Anda di halaman 1dari 12

Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial,

cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang

dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh

dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan

perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang

buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila

menetap. Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat

terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat

pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka

TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat

menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume

intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-

Kellie. Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min
atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang

cukup. Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa

antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa

lebih besar tergantung pada usainya. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12

jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO

akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap

koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan
tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level

60-70 mmHg sangat rirekomendasikan untuk meningkatkan ADO.

Etiologi

Penyebab cedera kepala terdiri dari kecelakaan kendaraan bermotor,

jatuh, kecelakaan industri, serangan dan yang berhubungan dengan olah raga,

trauma akibat persalinan. Menurut Mansjoer (2011), cidera kepala penyebab

sebagian besar kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif
dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.

Klasifikasi Cedera Kepala antara lain:

Tabel 2.1 Kategori Penentuan Keparahan Cedera Kepala berdasarkan Nilai

Glasgow Coma Scale (GCS)

Penentuan

Keparahan

Deskripsi

Minor/ Ringan GCS 13 – 15

Sadar penuh, membuka mata bila dipanggil. Dapat terjadi

kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit

dan disorientasi. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusia

cerebral, hematoma.
Sedang GCS 9 – 12

Kehilangan kesadaran, namun masih menuruti perintah yang

sederhana atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24

jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

Berat GCS 3 – 8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

Juga meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma

intracranial. Dengan perhitungan GCS sebagai berikut:

 Eye : nilai 2 atau 1

 Motorik: nilai 5 atau <5

 Verbal : nilai 2 atau 1

Tabel 2.2 Skala Koma Glasgow

1. Membuka Mata
Spontan

Terhadap rangsang suara

Terhadap nyeri

Tidak ada

2. Respon Verbal

Orientasi baik

Orientasi terganggu

Kata-kata tidak jelas

Suara Tidak jelas


Tidak ada respon

3. Respon Motorik

Mampu bergerak

Melokalisasi nyeri

Fleksi menarik

Fleksi abnormal

Ekstensi
Tidak ada respon

Total 3 - 15

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringanya gejala

yang muncul setelah cedera kepala. Ada berbagai klasifikasi yang dipakai

dalam penentuan derajat cedera kepala. Menurut Judha (2011), berdasarkan

derajat penurunan tingkat kesadaran serta ada tidaknya defisit neurologik

fokal cidera kepala dikelompokan


D. Manifestasi Klinis

Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cidera kepala antara lain:

1) Skull Fracture

Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan

hidung (othorrea, rhinorhea), darah dibelakang membran timphani,

periobital ecimos (brill haematoma), memar didaerah mastoid (battle sign), perubahan penglihatan,
hilang pendengaran, hilang indra

penciuman, pupil dilatasi, berkurangnya gerakan mata, dan vertigo.

2) Concussion

Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran kurang dari 5

menit, amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah.

Contusins dibagi menjadi 2 yaitu cerebral contusion, brainsteam

contusion. Tanda yang terdapat:


a. Pernafasan mungkin normal, hilang keseimbangan secara perlahan

atau cepat.

b. Pupil biasanya mengecil, equal, dan reaktif jika kerusakan sampai

batang otak bagian atas (saraf kranial ke III) dapat menyebabkan

keabnormalan pupil

Cedera kepala atau trauma kapitis lebih sering terjadi daripada trauma

tulang belakang. Trauma dapat timbul akibat gaya mekanik maupun non

mekanik. Kepala dapat dipukul, ditampar, atau bahkan terkena sesuatu yang

keras. Tempat yang langsung terkena pukulan atau penyebab tersebut

dinamakan dampak atau impact. Pada impact dapat terjadi (1) indentasi, (2)

fraktur linear, (3) fraktur stelatum, (4) fraktur impresi, atau bahkan (5) hanya

edema atau perdarahan subkutan saja. Fraktur yang paling ringan ialah fraktur

linear. Jika gaya destruktifnya lebih kuat, dapat timbul fraktur stelatum atau
fraktur impresi (Mardjono & Sidharta, 2010).

Selain hal-hal tersebut, saraf-saraf otak dapat terkena oleh trauma

kapitis karena (1) trauma langsung, (2) hematom yang menekan pada saraf

otak, (3) traksi terhadap saraf otak ketika otak tergeser karena akselerasi, atau

(4) kompresi serebral traumatik akut yang secara sekunder menekan pada

batang otak. Pada trauma kapitis dapat terjadi komosio, yaitu pingsan sejenak

dengan atau tanpa amnesia retrograd. Tanda-tanda kelainan neurologik apapun tidak terdapat pada
penderita tersebut. Sedangkan kemungkinan lain

yang terjadi adalah penurunan kesadaran untuk waktu yang lama. Derajat

kesadaran tersebut ditentukan oleh integirtas diffuse ascending reticular

system. Lintasan tersebut bisa tidak berfungsi sementara tanpa mengalami

kerusakan yang irreversibel. Batang otak yang pada ujung rostral bersambung

dengan medula spinalis mudah terbentang dan teregang waktu kepala

bergerak secara cepat dan mendadak. Gerakan cepat dan mendadak itu
disebut akselerasi. Peregangan menurut poros batak otak ini dapat

menimbulkan blokade reversibel pada lintasan retikularis asendens difus,

sehingga selama itu otak tidak mendapat input aferen, yang berarti bahwa

kesadaran menurun sampai derajat yang terendah (Mardjono & Sidharta,

2010).

Trauma kapitis yang menimbulkan kelainan neurologik disebabkan oleh

(1) kontusio serebri, (2) laserasio serebri, (3) perdarahan subdural, (4)

perdarahan epidural, atau (5) perdarahan intraserebral. Lesi-lesi tersebut

terjadi karena berbagai gaya destruktif trauma. Pada mekanisme terjadinya

trauma kapitis, seperti telah disebutkan sebelumnya, terjadi gerakan cepat

yang mendadak (akselerasi). Selain itu, terdapat penghentian akselerasi secara

mendadak (deakselerasi). Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi


akselerasi tengkorang ke arah impact dan penggeseran otak ke arah yang

berlawanan dengan arah impact. Adanya akselerasi tersebut menimbulkan

penggeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif, yang akhirnya akan
menimbulkan terjadinya lesi kontusio. Lesi kontusio dapat

berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-tik besar dan

kecil tanpa kerusakan duramater. Lesi kontusio di bawah impact disebut lesi

kontusio coup, sedangkan lesi di seberang impact disebut lesi kontusio

countrecoup. Ada pula lesi intermediate, yaitu lesi yang berada di antara lesi

kontusio coup dan countrecoup (Mardjono & Sidharta, 2010).

Anda mungkin juga menyukai