Anda di halaman 1dari 2

TUGAS AGAMA

Dosen Pengampu:
Dr. K.a. Rahman, M.Pd.i

Disusun Oleh:
Ziqra Nabila
(RRA1A117004)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
“Menyebutkan Hakikat Cinta Dan Fitrah Manusia Untuk Menikah”
Alasan saya mengambil point pertama karena:
Cinta seorang laki-laki kepada wanita dan sebaliknya adalah perasaan yang
manusiawi yang bersumber dari fitrah yang diciptakan Allah SWT di dalam jiwa manusia,
yaitu kecenderungan kepada lawan jenisnya ketika telah mencapai kematangan pikiran dan
fisiknya (Q.S. al-Rum:21). Cinta pada dasarnya bersifat netral. Ia dapat bernilai positif, tapi
juga dapat menjadi negatif, tergantung pada bentuk penyalurannya. Oleh karena itulah, Islam
memberikan aturan dan pedoman agar cinta mengalir tepat pada muaranya, yakni membawa
dampak positif bagi manusia.
Menurut ajaran Islam, perasaan cinta akan membawa kebaikan pada manusia bila
disalurkan hanya dalam bingkai pernikahan. Hal ini karena dalam pernikahan, hampir semua
bentuk interaksi antara laki-laki dan perempuan menjadi halal, bahkan bernilai pahala bila
dilakukan karena Allah. Terkait dengan orang yang sedang “jatuh” cinta, umum diketahui
bahwa mereka seringkali menyalurkan perasaan cintanya dengan cara selalu berada dekat
dengan sang pujaan hati, saling memandang, berbicara berdua, bahkan mungkin lebih dari
itu. Semua aktivitas ini secara tegas oleh Islam terlarang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan yang bukan suami-istri, karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu,
keluarga, maupun masyarakat. Permasalahannya adalah, orang yang sedang “jatuh” cinta –
disebabkan dominasi gelora perasaan cinta atas akalnya– cenderung tidak mampu
menghindari aktivitas-aktivitas tersebut meskipun mereka tahu bahwa hal tersebut terlarang.
Menikah atau lebih tepatnya “keberpasangan” adalah naluri seluruh mahluk, termasuk
manusia. Al-Qur’an beberapa kali mengulang tabiat ini antara lain dalam surat al-Dzariat:49,
as-Syura:11, dan Yasin:36. Dalam Q.S. Yasin:36 disebutkan:
“Maha suci Allah yang telah menciptakan semua pasangan, baik dari apa yang tumbuh di
bumi, dan dari jenis mereka (manusia) maupun dari mahluk-mahluk yang tidak mereka
ketahui.”
Banyak analogi yang bisa dipakai untuk menggambarkan keterpasangan laki-laki dan
perempuan. Perumpamaan yang sederhana dan mudah difahami adalah burung dengan
sepasang sayapnya. Jika laki-laki dan perempuan dianggap sebagai diri yang satu dalam dua
raga yang berbeda (Q.S. an-Nisa’:1), maka keterpasangan keduanya dimisalkan dengan
burung dengan kedua sayapnya. Badan burung hanya akan dapat terbang bila memiliki sayap
kanan dan kiri. Kedua sayap ini saling membutuhkan agar badan burung dapat terbang.
Analogi lain yang lebih rumit adalah kunci. Secara fungsi, yang disebut kunci adalah
gabungan antara anak kunci dan lubang kunci. Anak kunci harus aktif bergerak agar bisa
membuka lubang kunci yang pasif tidak bergerak. Bila anak kunci dan lubang kunci sama-
sama aktif bergerak, maka kunci tersebut rusak karena lubang kunci tidak bisa dibuka (Ayu,
1998:63-64).
Setiap manusia, laki-laki maupun perempuan, wajar menginginkan memiliki
pasangan. Sebelum dewasa, dorongan ini umumnya sudah timbul, dan menjadi amat kuat saat
manusia mencapai kedewasaannya. Penyaluran naluri berpasangan pada manusia dapat
terwujud dalam berbagai bentuk; adakalanya dalam bentuk hubungan dengan ikatan longgar
(pacaran), hidup serumah tanpa ikatan resmi (sering disebut kumpul kebo), atau hubungan
dengan ikatan resmi (pernikahan). Masing-masing bentuk hubungan keberpasangan laki-laki
dan perempuan yang terdapat di masyarakat tersebut memiliki dampak positif dan negatif
yang berbeda satu sama lain.

Anda mungkin juga menyukai