Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT JANTUNG

KORONER

Disusun untuk memenuhi tugas Praktek Klinik Keperawatan I

Disusun Oleh:

RAMA DEBI ARIANSYAH

18613249

PRODI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

PONOROGO 2020
A. Penyakit Jantung Koroner (PJK)

1. Definisi

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaaan arteri

koroner yang menyempit dan tersumbat, sehingga menyebabkan aliran

darah ke area jantung yang disuplai arteri tersebut berkurang (Black &

Hawks, 2014). Penyakit jantung koroner terjadi ketika arteri yang

mensuplai darah untuk dinding jantung mengalami pengerasan dan

penyempitan (Saputra, 2014). Lemone, Burke, & Bauldoff (2015)

menyatakan penyakit jantung koroner terjadi karena kerusakan aliran

darah menuju miokardium. National Heart, Lung, and Blood Institute

(NHLBI) (2015) menyatakan bahwa PJK adalah penyakit dengan

keadaan plak yang menumpuk di dalam arteri koroner yang merupakan

penyuplai darah yang kaya akan oksigen menuju ke otot jantung.

2. Etiologi

Penyakit jantung koroner biasanya disebabkan oleh ateroklerosis,

sumbatan pada arteri koroner oleh plak lemak dan fibrosa. Penyakit

jantung koroner ditandai dengan angina pectoris, sindrom koroner

akut, dan atau infark miokardium (Lemone, Burke, Bauldoff, 2015).

Penyebab primer penyakit arteri koroner adalah inflamasi dan

pengendapan lemak di dinding arteri (Black & Hawks, 2014).

Sherwood (2014) menambahkan spasme vascular yang merupakan

suatu konstriksi spastik abnormal yang secara transie menyempitkan

pembuluh koronaria dan spasme vaskular berkaitan dengan tahap awal

penyakit arteri koronaria.


3. Faktor Risiko

Faktor risiko yang mencetuskan PJK dapat dikelompokkan dalam dua

kategori yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat

dimodifikasi:

a. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

1) Hipertensi

Hipertensi adalah hasil tekanan darah yang

konsisten sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg.

Hipertensi merusak sel endotel arteri, kemungkinan

disebabkan oleh kelebihan tekanan dan perubahan

karakteristik aliran darah. Kerusakan ini dapat merangsang

perkembangan plak ateroklerotik.

2) Diabetes

Diabetes mempengaruhi endotelium pembuluh

darah, berperan pada proses ateroklerosis. Hiperglikemia

dan hiperinsulinemia, perubahan fungsi trombosit, kenaikan

kadar fibrinogen, dan inflamasi juga berperan pada

perkembangan aterosklerosis pada orang diabetes.

3) Hiperlipidemia

Hiperlipidemia adalah kadar lemak dan lipoprotein

tinggi yang abnormal. Lipoprotein densitas rendah (LDL)

adalah pembawa utama kolesterol, Kadar tinggi LDL

meningkatkan ateroklerosis karena LDL menyimpan


kolesterol pada dinding arteri, Kenaikan trigliserida juga

berperan pada risiko pada PJK.

4) Merokok

Pria perokok mempunyai dua hingga tiga kali risiko

mengalami penyakit jantung disbanding pria bukan

perokok; wanita yang perokok mempunyai risiko hingga

empat kalinya. Nikotin membuat kontriksi arteri,

membatasi perfusi jaringan (pengiriman aliran darah dan

oksigen). Lebih lanjut, nikotin mengurangi kadar HDL dan

meningkatkan agregasi trombosit, meningkatkan risiko

pembentukan thrombus.

5) Obesitas

Obesitas umumnya didefinisikan sebaga indeks massa

2
tubuh (IMT) 30 kg/m atau lebih dan distribusi lemak yang

mempengaruhi risiko PJK. Orang yang obes mempunyai

risiko hipertensi, diabetes, dan hyperlipidemia yang lebih

tinggi dibanding dengan yang nornal.

6) Kurang aktifitas fisik

Kurang aktifitas fisik dikaitkan dengan risiko PJK

yang lebih tinggi. Manfaat latihan pada kardiovaskular

mencakup peningkatan ketersediaan oksigen ke otot

jantung, penurunan kebutuhan oksigen dan beban kerja

jantung, serta peningkatan fungsi miokardium dan stabilitas

listrik. Efek positif lain dari aktifitas fisik teratur mencakup


oenurunan tekanan darah, lemak darah, kadar insulin,

agregasi trombosit, dan berat badan.

7) Diet

Diet adalah faktor risiko PJK terutama supan lemak

dan kolesterol secara bebas. Diet banyak buah, sayur,

gandum utuh, dan asam lemak tidak jenuh tampak

mempunyai efek perlindungan untuk mencegah penyakit

PJK.

b. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Black & Hawks,

2014).

1) Keturunan (termasuk ras)

Anak-anak dari orang tua yang memiliki penyakit

jantung memiliki risiko PJK yang lebih tinggi. Peningkatan

risiko ini terkait dengan predisposisi genetik pada

hipertensi, peningkatan lemak darah, diabetes dan

obesitas yang meningkatkan risiko PJK.

2) Pertambahan usia

Usia mempengaruhi risiko dan keparahan PJK. PJK

simtomatis tampaknya lebih banyak pada orang berusia

lebih dari 40 tahun, 4 dari 5 orang yang meninggal karena

PJK berusia 65 tahun atau lebih.

3) Jenis kelamin

Pria memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami serangan

jantung pada usia lebih muda, risiko pada wanita meningkat


signifikan pada masa menopause, sehingga angka PJK

pada wanita setelah menopause dua atau tiga kali lipat pada

usia yang sama sebelum menopause.

4. Patofisiologi

a. Aterosklerosis

Pada aterosklerosis, lemak menumpuk pada lapisan intima

arteri. Muttaqin (2009) menambahkan bahwa penyakit

arteriosklerosis disebabkan akibat kelainan metabolism lipid,

koagulasi darah, dan keadaan biofisika serta biokimia dinding

arteri. Fibroblast di area tesebut merespons dengan memproduksi

kolagen dan sel otot polos berproliferasi, bersama-sama

membentuk lesi kompleks yang disebut plak. Plak terdiri atas

sebagian besar kolesterol, trigliserida, fosfolipid, kolagen, dan sel

otot polos. Plak mengurangi ukuran lumen pada arteri yang

terserang, mengganggu aliran darah. Selain itu plak dapat

menyebabkan ulkus, menyebabkan pembentukan thrombus yang

dapat menyumbat pembuluh secara komplet.


Gambar 1. Ateroklersosis:

Gambar A menunjukkan lokasi jantung dalam tubuh.

Gambar B menunjukkan arteri coroner normal dengan aliran darah

yang normal.

Gambar C menunjukkan arteri koroner menyempit oleh plak.

Penumpukan plak membatasi aliran darah yang kaya oksigen

melalui arteri (NHLBI, 2015). Plak yang menebal akan

menghambat pertukaran nutrien bagi sel-sel yang terletak di dalam

dinding arteri yang terkena sehingga terjadi degenerasi dinding di

sekitar plak (Sherwood, 2014). Seiring waktu, plak dapat

mengeras atau pecah (membuka). Plak mengeras akan

mempersempit arteri koroner dan mengurangi aliran darah yang

kaya oksigen ke jantung. Jika ruptur plak, gumpalan darah dapat

terbentuk di permukaannya, sehingga bekuan darah besar sebagian

atau seluruhnya dapat memblokir aliran darah melalui arteri

koroner. Jika aliran darah yang kaya oksigen ke otot jantung

berkurang atau diblokir, angina atau serangan jantung bisa terjadi

(NHLBI, 2015).
b. Angina Pektoris

Angina Pektoris adalah rasa nyeri yang timbul karena

iskemia miokardium, ditandai dengan episode nyeri dada. Angina

pectoris stabil memiliki tampilan klinis yang khas yaitu rasa tidak

nyaman dan lokasi yang sulit ditunjuk didaerah dada atau lengan,

dipicu oleh aktifitas fisik atau stress emosional dan membaik 5-10

menit. Sedangkan angina pektoris tidak stabil yaitu rasa tidak

nyaman di dada terjadi saat istirahat atau aktivitas minimal, dan

biasanya berlangsung lebih 20 menit, terkadang berkembang

menjadi nyeri hebat dan terus menerus (Setiati, et. al, 2014).

Ketika kebutuhan oksigen miokardium lebih besar disbanding

yang dapat disuplai oleh pembuluh yang tersumbat sebagian, sel

miokardium menjadi iskemik dan berpindah ke metabolisme

anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan asam laktat yang

merangsang ujung saraf otot, menyebabkan nyeri. Nyeri berkurang

saat suplai oksigen kembali dapat memenuhi kebutuhan

miokardium (Lemone, Burke, Bauldoff, 2015). Tiga tipe angina

(Lemone, Burke, Bauldoff, 2015) adalah :

1) Angina stabil

Adalah bentuk angina yang paling umum dan dapat

diprediksi. Angina stabil terjadi pada jumlah aktivitas

atau stress yang dapat diprediksi dan merupakan

manifestasi umum PJK. Angina stabil biasanya terjadi


saat kerja jantung meningkat karena latihan fisik,

terpajan dingin, atau stress.

2) Angina Prinzmetal (varian)

Adalah angina atipikal yang mendadak (tidak terkait

dengan aktivitas) dan seringkali pada malam hari.

Angina ini disebabkan oleh spasme arteri koroner

dengan atau tanpa lesi aterosklerotik. Mekanisme pasti

spasme arteri koroner tidak diketahui. Dapat terjadi

akibat respons system simpatis hiperaktif, perubahan

aliran kalsium dalam otot polos, atau penurunan

prostaglandin yang meningkatkan vasodilitasi.

3) Angina tidak stabil

Terjadi pada peningkatan frekuensi, keparahan, dan

durasi. Nyeri tidak dapat diduga dan terjadi pada

penurunan tingkat aktivitas atau stres dan dapat terjadi

pada saat istirahat. Pasien angina tidak stabil berisiko

mengalami infark miokardium.

c. Infark miokardium

Infark miokardium terjadi saat obstruksi komplet arteri

koroner mengganggu suplai darah ke area miokardium. Jaringan

yang terkena menjadi iskemik dan akhirnya mati (infark) jika

suplai darah tidak diperbaiki (Setiati, et. al, 2014). Area nekrotik

dibatasi oleh area jaringan yang cedera atau rusak, yang pada

gilirannya dikelilingi oleh area jaringan iskemik. Ketika sel


miokardium mati, sel hancur dan melepaskan beberapa isoenzim

jantung ke dalam sirkulasi. Kenaikan kadar kreatinin kinase

(creatinin kinase, CK) serum serum dan troponin spesifik jantung

adalah indicator spesifik infark miokardium (Lemone, Burke,

Bauldoff, 2015).

Gambar 2. Infark miokardium:

Gambar A adalah gambaran dari jantung dan arteri menunjukkan

kerusakan koroner (otot jantung mati) yang disebabkan oleh

serangan jantung.

Gambar B adalah penampang arteri koroner dengan penumpukan

plak dan bekuan darah (NHLBI, 2015).

Jika terjadi infark pada pembuluh darah yang lebih kecil, pasien

berisiko lebih tinggi mengalami miokard infark yang dapat


berlanjut menjadi miokard infark gelombang Q. sebuah miokard

infark gelombang Q terjadi akibat berkurangnya aliran darah

melalui salah satu arteri koroner yang menyebabkan miokardium

mengalami iskemia, jejas, dan nekrosis (Saputra, 2014). Ketika

suatu pembuluh koronaria tersumbat total, jaringan jantung yang

dilayani oleh pembuluh tersebut segera mati akibat kekurangan O2

dan terjadi serangan jantung (Sherwood, 2014).

5. Respon Psikologis Dari Pasien PJK

a. Denial (Penyangkalan)

Penyangkalan akan terjadi pada pasien PJK, banyak orang

berpikir jantung sebagai lokus hidup, masalah seperti angina

mengingatkan orang akan kematian dan suatu kenyataan yang

menakutkan. Penyangkalan dapat menyebabkan ketidakinginan

minum obat yang diprogramkan atau melakukan aktivitas yang

akan memicu angina. Sebagian pasien dapat menjadi takut ikut

dalam aktivitas karena nyeri dada yang mungkin terjadi.

Ketidakefektifan tersebut akan mempercepat proses aterosklerosis

dan menghambat pembentukan sirkulasi kolateral dan

memperburuk angina (Lemone, Burke, Bauldoff, 2015).

b. Depresi

Depresi merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas

pada pasien dengan penyakit jantung koroner, terutama setelah

sindrom koroner akut. Kebanyakan penelitian menunjukkan

depresi sebagai gangguan penting yang mengarah ke peningkatan


peristiwa penyakit kardiovaskular, rawat inap ulang di rumah

sakit dan kematian karena PJK. Depresi telah ditemukan menjadi

faktor risiko dalam etiologi PJK. Aterosklerosis merupakan

mekanisme patofisiologi yang mendasari PJK, diketahui

berkembang selama dekade sebelum gejala klinis pertama. Oleh

karena itu, aterosklerosis dapat memfasilitasi gejala depresi

bahkan sebelum gejala klinis PJK (Nekouei, et. al, 2012).

c. Kecemasan

Kecemasan memiliki dampak negatif terhadap prognosis

pada pasien PJK. Roest et al. (2010) dalam Nekouei (2012)

mempelajari hubungan antara kecemasan dan faktor-faktor risiko

penyakit arteri koroner, dan menemukan bahwa kecemasan

merupakan faktor risiko independen untuk PJK dan kematian

jantung.

d. Stres

Respon seseorang terhadap stress dapat berkontribusi

terhadap perkembangan PJK dan dapat meningkatkan risiko PJK

melalui efek pada faktor risiko utama seperti beberapa orang

berespon stress dengan makan berlebihan atau dengan

meningkatkan merokok, dan stress juga berhubungan dengan

peningkatan tekanan darah (Black & Haws, 2014). Variabel-

variabel yang biasa dianggap sebagai komponen dari stres meliputi:

depresi dan kecemasan, isolasi sosial dan kurangnya dukungan

sosial, peristiwa
kehidupan akut dan kronis, karakteristik pekerjaan dan psikososial

(Nekouei, et. al, 2012).

e. Isolasi social

Kurangnya dukungan sosial adalah diindikasikan sebagai

prediktor onset dan prognosis PJK. Seseorang yang menderita

penyakit ini untuk pertama kalinya akan mencari dukungan sosial

dan cara menghadapinya (Nekouei, et. al, 2012).

6. Komplikasi

Sherwood (2014) menyatakan hasil akhir dari Infark Miokard Akut

(serangan jantung) menunjukkan:

a. Kematian mendadak

1) Gagal jantung akut karena jantung terlalu lemah untuk

memompa darah secara efektif untuk menunjang jaringan tubuh

2) Fibrilasi ventrikel fatal yang ditimbulkan oleh kerusakan

jaringan penghantar khusus atau dipicu oleh kekurangan O2.

b. Kematian tertunda akibat penyulit

1) Ruptur mematikan dinding jantung yang mati dan mengalami

degenerasi

2) Gagal jantung kongestif yang semakin parah karena jantung

yang melemah tidak mampu memompa keluar semua darah

yang kembali pada jantung.


c. Pemulihan fungsional penuh

Daerah yang rusak digantikan dengan jaringan parut yang kuat

disertai oleh pembesaran jaringan kontraktil yang tersisa untuk

mengompensasi hilangnya otot jantung.

d. Pemulihan dengan gangguan fungsi

Menetapnya defek fungsional permanen, misalnya bradikardi atau

blok hantaran, akibat kerusakan jaringan otoritmik atau penghantar

yang tidak dapat diperbarui.

7. Penatalaksanaan

Manajemen medis pada pasien PJK adalah mengurangi dan

mengendalikan factor risiko serta mengembalikan suplai darah ke

miokardium. Beragam teknik telah dikembangkan untuk membuka

pembuluh darah dan mengembalikan aliran darah melalui arteri

koroner seperti percutaneous coronary intervention (PCI),

percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA), dan tindakan

bedah seperti coronary artery bypass graft (CABG) (Black & Hawks,

2014). Setelah terapi farmakologi dan tindakan bedah berhasil

memperbaiki kondisi pasien, selanjutnya sesuai indikasi pasien untuk

mengikuti program rehabilitasi jantung untuk pemulihan , dan

menyiapkan pasien secara bertahap kembali pada aktivitas sehari-hari

pasien sebelum terkena PJK (Mertha, 2010).


8. Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Biodata, yang perlu dikaji yaitu nama, nomor rekam medis, jenis

kelamin, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,

status, agama, alamat, pekerjaan, serta umur pasien.

2. Keluhan Utama, merupakan keluhan paling menonjol yaitu klien

mengeluh nyeri dada di anterior, prekordial, substernal yang dapat

menjalar ke lengan kiri, leher, punggung dan epigastrium. Nyeri dada

dirasakan seperti tertekan beban berat, diremas yang timbul mendadak.

Durasi serangan dapat bervariasi dan merupakan alasan pokok klien

masuk rumah sakit atau keluhan utama saat dilakukan pengkajian oleh

perawat.

3. Riwayat penyakit sekarang, merupakan informasi tentang keadaan dan

keluhan keluhan klien saat timbul serangan yang baru timbul atau

sering hilang timbul, durasi, kronologis dan frekuensi serangan nyeri.

Gejala utama yang diidentifikasi klien dengan penyakit kardiovaskuler

meliputi nyeri dada (chest pain), sesak napas, fatigue, palpitasi,

pingsan, nyeri pada ekstremitas.

4. Riwayat penyakit masa lalu, meliputi riwayat penyakit yang pernah

diderita oleh klien terutama penyakit yang mendukung munculnya

penyakit sekarang contohnya Hipertensi, penyakit pembuluh darah,

diabetes mellitus, gangguan fungsi tiroid, rheumatoid heart disease.

5. Riwayat penyakit keluarga, informasi dapat digali tertang usia dan

status kesehatan anggota keluarga yang bertali darah. Status kesehatan


anggota keluarga meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita

keluarga klien terutama gangguan sistem kardiovaskular.

6. Riwayat psikososial, berhubungan dengan kondisi penyakitnya serta

dampaknya terhadap kehidupan sosial klien. Keluarga dan klien akan

menghadapi kondisi yang menghadirkan situasi kematian atau rasa

takut terhadap nyeri, ketidakmampuan serta perubahan pada dinamika

keluarga. Perlu dicatat tentang jenis pekerjaan klien serta adanya stres

fisik maupun psikis yang mempengaruhi beban kerja jantung.

7. Pengkajian, terkait hal-hal yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada

koroner menurut Padila (2013) :

a. Lokasi nyeri, pengkajian daerah mana tempat mulai nyeri,

penjalaranya, nyeri dada koroner khas mulai dari sternal menjalar

ke leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian aula.

b. Sifat nyeri, perasaan penuh rasa berat seperti kejang diremas,

menusuk, mencekik dan rasa terbakar.

c. Ciri rasa nyeri, derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam

jangka waktu tertentu.

d. Kronologis nyeri, awal timbul nyeri serta perkembanganya secara

berurutan.

e. Keadaan pada waktu serangan, apakah timbul saat kondisi tertentu

f. Faktor yang memperkuat atau meringankan rasa nyeri misalnya

sikap atau posisi tubuh, pergerakan, tekanan.


g. Karakteristik nyeri, komponen pengkajian analisis symptom

meliputi Palitatif atau provocative, Quality atau Quantity, Region,

Severity, dan Timing (PQRST) menurut Andarmoyo (2013).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedara fisiologis :

Iskemia

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan hasil
Nyeri akut SLKI : SIKI : Managemen Nyeri
berhubungan dengan 1. Tingkat nyeri Observasi :
agen pencedara 2. Kontrol gejala 1. Identifikasi lokasi,
fisiologis :Iskemia 3. Kontrol nyeri karakteristik durasi,
4. Mobilitas fisik frekuensi, kualitas dan
Definisi : intensitas nyeri
Pengalaman sensorik 5. Status kenyamanan
6. Tingkat agitasi 2. Identifikasi skala nyeri.
atau emosional yang
7. Tingkat ansietas 3. Identifikasi nyeri non
berkaitan dengan
kerusakan jaringan 8. Tingkat depresi verbal.
aktual atau fungsional, 4. Identifikasi pengetahuan
dengan onset Ekspektasi : tentang nyeri.
mendadak atau lambat Menurun 5. Identifikasi pengaruh
dan berintensitas nyeri terhadap kualitas
ringan hingga berat dan Kriteria hasil : hidup
konstan, yang 1. Keluhan nyeri 6. Monitor keberhasilan
berlangsung kurang menurun terapi komplementer yang
dari 3 bulan. 2. Meringis menurun sudah diberikan
3. Sikap protektif Terapeutik :
Penyebab : menurun
1. Berikan teknik non
1. Agen pencedera 4. Tidak merasa
gelisah farmakologi untuk
fisiologis (misal :
inflamasi, iskemia, 5. Frekuensi nadi mengurangi rasa
neoplasma) membaik nyeri(misal : kompres
2. Agen pencedera 6. Pola napas hangat)
kimiawi (misal : membaik 2. Kontrol lingkungan yang
terbakar, bahan 7. Proses berpikir memperberat nyeri
kimia iritan) membaik 3. Fasilitasi istirahat dan
3. Agen pencedra 8. Pola tidur tidur
fisik (misal : abses, membaik 4. Pertimbangkan jenis dan
amputasi, terbakar, sumber nyeri dalam
terpotong,
mengangkat berat, pemilihan strategi
prosedur operasi meredakan nyeri
trauma, latihan Edukasi :
fisik berlebihan) 1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
Gejala dan Tanda 2. Jelaskan strategi
Mayor :
meredakan nyeri
Subjektif :
3. Anjurkan memonitor nyeri
1. Mengeluh nyeri
Objektif : secara mandiri
1. Tampak meringis 4. Anjurkan teknik
2. Bersikap protektif nonfarmakologi untuk
3. Gelisah mengurangi rasa nyeri
4. Frekuensi nadi Kolaborasi :
meningkat 1. Kolaborasi pemberian
5. Sulit tidur Analgetik, jika perlu
Gejala dan Tanda
Minor
Subjektif :
- (tidak tersedia)
Objektif
1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan
berubah
4. Proses berfikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaphoresis

Kondisi Klinis
Terkait
1. Kondisi
pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrome coroner
akut
5. Glaukoma

Anda mungkin juga menyukai