A right is not what someone gives you, it’s what no one can take from you (Ramsey C.)
Hak bukanlah apa yang diberikan seseorang kepada Anda, itu yang tidak dapat diambil dari Anda.
Bagaimanakah dengan kasus pembunuhan? Bukankah itu berarti telah
menghilangkan nyawa seseorang?
Menurut definisinya, pembunuhan adalah suatu tindakan untuk
menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum. Dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya. Berikut bentuk perbuatan pelanggaran HAM yang dapat terjadi dalam kasus pembunuhan:
1) Hak untuk hidup, tercantum dalam pasal 28 A UUD Negara RI Tahun
1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” 2) Hak untuk tidak mendapat perlakuan kejam, tercantum dalam pasal 28 I Ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 yang berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.” 3) Hak atas rasa aman, tercantum pada pasal 28 G Ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 yang berbunyi ”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”
Kasus pembunuhan jelas telah melanggar hak asasi manusia. Sayangnya,
banyak kasus di luar sana yang tidak terpecahkan. Beberapa kasus besar yang terjadi di masa lalu yaitu penembakan misterius 1982-1985, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II. Empat belas tahun sejak reformasi bergulir di tahun 1998, namun proses penyelesaian berbagai pelanggaran HAM berat di masa lalu dinilai tidak mengalami kemajuan signifikan. Tidak terselesaikannya kasus besar pelanggaran HAM tersebut akan berkibat terulangnya pelanggaran HAM.
Salah satu penyebab kasus-kasus pelanggaran HAM terbengkalai tidak lain
disebabkan terbatasnya kewenangan yang dimiliki Komnas HAM. Komnas HAM hanya sebatas memantau, menyelidiki, dan merekomendasikan pelanggaran yang terjadi, selanjutnya rekomendasi itu dilimpahkan pada Kejaksaan Agung. Komnas HAM sudah banyak merekomendasikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Aceh berdasar investigasi. Contohnya kasus pembantaian Teungku Bantaqiah bersama 25 santrinya pada 23 Juli 1999 silam. Komnas HAM menyerahkan rekomendasi kasus tersebut lengkap dengan bukti-buktinya kepada Kejaksaan Agung, namun hingga sekarang belum ada penindakan. Selain itu, minimnya pemahaman HAM di kalangan Pemerintah dan masyarakat di Indonesia mengakibatkan banyak terjadi pelanggaran HAM. Misalnya saja main hakim sendiri yang kerap terjadi di lingkungan masyarakat, hal ini termasuk salah satu pelanggaran HAM.
Salah satu cara untuk menegakkan HAM di Indonesia adalah dengan
memasukkan Pendidikan HAM ke dalam kurikulum sekolah. Pelajar dinilai penting dalam membantu tegaknya HAM dengan membiasakan upaya penegakan HAM dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara. Pelajar adalah generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat memperbaiki sistem penegakan HAM di Indonesia.