Perilaku
Perilaku atau aktivitas mempunyai pengertian yang luas, yaitu perlaku
yang menampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak menampak (innert
behavior). Perilaku pada individu itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi
sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh seseorang baik eksternal maupun
internal. Namun berdasarkan temuan para ahli psikologi sosial perilaku seseorang
banyak disebabkan oleh pengaruh eksternal.
Meskipun perilaku dipengaruhi oleh stimulus dari luar, sesungguhnya
dalam diri seseorang ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang
diambilnya. Hubungan stimulus dan respons tidak berlangsung secara otomatis,
tetapi individu mengambil peranan dalam menentukan perilakunya.
Skinner (1976) dalam Walgito (2003) membedakan perilaku menjadi (a)
perilaku alami (innate behavior), (b) perilaku operan (operant behavior). Perilaku
alami adalah perilaku yang dibawa sejak seseorang dilahirkan, yang berupa
refleks-refleks dan insting, sedangkan perilaku operan adalah perilaku yang
dibentuk melalui proses belajar. Ada yang mengatakan perilaku alami adalah
perilaku yang reflektif, karena begitu stimulus diterima langsung timbul respons.
Contohnya reaksi kedip mata bila mata kena sinar yang kuat, menarik jari bila jari
terkena api. Pada perilaku operan yang non-reflektif, perilaku dikendalikan oleh
pusat kesadaran atau otak. Proses yang terjadi dalam otak ini yang disebut proses
psikologis dan pada manusia perilaku inilah yang dominan, karena sebagian besar
perilaku manusia dibentuk melalui proses belajar.
Perilaku Kolektif
Perilaku sejumlah warga masyarakat yang tidak berpedoman pada institusi-
institusi yang ada dalam sosiologi dinamakan perilaku kolektif, yaitu perilaku
yang: (1) dilakukan bersama oleh sejumlah orang, (2) tidak bersifat rutin dan (3)
merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu. Perilaku kolektif merupakan
perilaku menyimpang yang dipicu oleh suatu rangsangan yang sama yang dapat
terdiri dari suatu peristiwa, benda atau ide.
Perilaku Kerumunan
Perilaku kolektif selalu melibatkan perilaku sejumlah orang yang
berkerumun. Menurut Le Bon (1966) istilah kerumunan berarti sekumpulan orang
yang mempunyai ciri-ciri baru yang semula tidak dijumpai pada masing-masing
anggotanya.
Blumer membuat suatu klasifikasi jenis-jenis kerumunan dengan
membedakan antara kerumunan sambil lalu (casual crowd), kerumunan
konvensional (conventional crowd), kerumunan ekspresif (expressive crowd) dan
kerumunan bertindak (acting crowd). Contoh kerumunan sambil lalu, sekumpulan
orang yang mengamati pedagang kaki lima menjual obat, kebakaran, kecelakaan
lalu lintas, kampanye calon legislatif yang para anggota kerumunannya akan
mengamati secara sambil lalu dan interaksi antar anggota sangat terbatas.
Contoh kerumunan konvensional adalah penumpang yang berkumpul di
terminal bis, pengunjung toko, penonton olahraga, peserta rapat. Jenis kerumunan
ini mempunyai tujuan yang sama sesuai dengan aturan yang berlaku. Suatu
kerumunan konvensional dapat berubah sifatnya manakala para anggotanya
menyatakan perasaan mereka secara meluap-luap dan menampilkan perilaku yang
biasanya tidak ditampilkan di tempat lain. Para suporter sepakbola menyatakan
rasa kesetiakawanannya dengan bernyanyi-nyani, berteriak. Penonton
pertunjukkan musik yang terbawa oleh suasana musik akan ikut menyanyi dan
melambaikan tangan. Kerumunan-kerumunan seperti ini disebut kerumunan
ekspresif.
Pada Oktober 1989 tersebar desas desus tentang adanya wanita berjilbab
yang menyebarkan racun. Pada saat itu ada seorang sarjana peneliti berjilbab
diarak, dipukuli massa dan dibawa ke pos keamanan. Perilaku kerumunan ini
dikalsifikasikan sebagai kerumunan bertindak.
Faktor Penyebab terjadinya Kerumunan
Le Bon menyebutkan ada tiga faktor penyebab terjadinya kerumunan:
(1) karena kebersamaannya dengan orang lain individu memperoleh perasaan
kekuatan luar biasa yang mendorongnya untuk tunduk pada dorongan naluri
(2) dalam suatu kerumunan tiap perasaan dan tindakan bersifat menular
(3) dalam kerumunan individu mudah dipengaruhi, percaya, taat.
Sikap
Thurstone (1957) dalam Walgito (2003) memandang sikap sebagai suatu
tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya
dengan objek-objek psikologis. Thurstone belum mengkaitkan sikap dengan
perilaku. Rokeach (1968) dalam Walgito (2003) memberikan pengertian bahwa
sikap telah mengandung komponen kognitif dan konatif, yaitu sikap merupakan
predisposing untuk merespons, untuk berperilaku. Ini berarti sikap berkaitan
dengan perilaku.
Menurut Gerungan (2004) attitude (sikap) dapat diterjemahkan dengan
sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap
perasaan, tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak
sesuai dengan sikap objek itu. Jadi, attitude bisa diterjemahkan dengan dengan
tepat sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Attitude (sikap)
senantiasa terarahkan kepada sesuatu hal, suatu objek. Tidak ada attitude (sikap)
tanpa ada objeknya.
Sikap dibedakan menjadi sikap individual dan sikap sosial. Sikap individu
dimiliki oleh orang seorang berkenaan dengan objek-objek yang bukan
merupakan objek perhatian sosial.Sikap sosial terbentuk berkaitan dengan situasi
rangsangan yang bersifat sosial. Sikap sosial menyebabkan terjadinya tingkah
laku yang khas dan berulang-ulang terhadap objek sosial, dan karenanya maka
sikap sosial turut merupakan suatu faktor penggerak dalam pribadi individu untuk
bertingkah laku secara tertentu sehingga sikap sosial dan sikap pada umumnya
mempunyai sifat-sifat dinamis yang merupakan salah satu penggerak internal di
dalam pribadi orang yang mendorongnya berbuat sesuatu dengan cara tertentu
(Gerungan, 2004 hlm 162-163).
Sikap dan Perilaku
Krech dan Crutchfield (1954) dalam Walgito (2003) mengatakan bahwa
perilaku seseorang akan dilatarbelakangi oleh sikap yang ada pada orang yang
bersangkutan. Namun pendapat ini bertolak belakang dengan pandangan La Piere.
La Piere (1987) dalam Walgito (2003) mengatakan bahwa perilaku akan lepas
dari sikap seseorang. Pandangan La Piere ini berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Leon Festinger pada tahun 1964 (Walgito, 2003, hlm.124).
other influence
expressed attitudes
attitudes
behavior
other influence
Pengukuran Sikap
Secara garis besar, pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tak
langsung. Pengukuran secara langsung, subyek diminta pendapat sikapnya atas
sesuatu masalah yang dihadapkan padanya. Pengukuran secara langsung ada yang
tidak berstruktur yaitu mengukur sikap dengan wawancara bebas, dengan
pengamatan langsung atau survei. Pengukuran secara langsung berstruktur, yaitu
pengukuran sikap dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah
disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan, dan langsung
diberikan kepada subyek yang diteliti. Sedangkan pengukuran sikap secara tidak
langsung dilakukan dengan menggunakan tes.
Gerakan Sosial
Gerakan sosial merupakan perilaku kolektif yang ditandai kepentingan
bersama dan tujuan jangka panjang, yaitu untuk merubah ataupun
mempertahankan masyarakat atau intitusi yang ada didalamnya. Ciri lain dari
gerakan sosial ialah penggunaan cara-cara yang berada di luar institusi-institusi
yang ada.
Dengan menggunakan kriteria tipe perubahan yang dikehendaki dan
besarnya perubahan yang diinginkan David Aberle membedakan empat macam
gerakan sosial:
TIPE PERUBAHAN YANG DIKEHENDAKI
perubahan perubahan
perorangan sosial
BESARNYA
PERUBAHAN sebagian Alterative Reformative movement
YANG DIKE- movement
HENDAKI Redemptive Transformative
Jika suatu gerakan hanya bertujuan merubah sebagian institusi dan nilai,
maka Komblum menamakannya gerakan reformis (reformist movement). Contoh
di Indonesia pendirian Boedi Oetomo pada tahun 1908 yang bertujuan
memberikan pendidikan Barat formal kepada putera-puteri pribumi. Gerakan yang
berupaya mempertahankan nilai dan institusi masyarakat disebut gerakan
konservatif (conservative movement). Di Amerika Serikat, misalnya, usaha kaum
feminis di tahun 80-an untuk melakukan perubahan pada konstitusi demi
menjamin persamaan hak lebih besar antara pria dan wanita (ERA atau Equal
Rights Amandemen) ditentang dan akhirnya digagalkan oleh gerakan konservatif
wanita STOP-ERA – suatu gerakan antifeminis yang melihat perjuangan kaum
feminis sebagai ancaman terhadap peranan wanita dalam keluarga sebagai istri
dan ibu.
Suatu gerakan disebut gerakan reaksioner (reactionary movement)
manakala tujuannya untuk kembali ke institusi dan nilai di masa lampau dan
meninggalkan institusi dan nilai masa kini. Contoh ialah gerakan Ku Klux Klan di
Amerika Serikat yang berusaha mengembalikan keadaan di AS ke masa lampau di
kala institusi-institusi sosial mendukung asas keunggulan orang kulit putih atas
orang-orang kulit hitam.