Anda di halaman 1dari 13

Efek Furosemide pada Tekanan Darah Arteri, Tingkat Glukosa Darah, dan

Tingkat Resiko Aritmia Jantung

Elvedin Osmanovic1, *, Esed Omerkic1, Semir Imamovic2, Mirza Mukinovic1,

Halid Mahmutbegovic3, Mersiha Cerkezovic4

1
Emergency Department, Health Center Zivinice, Zivinice, Bosnia and Herzegovina

2
Department of Anesthesiology and Resuscitation, University Clinical Center Tuzla,
Tuzla, Bosnia and Herzegovina

3
Department of Quality Control, Health Center Zivinice, Zivinice, Bosnia and
Herzegovina

4
Department of Internal Medicine, Health Center Zivinice, Zivinice, Bosnia and
Herzegovina

Alamat Email:

elveos@hotmail.com (E. Osmanovic)

* Penulis yang berkorespondensi

Untuk mengutip artikel ini:

Elvedin Osmanovic, Esed Omerkic, Semir Imamovic, Mirza Mukinovic, Halid


Mahmutbegovic, Mersiha Cerkezovic. The Effect of

Furosemide on Arterial Blood Pressure, Blood Glucose Levels and Incidence of Heart
Arrhythmias. American Journal of Internal Medicine.

Vol. 5, No. 3, 2017, pp. 41-45. doi: 10.11648/j.ajim.20170503.12

Diterima: 26 Maret 2017; Disetujui: 5 April 2017; Diterbitkan: 29 April 2017

Abstrak:
Furosemide adalah zat diuretic yang sering digunakan untuk menangani hipertensi.
Obat ini sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah dan lazim digunakan ketika
menangani hal-hal darurat terkait hipertensi. Obat ini bisa diberikan melalui intravena
dan efek maksimalnya dapat dicapai dalam 30 menit. Dikarenakan obat ini
menyebabkan hilangnya ion potassium, obat ini juga dapat mempengaruhi
berkurangnya insulin dalam darah, sehingga menyebabkan glukosa darah dan aritmia.
Studi kasus prospektif acak telah dilakukan di Emergency Medical Service of Public
Health Institution Center “Zivinice”, dimana kami menganalisa 120 pasien pengidap
penyakit jantung terkait hipertensi dan diabetes. Kami mengikutsertakan 120 pasien
pengidap hipertensi dan diabetes mulai dari Februari hingga akhir Juli 2016. Data yang
dianalisa adalah: usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, analisa tingkat tekanan darah
arteri, perubahan karakteristik laboratorium, dan analisa elektrokardiografi. Dari ketiga
kelompok pasien tersebut, tingkat maksimal tekanan darah ketika pasien sampai di
ruang IGD dapat disimpulkan, dimana rata-rata tingkat tekanan darah arteri adalah
173/113 mmHg. Menurut analisa dari ketiga kelompok pasien ini, tidak ada perubahan
statistik tingkat kejadian aritmia yang signifikan setelah dilakukan tindakan dengan
furosemide. Dengan hasil pengamatan ketiga kelompok pasien ini sebagai acuan, rata-
rata perubahan glukosa darah setelah tindakan dengan furosemide adalah 0,7 mmol/L.
Furosemide aman digunakan untuk penanganan hipertensi pada pasien pengidap
diabetes. Obat ini tidak memicu kenaikan kadar glukosa dalam darah.

Kata kunci: Furosemide, Hipertensi, Diabetes, Aritmia

1. Pengenalan

Asupan potassium diterima oleh tubuh melalui makanan (50 - 100 mmol / hari) dan
didistrubiskan melalui cairan tubuh dimana mayoritas (98%) dari potassium
ditempatkan di dalam cairan sel, sementara 2% terdapat dalam cairan ekstraseluler.
Hasilnya adalah konsentrasi potassium dalam cairan sel sebesar 140-150 mmol/L dan
3,5 - 5,0 mmol/L dalam cairan ekstraseluler. Gradien konsentrasi potassium ini
terbentuk dan dipertahankan oleh pompa Na+/K+ dan daya kedap potassium oleh
membran sel [1].
Insulin mendorong kinerja pompa Na+/K+ yang meningkatkan masuknya potassium
dalam sel dengan mengurangi konsentrasi potassium dalam cairan ekstraseluler. Bila
tubuh mengalami kekurangan potassium, kondisi ini dikenal juga sebagai hypocalemia
yang mengurangi sekresi insulin dalam tubuh yang akan meningkatkan tingkat glukosa
darah. Tingkat potassium dalam tubuh juga mempengaruhi detak jantung saat
mengalami defisiensi potassium (hypocalemia) yang dapat mengakibatkan denyut
jantung menjadi cepat. Dalam ECG, defisiensi potassium muncul sebagai
supraventricular tachycardia [2].

Furosemide adalah zat diuretik yang sering digunakan untuk menangani hipertensi.
Obat ini sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah dan lazim digunakan ketika
menangani hal-hal darurat terkait hipertensi. Obat ini bisa diberikan melalui intravena
dan efek maksimalnya dapat dicapai dalam 30 menit. Dikarenakan obat ini
menyebabkan hilangnya ion potassium, obat ini juga dapat mempengaruhi
berkurangnya insulin dalam darah, sehingga menyebabkan glukosa darah dan aritmia
[3].

Tujuan dari makalah ini adalah:

(1) Efek furosemide terkait penanganan dan krisis hipertensi.

(2) Untuk menentukan krisis hipertensi pada pasien pengidap hipertensi dan diabetes.

(3) Untuk menentukan tingkat frekuensi gangguan aritmia jantung sebelum dan sesudah
tindakan antihipertensi menggunakan furosemide.

(4) Untuk menentukan tingkat gula dalam darah sebelum dan sesudah tindakan
antihipertensi menggunakan furosemide.

2. Metode

Studi acak prospektif telah dilakukan di Emergency Medical Service of Public Health
Institution Center “Zivinice”, dimana kami menganalisa 120 orang pasien pengidap
penyakit jantung terkait hipertensi, diabetes, atau telah mengalami tekanan darah tinggi
tanpa terdiagnosa dengan penyakit jantung terkait hipertensi dan diabetes. Pasien dibagi
menjadi 3 kelompok, tiap kelompok beranggotakan 40 orang pasien. Berikut adalah
kelompok yang terbentuk:

a) Kelompok pertama berisi pasien pengidap hipertensi;

b) Kelompok kedua berisi pasien pengidap hipertensi yang juga memiliki penyakit
komorbiditas diabetes;

c) Kelompok ketiga (kontrol) berisi pasien dengan sejarah darah tinggi namun
tidak terdiagnosa dengan hipertensi maupun diabetes.

Ketiga kelompok ini diberikan pengobatan dengan furosemide 2 kali sehari dengan
dosis 20mg = 40mg iv (2x20mg = 40mg). Seluruh data pasien dikumpulkan dan
dianalisa dengan persetujuan oleh Komite Etik Public Health Center “Zivinice”. Data
demografi, klinis, dan laboratorium pasien dikumpulkan dari Februari hingga Juli 2016.

Kriteria untuk menjadi bagian dari studi untuk kedua jenis kelamin adalah: tekanan
darah tinggi, tingkat glukosa darah yang tinggi, berusia 18 - 80 tahun, tidak merokok,
tidak mengonsumsi alkohol, dan makanan terakhir berjarak 6 jam atau lebih. Kriteria
untuk tidak dijadikan bagian dari studi adalah: memiliki penyakit yang mempengaruhi
tingkat glukosa dan potassium (kecuali pengidap diabetes), mengalami operai pada
jantung dan pembuluh darah, memiliki penyakit pankreas, adanya reaksi stress akut, dan
penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi irama jantung dan tingkat glukosa dalam
darah.

Data dikumpulkan saat pasien tiba di ruang IGD dan 30 menit setelah pemberian
furosemide. Pasien dipilih secara berurutan dan dianalisa sebagai berikut:

(1) Evaluasi klinis tiap pasien melibatkan jejak rekam medis yang terkait gejala berikut:
nyeri pada dada, nafas pendek, pusing dan mual, estaxis, anksietas, kejang, deficit focal
neurologic (kesemutan atau rasa lemah pada bagian ujung tubuh, gangguan bicara,
kelainan keseimbangan, rasa bingung, dan hilang kesadaran), dan gangguan visual. Data
terkait durasi hipertensi dan pengobatan antihipertensi tiap pasien juga turut
dikumpulkan.
(2) Analisa tekanan darah arteri diukur dalam ruang IGD. Tekanan darah arteri semua
pasien diukur dengan sphygmomanometer (perangkat pengukur tekanan darah) “Riester
diplomat” yang diproduksi di Jerman.

(3) Analisa elektrokardiografi (EKG) dilakukan dalam ruang IGD. Pemeriksaan


elektrokardiogram dilakukan pada semua pasien menggunakan alat elektrokardiografi
“Schiller AT-2 Plus” yang diproduksi di Swiss dengan 12 saluran konvensional dalam
kondisi optimal (kecepatan tembak 25mm/detik, pantulan pengukur terkalibrasi
1mV/10mm). Kami menganalisa aritmia (tachycardia, bradycardia, hambatan AV,
premature, getaran dan kedipan atrial dan ventricular) dan iskemia.

(4) Kami menganalsa hasil dari pengobatan hipertensi (30 menit setelah tindakan
dilakukan pengukuran tingkat tekanan darah arteri dan kesuksesan tindakan didasarkan
pada pengukuran tersebut).

(5) Pembandingan EKG dilakukan sebelum dan sesudah tindakan.

(6) Glukosa dalam darah diukur sebelum dan sesudah tindakan, dimana evaluasi dan
analisa statistik dari efek obat-obatan pada tingkat glukosa darah telah dilakukan.
Pengukuran glukosa darah dilakukan menggunakan glucometer “Wellion Calla Light”
dan strip yang diproduksi di Austria. Sampel darah diambil dari ujung jari jari dan
disinfeksi jari dilakukan menggunakan Asepsol.

Indeks Massa Tubuh (BMI) diukur menggunakan rumus yang digunakan untuk
mengukur BMI:

Gambar 1. Menunjukkan cara untuk menghitung BMI


Obat yang digunakan dalam studi ini adalah: Furosemide 20 mg / 2 ml x 2 ampul i.v.
(Lodix, diproduksi oleh Bosnalijek, Bosnia and Herzegovina).

Seluruh data dianalisa menggunakan statistic deskriptif, dimana data angka didapatkan
dengan pengukuran kecenderungan sentral dan pengukuran penyebaran yang tepat.
Seluruh data angka juga dijabarkan dalam tabel dan grafik yang sesuai.

Metode dan tes non-parametrik berikut digunakan untuk menghitung besaran satistik:
untuk menghitung perbedaan dalam kelompok dilakukan 2x tes, sementara untuk
menghitung perbedaan antar grup dilakukan juga 2x tes dan tes Kruskall-Wallis, dan
bila terdapat perbedaan statistic antar kelompok, tes tambahan antar kelompok
dilakukan dengan tes Mann-Whitney U; untuk data perbedaan parametrik antar
kelompok dihitung menggunakan dihitung menggunakan analysis of variance
(ANOVA) varian tunggal yang dilanjutkan dengan tes Tukey’s HD untuk memeriksa
adanya perbedaan antar kelompok, ditambah dengan tes Murid “T” sebagai sampel
pembantu; penghitungan sebelum dan sesudah pengobatan yang diresepkan dilakukan
menggunakan tes peringkat Wilcoxon; sementara untuk penghitungan korelasi yang
dibutuhkan dilakukan menggunakan tes korelasi Pearson and Spearman.

Hipotesa statistic telah dilakukan pada besaran α= 0,05, dimana perbedaan antar
kelompok dalam sampel dianggap signifikan bila p<0,05. Analisa statistic dilakukan
menggunakan bantuan terprogram oleh perangkat lunak biomedis “MedCals for
Windows versi 12.4.0” Copyright ©1993 to 2013, dan sebagian besar menggunakan
"SPSS Statistics 17.0," Copyright © 1993-2007.

3. Hasil

Studi ini melibatkan 120 pasien, dimana 59 diantaranya adalah pria (49,1%) dan 61
orang wanita (50,9%) (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

Jumlah Responden BMI


Pria 59 49,1
Wanita 61 50,9
Total 120 100
(χ2=11.025; df=1; p=0.7)
Perbedaan frekuensi antar pria dan wanita tidak signifikan secara statistik (χ2 = 11.025;
df = 1; p = 0.7). Usia rata-rata sampel pria adalah 52 tahun, sementara wanita berusia
50,8 tahun.

BMI pada semua pasien berkisar antara 19 hingga 38, dengan rata-rata BMI sebesar
26,98 dengan deviasi standar sebesar 4,297. Mayoritas pasien memiliki BMI sebesar 30,
dan 22 orang diantaranya memiliki BMI (18,3%). Tidak ada perbedaan statistik yang
signifikan dalam frekuensi nilai BMI tertentu antara pria dan wanita (χ2= 53.665; df =
54; p = 0.487). Tekanan darah lebih tinggi ketika BMI >25 dan lebih rendah bila BMI
<25. Hal ini ditetapkan sebagai korelasi statistik yang signifikan antara BMI dan
hipertensi (p <0,001).

Dari pengamatan terhadap 3 kelompok pasien ini, dapat ditemukan jumlah maksimal
tekanan darah arteri pasien saat tiba di IGD menunjukkan pasien pengidap hipertensi
dan diabetes, dimana rata-rata tekanan darah arteri sebesar 173/113 mmHg. Pasien
penderita hipertensi memiliki rata-rata tekanan darah arteri sebesar 166/105 mmHg,
sementara pasien dengan tekanan darah arteri tinggi tanpa terdiagnosa hipertensi
memiliki tekanan rata-rata sebesar 159/103 mmHg.

Setelah tindakan dengan furosemide, angka tekanan darah arteri terendah pada pasien
dengan tekanan darah arteri tinggi tanpa terdiagnosa hipertensi berada pada angka rata-
rata 118/80 mmHg (Tabel 2). Kelompok krisis hipertensi terbesar berada dalam
kelompok pasien pengidap hipertensi (8 kasus), sementara terdapat 4 kasus dalam
kelompok pasien pengidap hipertensi dan diabetes. Pada kelompok dengan tekanan
darah tinggi tanpa terdiagnosa hipertensi dan diabetes tidak ditemukan kasus krisis
hipertensi.

Perbandingan tambahan dilakukan dengan menggunakan tes ulu hati Tukey HSD pada
sebagian kelompok yang diperiksa menunjukkan hasil bahwa kelompok pasien
pengidap hipertensi memiliki perbedaan signifikan terkait krisis hipertensi dibandingkan
kelompok lain.

Table 2. Perbedaan antar kelompok terkait tekanan darah setelah tindakan

Mann-Whitney U Besaran Tingkat rata-rata


tekanan darah arteri
Pasien pengidap Z = -6,286 p<0,001 130/95
hipertensi
Pasien pengidap Z= -1,726 p=0,084 138/103
hipertensi dan
diabetes
Pasien pengidap Z= -4,342 p<0,01 118/80
darah tinggi tanpa
terdiagnosa
hipertensi
Z = -4,342 p<0,001 118/80

Perhitungan tambahan dengan tes Mann-Whittney’s U antar kelompok individu


menggunakan penyesuaian Bonferroni’s dengan besaran statistik (α= 0.05 / 3 = 0.017),
dimana ditemukan perbedaan besaran statistik (α<0.017) pada semua kelompok yang
diamati.

Menurut analisa ANOVA pada ketiga kelompok pasien, tidak ada perbedaan statistik
pada munculnya aritmia setelah dilakukan pengobatan menggunakan furosemide
dimana p = 0,202 (Tabel 3).

Dari pengamatan kelompok pria dan wanita, tidak ditemukan perbedaan besaran
statistik dimana p = 0,709. Gangguan aritmia yang paling umum adalah
superventricular tachycaria dengan total sebesar 7 kasus (5,7%).

Elvedin Osmanovic et al.: The Effect of Furosemide on Arterial Blood Pressure, Blood

Glucose Levels and Incidence of Heart Arrhythmias

Tabel 3. Hasil EKG pada kelompok pasien yang diamati

Hasil Aritmia Iskemia


normal
Pasien pengidap hipertensi 35 5 0
Pasien pengidap hipertensi 36 4 0
dan diabetes
Pasien pengidap darah tinggi 37 3 0
tanpa terdiagnosa hipertensi
Total 108 12 0
(X2=32.549; df=9; p=0.202)

Setelah masuk dalam IGD, tingkat glukosa darah tertinggi ditemukan dalam kelompok
pengidap hipertensi dan diabetes dengan besaran rata-rata 11,9 mmol/L, dimana
kelompok pengidap tekanan darah arteri tinggi tanpa terdiagnosa hipertensi dan diabetes
memiliki besaran rata-rata terendah pada 6,7 mmol/L (p=0,09) (Tabel 4).

Tabel 4. Tingkat glukosa dalam darah saat tiba di IGD

Kelompok pasien Besara Deviasi Besaran Besaran


n rata- standar terendah tertinggi
rata
Pasien pengidap 7,1 4,340 4,0 8,2
hipertensi
Pasien pengidap 11,9 4,039 7,1 18,4
hipertensi dan diabetes
Pasien pengidap darah 6,7 4,420 4,2 7,3
tinggi tanpa terdiagnosa
hipertensi
ANOVA: F (3.156) = 7.864; p=0.09

Setelah tindakan dengan furosemide, tidak ditemukan perbedaan statistik yang


signifikan pada glukosa dalam darah antar 2 jenis kelamin dalam tiap kelompok
p<0,0823.

Pengamatan antar kelompok juga tidak menunjukkan perbedaan statistik yang


signifikan dalam peningkatan kadar glukosa dalam darah setelah tindakan dengan
furosemide (p<0,09). Berdasarkan pengamatan pada ketiga kelompok pasien tersebut,
jumlah rata-rata glukosa dalam darah setelah tindakan dengan furosemide adalah 0,7
mmol/L, dimana angka ini tidaklah signifikan secara statistik (p=0,3).

4. Diskusi

Hipertensi arteri menunjukkan kenaikan permanen tekanan darah sistolik dan/atau


diastolik diatas ambang batas secara fisiologi atau tekanan darah arteri normal.
Hipertensi seringkali tidak menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien, sehingga bisa
tidak terdiagnosa dalam waktu panjang. Hipertensi adalah gangguan kardiovaskuler
paling parah di negara-negara dengan pendapat nasional tinggi di Eropa, dimana
hipertensi dapat ditemukan pada 20%-50% dari populasi dewasa [4].

Sebuah penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 1994 - 1998 menunjukkan
tingkat insidensi sebesar 37% pada populasi Inggris saat itu. Pria dan usia merupakan
hal yang berkaitan erat dengan hipertensi. Dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa
separuh dari responden mengetahui bahwa mereka mengidap hipertensi namun tidak
menggunakan terapi antihipertensi (Weeber, 2005). Dalam penelitian kami, pasien
terdiri dari 49,1% pasien pria pengidap hipertensi dengan usia rata-rata 52 tahun dan
50,9% pasien wanita pengidap hipertensi dengan usia rata-rata 50,8 tahun [5].

Lebih dari separuh populasi dewassa mengidap kelebihan berat badan (BMI 25 - 29,9)
atau obesitas (BMI > atau = 30). Kombinasi BMI yang tinggi dan tekanan darah arteri
yang tinggi adalah faktor yang signifikan secara statistik (Brown, 2000). Penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian kami [6].

Di Inggris, sekitar separuh dari populasi berusia menengah memiliki tekanan darah
tinggi. Sebagian besar pasien memiliki tekanan darah hingga 160/00 mmHg, namun 1
dari 20 pasien menderita hipertensi dengan tekanan darah lebih tinggi dari 160/100
mmHg (Kenny, 2012). Dalam penelitian kami, tekanan darah arteri rata-rata adalah
sebesar 173/113 mmHg, dimana jumlah ini sedikit lebih tinggi dari hasil yang
ditemukan dalam penelitian yang dilakukan di Inggris [7].

Pada ketiga kelompok pasien, furosemide diberikan dengan terapi parenteral dan dosis
40 mg yang disuntik secara intravena. Dalam studi yang dilakukan oleh Tn. Osmanović
dengan menggunakan furosemide dan diazepam, terdapat penurunan tekanan darah
sistolik sebesar 35,88, sementara tekanan darah diastolik menurun sebesar 27,14 mmHg.

Dalam penelitian yang kami lakukan, kelompok pasien dengan tekanan daraha rteri
tinggi tanpa terdiagnosa hipertensi dan diabetes mengalami penurunan tekanan darah
sistolik sebesar 41 mmHg dan diastolik sebesar 23mmHg. Dalam penelitian kami,
diabetes adalah salah satu komorbiditas paling umum yang ditemui dalam 33% pasien.
Diabetes dan obesitas adalah komorbiditas yang paling umum ditemui, baik secara
individu maupun bersamaan, pada pasien pengidap hipertensi, sementara jarang ditemui
pada pasien dengan tekanan darah normal [8].

Sebuah penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 1994 - 1998 menunjukkan
tingkat insidensi sebesar 37% pada populasi Inggris saat itu. Pria dan usia merupakan
hal yang berkaitan erat dengan hipertensi. Dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa
separuh dari responden mengetahui bahwa mereka mengidap hipertensi namun tidak
menggunakan terapi antihipertensi (Weeber, 2005). Dalam penelitian kami, pasien
terdiri dari 49,1% pasien pria pengidap hipertensi dengan usia rata-rata 52 tahun dan
50,9% pasien wanita pengidap hipertensi dengan usia rata-rata 50,8 tahun [9].

Sebuah analisa hipertensi arteri yang dikomplikasi dengan krisis hipertensi telah
dilakukan di Moscow. Ditarik kesimpulan bahwa krisis hipertensi meningkat sebesar
14% dari tahun 2005 hingga 2009. Jumlah krisis hipertensi telah meningkat pada usia
muda (18 - 35 tahun). Komplikasi cerebrovascular pada krisis hipertensi terjadi pada
pasien yang dipengaruhi oleh usia pasien, dimana pada pasien pria paling umum
ditemui pada pasien berusia 36 - 74 tahun, dan pada usia lebih dari 75 tahun pada pasien
wanita. Jumlah krisis hipertensi terbesar pada penelitian kami ditemui pada pasien
pengidap penyakit jantung terkait hipertensi tanpa terdiagnosa diabetes [10].

Dalam penelitian yang kami lakukan, superventricular tachycardia adalah gangguan


irama jantung yang paling umum (5,7%), dimana angka ini lebih rendah dibanding
penelitian yang dilakukan di Uni Eropa yang menunjukkan dari 91.237 pasien, hanya
terdapat 197 (0,22%) yang mengidap paroxysmal supraventricular tachycardia setelah
menggunakan furosemide [11]. Makalah ini menunjukkan bahwa penggunaan
furosemide tidak mempengaruhi tingkat kambuhnya aritmia jantung secara signifikan.

Dalam penelitian kami, rata-rata peningkatan glukosa dalam darah yang terjadi pada
ketiga kelompok pasien setelah tindakan menggunakan furosemide hanya sebesar 0,7
mmol/L, dimana jumlah ini tidak memiliki pengaruh besar secara statistik. Studi yang
dilakukan oleh Lind menunjukkan bahwa furosemide meningkatkan konsentrasi glukosa
dalam darah sebesar 0,3 mmol/L. Penelitian kami menunjukkan peningkatan glukosa
dalam darah 2,5x lebih besar dibanding Lindov, namun tetap tidak memiliki pengaruh
besar secara statistik [12]. Dari penelitian kami, dapat disimpulkan penggunaan
furosemide tidak meningkatkan kadar glukosa dalam darah secara signifikan dan dapat
digunakan dengan aman untuk kasus penurunan tekanan darah arteri tinggi bagi pria dan
wanita.

Pasien pengidap diabetes memiliki kecenderungan untuk terkena tekanan darah tinggi.
Ada beberapa alasan mengapa hipertensi sering ditemui pada pasien pengidap diabetes.
Beberapa alasan yang paling umum adalah jenis kelamin, usia, kombinasi antara
penyakit jantung terkait hipertensi essensial dan diabetes, hyperinsulinemia dan
proteinuria, serta obesitas. Sekitar 30% pasien pengidap diabetes memiliki tekanan
darah tinggi [13]. Hal ini sejalan dengan penelitian kami, dimana sepertia dari jumlah
total pasien yang diamati (33%) mengidap penyakit jantung terkait hipertensi dan
diabetes.

5. Kesimpulan

Karena furosemide menurunkan tekanan dalam pembuluh darah, obat ini sering
digunakan untuk menangani tekanan darah tinggi, umumnya ketika obat penurun darah
lain sudah tidak efektif. Furosemide sejatinya adalah obat antihipertensi, sehingga
pasien yang menggunakannya untuk menangani hipertensi perlu berhati-hati untuk
menghindari dehidrasi dan hilangnya mineral secara ekstensif. Furosemide dapat
digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan agen antihipertensi lain. Furosemide
adalah obat yang efektif untuk menurunkan tekanan darah secara cepat. Furosemide
aman digunakan untuk menangani hipertensi pada pasien pengidap diabetes. Obat ini
tidak memicu naiknya kadar glukosa dalam darah.

Daftar Pustaka

[1] S. Gamulin, “Patofiziologija”, Medicinska naklada. Zagreb,2011, pp. 493-50.

[2] H. Brown et all, “ Body mass index and the prevalence of hypertension and
dyslipidemia”, [WWW] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/.

[3] E Merck, “The Merck Manual of Diagnosis and Therapy”, Merck Manuals, 2011,
pp. 103-105.

[4] P. Kumar, “Kumar and Clark's Clinical Medicine”, Saunders ltd., 2012 vol. 11,
pp.1243-1250.
[5] JH. Bauer and WC. Gauntner, “Effect of potassium chloride on plasma renin activity
and plasma aldosterone during sodium restriction in normal man”, Kidney Int., 1979,
pp. 246-30.

[6] T. Kenny, “High blood pressure (hypertension)”, [WWW] http://www.patient.co.uk.

[7] E. Osmanovic, “Novotkrivena, neliječena i neadakvatno tretrirana hipertenzija kao


veliki javno zdravstveni problem u hitnoj pomoći”, 2013, pp. 56-67.

[8] LS. Webber and AL Bedimo-Rung, “The obesity epidemic: incidence and
prevalence”, J Lo State Med Soc., vol 11, 2005, pp.157.

[9] L. Lind, C. Berne, T. Pollare and H. Lithell, “Metabolic effects of anti-hypertensive


treatment with nifedipine or furosemide: a double-blind, cross-over study”, Journal of
Human Hypertension, vol. 9(2), 1995, 137-141.

[10] Calhoun DA et al (2008) Resistant hypertension: diagnosis, evaluation, and


treatment. A scientific statement from the American Heart Association Professional
Education Committee of the Council for High Blood Pressure Research. Hypertension
51:1403.

[11] Pollare T, Lithell H, Selinus I, Berne C. Sensitivity to insulin during treatment with
atenolol and metoprolol: a randomised, double blind study of effects on carbohydrate
and lipoprotein metabolism in hypertensive patients. Department of Geriatrics, Uppsala
University, Sweden. 2014:125:456-459.

[12] FM. Sacks et al., “Effects on blood pressure of reduced dietary sodium and the
dietary approaches to stop hypertension (DASH) diet”, NEJM, vol. 344, pp. 3-10.

[13] O. Samuelsson,” Hypertension in middle-aged men”., Acta Med Scand Suppl.,


2000, 702:1–79.

Anda mungkin juga menyukai