B. FARMAKOKINETIK
Absorbsi
Menurut Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD (2013), absorpsi dari anestesi lokal
tergantung pada aliran darah, yang mana ditentukan dengan faktor – faktor berikut :
1. Tempat penyuntikan – Tingkat absorpsi sistemik sesuai dengan vaskularitas tempat
penyuntikan : intravena > tracheal > interkostal> caudal > paracervical > epidural >
pleksus brachialis > sciatic > subkutan.
2. Adanya vasokonstriktor – penambahan epinefrin menyebabkan vasokonstriksi pada
tempat pemasukan. Konsekuensi penurunan absorpsi meningkatkan uptake neuron,
menambah kualitas analgesia, memperpanjang lama kerja dan membatasi efek
samping toksis. Efek vasokonstriktor lebih jelas dengan obat kerja pendek. Contohnya,
penambahan epinefrin pada lidokain biasanya memperpanjang lama anestesi
sebanyak kira – kira 50%, tetapi epinefrin tidak punya efek yang signifikan ketika
ditambahkan ke bupivakain, yang lama kerjanya tergantung pada derajat tinggi dari
ikatan protein.
3. Obat anestesi lokal – obat anestesi local yang terikat kuat dengan jaringan lebih
lambat diabsorpsi (misalnya etidokain). Obat ini juga bervariasi dalam sediaan
vasodilator intrinsiknya.
Distribusi
Distribusi tergantung pada uptake organ, yang mana ditentukan oleh faktor – faktor
berikut :
1. Perfusi jaringan – Organ dengan tingkat perfusi yang tinggi (otak, paru, hati, ginjal dan
jantung) mempunyai uptake inisial yang cepat (fase alfa), yang diikuti dengan
redistribusi yang lebih lambat (fase beta) sampai jaringan dengan tingkat perfusi yang
sedang (otot dan usus),
2. Koefisien partisi jaringan/darah ikatan plasma protein yang kuat cenderung untuk
menahan anestesi dalam darah, sementara kelarutan lemak yang tinggi membantu
uptake oleh jaringan,
3. Massa jaringan – otot merupakan reservoir cadangan untuk obat anestesi lokal
karena massanya yang besar (Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD., 2013).
C. FARMAKODINAMIK
Anestesi lokal memblokir arus Na+, sehingga mengurangi rangsangan jaringan saraf,
jantung atau sistem saraf pusat. Anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf (blokade
konduksi) dengan menghambat aliran ion natrium melalui saluran natrium ion-selektif
dalam membran saraf. Saluran natrium itu sendiri adalah reseptor spesifik untuk molekul
anestesi lokal. Kegagalan permeabilitas saluran ion natrium untuk meningkatkan
memperlambat laju depolarisasi sehingga potensi ambang tidak tercapai dan dengan
demikian potensi aksi tidak diperbanyak). Anestesi lokal tidak mengubah potensial
transmembran istirahat atau potensial ambang (Flood P, Rathmell JP, Shafer S., 2015).
- Kardiovaskuler
Secara umum, obat anestesi lokal mendepresi otomatisitas miokardium (fase IV
depolarisasi spontan) dan mengurangi durasi dari periode refraktif. Kontraktilitas
myocardium dan kecepatan konduksi didepresi pada konsentrasi yang lebih tinggi. Efek ini
dihasilkan dari perubahan membran otot jantung (misalnya blockade chanel natrium
jantung) dan penghambatan dari sistem saraf otonom. Injeksi Bupivakain intravaskular
yang tidak disengaja selama anestesi lokal dapat menyebabkan reaksi kardiotoksik berat,
hipotensi, atrioventrikuler blok dan disritmia seperti fibrilasi ventrikel. Bupivakain memblok
chanel natrium jantung dan merubah fungsi mitokondrial, ropivakain mempunyai indeks
terapi yang lebih besar daripada bupivakain (Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD,
2013).
Sistem kardiovaskular lebih tahan terhadap efek toksik dari konsentrasi plasma
tinggi anestesi lokal daripada CNS. Sebagai contoh, lidokain dalam konsentrasi plasma, 5
mg/mL tanpa efek jantung yang merugikan, hanya menghasilkan penurunan laju
depolarisasi. Namun demikian, konsentrasi lidokain plasma 5 hingga 10 mg/mL dapat
menghasilkan hipotensi berat (Flood P, Rathmell JP, Shafer S., 2015).
Reaksi kardiovaskuler oleh kokain tidak seperti obat anestesi lokal lainnya.
Adrenergik ujung saraf mengabsorpsi kembali norepinefrin setelah dilepaskan. Kokain
menghambat reuptake ini, karena itu memperkuat efek stimulasi adrenergik. Respon
kardiovaskuler terhadap kokain termasuk hipertensi dan ektopik ventrikuler (Butterworth
JF, Mackey DC, Wasnick JD, 2013).
- Sistem Respirasi
Lidokain mendepresi pusat hipoksik (respon ventilasi pada PaO2 yang rendah).
Apnea dapat terjadi akibat paralisis saraf frenikus dan interkostal atau depresi pusat
respirasi (Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD, 2013).
- Dexmedetomidine
Telah digunakan sebagai adjuvan dalam pencampuran anestesi lokal untuk
memperpanjang efek anestesi lokal. Dalam metaanalisa baru baru ini, menunjukkan
peningkatan durasi blok motorik dan sensorik dan juga peningkatan durasi (Flood P,
Rathmell JP, Shafer S., 2015). Dexmedetomidine jauh lebih spesifik dari α-2 agonis, dan
dapat memperpanjang blok motorik dan sensorik dengan anestesi lokal lebih lama sekitar
4 jam. Mekanisme kerja mirip dengan clonidine (Miller RD et al, 2015).
- Epinephrine
Epinefrin (1:200.000 atau 5 μg/mL) dapat ditambahkan ke larutan anestesi lokal untuk
menghasilkan vasokonstriksi, yang membatasi penyerapan sistemik dan mempertahankan
konsentrasi obat di sekitar serabut saraf sehingga menambah durasi kerja anestesi lokal.
Penambahan epinefrin ke larutan lidokain atau mepivakain memperpanjang durasi
blokade konduksi dan mengurangi penyerapan sistemik anestesi lokal sebesar 20%
hingga 30% (Flood P, Rathmell JP, Shafer S., 2015).
Menurut Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, et al (2015), efek analgesik langsung dari
epinefrin juga dapat terjadi melalui interaksi dengan α 2- reseptor adrenergik di otak dan
sumsum tulang belakang. Dosis terkecil disarankan karena epinefrin yang dikombinasikan
dengan anestesi lokal mungkin memiliki efek toksik. Berikut adalah tabel efek
penambahan epinefrin pada anestesi lokal :
- Buprenorfin
Agonis reseptor μ-opiat parsial melalui mekanisme blokade reseptor κ- dan δ-opioid
ddan blockade kanal sodium. Blokade dengan anestesi lokal kerja lama sampai sekitar 6
jam tetapi dengan efek samping insiden mual dan muntah yang tinggi (Miller RD et al,
2015).
- Magnesium
Juga menunjukkan hasil awal yang menjanjikan ketika dimasukkan ke dalam ruang
intratekal sebagai tambahan pada anestesi lokal dengan atau tanpa opioid (Flood P,
Rathmell JP, Shafer S., 2015).
- Opioid
Opioid memiliki beberapa mekanisme kerja analgesik sentral dan perifer. Pemberian
opioid spinal memberikan analgesia terutama dengan mengurangi nosisepsi serat-C.
Pemberian opioid bersama dengan anestesi lokal neuraksial sentral menghasilkan
analgesia sinergis. Studi klinis mendukung praktek administrasi bersama neuraksial
sentral anestesi lokal dan opioid untuk perpanjangan dan intensifikasi analgesia dan
anestesi (Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, et al, 2015).
DAFTAR REFERENSI
1. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK, Stock MC, Ortega R, Sharar SR,
Holt NF. Clinical Anesthesia. 8th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015.
2. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology.
5 th ed. New York: McGraw Hill; 2013.
3. Flood P, Rathmell JP, Shafer S. Stoelting’s Pharmacology and Physiology in
Anesthetic Practice. 5 th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015.
4. Miller RD, Cohen NH, erikson LI, Fleisher LA, Wiener-Kronish JP, Young WL. Miller’s
Anaethesia. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Sauders; 2015.