Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU

DISUSUN OLEH :

NUR IKHWANUDIN

(18613254)

PRODI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVESITAS MUHAMMADIYAH

PONOROGO 2020
A. Definisi
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman
tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya
(Depkes, 2008).
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru
dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta
ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).

B. Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh
Robet Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen
beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu
600C dalam 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan
nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan
merupakan faktor terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan
tuberkel.(FKUI,2005)
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium tuberculosis
yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak
ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang
yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC
setelah terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke sistem
pencernaan manusia melalui benda/bahan makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri. Sehingga dapat menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat
menjadikan infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005)
C. Manifestasi Klinis
Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:
1. Demam
2. Malaise
3. Anoreksia
4. Penurunan berat badan
5. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu
minggu sampai berbulan-bulan)
6. Peningkatan frekuensi pernapasan
7. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
8. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
9. Demam persisten
10. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan
penurunan berat badan
D. Patofisiologi
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorangn menghirup
basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas
menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari
paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah
ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru
(lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi
fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya
timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara
Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal
infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon
tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik
yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing
caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif. Menurut Widagdo (2011),
setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit
akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif,
Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan
necrotizing caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya
menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami
nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas
akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Somantri (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis
adalah:
1. Sputum Culture
2. Ziehl neelsen: Positif untuk BTA
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)
4. Chest X-ray
5. Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium
tuberculosis
6. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya
selsel besar yang mengindikasikan nekrosis
7. Elektrolit
8. Bronkografi
Test fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah

G. Penatalaksanaan

H. Asuhan keperawatan
1. Pengkajaian
Menurut Soemantri (2008), pengkajian keperawatan pada tuberkulosis
adalah:
a. Data pasien:
Penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak
sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal
di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya
matahari ke dalam rumah sangat minim.Tuberkulosis pada anak dapat terjadi
di usia berapa pun, namun usia paling umum adalah 1– 4 tahun. Anak-anak
lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB
paru-paru dengan perbandingan 3 : 1. Tuberkulosis luar paru-paru adalah TB
berat yang terutama ditemukan pada usia< 3 tahun. Angka kejadian
(prevalensi) TB paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian
meningkat setelah usia remaja di mana TB paru-paru menyerupai kasus pada
pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-paru).

b. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan pasien TBC paru meminta pertolongan
dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu keluhan
respiratoris dan keluhan sistemis (Ardiansyah, 2012).
1) Keluhan respiratoris
a) Batuk
Batuk merupakan refleks pertahanan tubuh yang timbul sebagai mekanisme
fisiologis yang penting untuk bertahan melawan bahan-bahan patogen
dan membersihkan saluran nafas bagian bawah (percabangan trakeobronkial
dari sekresi, partikel asing, debu, aerosol yang merusak masuk ke paru-paru
(Baradah & Jauhar, 2013). Pada penderita tuberkulosis paru sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3
minggu (Wahid & Suprapto, 2013).
b) Batuk darah
Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum yang bercampur dengan cairan
darah, akibat pecahnya pembuluh darah pada saluran nafas bagian bawah.
Batuk darah merupakan suatu gejala penyakit yang sangat serius dan salah
satunya merupakan manifestasi pertama yang terjadi pada penderita
tuberkulosis aktif (Baradah & Jauhar, 2013).
Batuk darah diawali dengan gatal di daerah tenggorokan atau ada keinginan
untuk batuk, selanjutnya darah akan dikeluarkan lewat batuk. Karakteristik
darah yaitu merah terang, berbuih dan dapat bercampur dengan dahak. Berat
ringannya batuk darah akan tergantung pada besar kecilnya pembuluh darah
yang pecah (Muttaqin, 2014).
c) Sesak nafas
Sesak nafas timbul pada tahap lanjut ketika inflitrasi radang sampai
setengah paru-paru (Somantri, 2012). Sesak nafas merupakam gejala yang
nyata terhadap gangguan pada trakeobronkial, parenkim paru, dan rongga
pleural. Sesak nafas terjadi karena terdapat peningkatan pernafasan akibat
meningkatnya resistensi elastik paru-paru, dinding dada, atau meningkatnya
resistensi nonelastisitas (Muttaqin, 2014).
d) Produksi sputum berlebih Sputum adalah timbunan mukus yang berlebihan,
yang diproduksi oleh sel goblet dan kelenjar sub mukosa bronkus sebagai
reaksi terhadap gangguan fisik, kimiawi ataupun infeksi pada membran
mukosa. Banyak sedikitnya sputum serta ciri-ciri dari sputum itu sendiri
(seperti warna, sumber, volume, dan konsistensinya) tergantung dari berat
ringan serta jenis dari penyakit saluran nafas yang menyerang pasien (Baradah
& Jauhar, 2013).
Orang dewasa normal akan memproduksi sputum sekitar 100 ml/hari. Jika
produksi sputum berlebihan, akan mengakibatkan proses pembersihan
menjadi tidak efektif lagi, sehingga sputum akan menumpuk pada saluran
pernafasan (Muttaqin, 2014).

2) Keluhan sistemis
a) Demam
Demam ini merupakan keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul
pada sore atau malam hari pada penderita TBC ini mirip dengan gejala
demam influenza dan gejalanya hilang timbul (Ardiansyah, 2012).
b) Keluhan sistemis lain
Keluhan yang biasanya timbul ialah keluar keringat di malam hari,
anoreksia, penurunan berat badan, dan tidak enak badan (malaise). Timbulnya
keluhan biasanya muncul secara bertahap dalam beberapa minggu atau bulan
(Ardiansyah, 2012).
c. Riwayat kesehatan saat ini
Pengkajian sistem pernafasan seperti menanyakan tentang perjalanan sejak
timbul keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misalnya: sejak kapan
keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, di mana pertama kali keluhan timbul,
apa yang sedang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang
memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini
sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidak usaha tersebut dan
sebagainya (Muttaqin, 2014).
Pengkajian dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Pada pasien TBC
yang paling sering dikeluhkan adalah batuk, pasien TBC paru juga sering
mengeluh batuk darah dan juga sesak nafas (Ardiansyah, 2012).
Keluhan yang sering muncul antara lain:
 Demam: subfebris, febris (40-410C) hilang timbul.
 Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkhus.
 Sesak napas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru-paru.
 Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan akan timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
 Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam.
 Sianosis, sesak napas, dan kolaps: merupakan gejala atelektasis.
 Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi
merupakan penyakit infeksi menular

2. Pemeriksaan Fisik

Pada tahapan dini sulit diketahui, auskultasi napas ronchi basah kasar dan
nyaring, hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara umforik, pada keadaan lanjut terjadi atropi,
retraksi interkostal dan fibrosa.

Pemeriksaan fisik sering disebut sebagai diagnosis fisik. Pemeriksaan


fisiknpada sistem pernafasan berfokus pada bagian thorax yang meliputi:

1) Inspeksi

Pemeriksaan dengan melihat keadaan umum sistem pernafasan dan menilai


adanya tanda-tanda abnormal misalnya adanya sianosis, pucat, kelelahan,
sesak nafas, batuk dan menilai adanya produksi sputum (Muttaqin, 2014).
Inspeksi yang berkaitan dengan sistem pernafasan adalah melakukan
pengamatan atau observasi pada bagian dada, bentuk dada simetris atau tidak,
pergerakan dinding dada, pola nafas, frekuensi nafas, irama nafas, apakah
terdapat proses ekshalasi yang panjang, apakah terdapat otot bantu
pernafasan, gerak paradoks, retraksi antara iga dan retraksi di atas klavikula.
Dalam penghitungan frekuensi pernafasan jangan diketahui oleh pasien yang
dilakukan pemeriksaan karena akan mengubah pola nafasnya (Djojodibroto,
2014).

2) Palpasi

Palpasi dilakukan dengan meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar di


atas dada pasien. Saat palpasi, perawat menilai adanya fremitus taktil pada
dada dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh”
secara berulang. Jika pasien mengikuti instruksi tersebut secara tepat, perawat
akan merasakan adanya getaran pada telapak tangannya. Normalnya, fremitus
taktil akan terasa pada individu yang sehat, dan akan meningkat pada kondisi
konsolidasi. Selain itu palpasi juga dilakukan untuk mengkaji temperatur
kulit, pengembangan dada, adanya nyeri tekan, thrill, titik impuls maksimum
abnormalitas massa dan kelenjar, sirkulasi perifer, denyut nadi, pengisian
kapiler, dll (Mubarak et al., 2015).
3) Perkusi

Secara umum, perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ
dalam serta untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau udara di dalam
paru. Perkusi sendiri dilakukan dengan menekankan jari tengah (tangan
nondominan) pemeriksaan mendatar diatas dada pasien. Kemudian jari
tersebut diketuk-ketuk dengan menggunakan ujung jari tengah atau jari
telunjuk tangan sebelahnya. Normalnya, dada menghasilkan bunyi resonan
atau gaung perkusi. Pada penyakit tertentu (misalnya: pneumotoraks,
emfisema), adanya udara atau paru-paru menimbulkan bunyi hipersonan atau
bunyi drum. Sementara bunyi pekak atau kempis terdengar apabila perkusi
dilakukan diatas area yang mengalami atelektasis (Mubarak et al., 2015).

4) Auskultasi

Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan didalam tubuh.


Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan menggunakan stetoskop.
Bunyi yang terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas, durasi, dan
kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih valid dan akurat, auskultasi
sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali. Pada pemeriksaan fisik paru,
auskultasi dilakukan untuk mendengarkan bunyi nafas vesikular, bronkial,
bronkovesikular, rales, ronki, juga untuk mengetahui adanya perubahan bunyi
nafas serta lokasi dan waktu terjadinya (Mubarak et al., 2015). Pada pasien
TBC paru timbul suara ronki basah, kasar dan nyaring akibat peningkatan
produksi sekret pada saluran pernafasan (Somantri, 2012)

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Sputum Kultur: yaitu untuk memastikan apakah keberadaan


Mycrobacterium Tuberculossepada stadium aktif.

b. Skin test: mantoux, tine, and vollmer patch yaitu reaksi positif
mengindikasi infeksi lama dan adanya antibody, tetapi tidak mengindikasikan
infeksi lam dan adanya antibody, tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang
sedang aktif.

c. Darah: leukositosis, LED meningkat.

4. Diagnosa Keperawatan SDKI

a. Bersihan jalan napas tidak efektif,


b. Gangguan pertukaran gas,
c. Gangguan ventilasi spontan,
d. Pola napas tidak efektif,
e. Resiko aspirasi

5. Intervensi

No Diagnose Tujuan dan kriteria Intervensi keperawatan


. keperawatan(SDKI) hasil (SLKI) (SIKI)
1. Bersihan jalan Bersihan Jalan Latihan batuk Efektif:
nafas tidak Nafas Meningkat, a. Identifikasi
efektif dengan kriteria kemampuan batuk
berhubungan hasil: b. Monitor adanya retensi
dengan sekresi a. Batuk efektif sputum
yang tertahan meningkat. c. Monitor tanda dan
b. Produksi sputum gejala infeksi saluran
menurun. nafas
c. Mengi menurun. d. Monitor input dan
d. Wheezing output cairan (mis.
menurun. jumlah dan karakteristik)
e. Dypsnea e. Atur posisi semi fowler
menurun. atau fowler.
f. Ortopnea f. Pasang perlak dan
menurun. bengkok di pangkuan
g. Sulit bicara pasien.
menurun. g. Buang sekret pada
h. Sianosis tempat sputum.
menurun. h. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif.
i. Anjurkan tarik nafas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian
keluaran dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8
detik
j. Anjurkan mengulangi
tarik nafas dalam hingga
3 kali
k. Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah tarik
Nafas dalam yang ke-3
l. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
2. Gangguan Pertukaran gas Pemantauan respirasi
pertukaran gas
DEFINISI : Kriteria hasil : Observasi
Kelebihan atau a. monitor frekuensi,
kekuarangan Tingkat kesadaran irama, kedalaman, dan
oksigenasi dan atau meningkat upaya napas
eleminasi Menurun b. monitor kemampuan
karbondioksida pada Dispnea batuk efektif
membran alveolus- Bunyi napas c. monitor adanya
kapiler. tambahan produksi sputum
Pusing d. auskultasi bunyi napas
Penglihatan kabur e. monitor saturasi
Diaphoresis oksigen
Gelisah f. monitor nilai AGD
Napas cuping hidung g. monitor hasil x-ray
Meningkat thorax
PCO2 h. Atur interval
PO2 pemantauan respirasi
Takikardia sesuai kondisi pasien
pH arteri i. Jelaskan tujuan dan
sianosis prosedur pemantauan
pola napas j. Terapi oksigen
warna kulit
k. Monitor kecepatan
aliran oksigen
l. Monitor aliran
oksigen secara periodic
dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
m. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi

n. pertahankan kepatenan
jalan napas siapkan dan
atur peralatan pemberian
oksigen,berikan oksigen
tambahan, jika itu perlu
o. ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
dirumah
p. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen Kolaborasi
penggunaan oksigen saat
aktivitas dan atau tidur
3. Pola Napas Tidak Kriteria hasil : a. Observasi
Efektif Inspirasi dan/ b. Monitor pola napas
Definisi : ekspirasi yang (frekuensi,
Inspirasi dan/atau memberikan ventilasi kedalaman, usaha
ekspirasi yang tidak adekuat napas)
memberikan Ventilasi per mmenit c. Monitor bunyi
ventilasi adekuat meningkat napas tambahan
Kapasitas vital (mis. Gurgling,
diameter thoraks mengi, weezing,
anterior posterior, ronkhi kering)
tekanan inspirasi dan d. Monitor sputum
ekspirasi meningkat (jumlah, warna,
Dispnea menurun aroma)
Frekuensi napas dan e. Terapeutik
kedalaman nafas f. Pertahankan
membaik kepatenan jalan
napas dengan head-
tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika
curiga trauma
cervical)
g. Posisikan semi-
Fowler atau Fowler
h. Berikan minum
hangat
i. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
j. Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
k. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
l. Penghisapan
endotrakeal
m. Keluarkan
sumbatan benda
padat dengan
forsepMcGill
n. Berikan oksigen,
jika perlu
o. Edukasi
p. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi.
q. Ajarkan teknik
batuk efektif
r. Kolaborasi
s. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu.

6. Implementasi keperawatan

Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat


mengimplementasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan terminologi NIC,
implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang
merupakan tindakan keperawatan yang khusus yang diperlukan untuk
melaksanakan intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan
atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun
dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi
dengan mencataT tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan
tersebut (Kozier et al., 2011).

7. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika


klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju
pencapaian tujuan/hasil, dan keefektifan rencana asuhan keperawatan.
(Kozieretal., 2011). Tujuan evaluasi adalah untusk menilai pencapaian tujuan
pada rencana keperawatan yang telah ditetapkan, mengidentifikasi variabel-
variabel yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan, dan mengambil
keputusan apakah rencana keperawatan diteruskan, modifikasi atau dihentikan
(Manurung, 2011).

Berdasarkan PPNI (2019) tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan setelah
tindakan yang diberikan untuk bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu:

a. Batuk efektif meningkat.

b. Produksi sputum menurun.


c. Mengi menurun.

d. Wheezing menurun.

e. Dypsnea menurun.

f. Ortopnea menurun.

g. Sulit bicara menurun.

h. Sianosis menurun.

i. Gelisah menurun.

j. Frekuensi nafas membaik.

k. Pola nafas membaik

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing


Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley
Blackwell.

Anda mungkin juga menyukai