A. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat gizi, dimana zat gizi sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber
energi, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, serta pengatur proses tubuh
(Auliya et al., 2015). Menurut (Wahyuningsih, 2014) status gizi merupakan tanda – tanda
penampilan seseorang akibat keseimbangan anatara pemasukan dan pengeluaran zat gizi
yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat pangan yang dikonsumsi pada
suatu saat berdasarkan kategori dan indikator yang digunakan. Penilaian status gizi balita
dapat diukur berdasarkan pengukuran antropometri yang terdiri dari variabel umur, berat
badan (BB) dan tinggi badan (TB). Umur sangat memegang peranan dalam penentuan
status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah.
Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti
bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Ketentuan yang digunakan dalam
perhitungan umur adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari sehingga
perhitungan umur adalah dalam bulan penuh yang artinya sisa umur dalam hari tidak
diperhitungkan (Depkes, 2004).
Berikut ada faktor lain yang masih menjadi masalah utama dalam penyebab gizi buruk.
diantara nya :
Pola Asuh Ibu : Menurut handayani bahwa dalam hal ini tidak terlaksananya pola
asuh ibu diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti pemberian makanan
yang hygienis bebas dari bakteri, selain itu jarang melakukan monitoring kesehatan si
anak, menyediakan obat, dan merawat serta membawanya ke tempat pelayanan
kesehatan. Disini perlunya ibu agar lebih dapat meluangkan waktu untuk memberikan
suatu pola asuh yang lebih baik serta lebih berarti untuk mendukung terhadap status gizi
yang lebih baik dimiliki oleh anak ibu.
Infeksi : Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan
malnutrisi. Infeksi sekecil apa pun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi
malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya
akan mempermudah masuknya beragam penyakit. (anisa, 2018)
Pola Asuh yang salah : Hasil studi “positive deviance” mengemukakan bahwa
dari sekian banyak bayi dan anak-anak di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang
gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui
bahwa pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh
ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan yang mengerti tentang
pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin ternyata
anaknya lebih sehat. Sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau
pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Selain itu banyaknya perempuan
yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan
juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk. (anisa, 2018)
Peran keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak akan menentukan tumbuh
kembang anak, perilaku ibu dalam menyusui atau memberi makan, cara makan yang
sehat, memberi makanan yang bergizi dan mengontrol besar porsi yang dihabiskan akan
meningkatkan status gizi anak. Anak yang diasuh dengan baik oleh ibunya akan lebih
berinteraksi secara positif dibandingkan bila diasuh oleh selain ibunya. Selain itu ketika
anak di asuh oleh orang tuanya sendiri seperti ibunya maka akan mendekatkan sang anak
secara emosional kepada ibu nya, selain itu anak juga akan lebih mendapatkan kasih
sayang seutuhnya dari sang ibu yang juga dapat mempengaruhi kesehatannya. Peran
keluarga pun dapat menjadi salah satu faktor pencegah terjadinya gizi buruk pada anak.
(Hidayat, 2005)
Aryani, N. A., & Wahyono, B. (2020). Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan
(PMT-P) untuk Penderita Balita Gizi Buruk. HIGEIA (Journal of Public Health Research
and Development), 4(3), 460-470.
DepkesRI.2005.Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1611/MENKES/SK/XI/2005 tentang
Pedoman Pelayanan anak Gizi Buruk. Jakarta:DinkesRI.
Handayani, R. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada anak
balita. Jurnal Endurance, 2(2), 217-224.
Partini, S., & Sensussiana, T. (2016). PERAN PERAWAT TERHADAP PENCEGAHAN GIZI
BURUK PADA BALITA DI KABUPATEN KLATEN. STIKES DUTAGAMA
KLATEN, 8(2).
Rini, 2017
Kemenkes, 2011
Kemenkes, 2010
Wahyuningsih, 2014
Oktavia, 2017
Depkes 2004