Anda di halaman 1dari 5

NAMA: ANGGI APRIANTI

NIM: C031181519

BACILLUS ANTHRACIS

Antraks merupakan penyakit zoonosis yang dapat ditularkan ke manusia dari hewan
yang terkena antraks. Bakteri bacillus anthracis sering menyerang hewan seperti sapi, domba,
kambing, dan unta. Penularan ke manusia terjadi bila ada kontak langsung dengan hewan
yang menderita antraks. Bisa berupa kulit, darah, dan daging. Selain itu, penularan juga dapat
terjadi bila seseorang menghirup spora produk hewan yang sakit, misalnya kulit atau bulunya
yang dikeringkan.
Antraks adalah penyakit infeksi disebabkan oleh bakteri Gram positif berbentuk
batang yang disebut bakteri pembentuk spora Bacillus anthracis. Penyakit itu mempengaruhi
terutama herbivora, menyebabkan kematian pada sebagian besar kasus yang terinfeksi.
Infeksi pada manusia terjadi bila B. anthracis menembus melalui lecet kulit atau selaput
lendir bila ada kontak dengan bangkai antraks yang terinfeksi atau produk hewani, inhalasi
spora, atau konsumsi bangkai terinfeksi yang kurang matang. Tiga jenis antraks terjadi pada
manusia tergantung pada jalur penularan; ini termasuk bentuk kulit, gastrointestinal, dan
inhalasi. Bentuk inhalasi diperoleh melalui menghirup spora antraks, sedangkan bentuk
gastrointestinal lebih parah, diperoleh melalui konsumsi produk mentah atau tidak cukup
matang dari yang terinfeksi hewan. Ini mungkin juga merupakan beban yang signifikan yang
dilaporkan dengan buruk dan salah didiagnosis. Di Indonesia, antraks menyebabkan angka
kematian yang tinggi di ternak dan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi.
Kerugian diperkirakan sekitar dua miliar rupiah per tahun. Manusia di seluruh dunia kasus
antraks diperkirakan 2000 sampai 20.000 kasus per tahun.
Tanah adalah reservoir utama B. anthracis. Herbivora terinfeksi ketika merumput di
daerah yang tanah atau sumber airnya telah terkontaminasi B. anthracis spora. Penyakit
antraks sering dikaitkan dengan daerah dataran rendah dengan tanah yang memiliki
kelembaban tinggi, kalsium, cuaca panas dan kering yang berkepanjangan, kandungan
organik, dan pH basa. Serangga telah terlibat dalam penyebaran wabah antraks, termasuk
penularan penyakit dengan menggigit atau lalat bangkai menyebarkan spora ke vegetasi yang
kemudian dikonsumsi oleh hewan penjelajah. Spora dapat bertahan di dalam tanah di bawah
cuaca ekstrim dan kondisi lingkungan untuk waktu yang lama.
 Faktor risiko
Penularan resiko akan terjadi bila ada langsung dengan hewan yang tertular atau
lingkungan hidupnya (kandang) atau dari produk hewan yang sakit misalnya kulit, rambut
yang sudah dikeringkan, bahkan bisa terjadi karena pemotongan, pengelupasan, pemasakan
kemudian makan daging hewan yang terjangkit antraks.
 Manifestasi klinis
Antraks muncul sebagai antraks kulit, antraks pernapasan (antraks inhalasi), dan
antraks pencernaan (antraks gastrointestinal). Sembilan puluh lima persen kasus di dunia
adalah antraks kulit, yang sebagian besar kasus dengan prognosis yang lebih baik daripada
jenis inhalasi dan gastrointestinal lainnya. Anthrax kulit biasanya terjadi karena adanya
riwayat kontak hewan dan produknya yang ditandai dengan masuknya bakteri atau spora
antraks yang menembus kulit melalui lesi pada kulit, seperti pada saat melakukan proses
pemotongan (pemotongan, pengulit, atau belah daging). ) dengan infeksi antraks. Terjadi
tingkat perkecambahan yang rendah di lokasi masuknya spora dan penyebabnya lesi pada
kulit terasa gatal, kemudian timbul lesi papuler dan berkembang menjadi vesikula yang
disertai edema dan nyeri. Lesi ini kemudian menjadi nekrosis lokal dengan pembentukan
eschar dan edema jaringan lunak. Perkecambahan terjadi dalam 1-3 jam setelah inokulasi,
tetapi perkecambahan ini tidak dapat menyebabkan infeksi pada kulit secara utuh. Endospora
akan mengalami fagositosis oleh makrofag kemudian dibawa ke kelenjar getah bening
regional sehingga menimbulkan limfadenopati dan limfangitis.
Anthrax gastrointestinal biasanya terjadi 2-5 hari setelah makan daging mentah atau
setengah matang yang terkontaminasi kuman. Pada pemeriksaan patologis dengan
menggunakan mikroskop dapat ditemukan basil pada mukosa dan sub mukosa serta
limfadenitis jaringan getah bening mesenterika. Bisul hampir selalu ditemukan. Sejumlah
besar bakteri gram positif dapat ditemukan di cairan peritoneum. Gejala klinis dapat berupa
demam, nyeri perut yang menyebar, pation atau diare. Asites dapat timbul dengan cairan
bening sampai purulen

Anda mungkin juga menyukai