Anda di halaman 1dari 12

MEMBANGUN BADAN PERADILAN MODERN DALAM

PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA


Dr. SOFYAN SITOMPUL, S.H., M.H.
Hakim Agung pada Kamar Pidana MA-RI

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh


Salam Sejahtera Untuk Kita Semua
Om Swastiastu
Namo Buddhaya
Salam Kebajikan

• Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia


• Yang Mulia Duta Besar Kerajaan Norwegia di Indonesia
• Yang Mulia H.E. Aage Thor Falkanger Hakim Agung
Mahkamah Agung Norwegia
• Yang Terhormat Prof. David Cohen, Direktur Stanford
Center for Human Rights and International Justice
• Yang Terhormat Jane Tedjaseputra, S.H., L.L.M. Peneliti
LeIP
• Serta seluruh peserta Diskusi Publik yang berbahagia.

Pertama-tama puji dan syukur kita panjatkan kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan ridhoNya
kita dapat bertatap muka, meskipun hanya secara virtual

dalam acara Diskusi Publik Peran Pengadilan dalam


Melaksanakan Tanggung Jawab Hak Asasi Manusia.

Terima kasih kepada moderator atas waktu yang telah


diberikan.

Saya merasa bangga karena dapat berpartisipasi aktif


dalam acara ini untuk mewakili Mahkamah Agung dalam
memberikan kontribusi pemikiran terkait dengan peran
pengadilan dalam perlindungan hak asasi manusia, karena
Mahkamah Agung sangat peduli terhadap upaya
perlindungan hak asasi manusia bagi kelompok
masyarakat rentan seperti perempuan dan anak yang
Slide 2 sedang berhadapan dengan proses hukum.

Keseriusan Mahkamah Agung dalam menegakkan


prinsip-prinsip hak asasi manusia tersebut diwujudkan
dalam penerbitan beberapa kebijakan antara lain:

Pemenuhan Hak Anak: 


- Disahkannya Perma Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan
Anak. Perma ini adalah respon Mahkamah Agung
dengan memberikan guidelines bagi para hakim untuk
slide 3
memenuhi hak anak melalui proses diversi dalam sistem
peradilan pidana yang sudah digariskan dalam UU
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak.

- Tersedianya ruang sidang khusus anak dan tempat


bermain anak di banyak gedung pengadilan. Adanya
sarana ini adalah bentuk upaya pengadilan untuk tetap
slide 3
dapat memenuhi hak anak, baik hak untuk mendapatkan
ruang sidang yg nyaman bagi anak yang berhadapan
dengan hukum, maupun hak bermain bagi anak yang
keluarganya berhadapan dengan hukum.

Pemenuhan Hak Perempuan:


- Disahkannya Perma Nomor 3 Tahun 2017 tentang
Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan
slide 4
Dengan Hukum. Perma ini bertujuan untuk memberikan
guidelines bagi para Hakim agar dapat melindungi hak-
hak perempuan, khususnya ketika berhadapan dengan
hukum di Pengadilan. 

Pelatihan HAM Bagi Calon Hakim dan Hakim Tingkat


Pertama:
- Pemberian materi khusus “Hak Asasi Manusia” kepada
1500 lebih calon hakim dalam Diklat Cakim tahun 2019.
Pemberian materi khusus ini adalah yang pertama
slide 5
kalinya dilakukan untuk para calon hakim;
- Saat ini, Pusdiklat Mahkamah Agung bekerja sama
dengan LeIP sedang melaksanakan pelatihan Hak Asasi
Manusia bagi para hakim tingkat pertama di Peradilan
Umum; Pemberian materi HAM kepada calon hakim dan
hakim ini diharapkan dapat menjadi bekal bagi para

hakim tersebut untuk dapat menegakkan prinsip-prinsip


slide 5 HAM, khususnya dalam memeriksa dan memutus

perkara di Pengadilan.

Kebijakan-kebijakan lainnya:
- Perma Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan
Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP.
Perma ini adalah upaya untuk memenuhi prinsip fair
trial dengan mengatur prosedur hukum yang sesuai
dengan perbuatan yang dilakukan Terdakwa;
- Perma Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian
Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di
Pengadilan. Perma ini adalah upaya Mahkamah Agung
slide 6 dalam memenuhi hak atas bantuan hukum, khususnya
bagi masyarakat yang tidak mampu ketika berhadapan
dengan pengadilan;
- Perma Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu
Sidang Keliling. Perma ini adalah upaya Mahkamah
Agung untuk memenuhi hak atas pengakuan hukum
tanpa diskriminasi, khususnya bagi masyarakat yang
memiliki hambatan biaya, jarak, dan waktu, dalam
memperoleh akta perkawinan, buku nikah, dan akta
kelahiran. Selain itu, materi khusus tentang HAM telah
mulai diajarkan pada diklat calon hakim agar dapat
memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai
prinsip-prinsip HAM sejak masih menjadi calon hakim.

Pada saat ini Pusdiklat Teknis Mahkamah Agung


bekerjasama dengan LeIP juga sedang melaksanakan
slide 6 pelatihan tentang HAM bagi para hakim tingkat pertama
di lingkungan peradilan umum. Pelatihan tersebut
dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan dan
pemahaman bagi para hakim dalam memeriksa dan
memutus perkara berdasarkan prinsip-prinsip
penegakan hukum yang berwawasan HAM.

Tema tentang peran pengadilan dalam melaksanakan


tanggung jawab hak asasi manusia ini juga sangat relevan
dengan kondisi yang sedang terjadi sekarang. Saya akan
mengaitkan tema tersebut dengan kondisi pandemi global
slide 7 Covid-19, karena adanya wabah pandemi ini telah
membawa implikasi yang besar terhadap persoalan hak
asasi manusia, terutama menyangkut hak kesehatan dan
hak keselamatan jiwa bagi para pencari keadilan dan
aparatur peradilan dalam proses penyelenggaraan
peradilan pidana.

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan juga


Indonesia sejak awal tahun 2020 telah mengubah seluruh
tatanan hidup manusia, termasuk juga tatanan dan
slide 8
aktivitas di bidang peradilan.

Wabah Covid-19 bukan hanya menjadi ancaman bagi


kesehatan manusia, akan tetapi telah menjadi ancaman
terhadap keselamatan jiwa. Jutaan orang di seluruh dunia

positif tertular virus corona dan ribuan orang, bahkan


ratusan ribu orang meninggal akibat virus corona.

Kondisi tersebut tidak bisa dianggap enteng, sehingga


Slide 9
diperlukan adanya alternatif bagi mekanisme proses
peradilan dan penegakan hukum yang tidak melibatkan
pertemuan secara fisik, akan tetapi pelayanan hukum dan
akses keadilan bagi para pencari keadilan tetap dapat
berjalan.

Berdasarkan amanat konstitusi, negara wajib


melindungi keselamatan warganya dari bahaya yang
mengancam jiwa dan kelangsungan hidup warga negara
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28A dan Pasal 28H
ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

Dalam konteks penegakan hukum, kondisi Covid-19


telah memaksa lembaga peradilan dan semua institusi
penegakan hukum untuk mengubah paradigma dan
standar operasional prosedur yang ada. Hal itu dilakukan
untuk memotong mata rantai penyebaran wabah Covid-19
melalui cluster proses peradilan.

Merujuk kepada asas yang dikemukakan oleh Cicero


seorang Filsuf berkebangsaan Italia yaitu “Salus Populi
slide 10
Suprema Lex Esto” yang artinya keselamatan rakyat adalah
hukum yang tertinggi, maka proses peradilan dilakukan
secara elektronik.

Dalam praktinya, persidangan perkara pidana secara


elektronik telah berjalan lebih dulu sebelum payung
hukumnya terbentuk guna merespons kondisi darurat
pandemi Covid-19 yang datang secara tiba-tiba.

Di pertengahan tahun 2020 penyebaran wabah


Covid-19 semakin mengkhawatirkan, sehingga pelayanan
slide 10 hukum dan persidangan dalam bentuk pertemuan fisik

dikurangi hingga seminimal mungkin untuk menghindari


korban berjatuhan dari kalangan aparatur peradilan dan
para pihak yang berperkara.

Untuk mengantisipasi kesulitan dilapangan,


Mahkamah Agung bersama dengan Kejaksaan Agung dan
Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 13 April 2020
menandatangani perjanjian kerjasama tentang Pelaksanaan
Persidangan melalui Teleconference. Selain itu, Dirjen
Badan Peradilan Umum juga mengeluarkan Surat Edaran
Nomor 379 Tahun 2020 tanggal 27 Maret 2020 berdasarkan
petunjuk dari Mahkamah Agung terkait persidangan secara
teleconference.

Pada prinsipnya ada dua hal yang mendorong lahirnya


pengadilan elektronik dalam perkara pidana yaitu:
slide 11 1. Kondisi darurat akibat pandemi Covid-19 yang memaksa
dilakukan sidang secara elektronik, dan

slide 11
2. Amanat Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035

Slide 12
untuk mewujudkan badan peradilan modern berbasis
teknologi informasi;

Sistem peradilan elektronik dalam Perkara Perdata,


Perkara Agama dan Perkara Tata Usaha Negara telah
slide 13
berjalan dua tahun yang lalu dengan berlakunya Perma
Nomor 3 Tahun 2018 dan Perma Nomor 1 Tahun 2019.
Sedangkan untuk perkara pidana baru diterbitkan payung
hukumnya pada bulan September 2020 melalui Perma
slide 14
Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan
Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.

Perma 4 Tahun 2020 merupakan upaya tanggap yang


dilakukan Mahkamah Agung dalam mengantisipasi
slide 15
kondisi darurat yang terjadi saat ini, sampai dengan
pemerintah mengeluarkan undang-undang hukum acara
pidana secara elektronik.

Sebelum lahirnya Perma Nomor 4 Tahun 2020 banyak


kalangan terutama para advokat mengeluhkan tentang
perlindungan hak asasi terdakwa di persidangan yang
digelar secara virtual, seperti sulitnya untuk berkomunikasi
antara penasihat hukum dengan terdakwa serta akses
publik untuk bisa menyaksikan proses persidangan, karena
sidang pengadilan bersifat terbuka untuk umum, kecuali
dalam hal perkara-perkara tertentu.

Untuk itu, Perma Nomor 4 Tahun 2020 menganut


beberapa prinsip dasar dalam proses penegakan hukum
yaitu:

1. Prinsip kepastian hukum


slide 16
2. Prinsip penyelenggraan peradilan yang sederhana, cepat
biaya ringan;

3. Prinsip perlindungan hak asasi manusia

4. Prinsip persamaan setiap orang dihadapan hukum.

Proses penyelenggaraan peradilan harus senantiasa


menjamin perlindungan hak asasi manusia, karena prinsip
slide 17
penegakan hukum modern mencerminkan penghormatan
terhadap harkat dan martabat manusia.

Dalam perkara pidana seseorang yang ditangkap,


ditahan dan diajukan ke persidangan harus tetap diangap
tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa ia
bersalah.

Pelaksanaan sidang elektronik dalam perkara pidana


sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 4 Tahun 2020
dilakukan terhadap kondisi yang tidak memungkinkan
slide 18
dilakukan persidangan secara konvensional. Artinya,
semua prinsip dalam hukum acara pidana pada umumnya
tetap berlaku dalam sidang secara elektronik.

Terdakwa berhak untuk mendapatkan pendampingan


dari penasihat hukum, bahkan Pasal 7 ayat (2) Perma 4
slide 19 Tahun 2020 menegaskan bahwa dalam persidangan antara
terdakwa dan penasihat hukum wajib secara fisik berada
dalam satu ruangan yang sama. Hal itu menegaskan bahwa
terdakwa berhak untuk secara leluasa berkomunikasi dan
berkonsultasi dengan penasihat hukumnya.

Dalam hal tertentu menurut ayat (3) pasal tersebut


memang dimungkinkan antara penasihat hukum dengan
terdakwa tidak berada dalam satu ruangan, namun tetap
diberikan kebebasan untuk berkomunikasi dalam rangka
membela kepentingan terdakwa.

Terdakwa berhak untuk menyampaikan keterangan


secara bebas tanpa ada tekanan dan pengaruh dari pihak
manapun. Jika terdakwa memberikan keterangan di rutan
atau di kantor penuntut umum, maka harus dipastikan
bahwa seluruh ruangan tersebut harus dapat terlihat
melalui kamera CCTV. Hal tersebut untuk memastikan
bahwa terdakwa bebas dalam memberikan keterangannya.

Selain itu, persoalan yang seringkali menjadi


kekhawatiran publik adalah terkait transparansi proses
persidangan. Prinsip dasar dalam penyelenggaraan
peradilan adalah persidangan dilakukan secara terbuka
untuk umum. Banyak pertanyaan dari publik, apakah
persidangan elektronik tetap menganut asas terbuka untuk

10

umum dan seperti apakah akses publik terhadap proses


yang sedang berlangsung?

Persidangan perkara pidana secara elektronik tetap


slide 19 menganut asas terbuka untuk umum, kecuali terhadap
perkara-perkara tertentu seperti perkara anak-anak dan
perkara kesusilaan yang persidangannya tertutup, karena
asas tersebut merupakan prinsip dasar yang diatur dalam
Pasal 13 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Hanya saja, mekanisme terhadap
akses publiknya yang berbeda.

Dalam persidangan perkara pidana secara elektronik,


hakim tetap bersidang di ruang sidang pengadilan dan
menyatakan sidang terbuka untuk umum. Bagi publik yang
ingin melihat proses persidangan secara langsung bisa
datang ke pengadilan. Akan tetapi, berkemungkinan di

slide 20
ruangan tersebut tidak ada terdakwa/penasihat hukum
maupun penuntut umum secara fisik, namun proses
berjalannya sidang tetap dapat disaksikan secara jelas
melalui layar monitor .

Setelah perkara diputuskan, maka putusan lengkap


dapat dibaca dan diunduh oleh siapapun melalui Direktori
Putusan Mahkamah Agung.

Sekali lagi saya tegaskan bahwa meskipun persidangan


digelar secara elektronik, namun perlindungan terhadap
hak asasi terdakwa tetap terjamin.

11

Begitu pula bagi penasihat hukum dan penuntut


umum, semua hak dan kewajibannya tetap sama sesuai
yang digariskan dalam hukum acara pidana pada
umumnya.

Harapan kita semua bahwa kehadiran sistem peradilan


elektronik dalam perkara pidana ini bisa terus
dikembangkan sehingga prinsip penyelenggaraan
peradilan secara sederhana, cepat biaya ringan dapat
terwujud. Selain itu dengan meminimalisasi pertemuan
secara fisik dapat memutus rantai penyebaran Covid-19
dilingkungan peradilan.

Semoga wabah pandemi Covid-19 ini segera berakhir


sehingga kehidupan umat manusia di seluruh dunia bisa
normal kembali. Terima kasih atas perhatiannya.

Saya kembalikan lagi kepada moderator.

Wabilahitaufik Walhidayah

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

12

Anda mungkin juga menyukai