Etno
Etno
Proses peekawinan secara adat oleh suku Moi adalah suatu proses
pernikahan yang harus dilewati bagi generasi suku Moi dewasa ini. Dalam
perkawinan suku Moi terdapat syarat – syarat yang harus dipenuhi apabila
hendak melangsungkan perkawinan yaitu kedewasaan umur, kemampuan
untuk membayar mas kawin, mampu berkebun atau melaut, mempunyai
sikap yang sopan, mampu mencurahkan tenaga untuk kawin dan
melangsungkan pertukaran gadis.
Perkawinan adat pada suku Moi yaitu sesuatu perkawinan yang mengikuti
jalur perkawinan secara struktur di wilayah kepala Malamoi ( Msang,
Mngelak, Mamtolok ) dalam suku Moi. Tentunya bila generasi dewasa ini
memahami sistem dan silsilah perkawinan ini sangatlah baik dan bernilai
tinggi, tidak semua wanita suku Moi menjadi jodoh bagi kita, karena
wanita yang dijumpai bisa jadi bukan jalur perkawinan mereka. Ini adalah
hal yang unik dan baik bagi suku Moi dalam pengaturan system dan jalur-
jalur perkawinan. Hal-hal yang membatasi atau mengatur perkawinan pada
suku Moi adalah struktur keluarga dalam suatu perjalanan peradaban suku
Moi.
Proses peminangan ( Kamwafe )
Sebelum mulai dengan pernikahan, diawali dengan peminangan dari
keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan dengan mengikuti jalur
perkawinan yang telah ada. Peminangan oleh keluarga laki-laki kepada
keluarga perempuan dilalui dengan beberapa tahap :
- Proses pra minang ( Kamfawe )
Dalam pra peminangan ini keluarga laki-laki dating dan melakukan
pertemuan langsung di rumah keluarga perempuan. Proses ini dilalui
dengan diskusi pendek oleh kedua belah pihak, jikalau dalam proses ini
disepakati untuk pernikahan maka proses peminangan pertama akan
dilakukan oleh keluarga laki-laki dan apabila keluarga perempuan tidak
menyetujui maka proses selanjutnya tidak dilaksanakan
- Proses peminangan pertama ( Kamfawe Puduk )
Keluarga laki-laki datang di rumah keluarga perempuan ataupun
sebaliknya untuk proses ikatan
Tata laksana proses ikatan pertama biasanya dikhususkan untuk ibu dan
ayah kandung dari anak perempuan, ikatan ini tidak ada keluarga dekat
( bapak ade, bapak tua ) dari perempuan yang hanya tahu adalah ayah
dan ibu kandung dan sifatnya rahasia
Besar dari ikatan pertama ini biasanya tidak ditentukan oleh keluarga
perempuan, diatur oleh keluarga laki-laki. Jarak waktu dari ikatan
pertama ini bisa lama misalnya 6 bulan, 1 tahun, bahkan 2 tahun
- Proses peminangan kedua ( Kamfawe Plobok )
Dalam proses proses peminangan kedua terjadi kesepakatan bersama
oleh kedua belah pihak untuk menentukan waktu dan tata laksana dalam
puncak acara Nikah Adat (lagbala). Besarnya harta dari ikatan kedua
biasanya juga tidak ditentukan oleh keluarga perempuan yang terdekat
namun semua keluarga dari pengantin perempuan mendapat bagian
harta dalam ikatan kedua. Dalam proses ini juga daftar harta dari
keluarga perempuan sudah masuk ke keluarga laki-laki sebagai
pegangan menghitung kekuatan, dari pihak perempuan terutama harta.
- Pernikahan Adat ( lagibala )
Pernikahan adat atau lagibala adalah puncak acara yang dilalui dalam
pernikahan adat suku Moi. Proses pernikahan adat suku Moi diatur
sedemikian rupa mulai dari persiapan harta, pengantin bahkan konsumsi
Nilai utama dari rokok tersebut adalah suatu perjanjian dari kedua
belah mempelai untuk saling bahu-membahu membangun keluarganya.
Bila terjadi pelanggaran dari slah satu pengantin maka arti rokok tadi
akan menjadi masalah besar dan melibatkan tokoh adat.Urusan adat
dari pelanggaran suami istri dari rokok buk sabak sampai ke perang
honggi.
Harta Besar
Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai
dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling
berbeda satu sama lain dalam hal cara hidup, struktur sosial, dan ritual.
Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu Suku
Bisman yang berada di antara Sungai Sinesty dan Sungai Nin serta Suku Simai.
Ada banyak pertentangan di antara Desa Asmat, yang paling mengerikan
adalah cara yang dipakai Suku Asmat membunuh musuhnya. Ketika musuh
terbunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan
kepada seluruh penduduk untuk memakan bersama. Mereka menyanyikan lagu
kematian dan memenggal kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago dan
dipanggang kemudian dimakan.
Biasanya dalam satu kampung dihuni kira-kira 100 sampai 1000 orang. Setiap
kampung punya satu rumah bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah bujang
dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni
oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur
sendiri.
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal
dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam
setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada jaman dulu
melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan.
Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga
macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat
namun mati. Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk
Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis.
Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam
berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan, yaitu :
1. Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi
keturunannya.
2. Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.
3. Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.
Apabila ada orang tua yang sakit, maka keluarga terdekat berkumpul
mendekati si sakit sambil menangis sebab mereka percaya ajal akan
menjemputnya. Tidak ada usaha-usaha untuk mengobati atau memberi
makan kepada si sakit. Keluarga terdekat si sakit tidak berani mendekatinya
karena mereka percaya si sakit akan ´membawa´ salah seorang dari yang
dicintainya untuk menemani. Di sisi rumah dimana si sakit dibaringkan,
dibuatkan semacam pagar dari dahan pohon nipah. Ketika diketahui bahwa
si sakit meninggal maka ratapan dan tangisan menjadi-jadi. Keluarga yang
ditinggalkan segera berebut memeluk sis akit dan keluar rumah
mengguling-gulingkan tubuhnya di lumpur.
Sementara itu, orang-orang di sekitar rumah kematian telah menutup semua
lubang dan jalan masuk (kecuali jalan masuk utama) dengan maksud
menghalang-halangi masuknya roh-roh jahat yang berkeliaran pada saat
menjelang kematian. Orang-orang Asmat menunjukkan kesedihan dengan
cara menangis setiap hari sampai berbulan-bulan, melumuri tubuhnya
dengan lumpur dan mencukur habis rambutnya. Yang sudah menikah
berjanji tidak akan menikah lagi (meski nantinya juga akan menikah lagi)
dan menutupi kepala dan wajahnya dengan topi agar tidak menarik bagi
orang lain.
Mayat orang yang telah meninggal biasa diletakkan di atas para (anyaman
bambu), yang telah disediakan di luar kampung dan dibiarkan sampai
busuk. Kelak, tulang belulangnya dikumpulkan dan disipan di atas pokok-
pokok kayu. Tengkorak kepala diambil dan dipergunakan sebagai bantal
petanda cinta kasih pada yang meninggal. Orang Asmat percaya bahwa
roh-roh orang yang telah meninggal tersebut (bi) masih tetap berada di
dalam kampung, terutama kalau orang itu diwujudkan dalam bentuk patung
mbis, yaitu patung kayu yangtingginya 5-8 meter. Cara lain yaitu dengan
meletakkan jenazah di perahu lesung panjang dengan perbekalan seperti
sagu dan ulat sagu untuk kemudian dilepas di sungai dan seterusnya
terbawa arus ke laut menuju peristirahatan terakhir roh-roh.
Saat ini, dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat telah
mengubur jenazah dan beberapa barang milik pribadi yang meninggal.
Umumnya, jenazah laki-laki dikubur tanpa menggunakan pakaian,
sedangkan jenazah wanita dikubur dengan menggunakan pakaian. Orang
Asmat juga tidak memiliki pemakaman umum, maka jenazah biasanya
dikubur di hutan, di pinngir sungai atau semak-semak tanpa nisan. Dimana
pun jenazah itu dikubur, keluarga tetap dapat menemukan kuburannya.
b. Ritual Pembuatan dan Pengukuhan Perahu Lesung setiap 5 tahun sekali,
masyarakat Asmat membuat perahu-perahu baru.Dalam proses pembuatan
prahu hingga selesai, ada berapa hal yang perlu diperhatikan. Setelah pohon
dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan diruncingkan kedua ujungnya,
batang itu telah siap untuk diangkut ke pembuatan perahu. Sementara itu,
tempat pegangan untuk menahan tali penarik dan tali kendali sudah
dipersiapkan. Pantangan yang harus diperhatikan saat mengerjakan itu
semua adalah tidak boleh membuat banyak bunyi-bunyian di sekitar tempa
itu. Masyarakat Asmat percaya bahwa jika batang kayu itu diinjak sebelum
ditarik ke air, maka batang itu akan bertambah berat sehingga tidak dapat
dipindahkan.
Untuk menarik batang kayu, si pemilik perahu meminta bantuan kepada
kerabatnya. Sebagian kecil akan mengemudi kayu di belakang dan
selebihnya menarik kayu itu. Sebelumnya diadakan suatu upacara khusus
yang dipimpin oleh seorang tua yang berpengaruh dalam masyarakat.
Maksudnya adalah agar perahu itu nantinya akan berjalan seimbang dan
lancar.
Perahu pun dicat dengan warna putih di bagian dalam dan di bagian luar
berwarna merah berseling putih. Perahu juga diberi ukiran yang berbentuk
keluarga yang telah meninggal atau berbentuk burung dan binatang
lainnya.Setelah dicat, perahu dihias dengan daun sagu. Sebelum
dipergunakan, semua perahu diresmikan terlebih dahulu. Para pemilik
perahu baru bersama dengan perahu masing-masing berkumpul di rumah
orang yang paling berpengaruh di kampung tempat diadakannya pesta
sambil mendengarkan nyanyi -nyanyian dan penabuhan tifa. Kemudian
kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan diri dalam
perlombaan perahu. Para pendayung menghias diri dengan cat berwarna
putih dan merah disertai bulu-bulu burung. Kaum anak-anak dan wanita
bersorak-sorai memberikan semangat dan memeriahkan suasana. Namun,
ada juga yang menangis mengenang saudaranya yang telah meninggal.
Dulu, pembuatan perahu dilaksanakan dalam rangka persiapan suatu
penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu -perahu ini
dicoba menuju tempat musuh dengan maksud memanas -manasi mereka
dan memancing suasana musuh agar siap berperang. Sekarang, penggunaan
perahu lebih terarahkan untuk pengangkutan bahan makanan.
c. Upacara Bis
Upacara bis merupakan salah satu kejadian penting di dalam kehidupan
suku Asmat sebab berhubungan dengan pengukiran patung leluhur (bis)
apabila ada permintaan dalam suatu keluarga. Dulu, upacara bis ini
diadakan untuk memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh,
dan kematian itu harus segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga
dari pihak yang membunuh.
Untuk membuat patung leleuhur atau saudara yang telah meninggal
diperlukan kurang lebih 6-8 minggu. Pengukiran patung dikerjakan di
dalam rumah panjang (bujang) dan selama pembuatan patung berlangsung,
kaum wanita tidak diperbolehkan memasuki rumah tersebut.
Dalam masa-masa pembuatan patung bis, biasanya terjadi tukar-menukar
istri yang disebut dengan papis. Tindakan ini bermaksud untuk mempererat
hubungan persahabatan yang sangat diperlukan pada saat tertentu, seperti
peperangan. Pemilihan pasangan terjadi pada waktu upacara perang-
perangan antara wanita dan pria yang diadakan tiap sore.
Sistem religi dan kepercayaan suku Asmat mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan sistem keseniannya. Penduduk Asmat sangat piawai membuat
ukiran. Ukiran bagi Suku Asmat bisa menjadi penghubung antara kehidupan
masa kini dengan kehidupan leluhur. Di setiap ukiran bersemayam citra dan
penghargaan atas nenek moyang mereka yang sarat dengan kebesaran Suku
Asmat. Sehingga pada masing-masing ukiran hasil karya suku Asmat selalu
mengandung pesan untuk menghargai nenek moyangnya yang disampaikan
secara tersirat lewat simbol-simbol motif dalam ukiran tersebut.
Patung dan ukiran umumnya mereka buat tanpa sketsa. Bagi Suku Asmat, di
saat mengukir patung adalah saat di mana mereka berkomunikasi dengan
leluhur yang ada di alam lain. Hal itu dimungkinkan karena mereka mengenal
tiga konsep dunia: Amat ow capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow
campinmi (alam pesinggahan roh yang sudah meninggal), dan Safar (surga).
Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah
meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit,
bencana, bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta
menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar
pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan
pesta ulat-ulat sagu. Konon patung bis adalah bentuk patung yang paling
sakral.
Disamping tari tradisional diatas, terdapat pula dua jenis tarian Biak versi baru
yakni Tari Pancar dan Tari Mapia. Tari Pancar yang saat ini popular dengan
nama Yospan (Yosimpancar) diciptakan sekitar awal tahun 1960-an oleh
seniman Biak. Tarian ini tidak dikenal disaat terjadinya konfrotasi antara
Belanda dan Indonesia soal Irian Barat ( Papua).
Tarian ini diiringi oleh lagu-lagu pancar diantonis yang menggunakan alat
musik Gitar, Stringbass, dan Ukulele. Tari Mapia merupakan tari kreasi baru
yang berasal dari pulau-pulau Mapia. Tarian ini diciptakan sekitar tahun 1920-
an dan diperkenalkan ke Biak oleh orang-orang Kinmon, Saruf, dan Bariasba.
Bakar Batu merupakan sebuah cara yang digunakan warga Papua dalam
memasak dan mengolah suatu jenis makanan dalam pesta tertentu. Suku-suku
di Papua inilah yang menggunakan metode bakar batu. Setiap suku maupun
daerah di Papua memiliki sebutan tersendiri untuk tradisi ini. Sebagai contoh,
masyarakat Paniai menyebutnya dengan gapii atau mogo gapii.
Lain halnya dengan masyarakat Wamena yang menyebut tradisi ini dengan
istilah kit oba isago, sedangkan masyarakat Biak menyebutnya dengan
istilah Barapen. Namun istilah yang paling umum digunakan untuk Tradisi
Bakar Batu ini ialah barapen.
1. Tahap persiapan
Pada tahap persiapan, hal ini dimulai dengan mencari kayu bakar dan batu
yang akan digunakan untuk memasak. Hal ini biasanya dilakukan oleh
kaum pria. Selanjutnya batu dan kayu bakar yang telah dikumpulkan tadi
disusun dengan urutan batu-batu berukuran besar diletakkan pada bagian
paling bawah, kemudian bagian atasnya ditutupi dengan kayu bakar.
Selanjutnya, disusun lagi batu-batu dengan ukuran yang lebih kecil hingga
bagian teratas ditutupi dengan menggunakan kayu. Barulah selanjutnya
tumpukan batu dan kayu tersebut dibakar hingga batu menjadi panas.
2. Bakar babi
Setelah batu menjadi panas, setiap suku menyerahkan babi dan secara
bergiliran setiap kepala suku memanah babi tersebut. Prosesi memanah ini
juga mempunyai makna tersendiri. Apabila dalam sekali panah babi
tersebut langsung mati, maka hal ini menandakan bahwa acara tersebut
akan sukses. Namun sebaliknya, jika babi tersebut tidak langsung mati,
maka diduga sesuatu yang tidak beres akan terjadi pada acara tersebut.
Jika tujuan acara bakar batu ini adalah untuk upacara kematian, maka
prosesinya beda lagi. Dalam hal ini, beberapa kerabat membawa babi
sebagai tanda belasungkawa mereka. Jika tidak membawa babi, mereka
akan membawa bungkusan yang berisi tembakau, rokok kretek, kopi,
garam, gula, minyak goreng dan ikan asin. Hal lain yang dilakukan yaitu
ketika mengucapkan belasungkawa, maka masing-masing harus berciuman
pipi dan berpelukan erat.
3. Memasak
Saat kaum pria menyiapkan babi yang akan dbakar, kaum wanita akan
menyiapkan bahan-bahan makanan yang akan dimasak. Hewan ini
kemudian dibelah, mulai dari bagian bawah leher sampai kaki belakang.
Isi perut yang tidak dimakan akan dibuang dan yang akan dimakan maka
harus dibersihkan terlebih dahulu. Begitu juga dengan sayur-sayuran dan
umbi-umbian yang akan dimakan.
Makan bersama
Setelah semuanya siap, tibalah saatnya bagi warga untuk makan bersama
menyantap hidangan babi tersebut. Semua penduduk akan dan berkerumun
mengelilingi makanan tersebut. Dalam hal ini, kepala suku akan mendapat
jatah pertama, barulah selanjutnya diikuti oleh semua orang baik pria,
wanita, orang tua, maupun anak-anak.
Demikianlah salah satu kebudayaan unik yang dimiliki oleh warga Papua,
yaitu pesta bakar batu. Bakar batu ini merupakan hal yang sangat
ditunggu-tunggu oleh warga Papua. Bahkan beberapa warga rela
meninggalkan ladang dan menghabiskan uang yang banyak untuk
membiayai pesta ini. Suku-suku pedalaman Papua sampai saat ini masih
sering melaksanakan tradisi unik ini. Terlepas dari makna dan tujuan pesta
bakar batu sebagi ritual, tradisi ini mengajarkan kehidupan sosial yang
ditandai dengan solidaritas, kebersamaan, dan kerjasama yang baik.