarana air bersih yang tidak
memadai. Faktor-faktor perilaku masyarakat seperti jarang mencuci tangan ketika akan
makan dan setelah buang air besar serta melakukan pembuangan tinja dengan cara yang
salah. Tanpa pemberian air susu ibu secara eksklusif terutama selama 4 sampai 6 bulan
pertama dapat meningkatkan risiko terjangkit penyakit diare lebih besar (Daviani Prawati
& Nasirul Haqi, 2019).

B. Anatomi Sistem Pencernaan

133
Sistem pencernaan berurusan dengan penerimaan makanan dan
mempersiapkannya untuk diasimilasi tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas bagian-
bagian berikut:

1. Mulut 7. Pankreas
2. Faring dan Esofagus 8. Hati
3. Lambung 9. Kandung Empedu
4. Usus halus
5. Usus besar
6. Rektum dan Anus
Selain itu mulut memuat gigi untuk mengunyah makanan, dan lidah yang
membantu untuk cita rasa dan menelan. Beberapa kelenjar atau kelompok kelenjar
menuangkan cairan pencerna penting kedalam saluran pencernaan (Pearce, 2010).
Kelenjar ludah ( kelenjar salivari) dengan saluran yang masuk kedalam mulut.
Kelenjar ludah adalah kelenjar majemk betandan, yang berarti atas gabungan kelompok
dan alveoli bentuk kantong dan membentuk lubang-lubang kecil. Saluran-saluran dari
setiap alveolus bersatu mebentuk saluran yang lebih besar dan menghanta sekretnya ke
saluran utama dan melalui ini sekret dituangkan kedalam mulut. Kelenjar ludah yang
utama ialah kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis. Deras aliran saliva
dirangsang oleh adanya makanan dalam mulut, melihat, membaui, dan memikirkan
makanan. Saliva atau ludah adalah cairan yang bersifat alkali. Ludah mengandung musin,
enzim pencerna zat tepung, yaitu ptialin, dan sedikit zat padat.
Seluruh saluran pencernaan dibatasi selaput lendir (membran mukosa), dari bibir
sampai ujung akhir esofagus, ditambah lapisan-lapisan epitelium.
Selama dalam proses pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat
sederhana yang dapat diserap dan digunakan sel jaringan tubuh. Berbagai perubahan sifat
makanan terjadi karena kerja berbagai enzim yang terkandung dalam berbagai cairan
pencerna. Setiap jenis zat ini mempunyai tugas khusus menyaring dan bekerja atas satu
jenis makanan dan tidak mempunyai pengaruh terhadap jenis lainnya.
Pitalin (amilase ludah) misalnya bekerja hanya atas gula dan tepung, sedangkan
pepsin hanya atas protein. Satu jenis cairan pencera, misalnya cairan pankreas, dapat
mengandung beberapa enzim dan setiap enzim bekerja hanya atas satu jenis makanan.

134
Enzim ialah zat kimia yang menimbulkan peubahan susunan kimia terhadap zat
lain tanpa enzim itu sendiri mengalami suatu perubahan. Untuk dapat bekerja secara baik,
berbagai enzim tergantung adanya garam, mineral, dan kadar asam atau menyimpan
kadar alkali yang tepat.
Adapun organ-organ sistem pencernaan:
1. Mulut

Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran percernaan. Terdiri atas dua
bagian. Bagian luar yang sempit atau testibula, yaitu ruang antara gusi serta gigi dengan
bibir dan pipi, dan bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi disisi-sisinya oleh
tulang maksilaris dan semua gigi, dan disebelah belakang bersambung dengana awal
faring. Atap mulut oleh palatum, lidah terletak dilantainya dan terikat pada tulang hioid.
Digaris tengah sebuah lipatan membran mukosa (frenulum linguas) menyambung lidah
dengan lantai mulut. Dikedua sisi terletak papila sublingualis, yang memuat lubang
kelenjar ludah sub mandibularis. Sedikit eksternal dari papila ini terletak lipatan
sublingualis, tempat lubang-lubang kelenjar ludah sublingualis bermuara (Pearce, 2010).
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium berlapis-lapis. Dibawahnya terletak
kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat kaya akan pembuluh
darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensori.

Bibir terdiri atas dua lipatan daging yang membentuk gerbang mulut. Disebelah luat
ditepi kulit dan sebelah dalam ditepi selamput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris
menutup bibir ; levator anguli oris mengangkat, dan deresor anguli oris menekan ujung
mulut. Tempat bibir atas dan bawah bertemu membentuk sudut mulut.

135
Palatum (langit-langit) terdiri atas dua bagian, yaitu palatum keras yang tersusan atas
tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris, dan lebih kebelakang terdiri
atas dua tulang palatum. Dibelakang ini terletak palatum lunak, yang merupakan lipatan
menggantung yang dapat bergerakdan terdiri atas jaringan fibrus dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan otonya sendiri. Ditengah palatum lunak menggantung keluar
sbuat prosesus berbentuk kerucut, yaitu uvula. Dari sini tiang-tiang lengkungan (fauses)
melengkung kebawah, kesamping kiri dan kanan, dan diantara tiang-tiang ini terdapat
lipatan rangkap otot dan selaput lendir yang disebelah kanan dan kiri memuat tongsil.

Pipi membentuk sisi berdaging pada wajah dan menyambung dengan bibir mulai pada
lipatan nasolabial, berjalan dari sisi hidung kesudut mulut. Pipi dilapisi dari dalam oleh
mukosa yang mengandung papila-papila. Otot yang terdapat pada pipi yaitu buksinator.

Gigi geligi dan pengunyahan. Terdapat dua kelompok gigi, yaitu gigi sementara atau
gigi sulung dan gigi tetap. Terdapat 20 gigi sulung, 10 pada setiap rahang. Dari tengah
kedua sisi beturut-turut dinamai 2 insisivus atau gigi seri, 1 kanina atau gigi taring, dan 2
molar dan geraham. Gigi tetap lebih banyak yaitu 32, 16 pada setiap rahang. Dari tengah
kesamping berturut-turut disebut: 2 insisifus, 1 taring, 2 primolar(geraham depan), dan 3
molar (geraham belakang). Sebuah gigi mempunyai mahkota, leher, dan akar. Mahkota
gigi menjulang diatas gigi, lehernya dikelilingi gusi, dan akarnya berada di bawahnya.
Gigi dibuat dari bahan yang sangat keras yaitu dentin. Didalam pusat strukturnya terdapat
rongga pulpa. Pulpa gigi berisi sel jaringan terikat,pembuluh darah, dan serabut saraf.
Bagian gigi yang menjulang di atas gusi ditutupi email, yang jauh lebih keras daripada
dentin.

Pengunyahan. Mengunyah ialah dan menggiling maanan antara gigi atas dan bawah.
Gerakan lidah dan pipi membantu memindah-mindahkan makanan lunak ke palatum
keras dan ke gigi-gigi. Otot utama untuk mengunyah ialah maseter, otot temporalis dan
otot pterigoid medial dan lateral.

136
2. Faring Dan Esofagus

Faring atau tekak terletak dibelakang hidung, mulut, dan laring atau tenggorokan.
Faring berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan membran berotot atau muskulo
membran nosa, dengan bagian terlebr disebelah atas dan berjalan dari dasar tengkorak
ampai diketinggian vertebra servikal ke 6, yaiu ketinggian tulang rawan krikoid, tempat
faring bersabung dengan esofagus. Pada ketinggian ini faring juga bersambung dengan
trakea dengan batang tenggorokan. Panjang faringkira-kira 7 cm dan dibagi atas 3 bagian:
a. Nasofaring, dibelakang hidung.di dinding pada daerah ini terdapat lubang saluran
eustakhius. Kelenjer-kelenjer adenoid terdapt pada nasofaring.
b. Faring oralis, terletak dibelakang mulut. Kedua tonsil ada di dinding lateral
daerah faring ini.
c. Faring laringeal ialah bagian terendah yang telertak dibelakang laring (Pearce,
2010).

Struktur faring. Dinding faring tersusun atas 3 lapis yaitu lapisan mukosa, lapisan
fibrosa, dan lapisan berotot. Lapisan mukosa yang terletak paling dalam, tersambung
dengan lapisan dalam hidung, dan saluran eusthakius. Lapisan dalam pada bagian atas
faring. Lapisan dalam pada bagian atas faring ialah epitalium saluran pernafasan dan
bersambung dengan epiytalium hidung. Bagian bawah faring yang tersambung dalam
mulut dilapisi epitalium berlapis. Lapisan fibrosanya terletak antara lapisan mukosa dan
lapisan berotot. Otot utama pada faring ialah otot konstriktor, yang berkontksi sewaktu
makan masuk ke faring dan medorongnya kedalam usofagus.

137
Kedua tonsil merupakan dua kumpilan jaringan limfosit yang terletak dikanan dan kiri
faring diantara tiang-tiang lengkung fauses. Tonsil dijelajahi pembuluh darah dan
pembuluh limfe dan mengandung banyak limfosit. Permukaan tonsil ditutpi dengan
membran mukosa yang besambung dengan bagian bawah faring. Tonsil bekerja pada
garis pertahanan dalam infeksi yang tersebar dalam hidung, mulut dan tenggorokan.

Esofagus adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya 20-25 cm, diatas dimulai dari
faring, sampai pintu masuk kardiak lambung di bawah. Terletak diblakang trakea dan di
depan tulang punggung. Setelah melalui toraks, menembus diagfragma masuk kedalam
abdomen, dan menyambung dengan lambung. Esofagus berdidinng 4 lapis disebelah luar
terdiri atas jaringan ikat yang renggang, sebuah lapisan otot yang terdiri atas 2 lapis
serabut otot, yang satu berjalan longikudinal, dan yang lain sirkular, sebuah lapisan sub
mukosa, dan dipaling dalam terdapat selaput lendir dan mukosa.

3. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu kardia,
fundus dan antrium. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu
lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
Lendir melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida
menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah
protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap
infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri (Pearce, 2010).

138
Fungsi lambung:
1. Fungsi penampung makanan yang masuk melalui esophagus, menghancurkan
makanan dan menghaluskan makanan dengan gerakan peristaltic lambung dan getah
lambung
2. Fungsi baktericid: oleh asam lambung
3. Membantu proses pembentukan eritrosit: lambung mnehasilkan zat factor instrinsik
bersama dengan factor ekstrinsik dari makanan, membentuk zat yang disebut
antianemik yang berguna untuk pertukaran eritrosit yang disimpan dalma hati
(Syaifuddin, 2011).

4. Usus Halus (Usus Kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-
zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein,
gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan
otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum) (Pearce, 2010).
a. Usus duabelas jari (Duodenum)
Usus duabelas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejenum). Bagian usus

139
duabelas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari
bulboduodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus duabelas jari merupakan
organ retroperitonial yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritonium.
PH usus duabelas jari normal berkisar pada derajat 9. Pada usus duabelas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kandung empedu. Lambung
melepaskan makanan ke dalam usus duabelas jari (duodenum), yang merupakan
bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk kedalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh,
duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.
b. Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua
belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus
kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.

c. Usus Penyerapan (Illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam empedu.

Adapun fungsi usus halus meliputi:

1. Menyekresi cairan usus untuk menyempurnakan pengolahan zat makanan di


usus halus

140
2. Menerima cairan empedu dan pancreas melalui duktus kholeducus dan duktus
pankreatikus.

3. Mencerna makanan: getah usus dan pancreas mengandung enzim pengubah


protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi gula, lemak menjadi asam
lemak dan gliserol. Dengan bantuan garam empedu nutrisi masuk ke
duodenum.

4. Mengabsorpsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam amino,
karbohidrat dalam bentuk monoksida

5. Menggerakkan kandungan usus: sepanjang usus halus oleh kontraksi


segmental pendek dan gelombang cepat yang menggerakkan kandungan usus
sepanjang usus menjadi cepat (Syaifuddin, 2011).

5. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama
organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan),
kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari
usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-

141
bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare (Pearce, 2010).
Fungsi usus besar meliputi:
1. Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa massa membentuk massa yang
lembek yang di sebut feses
2. Menyimpan bahan feses sampai saat defekasi, feses ini terdiri dari sisa makanan,
serat-serat selulosa, sel-sel epitel bakteri, bahan sisa sekresi, magnesium fosfat dan Fe
3. Tempat tinggal bakteri koli. Sebagian dari kolon berhubungan dengan fungsi
pencernaan dan sebagian lagi berhubungan dengan penyimpanan (Syaifuddin, 2011).

6. Rektum Dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di
tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan
tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan
memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang
lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih
tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.

142
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus.

7. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki 2 fungsi utama yaitu
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas
melepaskan enzim pencernaan kedalam duodenum dan melepaskan hormon kedalam
darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan
lemak. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.

8. Hati

Hati adalah sebuah organ terbesar dalam tubuh manusia. Organ ini memainkan peran
penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh. Hati juga

143
memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Vena portal terbagi menjadi
pembuluh-pembuluh kecil didalam hati. Dimana darah yang masuk diolah. Hati
melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-
zat gizi, darah dialirkan kedalam sirkulasi umum.

9. Kandung Empedu

Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml
empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Organ ini terhubungkan dengan
hati dan usus duabelas jari melalui saluran empedu. Empedu memiliki dua fungsi penting
yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, dan berperan dalam pembuangan
limbah tertentu dari tubuh terutama hemoglobin atau Hb yang berasal dari penghancuran
sel darah merah dan kelebihan kolestrerol.

C. Pengertian Diare
Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga didefinisikan
sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi lebih
banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air besar,
sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar (Dewi,
2011).
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair
(Suriadi & Yulianni, 2010).

144
Diare akut adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri,
virus, dan patogen parasitik (Wong, 2008).
Diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab seperti malabsorbsi.
Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal
atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal dengan
penyakit diare karena dengan sebutan tersebut, penyakit diare akan mempercepat
tindakan penanggulangannya (Ngastiyah, 2014).

D. Etiologi Diare
Penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam golongan:

1. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit.


2. Adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
3. Alergi.
4. Keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
5. Imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
6. Penyebab lain

Diare dapat disebabkan dari faktor lingkungan atau dari menu makanan. Faktor
lingkungan dapat menyebabkan anak terinfeksi bakteri atau virus penyebab diare.
Makanan yang tidak cocok atau belum dapat dicerna dan diterima dengan baik oleh anak
dan keracunan makanan juga dapat menyebabkan diare. Kadang kala sulit untuk
mengetahui penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh infeksi pada perut atau usus.
Peradangan atau infeksi  usus oleh agen penyebab :

1. Faktor infeksi: Bakteri, virus, parasit, kandida


2. Faktor parenteral: infeksi di bagian tubuh alin (OMA sering terjadi pada anak-anak)
3. Faktor malbabsorpsi: karbohidrat, lemak, protein
4. Faktor makanan: makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran yang
dimasak kurang matang, kebiasaan cuci tangan
5. Faktor psikologis: rasa takut, cemas (Ngastiyah, 2014).

145
E. Manifestasi Klinis
Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4kali atau lebih dalam sehari,
yang kadang disertai:
a. Mual dan muntah
b. Badan lesu atau lemah
c. Panas
d. Tidak nafsu makan
e. Darah dan lendir dalam kotoran
f. Pucat
g. Perubahan tanda-tanda vital seperti nadi dan pernapasan cepat.
h. Kram abdominal
(Suriadi & Yulianni, 2010).

F. Patofisiologi
Penyakit ini dapat terjadi karena kontak dengan tinja yang terinfeksi secara
langsung, seperti:
a. Makan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh
serangga atau terkontaminasi oleh tangan kotor.
b. Bermain dengan mainan terkontaminasi apalagi pada bayi sering memasukkan
tangan/mainan/apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan
udara sampai beberapa hari.
c. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan air yang
benar.
d. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus
enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia
Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus
pada gastroenteritis akut (Betz, 2009).

146
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah adanya peningkatan bising
usus dan sekresi isi usus sebagai upaya tubuh untuk mengeluarkan agen iritasi atau agen
infeksi. Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga
sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare dan absorpsi air serta elektrolit
terganggu. Sebagai homeostasis tubuh, sebagai akibat dari masuknya agen pengiritasi
pada kolon, maka ada upaya untuk segera mengeluarkan agen tersebut. Sehingga kolon
memproduksi mukus dan HCO3 yang berlebihan yang berefek pada gangguan mutilitas
usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri
adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa,
gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 2014).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja
a. Markoskopik dan mikroskopik
b. Ph dan kadar gula tinja
c. Biakan dan resistensi feces (color)
2. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam basa
(pernafasan kusmaoul)
3. Pemeriksaan kadar ureum kreatif untuk mengetahui faal ginjal
4. Pemeriksaa elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan fosfat (Suriadi & Yulianni,
2010).

H. Penanganan/Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Pembenaan cairan pada pasien diare dangan memperhatikan darajat dehidrasinya
dengan keadaan umum.
2. Diatetik
Pembenaan makanan dan minum khusus pada klien dangan tujuan penyembuhan
dan menjaga kesehatan. Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7 kg jenis makanan:

147
a. Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah adan asam lemak
tidak jenuh, misalnyta LLM. Almiron atau sejenis lainnya).
b. Makan setengah padat (bubur) atau makan padat (nasi tim), bila anak tidak mau
minum susu karena dirumah tidak biasa.
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditermukan misalnya susus yang
tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh
(Ngastiyah, 2014).

3. Obat-obatan
a. Obat anti sekresi
b. Obat anti sparmolitik
c. Antibiotic (Ngastiyah, 2014).

I. Komplikasi
Menurut Suharyono dalam (Nursalam, 2008), komplikasi yang dapat terjadi dari
diare akut maupun kronis, yaitu:
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (Asidosis
metabolic), Karena:
a. kehilangan natrium bicarbonate bersama tinja.
b. walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pencernaan dalam waktu yang
terlalu lama.
c. makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik adanya
hiperperstaltik.

2. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi
gangguan sirkulasi darah berupa renjatan natau syok hipovolemik. Akibat perfusi
jaringan berkurang dan terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berta sehingga dapat

148
mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera
ditolong maka penderita meninggal.

3. Hiponatremia

Anak dengan diare hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L). Hiponatremi sering terjadi
pada anakdengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman
dan efektif untuk terapi darin hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasi,
koreksi Na dilakukan berasama dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer
Laktat atau Normal.

J. Terapi Komplementer
1. Pemberian Madu
Pola penurunan jumlah frekuensi diare sejalan dengan lama diare, karena
penyebab diare yang disebabkan karena infeksi rotavirus pada beberapa penelitian
prevalensinya 30,4%-48,8% merupakan kelainan yang bersifat sembuh sendiri (self
limited desease) apabila tidak diperberat dengan kondisi imunitas yang menurun.
Terjadinya perbedaan penurunan frekuensi diare pada kelompok suplementasi madu
disbanding kelompok yang tidak mendapatkan suplementasi madu, peneliti berasumsi
berdasarkan kemampuan madu untuk membantu terbentuknya jaringan granulasi.
Memperbaiki kerusakan permukaan kripte usus dan adanya efek madu sebagai prebiotik
yang dapat menumbuhkan kuman komensal dalam usus dengan kemampuan melekat
pada enterosit mukosa usus sehingga dapat menghambat kolonisasi sejumlah bakteri
penyebab diare termasuk virus (murine dan rhesus rotavirus). Pemberian suplementasi
madu pada terapi standar pasien diare akut, disimpulkan terbukti menurunkan frekuensi
diare pada perawatan hari ke 2, 4, dan 5. Pemberian suplementasi madu pada terapi
standar pasien diare akut, terbukti memperpendek lama rawat (Cholid et al., 2016).

2. Aktivitas Musa paradisiaca (Pisang)


Investigasi farmakologis menemukan bahwa buah pisang, jus batang, bunga
mempunyai aktivitas antidiare, aktivitas antiulkus, aktivitas antimikroba, aktivitas
149
hipoglikemik, aktivitas hipokolesterolemik, aktivitas antioxidant, aktivitas diuretik,
aktivitas penyembuhan luka, aktivitas antialergi, aktivitas antimalaria. Penelitian
menyatakan bahwa Musa paradisiaca memiliki kandungan nutrisi yang bermanfaat untuk
sumber vitamin dan mineral, dan untuk keperluan dunia kesehatan. Musa paradisiaca
merupakan sumber makanan yang kaya akan potassium. Potassium berperan dalam
menjaga kerja otot dalam keadaan normal, mencegah spasme otot, dan menurunkan
tekanan darah. Musa paradisiaca juga mengandung vitamin A (berperan dalam kesehatan
gigi, tulang dan jaringan lunak), vitamin B6 (berperan dalam sistem imun), vitamin C
( perkembangan jaringan), vitamin D (menyerap kalsium). Peran Musa paradisiaca
dalam kesehatan antara lain sebagai agen laxative bila dikonsumsi di pagi hari dan
sebagai antidiare dan antidisentri. Kandungan pectin dalam Musa paradisiaca membantu
pergerakan usus kembali normal dan mengurangi konstipasi. Ethanol dari ekstrak bunga
Musa paradisiaca berperan dalam menghambat perkembangan bakteri pathogen
(B.subtilis, B.cereus, E.coli) (Larasati et al., 2016).

K. Pengkajian Keperawatan

1. Biodata

Diare akut lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak, frekuensi diare untuk neonatus >
4 kali/hari sedangkan untuk anak > 3 kali/hari dalam sehari. Status ekonomi yang rendah
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya diare pada nak ditinjau
dari pola makan, kebersihan dan perawatan. Tingkat pengetahuan perlu dikaji untuk
mengetahui tingkat perlaku kesehatan dan komunikasi dalam pengumpulan data melalui
wawancara atau interview. Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan
orang).

2. Keluhan utama
Yang membuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi klnis berupa BAB yang tidak
normal/cair lebih banyak dari biasanya.

3. Riwayat Keperawatan Sekarang

150
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan buang air cair berkali-kali baik
desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat bercampur lendir dan atau darah. Keluhan
lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat,
volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.

4. Riwayat Keperawatan Sebelumnya


Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan
yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi
(lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain.
a. Prenatal
Pengaruh konsumsi jamu-jamuan terutamma pada kehamilan semester pertama,
penyakti selama kehamilan yang menyertai seperti TORCH, DM, Hipertiroid yang
dapat mempengaruhi pertunbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim.

b. Natal
Umur kehamilan, persalinan dengan bantuan alat yang dapat mempengaruhi fungsi
dan maturitas organ vital.

c. Post natal
Apgar skor <6 berhubungan dengan asfiksia, resusitasi atau hiperbilirubinemia. berat
badan dan panjang badan untuk mengikuti pertumbuhan dan perkembangan anak
pada usia sekelompoknya. Pemberian ASI dan PASI terhadap perkembangan daya
tahan tubuh alami dan imunisasi buatan yang dapat mengurangi pengaruh infeksi
pada tubuh.
5. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan menjadi bahan pertimbangan yang penting karena setiap
individu mempunyai ciri-ciri struktur dan fungsi yang berbeda, sehingga pendekatan
pengkajian fisik dan tindakan harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Penyakit

151
Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare atau tetangga yang berhubungan
dengan distribusi penularan.

b. Lingkungan rumah dan komunitas


Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang kurang mudah
terkena kuman penyebab diare.

c. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan


BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ di sungai dan cara bermain anak
yangkurang higienis dapat mempermudah masuknya kuman lewat Fecal-oral.

d. Persepsi keluarga
Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu keputusan untuk penangan
awal atau lanjutan ini bergantung pada tingkat pengetahuan dan penglaman yang
dimiliki oleh anggota keluarga (orang tua).

7. Aktivitas sehari-hari
a. Pola makan dan Minum
Makanan yang terinfeksi, pengelolaan yang kurang hygiene berpengaruh terjadinya
diare, sehingga status gizi dapat berubah ringan sampai jelek dan dapat terjadi
hipoglikemia. Kehilangan Berat Badan dapat dimanifestasikan tahap-tahap dehidrasi.
Dietik pada anak < 1 tahun atau > 1tahun dengan Berat badan < 7 kg dapat diberikan
ASI/ susu formula dengan rendah laktosa, umur > 1 tahun dengan BB > 7 kg dapat
diberikan makanan padat atau makanan cair.
b. Pola Eliminasi
BAB (frekuensi, banyak, warna dan bau) atau tanpa lendir, darah dapat mendukung
secara makroskopis terhadap kuman penyebab dan cara penangana lebih lanjut. BAK
perlu dikaji untuk output terhadap kehilangan cairan lewat urine.
c. Pola istirahat dan Tidur
Pada bayi, anak dengan diare kebutuhan istirahat dapat terganggu karena frekuensi
diare yang berlebihan, sehingga menjadi rewel.

152
d. Pola aktivitas
Klien nampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan sekunder untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1) Subjektif: klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang.
2) Inspeksi: Keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran klien komposmentis
3) Palpasi: parase, anestesia
4) Perkusi: refleks fisiologis dan refleks patologis

b. Kepala, Mata, Hidung, Mulut


1) Subjektif: klien merasa haus, mata berkunang-kunang
2) Inspeksi: ubun-ubun tampak cekung, konjungtiva anemis, sklera icterus, pada
keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolemi reflek pupil (-), mata
cowong, nampak adanya pernafasan cuping hidung.
3) Palpasi: ubun-ubun besar sudah menutup, tekanan bola mata dapat menurun.

c. Kulit, Kuku
1) Subjektif: kulit kering
2) Inspeksi: kulit kering, sekresi sedikit, selaput mukosa kering.
3) Palpasi: tidak berkeringat, turgor kulit elastik

d. Dada (Jantung)
1) Subjektif: badan terasa panas tapi bagian tangan dan kaki terasa dingin
2) Inspeksi: pucat, tekanan vena juguralis menurun, suhu meningkat
3) Palpasi: suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart rate
meningkat karena vasodilatasi pembuluh darah, tekanan perifer menurun
sehinggan cardiac output meningkat. Frekuensi nadi meningkat
4) Perkusi: normal redup, ukuran dan bentuk jantung dalam batas normal.
5) Auskultasi: pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan sirkulasi.

153
e. Dada (Paru-paru)
1) Subjektif: sesak atau tidak
2) Inspeksi: bentuk simetris, RR meningkat
3) Palpasi: kaji adanya nyeri tekan, adanya massa, kesimetrisan ekspansi tactil
vremitus (-)
4) Auskultasi: adakah wheezing, ronchi untuk mendeteksi penyakit penyerta
seperti broncopneumonia atau infeksi lainnya.

f. Abdomen
1) Subjektif: kelaparan, haus
2) Inspeksi: kontur permukaan kulit menurun, retraksi (-), dan kesimetrisan
abdomen.
3) Auskultasi: bising usus, peristaltik usus meningkat.
4) Perkusi: mendengar adanya gas, cairan atau massa (-), hepar atau lien tidak
membesar.
5) Palpasi: adanya nyeri tekan, superfasial pembuluh darah, massa (-), hepar
dan lien tidak teraba.

g. Perkemihan
1) Subjektif: BAK sedikit lain dari biasanya
2) Inspeksi: pembesaran scrotum (-), rambut (-), BAK tidak menggunakan alat
3) Palpasi: adanya pembesaran scrotum, infeksi testis atau femosis.

h. Muskuloskletal
1) Subjektif: lemah
2) Inspeksi: klien tampak lemah, aktivitas menurun
3) Palpasi: hipotoni, kulit kering, elastisitas menurun.

L. Diagnosa Keperawatan
1. Diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi gastrointestinal (D.0020)
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare (D.0037)

154
3. Resiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif (D.0034)
4. Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (D.0019)

M. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria SIKI Intervensi Keperawatan


Keperawatan Hasil (SLKI)
1. Diare berhubungan Setelah dilakukan 1. Manajemen Manajemen Diare
dengan proses tindakan keperawatan diare (I.03101) (I.03101)
infeksi, inflamasi 3x24 jam diharapkan 2. Pemantauan 1. Identifikasi penyebab
gastrointestinal diare membaik cairan (I.03121) diare
(D.0020) SLKI: 2. Identifikasi riwayat
1. Eliminasi fekal pemberian makan
(L.04033) 3. Identifikasi gejala
invaginasi (mis
kriteria hasil: tangisan keras,
1. Control kepucatan pada bayi)
pengeluaran feses 4. Monitor tanda dan
meningkat gejala hipovolemia
2. Konsistensi feses 5. Monitor jumlah
membaik pengeluaran diare
3. Frekuensi BAB 6. Berikan asupan cairan
membaik oral seperti larutan
4. Peristaltic usus garam gula, oralit
membaik 7. Pasang jalur intravena
8. Berikan cairan
intravena jika perlu
9. Anjurkan melanjutkan
pemberian asi
10. Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses.

155
Pemantauan Cairan
(I.03121)
1. Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi
napas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu
pengisian kapiler
6. Monitor elastisitas atau
turgor kulit
7. Monitor kadar albumin
dan protein total
8. Identifikasi tanda-tanda
hipovolemia
9. Identifikasi factor
resiko
ketidakseimbangan
cairan
10. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien.

2. Resiko Setelah dilakukan 1. Pemantauan Pemantauan elektrolit


ketidakseimbangan tindakan keperawatan 3x elektrolit (I.03122)
elektrolit 24 jam diharapkan (I.03122) 1. Identifikasi
berhubungan Ketidakseimbangan 2. Manajemen kemungkinan
dengan diare elektrolit membaik elektrolit penyebab

156
(D.0037) SLKI: (I.03102) ketidakseimbangan
1. Keseimbangan elektrolit
elektrolit 2. Monitor kadar
(L.03021) elektrolit serum
2. Fungsi 3. Monitor mual,
gastrointestinal muntah dan diare
(L.03019) 4. Monitor kehilangan
cairan, jika perlu
kriteria hasil: 5. Atur interval waktu
1. Serum natrium pemantauan sesuai
membaik dengan kondisi
2. Serum kalium pasien
membaik
3. Toleransi Manajemen
terhadap makanan elektrolit (I.03102)
meningkat 1. Identifikasi tanda
4. Nafsu makan dan gejala
membaik ketidakseimbangan
5. Konsistensi feses kadar elektrolit
membaik 2. Identifikasi
penyebab
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Identifikasi
kehilangan elektrolit
melalui cairan
4. Monitor kadar
elektrolit
5. Berikan cairan, jika
perlu
6. Kolaborasi

157
pemberian suplemen
elektrolit (mis oral,
NGT, IV) sesuai
indikasi

3. Resiko Setelah dilakukan 1. Manajemen Manajemen hipovolemia


hipovolemia tindakan keperawatan hipovolemia (I.03116)
berhubungan 3x24 jam diharapkan (I.03116) 1. Periksa tanda dan
dengan kehilangan tidak terjadi hipovolemia 2. Pemantauan gejala hipovolemia
cairan secara aktif pada pasien Cairan 2. Monitor intake dan
(D.0034) SLKI: (I.03121) output cairan
1. Status cairan 3. Hitung kebutuhan
(L.03028) cairan
4. Berikan asupan cairan
kriteria hasil: oral
1. Frekuensi nadi 5. Anjurkan
membaik memperbanyak asupan
2. Tekanan darah cairan oral
membaik 6. Kolaborasi pemberian
3. Tekanan nadi IV isotonis
membaik
4. Turgor kulit Pemantauan Cairan
membaik (I.03121)
5. Intake cairan 1. Monitor frekuensi
membaik dan kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi
napas
3. Monitor tekanan
darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu

158
pengisian kapiler
6. Monitor elastisitas
atau turgor kulit
7. Monitor kadar
albumin dan protein
total
8. Identifikasi tanda-
tanda hipovolemia
9. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien.

159
DAFTAR PUSTAKA

Betz, C. L. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri (Edisi 5). EGC.

Cholid, S., Santosa, B., & Suhartono, S. (2016). Pengaruh Pemberian Madu pada Diare Akut.
Sari Pediatri, 12(5), 289. https://doi.org/10.14238/sp12.5.2011.289-95

Daviani Prawati, D., & Nasirul Haqi, D. (2019). Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Di
Tambak Sari, Kota Surabaya. Jurnal Promkes, 7(1), 35–46.
https://doi.org/10.20473/jpk.V7.I1.2019.35-46

Dewi, V. N. L. (2011). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba Medika.

Larasati, T. A., Hardita, W. A., & Dewi, I. K. (2016). Aktivitas Musa paradisiaca dalam Terapi
Diare Akut pada Anak. 1, 424–427.

Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit. EGC.

Pearce, E. C. (2010). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Rahman, H. F., Widoyo, S., Siswanto, H., & Biantoro. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Diare Di Desa Solor Kecamatan Cermee Bondowoso. Teknologi Dan
Industri, 1(1), 3.

Suriadi, & Yulianni, R. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak (Edisi 2). Sagung Seto.

Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi (Edisi 4). EGC.

Wong, D. L. (2008). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. EGC.

160

Anda mungkin juga menyukai