Anda di halaman 1dari 171

PEDOMAN

PENYUSUNAN SKRIPSI- LITERATURE REVIEW

PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHTAN


TRI MANDIRI SAKTI
2020

pg. 1 Program Studi Ners


BUKU
MODUL

PEDOMAN PENYUSUNAN SKRIPSI –LITERATURE REVIEW

TIM PENYUSUN PROGRAM STUDI NERS


VISI, MISI DAN TUJUAN PROGRAM STUDI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU

VISI PROGRAM STUDI


Menjadikan Program Studi Ners yang profesional dan unggul dalam manajemen disaster pada tahun 2023

MISI PROGRAM STUDI

1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran dengan mengedepankan role model perawatan


profesional.
2. Menyelenggarakan praktek keperawatan, dengan terus menerus meningkatkan mutu pelayanan melalui
pendidikan dan pelatihan yang menitikberatkan pada manajemen disaster.
3. Menyelenggarakan kerjasama dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat dalam
pengembangan program studi Ners untuk menghasilkan lulusan yang profesional .

TUJUAN PROGRAM STUDI NERS ADALAH :

1) Menyelenggarakan kurikulum keperawatan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan


profesional dalam bidang keperawatan.
2) Mengelola pelayanan keperawatan secara bertanggung jawab dengan menunjukan sikap profesional.
3) Pengembangan kemampuan profesional dosen melalui pelatihan, magang dan perencanaan studi lanjut.
4) Mengembangkan soft skill dalam melaksanakan profesi keperawatan

pg. 3 Program Studi Ners


A. LATAR BELAKANG

Sehubungan dengan adanya pandemic COVID-19 yang sedang melanda Indonesia pada
umumnya, dan Provinsi Bengkulu khususnya, maka sistem pembelajaran di perguruan tinggi
mengalami perubahan, begitupula dengan pelaksanaan skripsi. Alih Pembelajaran akibat pandemi
di lingkungan STIKES Tri Mandiri Sakti juga mengalami perubahan menggunakan metode
Literature Review sebagai salah satu pilihan dalam penyelesaian tugas akhir penganti skripsi.
Dasar pelaksanan perubahan ini adalah surat edaran Kemendikbud RI No.
36962/MPK.A/HK/2020-Pembelajaran secara daring ; Kemendikbud melalui Lembaga Layanan
Pendidikan Tinggi Wilayah II (L2DIKTI) mengenai “pencegahan penyebaran COVID-19 di
perguruan tinggi serta Surat edaran ketua STIKES Tri Mandiri Sakti No. 0281-SE/K.01
STIKESTMS/2020–Kegiatan Belajar Mengajar daring.

Proses menulis review sebuah paper atau artikel ilmiah biasa dilakukan untuk mengetahui lebih
dalam mengenai isi dari sebuah paper. Beberapa bidang studi seperti kesehatan biasanya akan
memberikan penugasan atau sistem tugas akir dengan metode ini, hal ini dilakukan untuk
memperkenalkan mahasiswa pada bagian ilmu yang lebih dalam/expert. Review ilmiah merupakan
sebuah proses atau tulisan yang disusun untuk membedah sebuah studi atau penelitian ilmiah.
Tujuan utama melakukan review ilmiah adalah memahami isi dari artikel dengan mengenali
beberapa poin penting dan apa yang diargumentasikan oleh penulis artikel. Jenis review terdiri
dari : traditional review, natarive review, argumentative, literature review, systematic review, dan
scoping review. Pada lingkungan STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu, khususnya prodi
keperawatan, Skripsi dapat dialuhkan dengan review ilmiah seperti literature review dan atau
systematic review.

A. KONSEP REVIEW ILMIAH


1. Pengertian
Review ilmiah merupakan sebuah proses atau tulisan yang disusun untuk membedah
sebuah studi atau penelitian ilmiah (Nursalam, 2020).
Studi pustaka adalah istilah lain dari kajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis,
landasan teori, telaah pustaka (literature review), dan tinjauan teoritis.
Literature review adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atau karya tertulis,
termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan (Embun,
2012).
Pengintegrasian bukti ilmiah berupa hasil penelitian dapat dilihat pada evidence base.
Hirarki evidence dalam evidence based

Gambar 1. Evidance Base practice

2. Tujuan
Tujuan utama dalam melakukan review ilmiah adalah memahami isi dari artikel dengan
mengenali beberapa poin penting dan apa yang diargumentasikan oleh penulis artikel
(Perdana, 2015).
3. Jenis-jenis Review
a. Tradional review
Metode tinjauan pustaka yang umum dilakukan dan hasilnya banyak temukan pada
survey paper.

pg. 5 Program Studi Ners


b. Natarive review
Mengambarkan dan mendiskusikan topic atau tema tertentu dari sudut pandang
teoritis dan kontekstual.
c. Argumentative
Artikel yang mendukung atau membantah argument, asumsi yang tertanam kua untuk
sebuah kritis studi.
d. Systematic review
Cara sistematis untuk mengumpulkan, mengevaluasi secara kritis, mengintegrasikan
dan menyajikan temuan studi penelitian.
e. Literature review
Uraian teori, temuan dan artikel penelitian lainnya untuk di jadikan landasan kegiatan
penelitian.
f. Scoping review
Mensintesis bukti penelitian dan sering digunakan untuk mengkategorikan atau
mengelompokan literature yang ada di bidang tertentu.

4. KERANGKA ISI SKRIPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU- LITERATURE REVIEW

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN
HALAMAN PENGESAHAN
MOTO
KATA PENGANTAR
ABSTRAK (BAHASA INDONESIA:IMRAD: Pendahuluan. Metodelogi, Hasil dan
Pembahasan/Makna)

ABSTRACT (BAHASA INGRIS : IMRAD-Introduction, Methodology, Result, and


Discusion).
DAFTAR ISI, TABEL, GAMBAR, LAMPIRAN
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat Praktis (bagi Institusi, Mahasiswa, bagi Peneliti selanjutnya)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian


3.2 Cara pengumpulan data
3.3 Metode analisis data
3.4 Cara Pengumpulan Data (Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas)

3.4.1 Hasil pencarian dan seleksi studi

3.4.2 Daftar artikel hasil pencarian

BAB 4 HASIL

BAB 5 PEMBAHASAN

BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

6.3 Daftar

PUSTAKA LAMPIRAN

pg. 7 Program Studi Ners


5. PEMBAHASAN KERANGKA SKRIPSI BERBENTUK LITERATUR REVIEW

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masalah >> masalah dan fenomena harus digali, perlu justifikasi mengapa literature
review diperlukan, dan ditutup dengan problem statement.

Skala >> pastikan skala dari permasalahan mengerucut dai skala yang besar hingga
terkecil serta dampak.

Kronologi >> perjelas apa factor penyebab, berikan studi penguat untuk penentuan
urgensi dari masalah.

Solusi : kemukakan solusi yang ingin diberikan oleh penulis dalam LR.

1.2 Rumusan Masalah >> tuliskan rumusan masalah dalam proses pencarian LR

1.3 Tujuan >> sertakan objectives/aims dalam pendahuluan LR.

1.4 Manfaat

1.4.1. Manfaat Teoritis

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi

2. Bagi mahasiswa

3. Bagi peneliti
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Berisi mengenai konsep teoritis

BAB 3 METODE
3.1 Desain Penelitian
Contoh: Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode
studi kepustakaan atau literatur review. Literatur review merupakan
ikhtisar komprehensif tentang penelitian yang sudah dilakukan mengenai
topik yang spesifik untuk menunjukkan kepada pembaca apa yang sudah
diketahui tentang topik tersebut dan apa yang belum diketahui, untuk
mencari rasional dari penelitian yang sudah dilakukan atau untuk ide
penelitian selanjutnya (Denney & Tewksbury, 2013). Studi literatur bisa
didapat dari berbagai sumber baik jurnal, buku, dokumentasi, internet dan
pustaka. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan

pg. 9 Program Studi Ners


mencatat, serta mengelolah bahan penulisan (Zed, 2008 dalam Nursalam,
2016). Jenis penulisan yang digunakan adalah studi literatur review yang
berfokus pada hasil penulisan yang berkaitan dengan topik atau variabel
penulisan.

3.1 Cara Pengumpulan Data


• Strategi pencarian literatur {framework, kata kunci yang digunakan, data base
search engine yang digunakan;Scopus;medline;EBSCO;google schoolar)}
• Kriteria pengumpulan jurnal: Seleksi studi dan penilaian kualitas (hasil pencarian
dan seleksi studi, daftar artikel hasil pencarian

✓ Minimal 3 data base akademik yaitu SCOPUS, ProQuest, Science Direct,


Web of Science, CINAHL, PubMed, Research Gate, Sage, Econlit,
PsycINFO, Medline database dan Google Scholar.
✓ 10 artikel dari 5-10 tahun terakhir
✓ Kata kunci yang sesuai dengan tema atau isu utama yang dibahas

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh bukan
dari pengamatan langsung, akan tetapi dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti terdahulu. Sumber data sekunder yang didapat berupa artikel atau jurnal yang
relevan dengan topic dilakukan menggunakan database melalui Scopus, ProQuest, dan
Scient Direct.

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan boolean operator (AND, OR
NOT or AND NOT) yang digunakan untuk memperluas atau menspesifikasikan
pencarian, sehingga mempermudah dalam penentuan artikel atau jurnal yang digunakan.
Kata kunci yang digunakan dalam penelitian yaitu, “sleep quality AND “sleep
disturbance” AND “Intensive Care Unit”.

• Kriteria Inklusi dan eksklusi

Harus detail dan jelas meliputi jenis studi (eksperimental, non-eksperimental, dll), bahasa
yang digunakan dan kriteria lain yang dibutuhkan penulis.

Contoh :

pg. 11 Program Studi Ners


Cara Pengumpulan Data/Seleksi studi dan penilaian kualitas

Screening abstrak dan diikuti dengan screening teks lengkap, perhatikan relevansi dari
studi. Contoh :

3.3 METODE ANALISI DATA

Contoh: Jurnal penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi kemudian


dikumpulkan dan dibuat ringkasan jurnal meliputi nama peneliti, tahun
terbit jurnal, rancangan studi, tujuan penelitian, sampel, instrument (alat
ukur) dan ringkasan hasil atau temuan. Ringkasan jurnal penelitian tersebut
dimasukan ke dalam tabel diurutkan sesuai alfabel dan tahun terbit jurnal
dan sesuai dengan format tersebut di atas.
Untuk lebih memperjelas analisis abstrak dan full text jurnal dibaca
dan dicermati. Ringkasan jurnal tersebut kemudian dilakukan analisis
terhadap isi yang terdapat dalam tujuan penelitian dan hasil/temuan
penelitian. Metode analisis yang digunakan menggunakan analisis isi
jurnal.
BAB 4 HASIL

Penyajian hasil literature dalam penulisan skripsi memuat rangkuman hasil dari masing-masing
artikel yang terpilih dalam bentuk tabel. Pada penulisan hasil harus mencakup : tabel hasil
pencarian, tabel yang sesuai dengan tema dari LR, penjelasan tabel, rangkuman temuan dalam
LR (mengikuti hasil temuan literature yang didapatkan).

Contoh :

pg. 13 Program Studi Ners


BAB 5 PEMBAHASAN

• Fakta : dijabarkan mengapa dan bagaimana (tidak mengulang angka pada bagian hasil)
• Teori : hasil penelitian dikaitkan dengan toeri yang relevan (apakah memperkuat
atau bertentangan).
• Opini : merupakan pendapat/pandangan peneliti terhadap komparasi fakta dan teori

BAB 6 PENUTUP

• Berisi tentang kesimpulan dan saran


PENTING!!!

6. PERSYARATAN MAHASISWA YANG MENGGUNAKAN LITERATUR


REVIEW
a. Mahasiswa membuat skripsi sesuai dengan kerangka skripsi “literature review” yang
telah di susun oleh tim prodi keperawatan.
b. Mahasiswa tidak boleh meng-copy paste jurnal yang di review namun WAJIB men-
parafrase (pengungkapan kembali suatu konsep dengan cara lain dalam bahasa yang
sama, namun tanpa mengubah maknanya).
c. Mahasiswa dapat melakukan seminar hasil skripsi jika “literatur review” yang telah
dibuat setelah mendapat persetujuan dari pembimbing 1 dan 2

pg. 15 Program Studi Ners


DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. (2020). Pedoman Penyusunan Skripsi-Literature Review dan Tesis-Systematic


Review. Sosialisasi Panduan Systematic dan Literature Review Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga, April. 2020.

Perdana, Rizal Setya. (2015). Menulis Review Sebuah Paper atau Artikel Ilmiah. Fakultas Ilmu
Komputer, Universitas Brawijaya. Diakses dari
http://rizalespe.lecture.ub.ac.id/2015/09/menulis-review-sebuah-paper-atau-artikel-ilmiah/.

Wildan, Mohamada. (2020). Karya Ilmiah/Penelitian dengan Metode Studi Literatur.


Disampaikan pada “Kuliah Umum Mahasiswa STIKes Dr. Soebandi Jember” online-Zoom
Meting, 9 Mei 2020.
LAMPIRAN

pg. 17 Program Studi Ners


Available online at http://www.journalijdr.com

ISSN: 2230-9926 International Journal of Development Research


Vol. 08, Issue, 04, pp.20099-20105, April, 2018

REVIEW ARTICLE ORIGINAL RESEARCH OPEN ACCESS


ARTICLE
QUALITY OF LIFE IN PATIENTS WITH ACUTE MYOCARDIAL
INFARCTION: A LITERATURE REVIEW
1Mayara Dos Santos Claudiano, 2Rita Simone Lopes Moreira, 3Bráulio Luna Filho,
4Elizabete Regina Araújo de Oliveira and 5Bruno Henrique Fiorin

1Nursing
student, UFES / CEUNES
2Coordinator of the Cardiology Program of the Multiprofessional Residency of UNIFESP, PhD in Cardiology –
UNIFESP
3Cardiologist, PhD in Cardiology, Professor of the Postgraduate Program in Cardiology – UNIFESP
4Professor at UFES of Semiology Nursing, PhD in nursing USP
5Professor at UFES of Medical-surgical Nursing, PhD in Cardiology- UNIFESP

ARTICLE INFO ABSTRACT

Article History: Introduction: Quality of life (QoL) is one of the expected results for the health sector and an
Received 20th January, 2018 important condition in the evaluation of health care practices and public policies.
Received in revised form Objective: To characterize scientific production in Brazil about QoL in patients with myocardial
07th February, 2018 infarction. Methodology: This is a bibliographical review of the systematic type. The literature
Accepted 19th March, 2018 review was carried out in the databases of the Latin American and Caribbean Literature in Health
Published online 30th April, 2018 Sciences (LILACS), the Nursing Database (BDEnf) and the Medical Literature Analysis and
Retrieval System online (MEDLINE) from October to December 2017 through the Virtual Health
Key Words: Library (BVS).
Quality of life, Myocardial Infarction, Results: Twelve studies were selected for analysis. The main instrument used was the generic SF-
Acute Coronary Syndrome, 36. The domain with the lowest score was physical aspect, the women presented lower QoL.
Rehabilitation, Evaluation. Myocardial revascularization and supervised cardiac rehabilitation were important in improving
QOL.
Conclusion: It was possible to identify some important aspects in the improvement of QoL and
factors that contribute negatively to the recovery of the physical and mental well being of the
subjects. Future studies are needed to assess differences in coping with the disease in relation to
gender.

Copyright © 2018, Mayara Dos Santos Claudiano et al. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution License, which permits
unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.

Citation: Mayara Dos Santos Claudiano, Rita Simone Lopes Moreira, Bráulio Luna Filho, Elizabete Regina Araújo de Oliveira and Bruno Henrique Fiorin,
2018. “Quality of life in patients with acute myocardial infarction: A literature review”, International Journal of Development Research, 8, (04), 20099-20105.

INTRODUCTION sexual and loving life, leisure, professional achievement and


financial security. QoL may be linked to a lifestyle that involves
The World Health Organization (WHO) defines quality of life eating patterns, physical activity practices, and non- adherence
(QoL) as the individual's perception of their position in life in to habits considered harmful. It also involves the individual's
the context of the culture and value system in which they live in capacity to deal with daily situations in the environment in
relation to their goals, expectations, standards and concerns. which they live (Caetano; Soares, 2007). QoL is one of the
QoL is a multidimensional phenomenon, of a subjective nature expected results for the health sector, being an important
of positive and negative aspects (Whoqol, 1995). In its general condition in the evaluation of health care practices and public
sense, it refers to the individual's degree of satisfaction with the policies. These results constitute information complementary to
multiple aspects of life: housing, food, transportation, good decision-making in clinical practice and can determine changes
relationships with others, freedom, autonomy, in health care practices and consolidation of new paradigms of
the health-disease process (Souza et al., 2008; Seidl; Zannon,
*Corresponding author: Bruno Henrique Fiorin, 2004). The QoL assessment is performed
UFES of Medical-surgical Nursing, PhD in Cardiology- UNIFESP.
20100 Mayara Dos Santos Claudiano et al. Quality of life in patients with acute myocardial infarction: A literature review

by the application of instruments, these are divided into generic instruments that are being used to evaluate QL and to identify
and specific. Generics have in their structure a broad concept of the dimensions of QoL affected by the disease.
approach, although the specific instruments, although they also
evaluate several factors emphasize the symptoms, disabilities or MATERIALS AND METHODS
limitations that a specific disease causes in individuals, evaluate
in a specific and detailed way the aspects of the QoL related to This is a bibliographical review of the systematic type of
a specific pathology (Aguiar et al., 2008). Instruments to assess scientific production through the guiding question: Which
quality of life need to demonstrate reliability and validity. The instruments are being used to evaluate the quality of life in
reliability proves that a measure can be replicated repeatedly in patients after myocardial infarction? The literature review was
the same individuals, obtaining similar results (Alcântara, 2005; carried out in the following databases: Latin American and
Pillati; Pedroso; Gutierrez, 2010). Neglecting these aspects in Caribbean Literature in Health Sciences (LILACS), Nursing
an instrument can compromise the reliability of the instrument Database (BDEnf) and Medical Literature Analysis and
and still produce distorted results of the research, so the choice Retrieval System on-line (MEDLINE) in the months of October
of a research instrument is an action that requires a lot of to December of 2017 through the Virtual Health Library (BVS).
attention from the researcher (Pillati; Pedroso; Gutierrez, 2010). For the search, descriptors of the Health Science - DECs and in
The main generic instruments used to evaluate QoL in Brazil the same way in the Medical Subject Headings - MeSH were
are: WHOQOL, developed by the World Health Organization raised, using the Boolean operator "and" for the associations.
Quality of Life group (Pereira; Teixeira; Santos, 2012). The SF- The descriptors used were combined as follows: Quality of Life
36 Medical Outcomes Study Questionnaire 36-Item Short Form and Myocardial Infarction; Quality of Life and Myocardial
Health Survey created by Ware and Sherbourne, originally in Infarction and Questionnaire; Quality of Life and Myocardial
the North American English language (Ciconelli et al., 1999). Infarction and Evaluation; Quality of Life and Acute Coronary
That of Flanagam, developed by the American psychologist Syndrome. Included in the review were article-type studies,
Jhon Flanagan (Flanagan, 1982). The specific instruments most produced in Portuguese, Spanish and English, based on the
commonly used in coronary artery disease patients are: the New population with the use of instruments to evaluate the quality of
QLMI questionnaire developed at NewCastle University, life in people after myocardial infarction in Brazil. We excluded
Australia in 1993 (Lim et al, 1993). Seattle Angina articles that did not have as main theme the evaluation of the
Questionnaire (SAQ) was developed in the English language, is quality of life of patients after myocardial infarction, duplicate
specific for the population with stable angina (Franzen, 2005) articles, studies carried out outside Brazil and literature review
and the MIDAS that was developed by the University of Oxford articles. After searching the databases, applying the inclusion
and validated by Fiorin (2017). Studies on QL arise from new and exclusion criteria, the articles were submitted to the
paradigms that have influenced health policies and practices evaluation of the researchers. The first step was to read the title
(Siviero, 2003). The epidemiological transition brought with it of the articles. In the reading of the title, the inclusion criterion
changes in the pattern of death, morbidity and disability caused used was the presence of one of the descriptors in the text. The
by diseases. These changes contributed to the fact that chronic second step was to read the abstract. Regarding the abstract /
diseases and their complications made them predominant in the abstract / summary analysis, the criterion was that the
population (Schramm et al., 2004; Omram, 2001). methodological process was correlated with the application of
instruments to evaluate the quality of life. Subsequently, the
In Brazil, statistics indicate that cardiovascular diseases are the remaining articles were read in full, characterizing the third
fourth cause of hospitalization for the Unified Health System stage of evaluation, to identify if the works dealt with the theme
(SUS). Within this significant group of diseases, ischemic heart of interest. Finally, the studies were analyzed based on relevant
diseases are the most frequent causes of death, with myocardial information that was compiled and analyzed in order to evaluate
infarction being the single most common cause of death in men the main instruments applied to evaluate the quality of life in
and women. In absolute numbers, the total number of deaths due patients after AMI.
to diseases of the cardiovascular system in 2005, in Brazil, was
283,927, of which 84,945 were caused by ischemia of the heart. RESULTS
(Schmitt et al., 2011, Mendes, 2011, Ruff, Braunwald, 2011, The results of the search and selection of the references are
Datasus, 2017). A study about risk factors for cardiovascular shown in figure 1. Using the combination of descriptors, we
diseases points out the justifications that make studies of QOL obtained the following results: Quality of life and myocardial
to patients with heart disease "unquestionable". The first infarction 450 articles, Quality of Life and Myocardial
argument deals with the dilemma of interventions that, although Infarction and questionnaire 171 articles, Quality of life and
they prolong life, compromise their quality; the second of the myocardial infarction and Evaluation 111 articles and Quality
relationship between the effects of a drug on QoL and patient of Life and Acute Coronary Syndrome 123 articles. The
adherence to prescription; and the third of the validation, from research from these combinations totaled 824 articles, in which
the economic point of view of a given intervention (Silva, the titles were read, 786 were excluded because they were not
Souza, 1998). After an episode of infarction, individuals suffer the subject of interest for this research, and 26 excluded because
from constant fear of death and, above all, from the impositions they were duplicates. After the primary analysis, 12 articles
of changes in habits necessary to prevent a new episode of the were selected and analyzed in their entirety. In relation to the
disease. These questions may change the QoL of these subjects characterization of the studies, one article was published in each
(Siviero, 2003). In view of these considerations, this systematic year, in 2007 and 2008, the highest scientific production was
review aims to characterize the scientific production in Brazil published, six articles were published in this period, three in
about QOL in patients with myocardial infarction, to point out each year. The journal that published the largest number of
the articles on QOL in infarcted patients was the Brazilian Society
of Cardiology with 5 articles representing 41.66%, in the other
journals there was 1 publication
20101 International Journal of Development Research, Vol. 08, Issue, 04, pp.20099-20105, April, 2018

representing 8.33% each. On the authorship of the studies, as 24.99%, 1 study using the Flanegan scale, 1 Seattle Angina
main author 5 (41.66%) are nurses, 2 (16.66%) physical Questionnaire (SAQ) and 1 WHRQOL, representing 8.33%
educator, 2 (16.66%) physiotherapist, 2 (16.66%) physician each. All studies were of the transverse type. The domain with
and 1 (8, 33%) psychologist. the worst QOL score was physical aspects, presented in article
12 with a score of 3.03 using the SF-36. The domain that
presented the best QOL score was social aspects, presented in
articles 7 and 10 the score of 86 using the SF-36. Articles 3, 5
and 6 did not present the score in the study. Regarding the
sample, the prevalence of males was evident in all studies, and
articles 1 and 9 established as inclusion criteria were male. The
participants' ages ranged from 25 to 83 years. Analyzing the
specific results of each study, article 1 used the New QLMI
instrument and after comparing 45 patients divided into three
groups, found that in cardiac rehabilitation the quantity and / or
intensity of physical exercise is a determining factor for the
improvement of QoL. Article 2 using the SF-36 shows that
factors such as gender, type of employment relationship, time of
disease manifestation and the presence of angina, arrhythmia
and fatigue are important influencers of QOL. According to
article 3, after clinical, surgical or angioplasty treatment there
was an improvement in QoL in all areas of the SF-36, however,
the improvement was more pronounced in patients who
underwent coronary artery bypass grafting. In article 5 using the
SF-36, it was observed that arterial hypertension as a risk factor
presents a high relation with the emotional domain. However,
Figure 1. Search method for locating search references according
using the Mac New QLMI hypertension did not present a
to the descriptors significant correlation with any of the domains.

Box 1. Characterization of the studies, according to the title, author, periodical, year of publication and sample

Nº Article Title Author Newspaper/ Journal Year of Publication Participants


1 Alterações na Qualidade de Vida em Benetti,Magnus; et al. Atividade física & 2001 45
Coronariopatas Acometidos de Infarto Saúde
Agudo do Miocárdio, Submetidos a
Diferentes Tipos de Tratamento.
2 Qualidade de Vida em Pacientes Gallani, Maria Cecília Bueno Revista Brasileira 2003 76
Coronariopatas. Jaime et al. Enfermagem
3 Qualidade de Vida após Revascularização Takiut, Myrthes Emy et al. Sociedade Brasileira 2007 483
Cirúrgica do Miocárdio, Angioplastia ou de Cardiologia
Tratamento Clínico.
4 Qualidade de Vida de Clientes pós-Infarto Caetano, Joselany Afio;SOARES, Escola Anna Nery 2007 30
Agudo do Miocárdio Enedina. Revista Enfermagem
5 Avaliação da Qualidade de Vida após Alcântara, Erikson Cústodio et al. Revista Brasileira 2007 96
Infarto Agudo do Miocárdio e sua Hipertensão
Correlação com o Fator de Risco
Hipertensão Arterial.
6 Preditores de Mudança na Qualidade de Souza, Emiliane N. et al. Sociedade Brasileira 2008 281
Vida após um Evento Coronariano Agudo. de Cardiologia
7 Qualidade de Vida após Revascularização Nogueira, Célia R. S. R. et al. Sociedade Brasileira 2008 202
Cirúrgica do Miocárdio com e sem de Cardiologia
Circulação Extracóporea.
8 Associação entre Depressão, Ansiedade e Lemos, Conceição et al. Psicologia: Teoria e 2008 168
Qualidade de Vida após Infarto do Pesquisa
Miocárdio.
9 Avaliação da Qualidade de Vida um mês Stocco, Mariana Luz; Castro, Associação 2009 43
após a Síndrome Coronariana Aguda. Charles Martins; SAKAE, Thiago Catarinense de
Mamôru. Medicina
10 Aptidão Cardiorrespiratória e Qualidade de Benetti,Magnus; Araújo Cintia Sociedade Brasileira 2010 87
Vida Pós-Infarto em Diferentes Laura Pereira; de Cardiologia
Intensidades de Exercício. Santos,Rafaella Zuianello.
11 Qualidade de Vida Relacionada à Saúde de Dessotte, Carina Aparecida Revista Latino 2011 253
Sujeitos Internados, Decorrente da Primeira Masrosti et al. Americana
Síndrome Coronariana Aguda. Enfermagem
12 Implicações da Revascularização do Vidal, Tainá Maria de Souza et al. Revista brasileira de 2015 33
Miocárdio na Qualidade de Vida:Três Ciências da Saúde
meses de pós-operatório.
Source: The author (2018)

The sample per study ranged from 30 patients (smaller sample) Article 11 using the SF-36 identified that diabetic patients
to 483 patients (largest sample). There was a predominance of demonstrate a worse physical QoL after myocardial infarction
the use of the SF-36 instrument in six studies, representing when compared to those without the disease. The smokers of
49.98%, followed by Mac New in three studies, representing

pg. 20101 Program Studi Ners


20102 Mayara Dos Santos Claudiano et al. Quality of life in patients with acute myocardial infarction: A literature review

the sample presented better QoL in the mental aspect, when the worst general health condition and 100 the best health status
compared to ex-smokers and non-smokers. (Ciconelli, et al., 1999). The SF-36 instrument is widely used
and has been used in studies of the general population
Box 2. Presentation of the instruments used, place of study and the domains of lowest and highest quality of life score
N° Instrument used for QoL assessment. Place of study Lower QoL domain Higher QoL domain
1 Mac New QLMI Clinica Cardiosport Physical 4,83 Emotional 5,82
Ambulatório do Instituto de
Cardiologia do Hospital Regional de
São José. Florianópolis (SC)
2 SF-36 - Short Form Life Health Survey Hospital de Clínicas da Universidade Pain 33,9 Functional capacit
Questionnaire Estadual de Campinas (HC- 62,8
UNICAMP)
3 SF-36 - Short Form Life Health Survey Instituto do coração (Incor) do * *
Questionnaire Hospital das Clínicas da faculdade
de Medicina da Universidade de São
Paulo.
4 Escala de Qualidade de Vida (EQV) de Hospital de referência estadual em Work 3,23 Famly 5.63
Flanagan doenças torácicas e cardiovasculares,
situado na cidade de Fortaleza-CE.
5 Mac New QLMI e SF-36 - Short Form Hospital de Clínicas da Universidade * *
Life Health Survey Questionnaire Federal de Uberlândia (UFU)
6 Seattle Angina Questionnaire (SAQ) Instituto de Cardiologia do Rio * *
Grande do Sul.
7 SF-36 - Short Form Life Health Survey Instituto do coração (Incor) do Physical 28 Social aspects 86
Questionnaire Hospital das Clínicas da faculdade
de Medicina da Universidade de São
Paulo.
8 WHRQOL - Health Related Quality of Life Instituto de Cardiologia do Rio Environment 59,9 Social aspects 76,3
Grande do Sul (IC/FUC).
9 MacNew Quality of Life after Myocardia Florianópolis - SC Social aspects 4,4 Emotional¨6,91
l Infarction QuestionnaireMacNew
10 SF-36 - Short Form Life Health Survey Santa Casa de misericórdia Physical 57,7 Social aspects 86
QuestionnaireMedical Outcomes Survey Hospital da Faculdade de Medicina
(MOS) da Universidade de São Paulo.
11 SF-36 - Short Form Life Health Survey Hospital Nossa Senhora da Emotional 7,15 Pain 56,50
Questionnaire Conceição (HNSC), Tubarão – Santa
Catarina
12 SF-36 - Short Form Life Health Survey Real Hospital Português de Physical 3,03 Social aspects 82,2
Questionnaire Beneficência em Pernambuco

QoL- Quality of Life; (*) Results not presented in the study.


SOURCE: The author (2017).

DISCUSSION and patients with specific diseases, such as diabetes mellitus,


cancer patients, patients with heart problems, among others
Although individuals' QoL was one of the expected health (Faria, 2010; Zandonai, 2010; Braw 2012). However, studies
outcomes, this study showed that research on the subject in point out that generic instruments have the disadvantage of not
patients following myocardial infarction is limited. During the demonstrating specific changes in the disease, and the specifics
course of 17 years, 12 articles were published, of which five are more sensitive to detect changes (Leal et al., 2005; Aguiar
were published by the Brazilian Society of Cardiology, et al., 2008). The Seattle Angina Questionnaire (SAQ) was used
evidencing interest in the subject. Despite the small number of in article 6, is a specific instrument that has
scientific production, the nurse presents himself as the main 19 items and measures five dimensions of coronary artery
author in five studies, this interest arose from new paradigms disease: physical limitation, angina stability, angina frequency,
that have influenced health policies and practices. Every multi treatment satisfaction and perception of disease (Spertus, et al
professional team, and especially nursing, plays a fundamental 1995). The WHOQOL used in article 8, is a generic instrument
role in the recovery of patients' health and well-being. An developed by the World Health Organization Quality of Life
appropriate nursing team care should be able to avoid or group translated and validated for Brazil by a group of
minimize possible complications and contribute to better QoL. researchers at the University of Rio Grande do Sul, considers
In this way, scientific knowledge contributes to the decision- six domains for analysis: physical, psychological , level of
making process and makes it possible to carry out activities in a independence, social relations, environment and spiritual
scientifically consensual way in order to reach these objectives. aspects / religion / personal beliefs (Pereira; Teixeira;Santos,
Regarding the instruments, the most used in the research was 2012). The Flanagam scale, used in article 4, is a generic
the SF-36 - Short Form Live Health. The SF-36 is an instrument instrument developed by the American psychologist Jhon
of the generic type and was created by Ware and Sherbourne, Flanagan, evaluates the QOL through 15 components grouped
originally in the North American English language. In Brazil, it into five dimensions: physical and mental well-being,
had its translation and cultural validation performed by relationships with other people, involvement in community
Ciconelli et al., In 1999 with the objective of evaluating QOL social activities and development, and personal enrichment and
in patients with rheumatoid arthritis. It consists of 36 questions, recreation (Flanagan, 1982). The new QLMI questionnaire used
covering eight components, functional capacity, physical in articles 9.5 and 1, is specific and was elaborated at NewCastle
aspects, pain, general health, vitality, social aspects, emotional University, Australia in 1993, was validated for the Portuguese
aspects and mental health. It presents a final score of 0 to 100, language by Benetti & Nahas in 1999 in the city of
in which zero corresponds to Florianópolis, Santa Catarina, is composed of 27 questions,
20103 International Journal of Development Research, Vol. 08, Issue, 04, pp.20099-20105, April, 2018

subdivided into 3 items, emotional, physical and social (Lim et condition. In addition, article 10 identified a greater
al., 1993, Oldridge et al., 1998, Benetti et al., 2010). As for the involvement in the physical aspects domain, in patients who
domains affected by AMI, the one with the lowest score was were already treated for another cardiovascular disease or who
physical appearance with 3.03. Of the 12 studies that make up used psychotropic drugs during hospitalization (Gallani et al.,
this review, 4 presented a lower score in the physical aspect, 3 2008; Soto et al., 2005 Dessotte et al., 2011). Article 8 evaluated
studies using the SF-36 and 1 questionnaire using the Mac New 168 patients from the WHOQOL instrument, identified that
QLMI. The domain that presented the highest score was social depression is not a direct consequence of AMI and is present
aspects with 86 points, using the SF-36 instrument. Of the 12 before hospital admission, however depressed patients have
articles analyzed, 4 obtained a better score in social aspects, 3 lower scores in all domains evaluated. Other studies have shown
of which used the SF-36 instrument and 1 used WHRQOL - that untreated depression associated with AMI increases
Health Related Quality of Life. In fact, this data is little explored mortality by 70-90% compared to those without depression or
by the authors, however it is possible to observe other studies who are being treated (Lemos et al., 2008; Smolderen et al.,
that, when assessing QOL in subjects after AMI, the social 2017). Regarding the type of treatment, article 3 identified that
aspects domain presents itself as the most well evaluated after clinical, surgical or angioplasty treatment there was an
(Dessote et al., 2011; Failde; Soto, 2006). Regarding the risk improvement in QoL in all areas of the SF-36, however the
factors, article 5 using the SF-36 found that hypertension improvement was more pronounced in patients who underwent
presents high relation with the emotional domain, already using coronary artery bypass grafting . Similarly, article 6 identified
the Mac New QLMI the hypertension did not present significant in a multivariate analysis that revascularization within 30 days
correlation with any of the domains. Article 11 using the SF-36 is a predictor of improvement in QoL, and patients treated with
did not find a significant difference in QoL when comparing coronary artery bypass grafting have a higher score in the score
patients without the disease and patients with arterial than those who underwent angioplasty.
hypertension, but identified that diabetic patients show a worse
physical QoL after AMI when compared to those who did not The same result was observed in a randomized study with 1,810
have the disease. Like this research, a study with 132 patients patients using the SF-36 and the SAQ, where patients treated
identified that smokers had better QoL in the physical aspects with the intervention presented better scores when compared to
dimension and the presence of diabetes was associated with those who were treated conservatively. Article 12, when
worse QoL. evaluating 52 patients through SF-36, before and after three
months of surgery showed that there was improvement in all
This result can be justified by the psychoactive effect of domains. The need for periodic follow-up of patients, intense
nicotine, but nothing has been found in the literature to justify drug administration, side effects and strict control of risk factors
this effect on the QoL of smokers (Alcântara, 2007; Stoco; alter the perception of patients' QoL, and may have contributed
Castro; Sakae, 2009; Soto, 2005). Article 2 evaluated 76 to these results (Souza et al., 2008; Takiut et al. 2007; Kim, et
patients using the SF-36, showing that factors such as gender, al., 2005). After the clinical or surgical treatment, a cardiac
type of employment relationship, time of disease manifestation rehabilitation cycle (CR) is started, a set of activities necessary
and the presence of angina, arrhythmia and fatigue are important to ensure the best possible physical, mental and social
influencers of QoL. When compared to men, women scored conditions of the patient with cardiopathy. In article 1 after
lower on QoL. The same result was found in article 7 when comparing 45 patients, divided into three groups, found that in
analyzing 202 patients after myocardial revascularization CR the amount and / or intensity of physical exercise is a
surgery (Gallani, et al 2003, Nogueira, et al 2008). In a survey determining factor for the improvement of QoL. Therefore, the
of 2,343 patients with coronary heart disease, 720 of whom were QoL in the group of patients who performed aerobic exercises,
women, consistently reported worse QoL after one year of muscular resistance exercises and stretches in a supervised
follow-up. In contrast, article 6 found no difference in QoL manner, five times a week, was superior in relation to the group
variation in relation to gender, age, color or schooling when that practiced spontaneous physical activities or did not perform
analyzing 281 patients using SAQ (Norris, 2004; Souza et al. regular physical activities. Article 9 showed that patients
2008). Regarding the type of employment relationship, the submitted to high intensity aerobic exercise have
active subjects presented better scores than the inactive ones, cardiorespiratory fitness and QOL higher than those who
more than half of the patients were inactive and attributed the performed medium intensity or sedentary exercises. Similarly, a
inactivity to the disease. Article 4 obtained the same result, study of eighty patients using the SF-36 showed significantly
analyzing 30 patients, 21 were inactive and reported that the better values in the physical, mental health and general health
difficulties related to the return of work occur due to fatigue and domains in patients who underwent CR (Benetti et al., 2001;
pain. According to the studies, the variation of the physical Benetti et al., 2010; Mosayebi, Javanmard, Mansourian, 2011).
limitation is directly related to the frequency of angina. As the
variation of the scores increases, characterizing improvement in Conclusion
physical capacity and anginal symptoms, the QoL score also
improves. These findings confirm what the literature shows This review made it possible to construct a synthesis of the
about the impact of coronary disease in society, in addition to studies that evaluate QOL after acute myocardial infarction.
being a disease with serious clinical manifestations, early There was a predominance of the use of generic instruments for
withdrawal of the subject from productive life (Souza, 2008; evaluation. It was possible to identify some important aspects in
Gallani, et al., 2003; Caetano, et al., 2007). The time of disease the improvement of QoL and factors that contribute negatively
manifestation was negatively associated with the functional to the recovery of the physical and mental well being of the
capacity domain, so that subjects with a longer time of disease subjects. Some results were divergent, this may be related to the
manifestation had a lower score in that domain. Similarly, the different instruments used and the demographic and social
study with 132 patients identified that the previous history of differences of the samples. The difference in the quality of life
cardiovascular disease decreases by 5 points at QoL compared of women compared to men was reported in
to those who did not have such

pg. 20103 Program Studi Ners


20105 International Journal of Development Research, Vol. 08, Issue, 04, pp.20099-20105, April, 2018

most of the studies bringing an alert about interventions and Indicadores e Dados Básicos - Brasil. Rede Interagencial de
approaches that are performed and that seem to affect women in Informação para a Saúde. [acesso 10 dez 2017]. Disponível
greater proportion. For this reason, future studies are necessary em: http://tabnet.datasus.gov.br/cgi/idb2007/ matriz.htm.
to evaluate such differences in the treatment of the disease in Kim, J. et al., 2005. Healthrelated quality of life after
relation to gender. interventional or conservative strategy in patients with
unstable angina or non-ST-segment elevation myocardial
REFERENCES infarction: one year of the third Randomized Intervention
Aguiar, C. C. T. et al., 2008. Instrumentos de avaliação de trial of unstable Angina (RITA – 3). Journal of American
qualidade de vida relacionada à saúde no Diabetes Melito. College of Cardiology, v. 45, n. 2, p. 221-228.
Arquivos Brasileiros de Endocrinologia e Metabologia, Leal, A. et al., 2005. Evaluative and discriminative properties of
[S.l.], v. 52, n. 6, p. 931-939. the Portuguese Mac New Heart Disease Health-related
Benetti, M. et al., 2001. Alterações na qualidade de vida em Quality of Life questionnaire. Qual Life Res., v. 14, n. 10, p.
coronariopatas acometidos de infarto agudo do miocárdio, 2335-2341.
submetidos a diferentes tipos de tratamento. Atividade Lemos, C. et al., 2008. Associação entre depressão, ansiedade e
Física e Saúde, v. 6, n. 3, p. 27–33. qualidade de vida após infarto do miocárdio. Psicologia:
Benetti, M. et al., 2010. Aptidão cardiorrespiratória e qualidade Teoria e Pesquisa, v. 24, p. 471–476.
de vida pós-infarto em diferentes intensidades de exercício. Lim, L.L.Y., et al., 1993. A self administered quality of live
Arquivos Brasileiros de Cardiologia, v. 95, p. 399–404. questionnaire after acute myocardial infactin. Journal Clinic
Caetano, J. A. and Soares, E. 2007. Qualidade de vida de Epidemiology, v. 46, p. 1249-56.
clientes pós-infarto agudo do miocárdio. Esc. Anna Nery, Mendes, E. V. 2011. As situações das condições de saúde e os
[Fortaleza], v. 11, n. 1, p. 30-37. sistemas de atenção à saúde. In: As redes de atenção à saúde.
Ciconelli, R. M. et al., 1999. Tradução para a língua portuguesa Brasília: Organização Pan-Americana da Saúde, p. 25-59.
e validação do questionário genérico de avaliação de Mosayebi, A., Javanmard, S.H. and Mansourian, M. 2011. Os
qualidade de vida SF-36 (Brasil SF-36) Rev Bras Reumatol. efeitos do Programa de Prevenção Terciária Cardíaca após a
v. 39, n. 3, p. 143-150. cirurgia do enxerto do bypass da artéria coronária sobre
Dessote, C.A.M. et al., 2011. Qualidade de vida relacionada à saúde e qualidade de vida. Int J Prev Med., v. 4, n. 2, p. 269-
saúde de sujeitos internados, decorrente da primeira 274.
síndrome coronariana aguda. Rev. Latino- Am. Nogueira, C. R. S. R. et al., 2008. Qualidade de Vida após
Enfermagem, v. 19, n. 5, p. 8. Revascularização Cirúrgica do Miocárdio com e sem
Domingues, T. A. M. and Chaves, E. C. O. 2005. conhecimento Circulação Extracorpórea. Arq Bras Cardiol., v. 91, n. 4, p.
científico como valor no agir do enferemeiro. Rev Esc 238–244.
Enferm USP, v. 39, n. Esp., p. 580- 588. Norris, C.M., et al., 2004. Women with coronary artery disease
Failde, I.I. and Soto, M.M. 2006. Changes in health related report worse health-related quality of life outcomes
quality of life 3 months after an acute coronary syndrome. compared to men. Health Qual Life Outcomes, v. 2, p. 21-
BMC Public Health, v.18, n. 6, p. 1-10. 32.
Faria, H. T. G. et al., 2013. Qualidade de vida de pacientes com Oldridge, N. et al., 1998. Predictors of health–related quality of
diabetes mellitus antes e após participação em programa life with cardiac rehabilitation after acute myocardial
educativo. Rev. esc. enferm. USP, São Paulo, v. 47, n. 2, p. infarction. J Cardiopulm Rehabil., v. 18, n. 2 p. 95-103,
348-354. Omram, A.R. 2001. A transição epidemiológica: uma teoria da
Favarato, M. E. C. S. et al., 2006. Qualidade de vida em epidemiologia da mudança populacional., Boletim da
portadores de doença arterial coronária: comparação entre Organização Mundial da Saúde. v.79, n. 2, p. 161-170.
gêneros. Rev. Assoc. Med. Bras., São Paulo, v. 52, n. 4, p. OMS. Promoción de la salud glosario. Genebra: OMS, 1998.
236-241, ago. Pereira, E. F., Teixeira, C. S., Santos, A. Qualidade de vida:
Fernandes, M.V.B., Aliti, G. and Souza, E.N. 2009. Perfil dos abordagens, conceitos e avaliação. Rev. bras. Educ. Fís.
pacientes submetidos à cirurgia de revascularização do Esporte, São Paulo, v.26, n.2, p.241-50, abr./jun. 2012.
miocárdio: implicações para o cuidado de enfermagem. Rev Pilatti, L. A., Pedroso, B. and Gutierrez, G. L. 2010.
Eletrônica Enferm, v. 11, n. 4, p. 993- 999. Propriedades Psicométricas de Instrumentos de Avaliação:
Fiorin, B. H. 2017. Adaptação transcultural do myocardial um debate necessário. RBECT., v. 3, n. 1, p. 81-91.
infarction dimensional assessment scale (MIDAS) para a Ruff, C. T. and Braunwald, E. 2011. A evolução epidemiológica
Língua Portuguesa Brasileira. 2014. 124 f. Dissertação de das síndromes coronarianas agudas. Nat Rev Cardiol., [S.l]
Mestrado. Universidade Federal do Espirito Santo, Vitória- v.3, pag.140-7.
ES. Schramm, J. M. A. et al., 2004. Transição epidemiológica e o
Flanagan, J.C. 1982. Measurement of quality of life: currente of estudo de carga de doença no Brasil. Ciênc. saúde coletiva.
art state. Arch. Phys. Med. Rehabil., n. 23, p. 56-59, Rio de Janeiro, 2004, v. 9, n.4, p.897-908.
Franzen, E. 2005. Avaliação de Qualidade de vida em Schimidt, M. I. et al., 2011. Doenças crônicas não transmissíveis
cardiopatia isquêmica: validação de instrumento para uma no Brasil: carga e desafios atuais. Lancet, p. 61-74, maio,
população uma população brasileira. 2005, 107 f. Seidl, E.M.F. and Zannon, C.M.L.C. 2004. Qualidade de vida e
Dissertação (Mestrado em Cardiologia) – Faculdade de saúde: aspectos conceituais e metodológicos. Cad. Saúde
Medicina, Universidade Federal do Rio Grande do Sul, Pública, Rio de Janeiro, v. 20, n. 2, p. 580-588.
Porto Alegre, SOTO, M. et al., 2005. Physical and mental component
Gallani, M. C. B. J. et al., 2003. Qualidade de Vida em Pacientes summaries score of the SF-36 in coronary patients. Qual Life
Coronariopatas. Rev Bras Enferm, v. 1, n. 56, p. 40–43. Res., v. 14, n. 3, p. 759-768.
20104 Mayara Dos Santos Claudiano et al. Quality of life in patients with acute myocardial infarction: A literature review

Silva Junior, A. B. et al., 2006. Fatores de risco para síndromes Spertus, J. et al., 1995. Desenvolvimento e avaliação do
coronarianas e descrição dos questionários de vida mac new Questionário de Angina de Seattle: uma nova medida de
QLMI e SF-36. Arq. Ciências da Saúde UNIPAR, estado funcional para doença arterial coronariana. J Am Coll
Umurama, v. 10, n. 1, p. 49-54. Cardiol., v. 25, p. 333-41.
Silva, M. A. D., Sousa, A. G. M. R. and Schargodsky, H. 1998. Takiuti, M. 2007. Qualidade de Vida após Revascularização
Fatores de Risco Para Infarto Agudo do Miocárdio no Brasil. Cirúrgica do Miocárdio, Angioplastia ou Tratamento
Estudo FRICAS. Arq Bras Cardiol, v. 71, n. 5, p. 667-75. Clínico. Arq Bras Cardiol, v. 5, n. 88, p. 537–544.
Siviero, I. M. P. S. 2003. Saúde mental e qualidade de vida de The Whoqol Group. The world health organization quality of
infartados. 2003. 149 f. Dissertação (Doutorado), Escola de life assessment. Position paper from the World Health
Enfermagem de Ribeirão Preto da Universidade de São Organization. Society Science Medicine, v. 41, n. n. 10, p.
Paulo, São Paulo. 1403-1409, 1995.
Smolderen, K.G. et al., 2017. Depression Treatment and 1- Year Vidal, T. et al., 2015. Implicações da Revascularização do
Mortality Following Acute Myocardial Infarction: Insights Miocárdio na Qualidade de Vida: Três meses de pós-
from the Triumph Registry. Circulationaha, v. 135, n. 18, p. operatório. Revista Brasileira de Ciências da Saúde, v. 19,
1681-1689. n. 3, p. 187–192.
Souza, E. N. et al., 2008. Preditores de mudança na qualidade Zandonai, A.P. et al., 2010. Qualidade de vida nos pacientes
de vida após um evento coronariano agudo. Arq Bras oncológicos: revisão integrativa da literatura latino-
Cardiol, v. 91, n. 4, p. 252–259. americana. Rev. Eletr. Enf., v. 12, n. 3, p. 554-61.
Stocco, M. L., Castro, C. M. DE. and Sakae, T. M. 2009.
Avaliação da qualidade de vida um mês após a síndrome
coronariana aguda. Arquivos Catarinenses de Medicina, v.
38, n. 4, p. 87–95.

*******

pg. 20105 Program Studi Ners


Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

SITUATION AWARENESS DAN KONSEP PERSEPSI PROFESIONAL PEMBERI ASUHAN: A LITERATURE


REVIEW

Situation awareness and the concept of healthcare provider perception: a literature review

Putu Ari Sukriyanti1, Henny Suzana Mediani2, and Ayu Prawesti Priambodo3
1Mahasiswa Pascasarjana Keperawatan Kritis, Universitas Padjadjaran, Bandung
2,3Dosen Program Studi Magister Keperawatan Fakulltas Keperawatan, Universitas

Padjadjaran, Bandung E-mail: arisukriyanti@gmail.com

ABSTRACT

Situation Awareness (SA) is acknowledged as the most important factor in intensive care unit and
SA as nursing strategy in improving deterioration risk identification. To date, there is no SA review
with regard to mitigation and deterioration risk escalation and how healthcare providers’ perception
about SA associated with deteriorating risk, an evidence-based is required. Objectives: To report
analysis result regarding SA associated with mitigation and risk escalation as well as healthcare
providers’ perception about SA associated with deteriorating risk.. Methods: This article is comprised
of full text quantitative and qualitative studies in 2008-2018 which fulfill PICO and SPIDER criteria.
Browsing was conducted in multiple data base namely PubMed, Proquest, Google Scholar, and
Science Direct with keywords “Situation Awareness” or “Non Technical Skill” and “Intensive Care”as
well as “Deterioration”. Articles were selected using Appraisal tool PRISMA resulted in 14 articles.
Result: the SA in nursing is defined in three levels. Error or delayed which occurs in any level will
influence the result of identification process hence affect the mitigation and risk escalation processes.
There is a discrepancy regarding SA concept in operating room team. Eventhough SA is described
in difference subcategories, broadly speaking, these differences are still in line with the three levels
of SA, namely perception on information, comprehension, and projection. Conclusion: the good SA
will increase team awareness on the change in patient’s condition so that deterioration is recognized
as early as possible. The difference in perception regarding SA will bring about negative impact on
patient safety hence it is imperative to figure out nurse perception in order to achieve and sustain SA
in PICU.

Keywords: Deterioration, Intensif Care, Non Technical Skill, and Situation Awareness

ABSTRAK

Situation Awareness (SA) diakui sebagai faktor penting di ruang intensif dan SA sebagai strategi
keperawatan dalam meningkatkan identifikasi risiko deteriorasi. Belum adanya review tentang SA
dan persepsi pemberi pelayanan tentang SA terhadap risiko deteriorasi sehingga perlu dilakukan
review mengenai hal diatas. Tujuannya untuk melaporkan hasil analisa tentang SA terkait tindakan
mitigasi, dan eskalasi risiko serta persepsi pemberi pelayanan tentang SA terhadap risiko
perburukan. Artikel terdiri dari studi kuantitatif dan kualitatif full text tahun 2008-2018 yang memenuhi
kriteria PICO dan SPIDER. Pencarian pada multiple data base yaitu PubMed, Proquest, Google
Scholar, Science Direct dengan kata kunci “Situation Awareness” or “Non Technical Skill” and
“Intensive Care”and “Deterioration”. Artikel diseleksi menggunakan Appraisal tool PRISMA dan
didapatkan 14 artikel. Hasilnya adalah SA di keperawatan didefinisikan dalam tiga level. Kesalahan
atau keterlambatan yang terjadi di salah satu level SA akan mempengaruhi hasil dari proses
identifikasi sehingga berpengaruh terhadap proses mitigasi, dan eskalasi risiko. Terdapat perbedaan
persepsi mengenai konsep SA dalam tim ruang operasi. Meskipun SA didiskripsikan dengan sub
kategori yang berbeda, secara garis besar perbedaan ini tetap mengacu pada tiga level SA yang
telah ada yaitu persepsi terhadap informasi, pemahaman, dan proyeksi. Kesimpulannya SA yang
baik akan meningkatkan kepekaan tim terhadap perubahan kondisi yang terjadi sehingga deteriorasi
dapat dikenali sedini mungkin. Perbedaan persepsi mengenai SA dapat memberikan dampak negatif
terhadap keamanan pasien sehingga penting untuk menggali persepsi perawat dalam mencapai dan
mempertahankan SA di PICU.

Kata Kunci : Deterioration, Intensif Care, Non Technical Skill, and Situation Awareness

PENDAHULUAN kompleks yang memerlukan kerja sama


Pelayanan kesehatan di ruang multidisiplin dengan permasalahan medis yang
intensif mencakup aktivitas pelayanan yang beragam. Terlebih lagi
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
pelayanan di Ruang Intensif Anak interupsi yang terus-menerus, disertai
dengan karakteristik pasien yang jauh berbagai tantangan dalam berkomunikasi
lebih berisiko dibandingkan dengan dapat menurunkan perhatian perawat
orang dewasa. Disamping itu, adanya

50

pg. 20107 Program Studi Ners


Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

terhadap kondisi pasien. Hal ini dapat SA terkait tindakan mitigasi, dan eskalasi risiko
meningkatkan kejadian tidak diharapkan serta persepsi pemberi pelayanan tentang SA
(KTD) bahkan kematian. terhadap risiko deteriorasi.
Data menunjukkan bahwa ruang
intensif cenderung memiliki angka kejadian METODE PENELITIAN
yang lebih tinggi dilihat dari kompleksitas Metode dalam penyusunan artikel ini
penyakit dan prosedur tindakan yang adalah critical review artikel full text sepuluh tahun
dilakukan (Merino et al., 2012). Hal ini terakhir yaitu dari tahun 2008-2018 dalam Bahasa
dibuktikan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Silas dan Tibballs (2010) yang
melaporkan bahwa KTD di Ruang PICU Royal
Children’s Hospital Australia rerata 0,71
kejadian per pasien. Selain itu, angka
kematian juga telah ditetapkan sebagai salah
satu indikator mutu pelayanan di ruang
intensif (Rydenfelt et al., 2015). Saat ini Angka
kematian Ruang Intensif di Thailand
mencapai 14% (Arslanian-engoren & Scott,
2014) sedangkan di Indonesia perkiraan
angka kematian masih sangat tinggi yaitu
berkisar 25% dari total pasien yang dirawat
(Hardisman, 2008). Tingginya angka
kematian di ruang intensif anak menjadikan
ruang intensif anak sebagai salah satu
ruangan penyumbang terbesar angka
kematian.
Penelitian terdahulu dibidang
keselamatan pasien menemukan bahwa
salah satu faktor penyebab kejadian tidak
diharapkan adalah faktor manusia yang
mencakup situation awareness (SA)
(Sitterding et al., 2012). Kegagalan dalam
mendeteksi perburukan, dan atau tidak
adanya tindakan yang diambil selain
melakukan observasi, serta keterlambatan
penanganan menjadi penyebab kematian
pada pasien yang mengalami deteriorasi
(Beaumont et al., 2008; Sitterding et al.,
2012). Bahkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Uramatsu et al. (2017) menemukan
bahwa ketidakadekuatan SA menjadi faktor
penyebab kematian yang signifikan di Jepang
selain faktor penyakit dan keterampilan teknis.
SA tim yang baik mempengaruhi anggota tim
dalam memonitor pasien, memprioritaskan
masalah, dan mengantisipasi kondisi yang
harus segera ditangani (Reader et al, 2011).
Kondisi ini tentunya dapat meningkatkan
outcome pasien, menurunnya angka
kematian dan kesakitan, angka kejadian
infeksi nasokomial, dan tercapainya kepuasan
pasien terhadap pelayanan rumah sakit
(Cooper et al., 2010; Reader et al., 2011) .
Belum adanya review tentang SA
terkait tindakan mitigasi dan eskalasi risiko
deteriorasi dan bagaimana persepsi pemberi
pelayanan tentang SA terhadap risiko
deteriorasi. Hal ini menandakan SA, tindakan
mitigasi, dan eskalasi kurang diketahui
dengan baik di keperawatan dan bahkan
mungkin belum diterapkan dalam praktek
dilapangan sehingga perlu evidence-based
mengenai hal tersebut. Literature review ini
bertujuan melaporkan hasil analisa tentang
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Inggris pada level VI (Kualitatif Studi) Didapatkan 40 artikel di PubMed, 345 artikel
keatas yang memenuhi kriteria PICO dan di Proquest, 396 artikel di Google Scholar, dan
SPIDER. Karena keterbatasan artikel 107 artikel di Sciene Direct. Artikel diseleksi
maka digunakan studi kualitatif dan menggunakan Appraisal tool PRISMA untuk
kuantitatif untuk mendapatkan hasil mendapatkan artikel yang berkualitas, dan
review yang lebih akurat Pencarian data didapatkan 14 artikel yang sesuai.
base PubMed, Proquest, Google Scholar, Selanjutnya dilakukan pembacaan artikel
Science Direct dengan kata kunci secara intensif dan dibuatkan ringkasan dari
“Deterioration”, “Intensive Care” setiap artikel. Hasil ringkasan kemudian
,“Situation Awareness”, “Non Technical dibuatkan alur dimana hasil penelitian
Skill”. Pencarian dilakukan dengan kualitatif didukung dengan penelitian
menggabungkan kata kunci seperti kuantitatif sehingga diperoleh beberapa sub
Deterioration” and “Intensive Care” and bahasan dari situation awareness, tindakan
“Situation Awareness” or “Non Technical mitigasi, dan eskalasi risiko pasien yang
Skill” untuk mendapatkan artikel yang mengalami deteriorasii
sesuai dengan topik dan tujuan.

51

pg. 20109 Program Studi Ners


Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

PubMed (40) Proquest Google Scholar Science


(345) (396) Direct

Identificati
(107)

on
888
artikel

Ekslusi : bukan Full text ,


32 bukan tahun 2010-2018 ( n=
Screeni

7 561)
ng

Eksklusi: bukan SA pada


deteriorasi tetapi SA pada
industri teknologi tinggi
14 artikel
seperti
penerbangan, nuklir (n=
Eligibili

Eksklusi : tidak sesuai


14 artikel PRISMA SCREENING
TOOLS
(n=1
Included

14 artikel )
ty

Bagan 1. Literature Review


HASIL Process
Hasil dari pembacaan secara intensif terhadap artikel yang terpilih dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1.
Ringkasan
Artikel

Peneliti Lokasi Desain Jumlah Intervensi Hasil


Penelitian Responden
Brady & Cincinn Kualitatif n=10 - Ada 3 tema yang
Goldenha ati petug menyusun SA (Team-
r (2014) Children’s as (perawat, based care,
Hospital terapis ketersediaan data,
Medical respiratory dan stadarisasi
Center dan residen proses dan prosedur),

anak
senior)
Singh al. USA Mixed n= 254 kasus - Kesalahan ditemukan
e method dan diskusi pada 32.6% kasus
t (2012) (review dengan lung cancer dan
R 26 33.5% pada kasus
M dan Primary colorectal cancer.
wawancara Care Terdapat kegagalan
semistruktur Provider di masing-masing
) (3 level SA. SA
PCP diskusi framework dapat
2 digunakan
kasus, dan untu
1 k menganalisa
PCP diskusi 3 kesalahan
kasus). diagnostik.
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Braaten Medic Kualitatif n=10 - Faktor manusia
(2015) al diskriptif peraw termasuk didalamnya
surgic in at medical kemampuan
al surgical mengidentifikasi
horpit dan
al mengenali kondisi
Colorad yang
o

52

pg. 20111 Program Studi Ners


Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

membutuhkan
aktivasi RRT menjadi
faktor yang
mempengaruhi
keputusan untuk
mengaktifkan atau
tidak mengaktifkan
RRT.
Jackson, Communit Kuantitatif n=163 RN - Perawat yang
Penprase, y hospital diskriptif bertugas di perinatal
i dan psikiatri sangat
& Grobbel n jaran
(2016) northeast g
United menemukan
States deteriorisasi pada
pasiennya sehingga
diperlukan
pembelajaran dalam
mengidentifikasi
pasien yang
mengalami
perburukan.
Azzopardia, General Kuantitatif n=407 - Ketidakmampuan
Kinney, Paediatri diskriptif dokt untuk mengenali
Moulden, cs, Royal analisis er dan penyakit serius dapat
Children’s perawat menjelask
& Tibballs Hospital, an kegagalan sistem
(2011) Melbourne, MET untuk
Australia menghilangkan
henti jantung dan
kematian secara tiba-
tiba.
Aitken et al. Rumah Quasi n=498 RRT Penerapan Jumlah penerimaan
(2014) Sakit eksperimen and RRS yang tidak
Albert pre dan 86 (Rapid direncanakan ke ICU
Einstein post design cardia Respon meningkat sebesar
College c arrest System) 0.7/ bulan (p = 0,45);
O sementara kasus
f Medicine henti jantung
New York berkurang secara
tidak signifikan yaitu
1.9 /
bulan (p = 0,22).
Uramatsu et Jepang Kuantitatif n=73 - Penyebab
al. (2017) diskriptif reka kematian
m medis paling banyak karena
Non technical skill
(NTS)= 46.6%,
Deseases
progression = 45.2%
dan technical skill
(TS) = 5.5% kasus.
Dari NTS 41.2%
disebabkan karena
situation awareness,
23.5% karena kerja
sama tim dan 8.8%
berhubungan dengan
pembuatan
keputusan.
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Lavoie, A faculty of Mixed n=15 orang - Instrumen
Cossette, nursing of a method tenaga ahli yang
French– critical care dikembangkan
& Pepin Canadian and 234 memiliki indeks
(2015) University. mahasiswa validitas konten tinggi
S1 yaitu 0.86-1,00.
keperawatan Sebagian
dari bes
kursu ar menunjukkan
s critical care kepuasan pada
diskriminasi, dan
fideliti. Instrumen ini
muncul sebagai alat
penelitian
yang
menjanjikan
Gundrosena RS Quasi n=72 Besed- Tidak ada
, Solligård, Universit eksperimen peraw lecture peningkatan
as di at ICU dengan outcome
& Aadahl Norwegia presentasi pembelajar
(2014) an
dari kedua teknik
belajar yang
diberikan. In situ
53

pg. 20113 Program Studi Ners


Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

materi simulation berpotensi


(Group untuk digunakan
A dalam monitoring
, 38) kualitas dan
simulation identifikasi ancaman
- based terhadap
dengan keselamatan pasien
simulasi di ICU.
di
ruangan
pusat
simulasi
(Group
B
,
34).
Reader, Flin, ICU Kuantitatif n=44 Penilaian Dari 105 data pasien
Mearns, Rumah petugas ICU SA didapatkan, 70%
Sakit ( 7 dokter pasie pasien
& Pendidika konsultan, 6 n survived, 53% tidak
Cuthbertson n di dokter saat membutuhkan
(2011) Unite magang dail ventilator setelah 48
d senior, y round jam, 36%
Kingdom 23 discharged setelah
dokter 48 jam dan 47%
residen mengalami
junior, 8 deteriorasi kondisi
perawat dalam
senior). 48 jam. Partisipan
melakukan
tindaka
n antisipasi pada
lebih dari 50%
sampel. Dokter
magang dan staf
perawat memiliki
keterlibatan yang
rendah
dalam
memberikan
masukan saat
review kondisi
pasien
Chang et al. Rumah Randomiz n= 25 petugas 8 orang Nilai rata-rata SAGAT
(2017) Sakit ed ruang kritis. sampel pada grup simulasi
Albert Controll diberikan 64.3 dan grup lecture
Einstein Trial simulasi training 59,7.
College melalui Simulasi dapat
O computeri menjadi cara yang
f Medicine ze d paling bagus
New York patie dala
nt m
simulator. mengajarkan
9 oran situation awareness
g sampel
diberikan
lecture
based
training.
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Wueben et al. Ruang Multiple Case N=221 - S1
(2011) operasi Study petugas (mengumpul
dari kamar kan informasi) : Skor
5 operasi (66 terendah rerata 2.84
ruma dokt didapatkan oleh
h sakit er bedah, dokter anastesi.
di surgeons, Perbedaan signifikan
Netherlan 97 hanya dari dokter
d. (1 perawat bedah dengan tim
ruma instrumen, lainnya.
h sakit 18 S2 (memahami
universita dokter informasi)
s, anastesi dan : skor rerata
3 40 perawat menunjukkan
ruma anastesi) adekuat pada semua
h sakit tim yaitu 3.91-4.50
pendidika S3 (proyeksi
n dan 1 dan
rumah antisipasi hal yang
sakit mungkin terjadi) :
umum) pada
54

pg. 20115 Program Studi Ners


Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

sub kategori ini


dokter anastesi
mendapatkan skor
yang paling rendah
yaitu 2.67
Mitchell et al. Rumah Kualitatif n= 34 petugas - Dokter bedah dan
Sakit
(2011) di kamar perawat
Skotlandia operasi (25 instrum
peraw en mendiskripsikan
at
SA
instrumen, 9 sebagai kondisi
dimana
dokter bedah) mereka mengetahui
apa yang
sedang
terjadi
disekelilingnya.
Diskripsi
ini didapatkan dari
empat
koding yang
digunakan
yaitu
mengumpulk
an
informasi;
memaha
mi
informasi; mengenali
dan
memahami situasi
atau
perilaku orang lain di
ruang operasi;
serta
mengantisipasi dan
memproyeksikan apa
yang terjadi di waktu
mendatang.
Jensen, Rumah Kualitatif n= 16 ( - SA didiskripsikan oleh
Sakit masing-
Jepsen, di Denmark masing 4 dokter dan perawat
Spanager, orang dokter kamar operasi
beda sebagai
h, hal
Dieckmann, dokter dalam "mengenali
anastesi, dan
dan perawat memahami konteks"
dan
Ostergaard instrumen, "mengantisipasi dan
dan
(2014) perawa berpikir ke depan".
t Dalam penelitian ini
anaste kategori SA
si)
diperluas dengan
kata-
kata "konteks" dan
"berpikir ke depan

PEMBAHASAN Situation awareness (SA) diperkenalkan


Ada beberapa sub bahasan yang pertama kali oleh Mica R Endsley tahun 1995. SA
didapatkan dari kajian artikel yang dilakukan dikembangkan dalam industri penerbangan
yaitu: khususnya antar pilot pesawat tempur sebagai hal
1. Situation Awarenes penting dalam pencapaian kesuksesan misi dan
keselamatan operasional (Endsley, 2015). Endsley
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
mendefinisikan SA sebagai (1) persepsi dari kesehatan, tetapi juga interaksi antar
elemen lingkungan, (2) pemahaman makna berbagai pemberi layanan kesehatan dalam
elemen lingkungan, dan (3) proyeksi dari suatu unit pelayanan.
elemen lingkungan dalam waktu dekat. Berbeda dengan Brady dan
Singh et al. (2012) Goldenhar (2014) mendefinisikan SA di
memperkenalkan SA dalam kesehatan yang keperawatan dalam 3 level yaitu (1) persepsi
diuraikan dalam empat level. Empat level dari elemen-elemen data; (2) pemahaman
yang dimaksud yaitu (1) persepsi terhadap dari makna elemen-elemen data tersebut
informasi, (2) pemahaman terhadap sesuai dengan konteksnya; dan (3) proyeksi
informasi, (3) prediksi kejadian-kejadian status elemen-elemen data tersebut dalam
dalam waktu dekat, dan (4) pemilihan aksi waktu dekat. Tiga level SA yang
atau resolusi yang sesuai berdasarkan tiga dikemukakan oleh Brady dan Goldenhar
level sebelumnya. SA dikategorikan sebagai mempertegas definisi SA dari Endsley, yang
keterampilan non teknis yang unit diterapkan dalam bidang keperawatan
analisisnya bukan hanya pemberi layanan sebagai bentuk pengembangan dari SA
yang telah diterapkan dalam industri
penerbangan. Brady dan Goldenhar juga
mengemukakan bahwa konsep SA telah
diperluas menjadi SA individu, SA tim, SA
terbagi, dan SA terdistribusi. Selain ada tiga
faktor yang mempengaruhi SA yaitu
perawatan berbasis tim, ketersediaan data,
dan stadarisasi proses dan prosedur.
Dalam diagram hubungan SA dan
identifikasi, mitigasi, dan eskalasi risiko
terlihat bahwa dalam proses identifikasi
didalamnya
55

pg. 20117 Program Studi Ners


Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
salah satu level SA akan memengaruhi hasil
mencakup tiga level SA (Brady & Goldenhar, dari proses identifikasi sehingga
2014). Untuk dapat mengidentifikasi risiko berpengaruh terhadap proses mitigasi, dan
diperlukan SA yang akurat di ketiga level SA eskalasi risiko.
yang telah disebutkan diatas. Kesalahan
atau keterlambatan yang terjadi di
Situation Awareness

1. Persepsi Risiko

Mitigasi
2. Pemahaman

3. Proyeksi Eskalasi

Gambar 1.
Diagram Model Konseptual Hubungan SA dan
Identifikasi, Mitigasi, dan Eskalasi

mengukur SA. Dalam perkembangannya SAGAT


Hasil penelitian telah yang diperkenalkan oleh Endsley dimodifikasi untuk
membuktikan bahwa salah satu penyebab dapat dipergunakan dalam mengukur SA dalam
kegagalan petugas dalam mengaktifkan
sistem respon cepat adalah karena
kegagalan dalam mengidentifikasi adanya
perburukan kondisi. Braaten (2015)
menyatakan banyak faktor yang
memengaruhi keputusan untuk
mengaktifkan atau tidak mengaktifkan RRT
(Rapid Response Team) terutama dalam
kasus perubahan klinis yang perlahan yang
dalam hal ini berkaitan dengan SA termasuk
kurangnya informasi yang mendasari
keputusan, ketersediaan beberapa strategi,
dan kelangkaan sumber daya manusia.
Pernyataan ini didukung juga oleh Jackson
et al. (2016) sehingga diperlukan
pembelajaran dalam mengidentifikasi
pasien yang mengalami deteriorasi.
Uramatsu et al. (2017) menemukan bahwa
ketidakadekuatan SA dapat menyebabkan
kematian yang signifikan pada kasus
kejadian medis yang fatal di Jepang.
Memberikan pelatihan sesuai dengan
dengan topik sub kategori penyebab dari
NTS akan sangat relevan dengan
keselamatan pasien. Penelitian lain yang
mendukung Azzopardi et al. (2011) dan
Aitken et al. (2015). Paparan diatas
memberikan gambaran bagaimana SA
dijadikan dasar dalam mendeteksi dan
menentukan tindakan lebih lanjut terhadap
deteriorasi pasien.
Endsley juga telah
memperkenalkan SAGAT (Situation
Awareness Global Assesment Tools)
sebagai instrumen yang dipergunakan untuk
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

keperawatan. Lavoie et al. (2016)


mengembangkan instrumen
penilaian SA berdasarkan
komponen SAGAT. Kesimpulan dari
uji yang dilakukan bahwa instrumen
yang terdiri dari 31 pertanyaan
memiliki validitas dan reliabilitas
yang tinggi namun masih perlu
dilakukan ujicoba pada populasi dan
skenario perburukan pasien yang
berbeda.
Gundrosen, Solligård, dan
Aadahl (2014); Chang et al. (2017)
menggunakan SAGAT dalam
mengukur SA setelah pemberian
pembelajaran SA. Perbedaan kedua
penelitian diatas dimana Gundrosen
et al. melakukan pengukuran SA
dalam setting In Situ Simulation
(simulasi dengan kondisi ruangan
seperti ruang perawatan). Reader et
al. (2011) melakukan penelitian
pengukuran SA tim saat daily round
di ICU. Penelitian ini menunjukkan
metode baru dalam pengukuran SA
tim saat ICU round bagus untuk
dilakukan.

2. Persepsi Profesional Pemberi


Asuhan (PPA) Mengenai
Konsep Situation Awareness
Penelitian menunjukkan
bahwa masih terjadi perbedaan
persepsi tentang SA dikalangan tim
ruang operasi. Sebagaimana kita
ketahui, ruang operasi merupakan
tempat yang dinamis dengan
multidisiplin tim, dan berisiko tinggi
sehingga diperlukan persepsi yang
sama mengenai SA untuk menjamin
keselamatan pasien. Terlebih lagi
dari penelitian ditemukan persepsi
SA tidak adekuat pada sebagian
besar tim operasi termasuk dokter
anastesi yang secara keilmuan
memiliki dasar ilmu yang adekuat.
Meskipun SA didiskripsikan dengan
sub kategori yang berbeda, secara
garis besar
56

pg. 20119 Program Studi Ners


Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

perbedaan ini tetap mengacu pada tiga level untuk tercapainya keselamatan pasien
SA yang telah ada yaitu persepsi terhadap adalah dengan mengetahui kesalahan yang
informasi, pemahaman, dan proyeksi. dilakukan dan mendiskusikan kesalahan ini
Mitchell et al. (2011) dalam dengan tim.
penelitian kualitatifnya menemukan bahwa Penelitian lainnya tentang
dokter bedah dan perawat mendiskripsikan persepsi dokter dan perawat mengenai SA
SA sebagai kondisi dimana mereka adalah penelitian yang dilakukan oleh
mengetahui apa yang sedang terjadi Jensen et al. (2014). Dalam penelitiannya,
disekelilingnya. Diskripsi ini didapatkan dari SA didiskripsikan oleh dokter dan perawat
empat koding yang digunakan yaitu kamar operasi sebagai hal dalam
mengumpulkan informasi; memahami "mengenali dan memahami konteks" dan
informasi; mengenali dan memahami situasi "mengantisipasi dan berpikir ke depan".
atau perilaku orang lain di ruang operasi; Dalam penelitian ini kategori SA diperluas
serta mengantisipasi dan memproyeksikan dengan kata-kata "konteks" dan "berpikir ke
apa yang terjadi di waktu mendatang. Ada depan". Hal ini menekankan bahwa SA yang
empat komponen SA yang didapatkan baik adalah kemampuan untuk
dalam penelitian ini yaitu mendengarkan, menyesuaikan perilaku dengan konteks
melihat, mengerti, dan antisipasi. yang berubah secara dinamis dan juga
Wauben et al. (2011) menjaga kesadaran terhadap informasi
mengidentifikasi adanya perbedaan yang mungkin terkait dengan masalah
persepsi tentang SA antar tim kamar operasi potensial.
(dokter bedah, dokter anastesi, perawat,
dan perawat anastesi). Dalam penelitian ini KESIMPULAN
SA didiskripsikan dalam tiga sub kategori Peningkatan Situation Awareness akan
yaitu mengumpulkan informasi, memahami meningkatkan keselamatan pasien. SA
informasi, dan proyeksi dan antisipasi sebagai bagian dari proses identifikasi akan
situasi. Tim kamar operasi memiliki persepsi mempengaruhi tindakan mitigasi dan
yang berbeda tentang SA. Hanya dokter eskalasi risiko pada pasien yang mengalami
bedah yang menunjukkan skor yang deteriorasi. SA yang baik akan
adekuat pada sub kategori mengumpulkan meningkatkan kepekaan tim terhadap
informasi. Pada sub kategori memahami perubahan kondisi yang terjadi sehingga
informasi semua tim memiliki persepsi yang deteksi deteriorasi dapat dilakukan sedini
sama dan adekuat. Pada sub kategori mungkin. Adanya perbedaan persepsi
proyeksi dan antisipasi situasi ada mengenai SA dapat memberikan dampak
perbedaan persepsi yang signifikan antar negatif terhadap keselamatan pasien.
tim dan dokter anastesi menunjukkan skor
yang inadekuat pada sub kategori ini. SARAN
Perbedaan persepsi ini akan dapat Penting untuk menggali persepsi perawat
memberikan dampak negatif terhadap tentang SA, tindakan mitigasi, dan eskalasi
keamanan pasien di kamar operasi. risiko pada pasien yang mengalami
Langkah awal deteriorasi di Ruang PICU.

REFERENSI

Aitken, L. M., Chaboyer, W., Vaux, A., Crouch, S., Burmeister, E., Daly, M., & Joyce, C. (2015).
Effect of a 2-tier rapid response system on patient outcome and staff satisfaction. Australian
Critical Care, 28(3), 107–114. https://doi.org/10.1016/j.aucc.2014.10.044
Arslanian-engoren, C., & Scott, L. D. (2014). Clinical decision regret among critical care
nurses : A qualitative analysis. Heart and Lung The Journal of Acute and Critical Care, 2–5.
https://doi.org/10.1016/j.hrtlng.2014.02.006
Azzopardi, P., Kinney, S., Moulden, A., & Tibballs, J. (2011). Attitudes and barriers to a Medical
Emergency Team system at a tertiary paediatric hospital. Resuscitation, 82(2), 167–174.
https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2010.10.013
Beaumont, K., Luettel, D., & Thomson, R. (2008). Deterioration in hospital patients: early signs
and appropriate actions. Nursing Standard : Official Newspaper of the Royal College of
Nursing, 23(1), 43–48. https://doi.org/10.7748/ns2008.09.23.1.43.c6653
Braaten, J. S. (2015). Hospital System Barriers to Rapid Response Team Activation: A Cognitive
Work Analysis. The American Journal of Nursing, 115(2), 22–32.
https://doi.org/10.1097/01.NAJ.0000460672.74447.4a
Brady, P. W., & Goldenhar, L. M. (2014). A qualitative study examining the influences on situation
awareness and the identification, mitigation and escalation of recognised patient risk. BMJ
Quality & Safety, 23(2), 153–161. https://doi.org/10.1136/bmjqs-2012-001747
Chang, A. L., Dym, A. A., Venegas-Borsellino, C., Bangar, M., Kazzi, M., Lisenenkov, D., … Eisen, L. A.
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
(2017). Comparison between simulation-based training and lecture-based education in
teaching situation awareness: A randomized controlled study. Annals of the American
Thoracic Society, 14(4), 529–535. https://doi.org/10.1513/AnnalsATS.201612-950OC
57

pg. 20121 Program Studi Ners


Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035

Cooper, S., Kinsman, L., Buykx, P., McConnell-Henry, T., Endacott, R., & Scholes, J. (2010).
Managing the deteriorating patient in a simulated environment: Nursing students’ knowledge, skill and
situation awareness. Journal of Clinical Nursing, 19(15–16), 2309–2318.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2702.2009.03164.x
Endsley, M. R. (2015). Situation awareness : operationally necessary and scientifically
grounded. Cognition, Technology & Work, 163–167. https://doi.org/10.1007/s10111-015-
0323-5
Gundrosen, S., Solligård, E., & Aadahl, P. (2014). Team competence among nurses in an
intensive care unit: The feasibility of in situ simulation and assessing non-technical skills.
Intensive and Critical Care Nursing, 30(6), 312–317.
https://doi.org/10.1016/j.iccn.2014.06.007
Hardisman. (2008). Lama Rawatan Dan Mortalitas Pasien Intensive Care Unit (ICU) RS Dr. Djamil
Padang Ditinjau dari beberapa Aspek. Majalah Kedokteran Andalas, 32(2), 142–150.
Jackson, S., Penprase, B., & Grobbel, C. (2016). Factors Influencing Registered Nurses’ Decision to Activate an
Adult Rapid Response Team in a Community Hospital. Dimensions of Critical Care Nursing,
35(2), 99–107. https://doi.org/10.1097/DCC.0000000000000162
Lavoie, P., Cossette, S., & Pepin, J. (2016). Testing nursing students’ clinical judgment in a patient deterioration
simulation scenario: Development of a situation awareness instrument. Nurse Education
Today, 38, 61–67. https://doi.org/10.1016/j.nedt.2015.12.015
Lyk-Jensen, H. T., Jepsen, R. M. H. G., Spanager, L., Dieckmann, P., & Østergaard, D. (2014).
Assessing nurse anaesthetists’ non-technical skills in the operating room. Acta
Anaesthesiologica Scandinavica, 58(7), 794– 801. https://doi.org/10.1111/aas.12315
Merino, P., Álvarez, J., Martín, M. C., Alonso, Á., & Gutiérrez, I. (2012). Adverse events in Spanish
intensive care units: The SYREC study. International Journal for Quality in Health Care,
24(2), 105–113. https://doi.org/10.1093/intqhc/mzr083Mitchell, L., Flin, R., Yule, S., Mitchell,
J., Coutts, K., & Youngson, G. (2011). Thinking ahead of the surgeon. An interview study to identify
scrub nurses’ non-technical skills. International Journal of Nursing Studies, 48(7), 818–828.
https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2010.11.005
Reader, T. W., Flin, R., Mearns, K., & Cuthbertson, B. H. (2011). Team situation awareness and
the anticipation of patient progress during ICU rounds. BMJ Quality and Safety, 20(June),
1035–1042. https://doi.org/10.1136/bmjqs.2010.048561
Rydenfelt, K., Engerström, L., Walther, S., Sjöberg, F., Strömberg, U., & Samuelsson, C. (2015).
In-hospital vs. 30- day mortality in the critically ill - A 2-year Swedish intensive care cohort
analysis. Acta Anaesthesiologica Scandinavica, 59(7), 846–858.
https://doi.org/10.1111/aas.12554
Silas, R., & Tibballs, J. (2010). Adverse events and comparison of systematic and voluntary
reporting from a paediatric intensive care unit. https://doi.org/10.1136/qshc.2009.032979
Singh, H., Giardina, T. D., Petersen, L. A., Smith, M. W., Paul, L. W., Dismukes, K., … Thomas, E. J. (2012).
Exploring situational awareness in diagnostic errors in primary care. BMJ Quality & Safety,
21(1), 30–38. https://doi.org/10.1136/bmjqs-2011-000310
Sitterding, M. C., Broome, M. E., Everett, L. Q., & Ebright, P. (2012). Understanding situation
awareness in nursing work: A hybrid concept analysis. Advances in Nursing Science, 35(1),
77–92. https://doi.org/10.1097/ANS.0b013e3182450158
Uramatsu, M., Fujisawa, Y., Mizuno, S., Souma, T., Komatsubara, A., & Miki, T. (2017). Do
failures in non-technical skills contribute to fatal medical accidents in Japan? A review of the
2010–2013 national accident reports. BMJ Open, 7(2), e013678.
https://doi.org/10.1136/bmjopen-2016-013678
Wauben, L. S. G. L., Dekker-van Doorn, C. M., van Wijngaarden, J. D. H., Goossens, R. H. M.,
Huijsman, R., Klein, J., & Lange, J. F. (2011). Discrepant perceptions of communication,
teamwork and situation awareness among surgical team members. International Journal for
Quality in Health Care, 23(2), 159–166. https://doi.org/10.1093/intqhc/mzq079
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 10 No 01 2019
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
58

pg. 20123 Program Studi Ners


Literatur Review : Program Mother Smart Grounding (MSG) dalam Penanganan Gizi Stunting ISSN : 2302-7932
Doi: 10.36858/jkds.v8i1.157
e-ISSN : 2527-7529

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi


LITERATUR REVIEW : PROGRAM MOTHER SMART GROUNDING
(MSG) DALAM PENANGANAN GIZI STUNTING
Ni Ketut Erawati1*
1*
(Prodi D3 Kebidanan, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Indonesia)
Email: erawatitrinira@gmail.com

ABSTRACT Submission : 4-1-2020


Stunting is a chronic nutritional problem that cause children fail to grow than other children of Revised : 5-3-2020
the same age. This research aims to analyze the articles related to stunting and handling. The
Abstrak
design ditulis
used is thedalam bahasa
literature Indonesia
review dan bahasa
that collected the Inggris yang ditulis
related articles nutritional stunting Accepted : 17-3-2020
problem. Results of the study showed stunting handling is performed in two ways namely Kata Kunci : Stunting,
”, jumlah
through kata nutrition
specific kunci maksimal 6, minimal
intervention 3.
and nutritional interventions. One of the efforts that Preventif, Program
included nutrition intervention in sensitive is health education. Proposed behavior change is Mother Smart Grounding
urgently needed to improve the knowledge and capabilities of the mother in the prevention of Keywords : Stunting,
stunting, one of which is the program a Smart Mother Grounding (MSG). The program has an Preventive, Mother Smart
advantages because of the MSG is 1) an education package in the form of a conventional Grounding Program
extension programs, Division of booklets, and demonstration of healthy snacks made from local
food, 2) focus prevention not only fixed on 1000 PPC but rather aimed for mother to prepare
for the growth and development of children early on. Through the Program Mother Smart
Grounding are expected to give a meaningful contribution towards the prevention of stunting.

ABSTRAK
Stunting merupakan masalah gizi kronis yang menyebabkan anak gagal tumbuh dibandingkan
anak lain seusianya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa artikel yang berhubungan
dengan stunting dan penanganannya. Desain yang digunakan adalah literatur review yaitu
mengumpulkan artikel terkait masalah gizi stunting. Hasil kajian menunjukkan penanganan
stunting dilakukan dengan dua cara yakni melalui intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi
sensitif. Salah satu upaya yang temasuk dalam intervensi gizi sensitif adalah pendidikan
kesehatan. Perubahan perilaku terencana sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan ibu dalam pencegahan stunting, salah satunya adalah program Mother Smart
Grounding (MSG). Program MSG memiliki keunggulan karena 1) merupakan paket edukasi
berupa penyuluhan konvensional, pembagian booklet, dan demontrasi jajanan sehat berbahan
pangan lokal, 2) fokus pencegahannya tidak hanya tertuju pada 1000 HPK tetapi lebih ditujukan
pada ibu untuk mempersiapkan pertumbuhan dan perkembangan anak sejak dini. Melalui
Program Mother Smart Grounding diharapkan mampu memberi kontribusi yang bermakna
terhadap pencegahan stunting.

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 8, No. 1 10


http://journal.stikesdrsoebandi.ac.id/
Publisher : LP3M STIKES dr. Soebandi Jember
ISSN : 2302-7932
Literatur Review : Program Mother Smart Grounding (MSG) dalam Penanganan Gizi Stunting
e-ISSN : 2527-7529
Doi: 10.36858/jkds.v8i1.157

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi


Pendahuluan: stunted (pendek) dan severely stunted
Membangun sumber daya manusia (sangat pendek).
merupakan tantangan tersendiri bagi suatu
bangsa. Status gizi merupakan salah satu Berikut klasifikasi status gizi stunting
faktor yang berkontribusi dalam berdasarkan indikator tinggi badan per
membangun sumber daya manusia yang umur (TB/U).
berkualitas mulai dari proses dalam Sangat pendek : Z score < -3.0
kandungan hingga lahir. Dihitung sejak hari Pendek : Z score < -2.0 s.d
Zscore≥-3.0
pertama kehamilan, kelahiran bayi sampai Normal : Z score ≥ -2.0
usia dua tahun atau yang dikenal dengan
periode 1000 hari pertama kehidupan
Menurut WHO terdapat 178 juta balita
manusia merupakan periode emas yang
mengalami stunting. Asia dan Afrika
menentukan kualitas kehidupan. Asupan
menjadi dua benua dengan angka kejadian
gizi yang cukup baik dalam kuantitas dan
stunting tertinggi di dunia dengan
kualitas sangat diperlukan pada masa ini.
presentase masing-masing 40% dan 30%.
Status gizi merupakan indikator yang
Indonesia sendiri masuk dalam 10 besar
penting bagi balita karena anak dibawah
negara dengan kasus balita stunting
usia lima tahun merupakan kelompok yang
tertinggi di Asia bersama dengan negara
rentan terhadap kesehatan. Hal ini terlihat
lainnya yaitu Bangladesh, Tiongkok, India,
bahwa penyebab tingginya angka kematian
Pakistan dan Filipina. Berdasarkan data
pada bayi dan balita sebagian besar yakni
Riskesdas tahun 2013, prevalensi stunting
54% disebabkan oleh karena gizi kurang.
di Indonesia sebesar 37.2%. Angka ini
Salah satu indikator status gizi adalah
meningkat dibanding tahun 2010 (35.6%)
keadaan tinggi badan menurut umur (TB/U)
dan 2007 (36.8%). Provinsi Bali memiliki
sangat pendek hingga melampaui defisit dua
angka stunting sebesar 31.0% yaitu lebih
standar deviasi (SD) berdasarkan pengkuran
rendah dari angka nasional (Syarosi
anthropometri yang dikenal dengan istilah
Hidayat.2017). Salah satu upaya untuk
stunting (Khoeroh & Indriyanti, 2017).
mengatasi gizi satunting adalah dengan
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis
memberikan pendidikan kepada masyarakat
yang disebabkan oleh asupan gizi yang
tentang pentingnya gizi bagi ibu hamil dan
kurang dalam waktu cukup lama akibat
balita.
pemberian makanan yang tidak sesuai
Stunting adalah masalah kurang gizi
dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat
kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
terjadi mulai janin masih dalam kandungan
kurang dalam waktu cukup lama akibat
dan baru nampak saat anak berusia dua
pemberian makanan yang tidak sesuai
tahun.
dengan kebutuhan gizi. Terjadinya tumbuh
Stunting dapat diketahui bila seorang
pendek pada balita seringkali tidak disadari
balita sudah ditimbang berat badannya dan
oleh para orang tua dan masyarakat umum.
diukur panjang atau tinggi badannya, lalu
Salah satu alasanya mengapa stunting tidak
dibandingkan dengan standar, dan hasilnya
disadari karena biasanya baru terlihat
berada dibawah normal. Jadi secara fisik
setelah dua tahun ternyata balita tersebut
balita akan lebih pendek dibandingkan
pendek. Salah satu tantangan terpenting
balita seumurnya. Penghitungan ini
dalam mengatasi hal tersebut di Indonesia
menggunakan standar Z score dari WHO.
adalah tubuh pendek sering dianggap wajar
Normal, pendek dan Sangat Pendek
karena faktor keturunan. Stunting atau
adalah status gizi yang didasarkan pada
tumbuh pendek sebagian besar bukan
indeks Panjang Badan menurut Umur
karena pengaruh genetik melainkan terjadi
(PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur
sebagai akibat adanya gangguan
(TB/U) yang merupakan padanan istilah
pertumbuhan pada usia dini bahkan dapat
berawal dari kandungan ibu. Untuk
Jurnal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 8, No. 1
http://journal.stikesdrsoebandi.ac.id/ 11
Publisher : LP3M STIKES dr. Soebandi Jember

pg. 20125 Program Studi Ners


Literatur Review : Program Mother Smart Grounding (MSG) dalam Penanganan Gizi Stunting ISSN : 2302-7932
Doi: 10.36858/jkds.v8i1.157
e-ISSN : 2527-7529

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi


menekan angka tersebut, masyarakat perlu Metode:
memahami faktor apa saja yang Kajian ini dibuat melalui review
menyebabkan stunting. Penyebabnya literature terkait dengan masalah gizi
karena rendahnya akses terhadap makanan stunting dan penanganannya. Literatur
yang bergizi, rendahnya asupan vitamin dan review atau Tinjauan pustaka atau
mineral dan buruknya keragaman pangan peninjauan naratif adalah jenis artikel
dan sumber protein hewani. Faktor ibu dan ulasan. Tinjauan literatur adalah makalah
pola asuh yang kurang baik terutama ilmiah, yang mencakup pengetahuan saat ini
perilaku dan praktek pemebrian makan termasuk temuan substantif, serta
kepada anak juga menjadi penyebab anak kontribusi teoretis dan metodologis untuk
stunting apabila ibu tidak memberikan topik tertentu (Lyon.2008). Review literatur
asupan gizi yang cukup dan baik. Ibu yang dilakukan dengan melihat berbagai sudut
masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di pandang terkait masalah stunting,
masa kehamilan dan laktasi, akan sangat prevalensi dan intervensi penanganannya
berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan yang dipetik dari berbagai artikel di jurnal,
otak anak. Faktor lainnya yang dan beberapa buku pedoman. Dari beberapa
menyebabkan stunting adalah terjadinya kajian pustaka didapatkan beberapa
infeksi pada ibu, kehamilan remaja, kesamaan persepsi mengenai definisi
gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran stunting, prevalensi gizi, faktor penyebab
anak yang pendek dan hipertensi. Selain itu dan intervensi penanganannya, namun pada
rendahnya akses terhadap pelayanan kajian ini akan dibahas lebih dalam salah
kesehatan termasuk akses sanitasi dan air satu intervensi gizi penanganan stunting
bersih menjadi salah satu faktor yang melalui pendidikan kesehatan, penggunaan
mempengaruhi pertumbuhan anak media yang baik serta demonstrasi tentang
(Kemenkes RI. 2018). Untuk mencegahnya, gizi seimbang dengan program yang dikenal
perbanyak makan makanan bergizi yang dengan Mother Smart Grounding.
berasal dari buah dan sayur lokal sejak
dalam kandungan. Kecukupan gizi remaja Hasil :
perempuan juga sangat perlu diperhatikan Prevalensi Stunting di Indonesia
agar ketia dia mengandung nantinya tidak Kemiskinan dan rendahnya
akan kekurangan gizi. Selain itu yang perlu pengetahuan orang tua terhadap kesehatan
diperhatikan adalah lingkungan terutama anak menjadi salah satu faktor penting
akses sanitasi dan air bersih. terhadap tingginya prevalensi bayi stunting.
Desain pendidikan kesehatan dengan Hal ini menyebabkan banyak anak
metode tertentu telah banyak dilakukan Indonesia yang mengalami masalah asupan
untuk meningkatkan derajat kesehatan gizi sejak masih berupa janin. Meskipun
masyarakat namun perubahan yang terjadi disisi lain terdapat pendapat bahwa stunting
hanya berlangsung dalam waktu yang tidak terjadi di semua tingkatan ekonomi namun
lama. Dalam tindakan pencegahan terhadap cenderung menurun seiring meningkatnya
kejadian stunting pada anak, program pendapatan (Kemenkes RI.2013)
Mother Smart Grounding (MSG) adalah
salah satunya (Andriani.2017).

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 8, No. 1 12


http://journal.stikesdrsoebandi.ac.id/
Publisher : LP3M STIKES dr. Soebandi Jember
Literatur Review : Program Mother Smart Grounding (MSG) dalam Penanganan Gizi Stunting ISSN : 2302-7932
Doi: 10.36858/jkds.v8i1.157
e-ISSN : 2527-7529

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar kehidupan, yang dikenal dengan Scalling


pada tahun 2013, proporsi bayi berusia di Up Nutrition (SUN) dan di Indonesa dikenal
bawah lima tahun (balita) yang mengalami dengan Gerakan sadar Gizi dalam rangka
stunting di Indonesia mencapai 37.2% dan percepatan perbaikan gizi pada 1000 hari
pada tahun 2016 turun menjadi 33.6% pertama kehidupan sampai anak usia dua
(Kemenkes.2018). Hasil Pantauan Status tahun (Aryastini.2017). Gerakan ini
Gizi (PSG) pada tahun 2016 prevalensi bayi merupakan respon negara-negara di dunia
kerdil turun menjadi 27.5%. Namun terhadap status gizi di sebagian besar negara
prevalensi balita stunting kembali naik berkembang dan akibat kemajuan yang
menjadi 29.6% dalam PSG 2017. Angka tidak merata dalam mencapai tujuan
tersebut terdiri dari 9.8% balita dengan pembangunan milenium/ MDGs. Gerakan
kategori sangat pendek dan 19.8% kategori SUN merupakan merupakan upaya baru
pendek. Hasil Pantauan Status Gizi (PSG) untuk menghilangkan kekurangan gizi
tahun 2017 provinsi dengan prevalensi dalam segala bentuknya. Prinsip gerakan ini
stunting bayi berusia di bawah lima tahun adalah semua orang memiliki hak atas
(balita) tertinggi adalah provinsi Nusa pangan dan gizi yang baik. Hal ini
Tenggara Timur (NTT) yakni mencapai merupakan sesuatu yang unik karena
40.3%. Angka tersebut merupakan yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat
tertinggi di banding provinsi lainnya dan yang berbeda-beda baik pemerintah,
juga di atas prevalensi stunting nasional swasta, LSM, ilmuwan, masyarakat sipil
sebesar 29.6%. Prevalensi stunting di NTT dan PBB secara bersama melakukan
tersebut terdiri dari bayi dengan kategori tindakan untuk peningkatan gizi.
sangat pendek 18% dan pendek 22.3%. Intervensi yang dilakukan SUN adalah
Sementara provinsi dengan prevalensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif
Balita stunting terendah adalah Bali, hanya (Rosha Bunga. 2016). Intervensi spesifik
mencapai 19.1%. Angka tersebut terdiri dari adalah tindakan atau kegiatan yang dalam
balita dengan kategori sangat pendek 4.9% perencanaannya ditujukan khusus untuk
dan pendek 14.2% (Kemenkes RI. kelompok 1000 hari pertama kehidupan
2017). (HPK) dan bersifat pendek. Kegiatan ini
pada umumnya dilakukan pada sektor
Diskusi: kesehatan seperti imunisasi, Pemberian
Kebijakan Penanganan Gizi Stunting di Makanan Tambahan (PMT) pada ibu hamil
Indonesia dan balita, monitoring pertumbuhan balita
Fokus gerakan perbaikan gizi adalah di posyandu, suplemen tablet besi-folat ibu
kepada kelompok 1000 hari pertama hamil, promosi ASI ekslusif dan MP-ASI.

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 8, No. 1 13


http://journal.stikesdrsoebandi.ac.id/
Publisher : LP3M STIKES dr. Soebandi Jember

pg. 20127 Program Studi Ners


Literatur Review : Program Mother Smart Grounding (MSG) dalam Penanganan Gizi Stunting ISSN : 2302-7932
Doi: 10.36858/jkds.v8i1.157
e-ISSN : 2527-7529

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi


Sedangkan intervensi sensitif adalah seyogyanya diubah ke arah yang
berbagai kegiatan pembangunan di luar menguntungkan kesehatan. Hal tersebut
sektor kesehatan yang ditujukan pada dikarenakan pengetahuan mampu
masyarakat umum. Kegiatan yang termasuk mempengaruhi sikap yang akhirnya mampu
didalamnya adalah memberi edukasi mempengaruhi bagaimana seseorang
kesehatan seksual dan reproduksi serta gizi berperilaku.
remaja, memberi pendidikan pengasuhan Pengetahuan ibu mengenai
pada orangtua, menyediakan dan pemenuhan gizi yang seimbang bagi balita
memastikan akses air bersih dan sanitasi, merupakan hal yang penting. Pengetahuan
menyediakan akses ke layanan kesehatan tersebut mampu mengarahkan ibu untuk
dan Keluarga Berencana. melakukan pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan balita dengan menyediakan
Intervensi Gizi Stunting Melalui
makanan seimbang yang sesuai dengan
Program Mother Smart Grounding
kebutuhan gizi pada balita tersebut.
Masalah gizi secara umum dapat Adanya pemenuhan gizi yang seimbang
menyangkut aspek pengetahuan, sikap dan tersebut maka akan tercipta status gizi
juga perilaku yang kurang dalam yang normal bagi balita.
menciptakan pola hidup yang sehat. Masih Ibu dengan sumber informasi yang
tingginya angka anak balita dengan luas maka akan lebih banyak mempunyai
stunting di Indonesia menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai gizi balita lebih
kesadaran masyarakat mengenai gizi masih banyak dibandingkan ibu dengan sumber
kurang. Kurangnya pengetahuan dan informasi yang minim. Sehingga mereka
persepsi mengenai kebutuhan dan nilai dianggap lebih mampu untuk menangani
pangan pada balita adalah hal yang umum masalah kesehatan terutama masalah gizi
dijumpai. Kurangnya pengetahuan ibu dikeluarganya dengan baik.
mengenai gizi balita akan berdampak pula Peningkatan pengetahuan, sikap dan
pada pemenuhan nutrisi pada balita karena perilaku tersebut dapat dilakukan salah
pengetahuan merupakan domain yang satunya melalui pendidikan kesehatan.
sangat penting dari terbentuknya perilaku Seperti yang diungkapkan oleh
seseorang, termasuk perilaku dalam Notoatmodjo, bahwa pendidikan kesehatan
pemenuhan gizi (Elseus Pormes. 2014). merupakan sarana informasi yang sangat
Perilaku seseorang diketahui akan lebih intensif dan juga efektif dalam usaha untuk
langgeng apabila didasari dengan adanya meningkatkan aspek kesehatan yang masih
pengetahuan mengenai suatu hal tersebut. tertinggal di suatu tempat. Pendidikan
Adisasmito dalam artikel Nugrahaeni kesehatan sendiri dapat dilakukan dengan
(2018) menjelaskan bahwa pengetahuan berbagai macam metode menyesuaikan
gizi keluarga dapat membantu menemukan sasaran yang akan diberikan pendidikan.
berbagai alternatif solusi untuk pemecahan Salah satu program yang mengemas
masalah gizi balita. Demikian halnya pendidikan kesehatan dengan
dengan sikap ibu balita, apabila sikap ibu menggunakan media booklet dan disertai
kurang perhatian terhadap gizi balitanya dengan demonstrasi cara menyiapkan
maka dapat berakibat pada kurangnya pangan yang baik adalah Program Mother
pemenuhan gizi balita tersebut. Sosok ibu Smart Grounding (MSG) (Sri
sebagai orang yang paling dekat dalam Andriani.2017)
mengasuh balita tentu memiliki peran Program Mother Smart Grounding
penting dalam pencegahan masalah gizi (MSG) merupakan upaya pencegahan
pada balita, sehingga kejadian gizi kurang kejadian stunting melalui pendidikan
bahkan gizi buruk dan stungting dapat kesehatan pada ibu balita dengan
dicegah.Pengetahuan yang kurang mengkombinasikan beberapa metode
sehingga dapat merugikan kesehatan penyuluhan kesehatan menjadi satu paket

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 8, No. 1 14


http://journal.stikesdrsoebandi.ac.id/
Literatur Review : Program Mother Smart Grounding (MSG) dalam Penanganan Gizi Stunting ISSN : 2302-7932
Doi: 10.36858/jkds.v8i1.157
e-ISSN : 2527-7529

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi


Publisher : LP3M STIKES dr. Soebandi Jember

pg. 20129 Program Studi Ners


Literatur Review : Program Mother Smart Grounding (MSG) dalam Penanganan Gizi Stunting ISSN : 2302-7932
Doi: 10.36858/jkds.v8i1.157
e-ISSN : 2527-7529

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi


yang dapat mendukung upaya perbaikan pendidikan kesehatan pada ibu balita
gizi yang berdampak secara sensitive dengan mengkombinasikan beberapa
maupun spesifik sehingga mendorong metode penyuluhan menjadi satu paket
tercapainaya sasaran pembangunan yang dapat mendukung upaya perbaikan
kesehatan yang dapat menurunkan gizi yang berdampak sensitive maupun
prevalensi stunting sebesar 28% pada tahun spesifik sehingga mendorong tercapainya
2019. Metode yang dilakukan adalah sasaran pembangunan kesehatan yang
penyuluhan kesehatan dengan kovensional menurunkan prevalensi stunting sebesar
(ceramah), pembagian media cetak booklet 28% pada tahun 2019. Metode yang
dan demonstrasi masak jajanan sehat dilakukan adalah penyuluhan kesehatan
produk lokal. Booklet merupakan suatu denagn ceramah, pemberian metode cetak
teknik penyampaian informasi melalui booklet dan demonstrasi memasak jajanan
media buku kecil yang memuat gambar dan sehat dengan menggunakan produk lokal.
tulisan. Sementara dalam hal pangan, Pelaksanaan Program Mother Smart
pemberdayaan bahan pangan lokal harus Grounding diharapkan dapat memberikan
ditingkatkan, salah satunya dengan rangsangan sebagai faktor eksternal untuk
mengajak masyarakat untuk belajar perubahan perilaku ibu (Covert behaviour).
mengolah bahan pangan lokal ini, Hal ini sesuai dengan teori Skinner yakni
mengingat kandungan zat gizi dan Stimulus- Respons berupa peningkatan
vitaminnya yang tidak kalah dengan pengetahuan dan sikap setelah diberikan
makanan mahal (Tara,U. 2017). Untuk suatu intervensi dalam hal ini adalah
itulah masyarakat perlu diajarkan cara penyuluhan, pembagian booklet dan
mengolah dan menyiapkan makanan yang demonstrasi yang dikemas dalam satu
kaya akan gizi melalui demonstrasi. paket. Adapun metode ceramah dipilih
Keberagaman bahan pangan yang tersedia sebagai aspek untuk meningkatkan
diyakini sebagai salah satu solusi untuk pengetahuan karena dipandang efektif dan
mengatasi masalah gizi terutama stunting. memberikan peluang lebih banyak kepada
Program Mother Smart Grounding ibu balita yang masih awam untuk
(MSG) bagi peneliti memiliki keunggulan mendapatkan informasi lebih banyak
diantaranya: 1) merupakan paket program tentang gizi balita dan memberi keleluasaan
pendidikan kesehatan melalui media untuk bertanya mengenai gizi balita.
booklet dan demonstrasi, 2) sebagai Program Mother Smart Grounding
program yang berfokus pada upaya memberikan pendidikan kesehatan tentang
pencegahan yang tidak hanya tertuju pada stunting berupa pencegahan yang dapat
1000 HPK tetapi lebih ditujukan pada ibu dilakukan sejak dini. Begitupun booklet
untuk mempersiapkan pertumbuhan dan yang efektif sebagai media pendidikan
perkembangan anak sejak dini. Program kesehatan yang menarik bagi ibu dalam
MSG ini juga memiliki kontribusi lebih meningkatkan pengetahuan
tinggi yakni sekitar 70% jika dibandingkan kemampuannya merawat balita.
dengan penanganan gizi spesifik dan Penggunaan media yang menarik akan
memberikan dampak secara tidak langsung memberi keyakinan pada responden
dan jangka panjang. Hal ini sejalan dengan sehingga perubahan kognitif, afektif dan
pendapat yang mengatakan bahwa sektor psikomotor dapat tercapai optimal.
kesehatan hanya menyumbang 30%, Demonstrasi juga memberikan pengaruh
sedangkan sektor non kesehatan yang positif terhadap kemampuan dan
berkontribusi sebesar 70% dalam motivasi ibu untuk mengubah perilaku
penangulangan masalah gizi (Kemenkes RI. menjadi lebih baik.
2018). Penelitian yang dilakukan oleh Sri
Program ini merupakan upaya Andriani (2017) tentang perbedaan
pencegahan kejadian stunting melalui

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 8, No. 1 15


http://journal.stikesdrsoebandi.ac.id/
Literatur Review : Program Mother Smart Grounding (MSG) dalam Penanganan Gizi Stunting ISSN : 2302-7932
Doi: 10.36858/jkds.v8i1.157
e-ISSN : 2527-7529

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi


Publisher : LP3M STIKES dr. Soebandi Jember

pg. 20131 Program Studi Ners


Literatur Review : Program Mother Smart Grounding (MSG) dalam Penanganan Gizi Stunting ISSN : 2302-7932
Doi: 10.36858/jkds.v8i1.157
e-ISSN : 2527-7529

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi


pengetahuan, sikap dan motivasi ibu dan memastikan akses air bersih dan
sesudah diberikan Mother Smart Grounding sanitasi, menyediakan akses ke layanan
Dalam Pencegahan Stunting menunjukkan kesehatan dan Keluarga Berencana.
hasil yang bermakna terjadi perubahan Salah satu program yang mengemas
pengetahuan, Sikap dan Motivasi setelah pendidikan kesehatan dengan
diberikan Program Mother Smart menggunakan media booklet dan disertai
Grounding. Hal ini menunjukkan bahwa dengan demonstrasi cara menyiapkan
Program MSG ini efektif diberikan pada ibu pangan yang baik adalah Program Mother
yang memiliki balita untuk dibrikan Smart Grounding (MSG). Program Mother
pendidikan kesehatan sehingga kejadian Smart Grounding (MSG) merupakan upaya
stunting dapat dicegah sejak dini. Walaupun pencegahan kejadian stunting melalui
program ini tidak berkontribusi secara pendidikan kesehatan pada ibu balita
langsung, namun program MSG ini dapat dengan mengkombinasikan beberapa
dterapkan pada sasaran yang berbeda, tidak metode penyuluhan kesehatan menjadi satu
hanya pada ibu balita saja, tetapi juga pada paket yang dapat mendukung upaya
ibu yang memiliki anak remaja. Jiak perbaikan gizi yang berdampak secara
program ini dilaksanakan secara sensitive maupun spesifik. Fokus program
berkesinambungan dan disosialisasikan ini adalah bagaimana meningkatkan
dengan baik niscaya prevalensi stunting pengetahuan, kemampuan dan kemandirian
dapat diturunkan, meskipun dampaknya masyarakat khususnya para ibu yang
baru dapat dilihat ada kurun waktu yang dikemas dalam satu paket pendidikan
lama. kesehatan melalui penggunaan media yang
menarik disertai dengan demonstrasi cara
Kesimpulan: menyiapkan makanan yang bergizi.
Stunting merupakan masalah kurang
gizi kronis akibat asupan gizi yang kurang Saran:
sehingga tinggi badan bayi badan bayi di Dengan melakukan kajian pustaka ini
bawah standar menurut usianya/ pendek. diharapkan kepada pihak Puskesmas untuk
Upaya pencegahan stunting dapat dilakukan lebih menekankan upaya-upaya promotif
melalui dua cara yakni intervensi gizi dan preventif berbasis masyarakat,
spesifik dan gizi sensitif. Intervensi gizi khususnya dalam hal pencegahan stunting
spesifik adalah tindakan atau kegiatan yang melalui pendidikan kesehatan dengan
dalam perencanaannya ditujukan khusus dibantu media yang baik dan teknik
untuk kelompok 1000 hari pertama demonstrasi cara pengolahan pangan yang
kehidupan (HPK) dan bersifat pendek. memenuhi syarat-syarat gizi, sehingga ibu
Kegiatan ini pada umumnya dilakukan pada lebih mandiri dalam hal menjaga kesehatan
sektor kesehatan seperti imunisasi, keluarga maupun dirinya. Disisi lain
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) masyarakat khususnya ibu agar lebih
pada ibu hamil dan balita, monitoring proaktif mengikuti kegiatan pendidikan
pertumbuhan balita di posyandu, suplemen kesehatan salah satunya tentang pentingnya
tablet besi-folat ibu hamil, promosi ASI gizi bagi pertumbhan dan perkembangan
ekslusif dan MP-ASI. Sedangkan intervensi anak.
gizi sensitif adalah berbagai kegiatan
Daftar pustaka:
pembangunan di luar sektor kesehatan yang
Aryastini Ni Ketut dan Ingan Tarigan. 2017.
ditujukan pada masyarakat umum. Kegiatan
yang termasuk didalamnya adalah memberi Kajian Kebijakan dan Penanggulangan
edukasi kesehatan seksual dan reproduksi Masalah Gizi Stunting di Indonesia.
serta gizi remaja, memberi pendidikan Buletin Penelitian Kesehatan vol 45 no
pengasuhan pada orangtua, menyediakan 4
Desember 2017: 233-240

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 8, No. 1 16


http://journal.stikesdrsoebandi.ac.id/
Publisher : LP3M STIKES dr. Soebandi Jember
Literatur Review : Program Mother Smart Grounding (MSG) dalam Penanganan Gizi Stunting ISSN : 2302-7932
Doi: 10.36858/jkds.v8i1.157
e-ISSN : 2527-7529

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi


Kajian Pustaka LPPM Stikes Hang
Deni Era Nugrahaeni. 2018. Pencegahan Tuah Pekanbaru.
Balita Gizi Kurang Melalui Notoatmojo,S. 2010. Metodologi Penelitian
Penyuluhan Media Lembar Balik Gizi. Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta
DOI: 10.2473/amnt v2i1. 2018: 113- Rosha Bunga dan Kencana Sari. 2016.
124. Open Acces under cc BY-SA Peran Intervensi Gizi Spesifik dan
License Sensitif dalam Perbaikan Masalah Gizi
Direktorat Anggaran Bidang Balita di Kota Bogor. Buletin
Pembanguanan Manusia dan Penelitian Kesehatan Vol.44 no 2 Juni
Kebudayaan. Penanganan Stunting 2016:127-138
Terpadu Tahun 2018. Jakarta 16 Sri Andriani Wa Ode dan Farit Reza. 2017.
Januari 2018 Perbedaan Pengetahuan, Sikap dan
Elseus Pormes Wellen, dkk. 2014. Motivasi Ibu Sesudah Diberikan
Hubungan Pengetahuan Orang Tua Program Mother Smart Grounding
Tentang Gizi Dengan Stunting Pada dalam Pencegahan Stunting di Wilayah
Anak usia 4-5 Tahun di TK Malaekat Kerja Puskesmas Puuwatu Kendari.
Pelindung Manado Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Khoeroh Himatul dan Dyah Indriyanti. Masyarakat Vol 2 no 6 Mei 2017
2017. Evaluasi Penatalaksanaan Gizi Syairosi Hidayat Mohamad dan Indraguna
Balita Stunting Pinatih. Prevalensi Stunting Pada
di Wilayah Kerja Puskesmas Sirampog. Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Unnes Journal of Public Health 6 (3) Sidemen Karangasem. E Jurnal
Kemenkes RI.2013. Riset Kesehatan Dasar Medika vol 6 no 7 Juli 2017
Tahun 2013. Badan Penelitian dan Tara, Umbu. 2017. Siapkan Kebun Kelarga
Pengembangan Kesehatan. 2013 Untuk Mencegah Stunting.Artikel.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah https://www.kompasiana.com Tanggal
Tertinggal dan Transmigrasi. Buku 26 Oktober 2017
Saku Desa Dalam Penanganan
Stunting. Jakarta. 2017
Kementerian Kesehatan RI. 2017.
Dimanakah Provinsi dengan Stunting
Tertinggi di Indonesia?.
https://databoks.katadata.co.id/data
diunduh tanggal 8 April 2018
Lyon and Persaud. 2008. Padestrian Safety
Prediction Methodology.
Kemenkes RI. 2018. Peningkatan Kualitas
Kesehatan Untuk Menekan Angka
Stunting di Indonesia. Direktorat
Jendral Kesehatan Masyarakat. Jakarta
14 Agustus 2018
Mitra. 2015. Permasalahan Anak Pendek
(stunting) dan Intervensi untuk
Mencegah Terjadinya Stunting.

Jurnal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 8, No. 1 17


http://journal.stikesdrsoebandi.ac.id/
Publisher : LP3M STIKES dr. Soebandi Jember

pg. 20133 Program Studi Ners


LITERATUR REVIEW TAI CHI DAN LATIHAN NAFAS
PADA ASMA

TESIS

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat

Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

OLEH

DWI HARIANTO

20151050005

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2018
LITERATUR REVIEW TAI CHI DAN LATIHAN NAFAS
PADA ASMA

Dwi Harianto1), Iman Permana2)


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Email: dwiharianto.ners@gmail.com

ABSTRAK

Pendahuluan : Asma merupan kondisi dimana seseorang mengalami


gejala sesak nafas, mengi, dada terasa sempit. Kondisi ini sangat
mengganggu apabila tidak segera ditangani. Penanganannya ada yang
pakai obat medis ada juga yang pakai pengobatan komplementer.oleh
karena itulah disini peneliti melakukan analisis jurnal penggunaan terapi
komplementer tersebut.
Tujuan : untuk menganalisis efek Tai Chi dan Latihan pernafasan untuk
asma
Metode : Metode penelitian yang digunakan adalah literature review,
dengan mencari jurnal yang berkaitan dengan tema yang diambil dari
beberapa search engine yaitu ebsco, proquest, google cendekia, dan
sciencedirect. Pencarian dilakukan dengan menggunakan kata “Thai Chi
exercise”OR “exercise”OR “ breathing exercises”AND “asthma
management” dan ditemukan 25 artikel yang memenuhi kriteria inklusi
yang ditetapkan.
Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efek Tai Chi dan Latihan
pernafasan pada asma ada 4 yaitu Meningkatkan kualitas hidup
penderita, mengurangi kekambuhan asma, meningkatkan aktivitas fisik
dan menurunkan gejala asma
Kesimpulan : Tai Chi dan latihan nafas dapat dijadikan alternatif terapi
komplementer karena efek positif yang dihasilkan

Kata kunci : Tai Chi, latihan pernafasan, asma

xiii

pg. 20135
Program Studi Ners
LITERATURE REVIEW OF TAI CHI AND BREATHING EXERCISE
IN ASMA

Dwi Harianto1), Iman Permana2)


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Email: dwiharianto.ners@gmail.com

ABSTRACT

Introduction : Asthma is a condition where a person experiences


symptoms of shortness of breath, wheezing, narrow chest. This condition
is very disturbing if not immediately addressed. There are those who use
medical drugs to handle it, and there are also those who use
complementary medicine. That's why here researchers are researching
the complementary method journal.
Objective : This research aims to analyze the effects of Tai Chi and
Respiratory Exercise for asthma
Method : Using a literature review, this research found 25 research
articles which were met the inclusion criterias based on the theme. The
articles take from search engines such as: ebsco, proquest, google
scholar, and sciencedirect using some keywords such as “Thai Chi
exercise”OR “exercise”OR “ breathing exercises”AND “asthma
management”.
Results : This research found that the effects of Tai Chi and Respiratory
Exercise in asthma were 4, namely improving the quality of life of
patients, reducing recurrence of asthma, improving physical activity and
decreasing asma’s symptom
Conclusion : Tai Chi and breathing exercises are highly recommended
to be used as complementary therapy, duet to the possitive impact
resulted.

Keywords: Tai Chi, breathing exercises, asthma

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma didefinisikan sebagai obstruksi jalan napas reversibel itu

hadir dengan konstelasi gejala fisik seperti mengi, dyspnea, hiperresponsif

saluran napas, batuk, dan lendir hyperse cretion. Asma adalah penyakit

pernapasan kronis yang paling umum di seluruh dunia. Data dari studi

Global Burden of Disease 2015 menunjukkan bahwa kejadiannya

meningkat sebesar 12,6% dari 1990 hingga 2015. (Georga, et al., 2018)

Asma adalah masalah kesehatan global yang serius yang mempengaruhi

semua kelompok usia, dengan prevalensi global mulai dari 1% hingga 21%

pada orang dewasa , dan dengan hingga 20% anak- anak berusia 6-7 tahun

mengalami episode mengi yang parah dalam setahun. Meskipun beberapa

negara telah melihat penurunan rawat inap dan kematian terkait asma,

beban global untuk pasien dari eksaserbasi dan gejala sehari-hari telah

meningkat hampir 30% dalam 20 tahun terakhir (Gina, 2014). DI Yogya

karta adalah 1 dari 5 teratas yang prevalensi penyakit asmanya melebihi

angka nol Nasional (KMENKES RI, 2013)

Kegagalan untuk mengontrol gejala asma secara efektif

menyebabkan stres yang memiliki efek memberatkan pada pasien

pg. 20137
Program Studi Ners
kualitas hidup. Di sisi lain, fisik dan mental pasien kesehatan (mis. tingkat

aktivitas fisik yang rendah,

meningkat sebagai yang tak terasingkan marabahaya) dapat, pada

gilirannya, berdampak buruk pada manifestasi penyakit. (Georga, et al.,

2018)

Prevalensi asma yang dirawat berdasarkan usia meliputi 25-44

tahun sebesar 31,56% dan prevalensi terendah 7-28 hari 0,05%. Sementara

status prevalensi yang rawat jalan berdasarkan usia 25-44 tahun 29,95%

dan usia 7-28 hari 0,43% (KMENKES RI, 2013).

Asma merupakan masalah global yang serius dan umum, meskipun

obat farmakologi kontrol gejala penuh untuk individu, tetapi tidak sedikit

penderita yang segan untuk mengkonsumsi obat secara terus menerus dan

banyak diantara mereka yang sudah mulai terbuka untuk mengikuti

program pelatihan untuk mengontrol asmanya. Bruton (2017)

Tai chi merupakan latihan yang menjanjikan yang meningkatkan

kualitas hidup individu dengan ketergantungan stimulan. (zhua, at el.,

2016). Pelatihan fisik dapat meningkatkan HRQOL dan fungsi paru pada

pasien dengan asma bronkial sedang dan berat. (Refaat dan Gawish, 2015).

Tai chi merupakan latihan multi komponen yang semakin populer.

Tai chi menggabungkan antara aerobik sedang dengan latihan

keseimbangan, fleksibilitas, dan koordinasi neuromuskuler. Pada saat

2
yang sama, Tai Chi juga berperan banyak pada komponen kognitif

termasuk kesadaran tubuh yang tinggi, perhatian mental yang terfokus, dan

pencitraan. Bersama-sama, ini efek pelatihan multi-bekal dapat

menghasilkan berbagai manfaat untuk kognisi, kiprah kesehatan, dan

kontrol postural, di luar latihan unimodal konvensional. Tai Chi dapat

meningkatkan keseimbangan dan mengurangi risiko jatuh pada orang

dewasa yang lebih tua yang sehat dan gangguan neurologis dan dapat

memengaruhi berbagai aspek kesehatan gaya berjalan. Gow (2017)

Tai chi merupakan sebuah latihan beladiri yang bisa juga dijadikan

sebagi terapi untuk diri sendiri. Pelatihan Tai Chi ini bisa dipelajari dan

dipraktikkan oleh siapapun, sehingga dapat menjaga kesehatan yang

kesejahteraan umum. Manfaat dari pelatihan Tai Chi pada penderita

COPD jarang sekali dipelajari dan ditliti dalam keperawatan. Gow (2017).

Pengobatan atau terapi yang bisa diberikan pada penderita asma

lebih difokuskan pada gejala penyebab asmanya yang meliputi kualitas

hidup. Selain itu fisik dan psikologis penderita juga perlu ditingkatkan.

(zhua, at el., 2016).

Meskipun farmakoterapi efektif, asma terus mengganggu kualitas

hidup bagi sebagian besar pasien. Oleh karena itu pendekatan

nonfarmakologis, termasuk pelatihan ulang pernapasan, sangat menarik

bagi pasien. Namun, dokter jarang menganjurkan pelatihan kembali

pg. 20139
Program Studi Ners
pernapasan dan akses ke intervensi ini dibatasi untuk sebagian besar pasien

karena terbatasnya ketersediaan fisioterapis yang sesuai dan integrasi yang

buruk dari pelatihan pernapasan ke dalam perawatan standar. Kami

bertujuan untuk menilai efektivitas intervensi pelatihan kembali

pernapasan mandiri secara digital. Bruton (2017)

Pendekatan dengan cara memberikan pelatihan olah nafas dan

senam atau olahraga ringan sangat diperlukan dalam upaya mengendalikan

kondisi penderita asma agar gejala asma bisa diturunkan, sebagai mana

hasil pantauan peneliti bahawa latihan Tai Chi yang rutin bisa menurunkan

atau mengurangi waktu kekambuhan asma pada penderita asma. Dan

berdasarkan studi mini review peneliti dari beberapa jurnal, latihan nafas

juga bisa menurunkan gejala kekambuhan dari asma. Oleh karena itu

peneliti ingin meneliti efek Tai Chi dan latihan nafas terhadap asma.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti

merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana efek senam Tai Chi dan latihan pernafasan pada pasien

asma ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Penelitian

4
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek senam Tai Chi dan

latihan pernafasan pada pasien asma

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memperkaya body of knowledge ( keilmuan ) fisiologi olah raga

terutama dalam aspek promosi kesehatan melalui pengembangan

program olah raga atau pelatihan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Sebagai pedoman atau landasan dalam melakukan penelitian

selanjutnya tentang pengembangan program pelatihan fisik

khususnya pada pasien dengan asma bronkiale agar dapat

mempertahankan kebugarannya

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan

acuan dalam memilih jenis pelatihan senam pada pasien asma

pg. 20141
Program Studi Ners
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tai Chi dan latihan Nafas

1. Tai Chi

Tai Chi adalah olahraga tradisional Cina yang dapat

diklasifikasikan sebagai olahraga sedang. Tai Chi memiliki fisiologis

dan manfaat psikososial dan dapat meningkatkan kontrol

keseimbangan, fleksibilitas, dan kebugaran kardiovaskular orang

dewasa yang lebih tua dengan kondisi kronis (Zhu, at el., 2016)

Macam Tai Chi sangat banyak, meski begitu ada 5 macam

aliran Tai Chi yang dianggap sebagai aliran yang utama, yaitu :

1. Tai Chi Chen (1580–1660)

2. Tai Chi Yang (1799–1872)

3. Tai Chi Wu/Hao (1812–1880)

4. Tai Chi Wu (1834–1902)

5. Tai ChiSun (1861–1932)

Sejak Pemerintah China mengembangkan Tai Chi dan

kemudian Tai Chi menjadi Populer dan Tai Chi dibagi menjadi 2 yaitu

Tai Chi untuk kesehatan dengan 24 jurus dan Tai Chi untuk bertarung.

pg. 20143
Program Studi Ners
Manfaat Tai Chi sangat banyak, tapi disini akan dijelaskan

secara singkatnya yaitu :

1. Bisa Dilakukan Siapa Saja dan di Mana Saja

2. Meningkatkan Kelenturan dan Keseimbangan

3. Mampu Memperkuat Otot

4. Memiliki Manfaat Sama Seperti Aerobik

5. Mengurangi Risiko Penyakit Jantung, Diabetes, dan Stres Manfaat

Tai Chi lain yang tidak boleh dilewatkan adalah

potensinya untuk menurunkan tingkat stres. Beberapa hasil penelitian

menyebutkan bahwa gerakan beladiri ini efektif untuk menangani

gejala-gejala depresi dan memelihara kesehatan mental. (Adrian, 2018)

Tai Chi memiliki 3 komponen utama yaitu :

1. Gerakan : seluruh kelompok otot besar dan sendi diperlukan untuk

gerakan lambat dan lembut. Tai Chi dapat memperbaiki

keseimbangan, kekuatan, fleksibilitas stamina, Tonus Otot dan

koordinasi Tai Chi yang sifatnya low-impact dan weight bearing

dapat memperkuat tulang dan memperlambat pengurangan masa

tulang sehingga kemungkinan dapat mencegah osteoporosis

2. Meditasi bertujuan menenangkan pikiran, meningkatkan

konsentrasi, mengurangi kecemasan sehingga dapat menurunkan

tekanan darah dan denyut jantung

7
3. Pernafasan dalam atau pernapasan perut dapat menigkatkan

kapasitas paru, meregangkan otot-otot pernafasan dan melepasan

ketegangan, hal tersebut juga berefek menigkatkan ambilan

oksigen dari darah.

Gaya Gerakan dalam Tai Chi. Menurut Arifin (2011)

Gaya 1 : Gerakan putar leher (isotonik dan olah nafas)

Gaya 2 : lengan dan telapak tangan terbuka

Gaya 3 : Peregangan samping

Gaya 4 : Telapak tangan bumi dan surga

Gaya 5 : Putaran bahu

Gaya 6 : Mengetuk pintu pada kehidupan

Gaya 7 : Putaran Lutut

Gaya 8 : Putaran mata kaki

Gaya 9 : telapak tangan bumi

Gaya 10 : kaki dan tangan sejauh mungkin

Gaya 11 : sikap berdiri alami

Gaya 12 : sikap berdiri kucing

Gaya 13 : sikap berdiri maju

Gaya 14 : tarian kuda telapak tangan Yin Yang

Gaya 15 : sikap silang mundur

Gaya 16 : menggulung ombak

Gaya 17 : bergerak dalam lingkaran

8
pg. 20145
Program Studi Ners
Gaya 18 : sikap berdiri kucing, melangkah kedepan mundur

pegang bola

Gaya 19 : menggerakkan tangan tarian kuda

Gaya 20 : lutut diangkat serangan tinju ganda

Gaya 21 : mundur, angkat lutut kanan, buka lengan sikap maju,

tinju ganda

Gaya 22 : kombinasi lengkap dan meredakan nafas

2. Latihan Nafas

pelatihan pernapasan berarti menerapkan prinsip-prinsip teori

pelatihan yang divalidasi secara ilmiah kepada otot-otot respirasi.

(Bruton, at el., 2018)

Manfaat Latihan Pernafasan menurut (Dyah, 2018)

1. Mencegah Kelelahan

2. Merelaksasi Otot

3. Mengatasi Pegal

4. Menghilangkan Stress

5. Meningkatkan Kekebalan Pasif

6. Menghilangkan Rasa Cemas

7. Menjaga Sirkulasi Oksigen

8. Melancarkan Aliran Darah

9. Menjaga Kesehatan Jantung

10. Mencegah Insomnia

9
11. Meningkatkan Konsentrasi

12. Menjadikan Tubuh Lebih Rileks

13. Meningkatkan Kewaspadaan

14. Meningkatkan Energi Tubuh

Demikianlah manfaat dari latihan nafas yang bisa saya rangkum

5 latihan Nafas menurut (Savitri, 2018). Latihan pernafasana

bertujuan untuk menyimpan oksigen sejumlah yang dibutuhkan.

Agar paru-paru tidak sampai defisit atau kekurangan oksigen. Dan

latihan nafas sendiri dibagi menjadi 5 jenis latihan, yaitu :

1. Latihan pernapasan diafragma

Latihan ini lebih difokuskan mengisi oksigen di area diafragma

atau perut, sehaingga dada tidak bergerak banyak karena udara

yang dihirup langsung masuk ke perut dan dan ditahan sebentar,

berikut prosedur tehniknya :

a) Atur posisi duduk rilex dan bersandar

b) Taruh tangan kanan di depan dada telapak tangan

menghadap kebawah dan tangan kiri didepan perut telapak

tangan menghadap keatas

c) Tarik napas pelan melalui hidung selama dua detik, rasakan

udara mengalir kearah perut. Tahan udara didalam perut

sampai perut terasa penuh.

10
pg. 20147
Program Studi Ners
d) Kemudian keluarkan napas pelan selama 2 detik melalui

mulut yang bibirnya tebuka sedikit.

e) Ulangi 10x. Dan jaga tubuh tetap rilex dan posisi punggung

tetap tegap.

Lakukan tehnik ini 5 menit perhari

2. Latihan pernafasan dengan mengerutkan bibir

latihan berfungsi agar saluran pernafasan terbuka lebih lama.

Berikut prosedur tehniknya :

a) Dengan bibir tertutup. Tarik nafas pelan-pelan dari hidung.

b) Keluarkan kembali udaranya lewat mulut yang terbuka

sedikit dengan pelan sekali bahkan lebih pelan dari saat tarik

nafas.

c) Lakukan ber ulang-ulang. Tehnik bisa dilakukan dengan

duduk maupun berdiri

3. Latihan Peregangan Tulang Rusuk

Latihan menahan udara di paru-paru lebih lama sekitar 25 detik.

Lakukan 3x sehari. Tujuan dari latihan ini untuk menambah

kapasitas paru. Waktu latihan 2 sampai 5 menit.

Prosedur tehniknya :

a) Posisikan badan lurus atau tegak.

b) Keluarkan semua udara dari dalam paru-paru.

11
c) Kemudian tarik nafas pelan-pelan sedalam-dalamnya,

kemudian tahan 10 sampai dengan 15 detik. Kalau tidak kuat

15 detik cukup 5-8 detik saja

d) Setelah itu keluarkan udara kembali dengan pelan juga.

4. Latihan pernafasan dengan hitungan

Latihan ini dilakukan dengan hitungan 8x tanpa henti

Cara melakukannya:

a) Posisi badan berdiri tegap, kemudian tutup mata, lalu ambil

nafas sedalam-dalamnya. Dengan membayangkan hitungan

ke 1

b) Kemudian tahan nafas sebentar, kemudian keluarkan

udaranya kembali

c) Ulangai lagi dengan ambil nafas lagi sambil bayangin

hitungan ke 2. Kemudian tahan nafas sebentar, kemudian

keluarkan udaranya kembali

d) Ulangi terus tehnik ini sampai hitungan ke 8.

5. Latihan kekuatan paru pranayama

Latihan ini dilakukan dengan posisi duduk dan tehniknya yaitu

dengan tarik nafas kemudian tahan lalu keluarkan lagi seperti

tehnik-tehnik diatas tapi dengan cara menutup salah satu hidung

secara bergantian. Dan tehnik ini dilakukan selama 10x

12
pg. 20149
Program Studi Ners
B. Tinjauan Tentang Asma

1. Pengertian Asma

Asma bronkiale adalah suatu keadaan klinis yang ditandai

oleh terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun

reversibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut

terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada

orang-orang yang rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh

berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hipereaktivitas

bronkus yang khas (WHO, 2011)

Istilah asma berasal dari bahasa Yunani yang berarti

“terengah-engah” atau serangan nafas pendek. Dan sering kali di

iringi dengan gejala-gejala batuk, sesak napas, mengi, rasa dada

tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala tersebut (Liansyah,

2014)

2. Patogenesis

a. Reaksi inflamasi

Patogenesis asma dapat diterangkan secara sederhana

sebagai bronkokonstriksi akibat proses inflamasi yang terjadi

terus-menerus pada saluran napas. Karenanya pemberian anti-

inflamasi mempunyai peranan penting pada pengobatan dan

kontrol asma. Terlihat bahwa setelah pemberian inhalasi

kortikosteroid akan terjadi penurunan bermakna sel inflamasi

13
dan pertanda permukaan sel pada sediaan bilas dan biopsi

bronkoalveolar. Pemberian bronkodilator saja tidak dapat

mengatasi reaksi inflamasi dengan baik. (Akib, 2016)

b. Sensitisasi

Suatu peneliatan menunjukkan bahwa penderita asma

memperlihatkan pola perjalan alami tentang alergi. Secara klinis

alergi bermula dengan alergi didalam perut kemudian menjadi

alergi kulit dan seterusnya berkembang menjadi alergi di kulit.

(Akib, 2016)

3. Manivestasi Klinis Asma

Gejala klinis yang sering muncul adalah mengi berulang-

ulang, sesak nafas dan sering kali batuk dan sesak yang menjadi gejala

utama yang yang tampak pada saat pemeriksaan. (Akib, 2016)

4. Pathofisiologi

Terjadi apabila adanya pajanan alergen, pajanan tersebut yang

kemudian menyebabkan bronkokonstriksi, edema dan hipersekresi

saluran napasyang kemudian akhirnya menyebabkan kesulitan

bernafas saat ekspirasi.

Udara yang terperangkap didalam paru-paru menyebabkan

peningkatan CO2 sedangkan O2 menurun. Yang efeknya

14
pg. 20151
Program Studi Ners
menyebabkan penimbunan asam laktat atau asidosis metabolik.

(Liansyah, 2014)

5. Penatalaksanaan

Penatalaksaan asma lebih difouskan pada pemberian Healt

Education kepada pasien dan keluarga mengenai proses perjalanan

penyakit, tanda dan gejala asma sampai dengan pengobatan yang bisa

dilakukan (Liansyah, 2014)

6. Pengobatan

Pengobatan dari asma ada yang farmakologis dan non

farmakologis. Yang farmakologis ada 2 cara pengobatan yaitu : obat

pelega asma dan obat pengontrol asma atau mencegah kekambuhan.

Sedangkan pengobatan yang non farmakologis yaitu dengan

menggunakan latihan. Bisa pakai latihan pernafasan, latihan Tai Chi,

senam asma dan lain sebagainya (Liansyah, 2014)

C. Efek Tai Chi dan latihan Pernafasan terhadap asma

Tai Chi meningkatkan kualitas hidup individu. (zua, at el., 2106),

Tai Chi juga meingkatkan aktivitas fisik perorangan (Kristina, at el., 2106)

dan pada anak-anak penderita asma Tai Chi dapat meningkatkan fungsi

paru-parunya (Chang, at el., 2008)

15
pg. 20153 Program Studi Ners
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelititan ini menggunakan metode studi kepustakaan atau literatur

review. Literatur review merupakan ikhtisar komprehensif tentang penelitian

yang sudah dilakukan mengenai topik yang spesifik untuk menunjukkan

kepada pembaca apa yang sudah diketahui tentang topik tersebut dan apa yang

belum diketahui, untuk mencari rasional dari penelitian yang sudah dilakukan

atau untuk ide penelitian selanjutnya (Denney & Tewksbury, 2013). Literatur

review adalah sintesis tematik disusun dari sumber-sumber yang dapat

digunakan oleh pembacanya untuk mendapatkan ringkasan teori dan temuan-

temuan empiris yang terbaru dengan sesuai dengan topiknya (Cisco, 2014).

Jenis literatur review yang diguanakan dalam penelitian ini adalah

sistematik review. Sistematik review merupakan ringkasan tingkat tinggi

yang komprehensif dari penelitian utama sesuai dengan pertanyaan

penelitian yang spesifik dan dapat mempunyai bukti untuk menjawab

pertanyaan penelitian, memiliki kriteria kelayakan, meminimalkan bias,

transparan, eksplisit, dan memiliki metodologi yang sistematis (Harris, et

al., 2014).

16
B. Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil-hasil

penelitian yang sudah dilakukan dan diterbitkan dalam jurnal online

internasional. Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan

pencarian jurnal penelitian yang dipublikasikan di internet menggunakan

seach engine Google Schoolar, ebsco, sciencedirect dan Proquest dengan

kata kunci : “Thai Chi exercise”OR “exercise”OR “ breathing

exercises”AND “asthma management”

C. Metode Analisa Data

Kriteria jurnal yang akan direview adalah artikel jurnal penelitian

dengan subyek manusia pada pasien dewasa tentang efek Tai chi dan

latihan Nafas untuk asma dengan rentang waktu penerbitan jurnal tahun

2013-2018. Jurnal penelitian yang ditemukan sesuai dengan kata kunci

selanjutnya dilakukan skrining, dilihat abstrak, keemudian dibaca artikel

full text.

Jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi dan terdapat tema

spiritualitas/religiusitas dari sudut pandang pasien, keluarga, dan petugas

kesehatan/pemberi pelayanan pada pasien kanker kemudian dilakukan

review. Kriteria jurnal yang terpilih untuk review adalah jurnal yang

didalamnya terdapat tema Thai Chi untuk asma dan Latihan Nafas untuk

Asma.

17
pg. 20155
Program Studi Ners
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan penelusuran di seach engine Google Schoolar, ebsco,

sciencedirect dan Proquest didapatkan hasil seperti di tabel berikut :

Tabel. 1. Alur Review Jurnal

Google
sciencedir
ebsco Proquest Schoola
ect
r
‘Tai Chi exercise’ ‘Tai Chi exercise’
breathi
OR’Exercise’OR OR’Exercise’OR
ng Tai Chi
‘breathing ‘breathing
awal exercise exercise
exercises’AND’As exercises’AND’As
s
ma Management’ ma Management’
842
15.510 41.800 2.232
fulltext 353
5 tahun
75 5.123 17.000 82
terakhir
Artikel
22 386 11 80
asli
Disesuik
an
dengan
kata 17 8 4 9
kunci
pencaria
n
Downloa
17 8 4 1
d gratis
Jurnal
yang di 17 5 2 1
review

18
pg. 20157
Program Studi Ners
Jurnal yang di review berasal dari berbagai negara antara lain :

Inggris, Yunani, Amerika Serikat, China, Taiwan, India, Jerman. Dan

artikel yang peneliti Review sebanyak 25 artikel asli, full text.

Langkah – langkah untuk mendapatkan hasil :

60.382 ditemukan lewat


internet sesuai kata kunci

60.872 jurnal full text 490 jurnal di ekslusi karena


tidak full text

499 Jurnal full text dan 60.373 di ekslusi karena


dilakukan asasemen merupakan jurnal full text yang
kelayakan yang publikasinya lebih dari 5
tahun terakhir dan bukan artikel
asli

25 Jurnal full text dilakukan


review 5 Jurnal di eksklusi karena
merupakan jurnal duplikat

Gambar 4.1 Diagram Alur Review Jurnal

Hasil yang didapatkan dari review 25 artikel diatas adalah sebagai

berikut :

1. Meningkatkan Kualitas Hidup

2. Meningkatkan Aktivitas Fisik

3. Perbaikan Fungsi Paru

19
4. Menurunkan Gejala Asma

5. Meningkatkan Faktor Keamanan (kesehatan)

Tai Chi
No Aspek/kualifikasi Jumlah Prosentase
1 Meningkatkan Kualitas Hidup 6 46%
2 Meningkatkan Aktivitas Fisik 2 15%
3 Perbaikan Fungsi Paru 3 23%
4 Menurunkan Gejala Asma 2 15%
Meningkatkan Faktor Keamanan
5
(kesehatan) 0 0
Latihan Nafas
No Aspek/kualifikasi Jumlah Prosentase
1 Meningkatkan Kualitas Hidup 6 50%
2 Meningkatkan Aktivitas Fisik 2 17%
3 Perbaikan Fungsi Paru 1 8%
4 Menurunkan Gejala Asma 3 25%
Meningkatkan Faktor Keamanan
5
(kesehatan) 1 8%

B. Pembahasan

1. Aspek efek senam Tai Chi dan latihan pernafasan pada pasien asma

a. Meningkatkan kualitas Hidup

Setiap penderita asma pastimenginginkan kondisi tubuh

yang lebih sehat dan kualitas hidup yang lebih baik (Junghansa, et

al. 2014) Kualitas hidup merupakan indikator penting untuk

menilai keberhasilan intervensi pelayanan kesehatan disamping

morbiditas, mortalitas, fertilitas dan kecacatan. Kualitas hidup

seharusnya menjadi perhatian penting bagi para profesional

kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu

tindakan, intervensi, atau terapi (Khodijah, 2013)

20
pg. 20159
Program Studi Ners
Dengan latihan yang teratur dan dengan di imbangi dengan pola

istirahat yang teratur asma bisa dikendalikan dengan Tai Chi. Tai Chi

adalah latihan yang menjanjikan yang meningkatkan kualitas hidup

individu dengan ketergantungan stimulan. (zhu, 2017)

Interpretasi Program pelatihan ulang pernafasan

meningkatkan kualitas hidup pada pasien dengan asma yang tidak

terkontrol sepenuhnya meski memiliki sedikit efek pada fungsi

paru-paru atau peradangan saluran napas. Program semacam itu

dapat disampaikan dengan mudah dan hemat biaya sebagai

program audiovisual digital yang dipandu sendiri, jadi mungkin

juga mengurangi biaya perawatan kesehatan. (Bruton, 2017)

Latihan nafas perut dapat melatih penderita asma untuk

bernapas yang benar, yaitu menggunakan pernapasan perut. Selain

itu dapat juga mempertahankan kontrol asma, sehingga

penderita asma masih mampu berkativitas seperti biasa dan tidak

mengalami banyak penurunan produktivitas dan kualitas hidup.

Selain yang tersebut diatas, dukuangan dari keluarga dan

lingkungan juga mempengaruhi pengingkatan kualitas hidup pada

asma. (Utami, 2013)

b. Menurunkan Gejala asma

Olahraga yang rutin dapat meningkatkan kerja jantung

sehingga peredaran darah ketubuh menjadi semakin lancar dan

otomatis nutrisi dan oksigen yang dibawa dalam darahpun

21
menjadi lancar pula, karena suplay oksigen menjadi lancar

sehingga Gejala asma bisa diturunkan. (sahat, 2011) sebagaimana

menurut Resti (2014) menyatakan relaksasi pada penderita asma

dapat menurunkan gejala asma.

Menurut Yunani (2018) latihan peregangan otot paru sangat

efektif untuk meningkatkan vitalitas paru. Hal ini didukung oleh

warsono (2016) bahawa latihan nafas pada penderita asma dapat

meningkatkan vitalitas paru pada penderia asma.

c. Meningkatkan Aktivitas Fisik

Dengan memperhatikan kondisi dan aturan dalam latihan

peningkatan aktivitas fisik pada penderita asma bisa didapatkan

tanpa harus mengganggu kondisi dari asmanya, dan bahkan ada

penurunan dalam gejala asmanya. (Masculo, 2015)

Selain itu dengan mengikuti gaya hidup sehat dan teratur

mengikuti latihan yang di jadikan terapi untuk asmanya pelan tapi

pasti aktifitasnya akan meningkat, seiring berjalannya waktu

program pelatihannya.( wijaya, 2015)

Penderita asma sering kali takut untuk berolah raga karena

takut kalau berolah raga terlalu berat asmanya menjadi kambuh,

padahal dengan olahraga yang teratur dan bijak, justru malah

membuat asmanya semakin terkontrol. (Samiaji, 2017)

22
pg. 20161
Program Studi Ners
d. Perbaikan Fungsi Paru

Pangestuti, (2015). Menyatakan dalam penelitiannya bahwa

Latihan pernafasan dapat digunakan untuk melatih dan

mempertahankan fungsi pernafasan, hal ini dibuktikan dalam

penelitiannya setelah responden mengikuti latihan pernafasan

fungsi paru menjadi membaik, udara yang masuk kedalam paru-

paru meningkat, sehingga nafas menjadi lebih ringan.

Aliran puncak ekspirasi bisa berubah setelah dilakukan

tindakan relaksasi, dan relaksasi yang dilakukan adalah latihan

pernafasan yang dilakukan secara teratur dapat membantu

peningkatan kekuatan otot pernapasan yang kemudian efeknya

adanya perbaikan kontrol sistem saraf motorik, yang kemudian

dapat memperbaiki fungsi paru.

e. Meningkatkan Faktor Keamanan (kesehatan)

Latihan Tai Chi salah satunya untuk melatih sendi-sendi,

dan kekuatan otot persendian agar kuat dipakai untuk menopang

tubuh. Hal ini memungkinkan untuk mengurangi resiko terjatuh

pada penderita asma lanjut usia. (Gow. BJ, 2015)

2. Implementasi aplikasi terapi senam Tai Chi dan latihan pernafasan

diterpkan dalam keperawatan

Tai Chi dan latihan Pernafasan kalau di ilmu keperawatan

termasuk dalm terapi komplementer dan Jenis terapi komplementer

23
banyak sehinggaseorang perawat perlu mengetahui pentingnyaterapi

komplementer. Perawat perlu mengetahuiterapi komplementer

diantaranya untuk membantumengkaji riwayat kesehatan dan kondisi

klien,menjawab pertanyaan dasar tentang terapikomplementer dan

merujuk klien untuk mendapatkan informasi yang reliabel,

memberirujukan terapis yang kompeten, ataupun memberisejumlah

terapi komplementer. Selain itu, perawat juga harus membuka

diriuntuk perubahan dalam mencapai tujuan perawatanintegratif

(widiatuty, 2008).

C. Keterbatasan Peneliti

Hasil penelitian dan kesimpulan yang diambil berasal dari jurnal

penelitian yang direview oleh peneliti. Peneliti hanya menganalisis jurnal

penelitian yang diperoleh secara online dan tidak menambahkan dengan

hasil penelitian terbaru yang belum dipublikasikan secara online, sehingga

mungkin anda penelitian terbaru tentang efek Tai Chi dan latihan

pernafasan terhadap asma. .

24
pg. 20163
Program Studi Ners
.

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil

simpulan sebagai berikut :

1. Aspek efek senam Tai Chi dan latihan pernafasan pada pasien asma

meliputi : Meningkatkan kualitas Hidup dan Menurunkan Gejala asma

2. Implementasi aplikasi terapi senam Tai Chi dan latihan pernafasan

diterpkan dalam keperawatan; Tai Chi dan latihan Pernafasan kalau di

ilmu keperawatan termasuk dalm terapi komplementer dan Jenis terapi

komplementer banyak sehinggaseorang perawat perlu mengetahui

pentingnyaterapi komplementer.

B. Saran

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan kami dapat

memberikan saran sebagai berikut :

1. Bagi perawat hendaknya dapat meningkatkan pemahaman tentang

terapi komplementer terutama senam Tai Chi dan Latihan Pernafasan

agar ada alternatif lain bagi pasien untuk tindakan komplementernya.

25

pg. 20165
Program Studi Ners
2. Bagi rumah sakit atau sarana kesehatan hendaknya membuat jadwal untuk

latihan senam Tai Chi dan latihan pernafasan bukan hanya untuk

pasiennya tapi juga untuk kariyawannya termasuk perwatanya sendiri.

Karena selain terapi ini cocok untuk pengobatan tapi juga cocok buat

perawatan kesehatan.

3. Institusi pendidikan hendaknya menjadikan terapi komplementer ini

menjadi muatan pokok juga.

4. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang

Senam Tai Chi dan Latihan pernafasan yang lebih lengkap lagi.

26
pg. 20167 Program Studi Ners
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, d. K. (2018). Dipetik Desember 31, 2018, dari


https://www.alodokter.com: https://www.alodokter.com/tai-
chi-kehebatannya-berbanding-lurus-dengan-manfaat-
kesehatannya

Agarwal D, Gupta P-P, Sood S. 2017. Improvement in pulmonary


functions and clinical parameters due to addition of breathing
exercises in asthma patients receiving optimal treatment.Indian
Journal of Allergy, Asthma and Immunology 31:61-8
DOI:10.4103/ijaai.ijaai_34_16
Akib, A. A. (2016). Asma pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, Hal
: 78 - 82.
Dyah, R. (2018). Dipetik Desember 31, 2018, dari Manfaat.co.id:
https://manfaat.co.id/manfaat-latihan-pernafasan-tenaga-dalam

Azab, Moawd and Rahman, 2017. Effect of Buteyko Breathing


Exercises versus Yoga Training on Pulmonary Functions and
Functional Capacity in Children with Bronchial Asthma- a
randomized controlled trial. International Journal of Therapies
and Rehabilitation Research 2017; 6 (1): 148-153 doi:
10.5455/ijtrr.000000234

Bruton, at el., 2018. Physiotherapy breathing retraining for asthma: a


randomised controlled trial. Lancet Respir Med, 6: 19–28 doi :
http://dx.doi.org/10.1016/S2213-2600(17)30474-5

Chen L, (2015) The Effect of Tai Chi Training on Cardiorespiratory


Fitness in Healthy Adults: A Systematic Review and Meta-
Analysis. PLoS ONE 10(2): e0117360.
doi:10.1371/journal.pone.0117360

Chen L, et al. (2015) Effectiveness of Tai Chi on Physical and


Psychological Health of College Students: Results of a
Randomized Controlled Trial. PLoS ONE 10(7): e0132605.
doi:10.1371/journal.pone.0132605

Chinellato I, at el., 2012. Bronchial and alveolar nitric oxide in


exercise-induced bronchoconstriction in asthmatic children
Clinical & Experimental Allergy, 42, 1190–1196 doi:
10.1111/j.1365-2222.2012.03973.x

27
Ding, MD. 2014. Effectiveness of T’ai Chi and Qigong on Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. THE JOURNAL OF
ALTERNATIVE AND COMPLEMENTARY MEDICINE
Volume 20, Number 2, 2014, pp. 79–86 DOI:
10.1089/acm.2013.0087

Georga G, et al.,2018. The effect of stress management incorporating


progressive muscle relaxation and biofeedback-assisted
relaxation breathing on patients with asthma: a randomised
controlled trial, Adv Integr Med (2018),
https://doi.org/10.1016/j.aimed.2018.09.001

Gomez-Bruton, A., Matute-Llorente, A., González-Agüero, A.,


Casajus, J. A., & Vicente-Rodriguez, G. (2017). Plyometric
exercise and bone health in children and adolescents: a
systematic review. World Journal of Pediatrics, 13(2), 112-
121.

Gow BJ,et al. (2017) Can Tai Chi training impact fractal stride time
dynamics, an index of gait health, in older adults? Cross-
sectional and randomized trial studies. PLoS ONE 12(10):
e0186212. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0186212

Hassan, at el., 2012. Effect of Buteyko breathing technique on patients


with bronchial asthma. Egyptian Journal of Chest Diseases and
Tuberculosis 61, 235–241
http://dx.doi.org/10.1016/j.ejcdt.2012.08.006

He C, et al. (2016) The Effects of Traditional Chinese Exercise in


Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease: A Meta-
Analysis. PLoS ONE 11 (9): e0161564.
doi:10.1371/journal.pone.0161564

Jordan B. 2013. Exercise-Related Respiratory Symptoms and Exercise-


Induced Bronchoconstriction in Industrial Bakers. Archives of
Environmental & Occupational Health, Vol. 68, No. 4, 2013

Khodijah, D., Lukman, E., & Munigar, M. (2013). Obesitas dengan


kualitas hidup remaja. Jurnal Health Quality, 3(2), 69-140.
Liansyah, T. M. (2014). Pendekatan Kedokteran Keluarga Dalam
Penatalaksanaan Terkini Serangan Asma Pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, Volume 14 Nomor 3.

28

pg. 20169
Program Studi Ners
Savitri, d. T. (2018, Juli 12). Dipetik Desember 31, 2018, dari Hello
Sehat: https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/latihan-
pernapasan-untuk-paru-paru/

Li G., Yuan H, Zhang W.(2014). Effects of Tai Chi on health related


quality of life in patients with chronic conditions A systematic
review of randomized controlled trials Complementary
Therapies in Medicine 22, 743—755

Liu A, 2013. The effect of Tai Chi on health-related quality of life in


people with elevated bloodglucose or diabetes: a randomized
controlled trial. Quality of Life Research, Vol. 22, No. 7 , pp.
1783-1786 DOI 10.1007/sl 1136-012-0311-7

Lowhagen and Bergqvist (2014) Physiotherapy in asthma using the


new Lotorp method. Complementary Therapies in Clinical
Practice 20 276-279 Lahaye M.2013.Predicting quality of life
in pediatric asthma: the role of emotional competence and
personality. Quality of Life Research, Vol. 22, No. 4, pp. 907-
916 DOI 10.1007/s 11136-012-0194-7

MANCUSO, M.D 2013. Improvement in Asthma Quality of Life in


Patients Enrolled in a Prospective Study to Increase Lifestyle
Physical Activity Journal of Asthma, 50(1): 103–107 DOI:
10.3109/02770903.2012.743150

Nimas, F. (2012). Kualitas Hidup Pada Penderita Kanker Serviks yang


Menjalani Pengobatan Radioterapi. Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental, 1 (02), Juni 2012.

Novarin, C., Murtaqib, M., & Widayati, N. (2015). Pengaruh


Progressive Muscle Relaxation terhadap Aliran Puncak
Ekspirasi Klien dengan Asma Bronkial di Poli Spesialis Paru B
Rumah Sakit Paru Kabupaten Jember (The Effect of
Progressive Muscle Relaxation on Peak Expiratory Flow of
Clients with Bronchial As. Pustaka Kesehatan, 3(2), 311- 318.1

Pangestuti, S. D., Murtaqib, M., & Widayati, N. (2015). Pengaruh


Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap Fungsi Pernapasan
(RR dan APE) pada Lansia di UPT PSLU Kabupaten Jember
(The Effect of Diaphragmatic Breathing Exercise on
Respiration Function (RR and PEFR) in Elderly at

29
UPT PSLU Jember Regency). Pustaka Kesehatan, 3(1), 74-
81.

Porsbjerg C. and Gow AM., 2017. Co‐morbidities in severe asthma- C


linical impact and management. Respirology 22, 651–661 doi:
10.1111/resp.13026

Refaat A. and Gawish M., 2015. Effect of physical training on health-


related quality of life in patients with moderate and severe
asthma. Egyptian Journal of Chest Diseases and Tuberculosis
64, 761–766 http://dx.doi.org/10.1016/j.ejcdt.2015.07.004

Resti, I. B. (2014). Teknik relaksasi otot progresif untuk mengurangi


stres pada penderita asma. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan,
2(1), 01-20.

Sahat, C. S., Irawaty, D., & Hastono, S. P. (2011). Peningkatan


kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru melalui senam asma
pada pasien asma. Jurnal Keperawatan Indonesia, 14(2), 101-
106.

Shei R-J, at el., (2016) The role of inspiratory muscle training in the
management of asthma and exercise-induced
bronchoconstriction, The Physician and Sportsmedicine, 44:4,
327-334, DOI: 10.1080/00913847.2016.1176546

Suorsaa I, et al.,2018. Adolescents and young adults with asthma and


allergies: Physical activity, self-efficacy, social support, and
subsequent psychosocial outcomes. CHILDREN'S HEALTH
CARE VOL. 45, NO. 4, 414–427
http://dx.doi.org/10.1080/02739615.2015.1065741

Susan J. 2017. Promoting Physical Activity and Exercise in Patients


With Asthma and Chronic Obstructive Pulmonary Disease. The
Journal for Nurse Practitioners - JNP Volume 13, Issue 1,

Tweedy S, et al.2018. Effects of exercise training on physical and


psychosocial health in children with chronic respiratory
disease: a systematic review and meta-analysis. BMJ Open
Sport & Exercise Medicine;0:e000409. doi:10.1136/bmjsem-
2018-000409

Utami, N. M. (2013). Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga


dengan Penerimaan Diri Individu yang Mengalami Asma.
Jurnal Psikologi

30
pg. 20171
Program Studi Ners
Wang F. (2014). The Effects of Tai Chi on Depression, Anxiety, and
Psychological Well-Being: A Systematic Review and Meta-
Analysis Int.J. Behav. Med. 21:605–617 DOI 10.1007/s12529-
013-9351-9

Warsono, W., & Fahmi, F. Y. (2016). PERAN LATIHAN


PERNAFASAN TERHADAP NILAI KAPASITAS VITAL
PARU PADA PASIEN ASMA (LITERATUR REVIEW).
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 4(3), 132-138.

Weiler, MD, 2016. Exercise-induced bronchoconstriction update--


2016. J ALLERGY CLIN IMMUNOL VOLUME 138,
NUMBER 5 http://dx.doi.org/10.1016/j.jaci.2016.05.029

Yadollahi A (2018) Effects of physical exercise training on nocturnal


symptoms in asthma: Systematic review. PLoS ONE 13(10):
e0204953. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0204953

Yan J-H, Guo Y-Z, Yao H-M, Pan L (2013) Effects of Tai Chi in
Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease:
Preliminary Evidence. PLoS ONE 8(4): e61806.
doi:10.1371/journal.pone.0061806

Yu P-M, et al. Study design for a randomised controlled trial to explore


the modality and mechanism of Tai Chi in the pulmonary
rehabilitation of chronic obstructive pulmonary disease. BMJ
Open 2016;6:e011297. doi:10.1136/bmjopen- 2016-011297

Yunani, Y., Widiati, A., & Jamaluddin, M. (2018). Terapi Peregangan


Otot Pernafasan untuk Kapasitas Vital Paru Pasien Asma.
Proceeding of The URECOL, 62-67.

Zhu Y-T, et al. (2015) Evidence Base of Clinical Studies on Tai Chi: A
Bibliometric Analysis. PLoS ONE 10(3): e0120655.
doi:10.1371/journal.pone.0120655

Zhu, et al.,2016. Beneficial effects of Tai Chi for amphetamine-type


stimulant dependence: a pilot study. THE AMERICAN
JOURNAL OF DRUG AND ALCOHOL ABUSE VOL. 42,
NO. 4, 469–478
http://dx.doi.org/10.3109/00952990.2016.1153646

31
pg. 20173 Program Studi Ners
PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN
STROKE ISKHEMIK DENGAN
LATIHAN RANGE OF MOTION
LITERATUR REVIEW

TESIS

OLEH
MARWANTI
20141050018

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA PASIEN
STROKE ISKHEMIK DENGAN
LATIHAN RANGE OF MOTION
LITERATUR REVIEW

Marwanti1, Sri Nabawiyati Nurul Makiyah2

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


Jl. Brawijaya, Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY 55184

ABSTRAK

Latar Belakang: Stroke merupakan penyakit tidak menular yang


mempunyai risiko untuk menyebabkan cacat berupa kelumpuhan.
Kelumpuhan merupakan cacat paling umum yang biasa ditandai
dengan keterbatasan fisik seperti hemiparese dan hemiplegi yang
dapat mengakibatkan keterbatasan dalam memposisikan dan
menggerakan tubuh. Rehabilitasi Range of Motion menjadi dasar
dalam meningkatkan kekuatan otot. Hambatan mobilisasi dapat
mengakibatkan kecacatan yang permanen.
Tujuan: Melakukan literatur review terhadap artikel-artikel yang
meneliti tentang peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke
iskhemik dengan latihan Range of Motion. Menganalisis
peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke iskhemik dengan
Range of Motion dan menganalisis bentuk implementasi perawatan
dengan latihan Range of Motion pada pasien stroke iskhemik.
Desain: Literatur review
Metode: Mengguanakan database dengan penelusuran elektronik
pada Proquest, Google Scholar dan Pubmed yang dipublikasikan
tahun 2013-2018. Kata kunci digabungkan untuk mendapatkan
dokumen yang tepat sebagai strategi pencarian seperti
menggunakan istilah ”Range of motion“+”Muscle strength”
,Range of motion AND Stroke ischemic, “Muscle strength
“+”Stroke ischemic”, “Range of motion”+“Muscle

pg. 20175
Program Studi Ners
strenght”+”Stroke iskhemic”. Terdapat 22 artikel yang memenuhi
kriteria inklusi.
Hasil: Range of Motion mempunyai pengaruh untuk meningkatkan
kekuatan otot ekstrimitas secara signifikan terhadap pasien stroke
iskhemik. Melakukan latihan Range of Motion pada penderita
stroke iskhemik merupakan tugas penting bagi perawat, mengingat
perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling lama dengan
pasien atau penderita.
Kesimpulan: Latihan Range of Motion dapat meningkatkan
kekuatan otot pada pasien stroke iskhemik dan merupakan bentuk
implementasi perawat yaitu latihan Range of Motion yang telah
dilakukan pada pasien strok iskhemik untuk meningkatkan
kekuatan otot.

Kata kunci: kekuatan otot, Stroke iskhemik, Range of motion

xi
INCREASING MUSCLE STRENGTH IN ISCHEMIC
STROKE PATIENTS WITH RANGE OF MOTION
EXERCISES : A LITERATUR REVIEW

Marwanti1, Sri Nabawiyati Nurul Makiyah2

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


Jl. Brawijaya, Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY 55184

ABSTRACT

Background: Stroke is a non-communicable disease that has the


risk of causing disability in the form of paralysis. Paralysis is the
most common defect that is usually characterized by physical
limitations such as hemiparese and hemiplegia which can lead to
limitations in positioning and moving the body. Range of Motion
rehabilitation is an important basis for increasing muscle strength.
Barriers to mobilization can result in permanent disability.
Objective: Conducted a literature review of articles that examined
increasing muscle strength in ischemic stroke patients with Range
of Motion exercises. Analyzing the increase in muscle strength in
ischemic stroke patients with Range of Motion and analyzing the
form of implementation of treatment with Range of Motion
exercises in ischemic stroke patients.
Design: Literature review
Method: Use the database with electronic search on Proquest,
Google Scholar and Pubmed published in 2013-2018. Keywords
are combined to get the right document as a search strategy such
as using the term "Range of motion" + "Muscle strength", Ischemic
stroke AND Stroke, "Muscle strength" + "Stroke ischemic",
"Range of motion" + "Muscle structure "+" Ischemic stroke ".
There are 22 articles that meet the inclusion criteria.
Results: Range of Motion has the effect of significantly increasing
muscle strength extremities for ischemic stroke patients. Doing
Range of Motion exercises in ischemic stroke patients is an
important task for nurses, considering that nurses are the longest
health personnel with patients or sufferers.

xii

pg. 20177
Program Studi Ners
Conclusion: Range of Motion exercises can increase muscle
strength in ischemic stroke patients and is a form of nurse
implementation, namely Range of Motion exercises that have been
performed on iskhemic stroke patients to increase muscle strength.

Keywords: Muscle strength, Ischemic stroke, Range of motion.

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit tidak menular yang menjadi

penyebab kematian ketiga di Negara berkembang setelah

penyakit jantung koroner dan kanker (Scherbakov & Doehner

2011). Epidemiologi stroke di Dijon Prancis bahwa insiden

dilaporkan bahwa insidensi stroke pada laki-laki adalah

107,05 ka sus tiap 100.000 pe nduduk tiap tahun dibandingkan

perempuan sebesar 68,9 k asus tiap tahun (Zhang et al, 2011).

Data menunjukkan bahwa Indonesia angka kematian akibat

stroke tertinggi 15,4% terdapat di daerah Perkotaan sedangkan

di daerah Pedesaan sekitar 11,5%. Jumlah total penderita

stroke di Indonesia, sekitar 2,5% atau 250 r ibu orang

meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat.

Penyebab meningkatnya penderita stroke di Indonesia adalah

akibat kemajuan ekonomi yang berdampak pada

pg. 20179
Program Studi Ners
2

perubahan pola hidup yang menjadi faktor risiko. Pola hidup

perkotaan tidak terlepas dari aktifitas fisik, peningkatan

prevalensi merokok, perubahan pola konsumsi makanan dan

stres emosional, pertambahan usia dengan meningkatnya usia

harapan hidup masyarakat.

Stroke iskhemik merupakan gangguan peredaran darah

arteri otak (trombus, emboli atau perdarahan) yang

berlangsung lebih dari 24 j am dapat sembuh sempurna,

sembuh dengan cacat atau kematian. Stroke iskhemik ini

terjadi karena suplai darah ke otak terhambat atau terhenti

(Junaidi, 2011).

Perjalanan stroke iskhemik berdasarkan klinisnya yaitu;

(i) Transient Ischemic Attack (TIA) yaitu serangan stroke

sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam;

(ii)Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND) yaitu

gejala neurologis akan menghilang antara 24 jam samapai

dengan 21 ha ri;(iii) Progressing stroke atau stroke in

evaluation yaitu kelumpuhan atau defisit neurologik yang

berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang


3

berat; (iv)Stroke komplit atau Completed Stroke yaitu

kelainan neurologis sudah menetap dan tidak berkembang lagi

menurut Junaidi (2011).

Kelumpuhan merupakan cacat paling umum dialami

penderita stroke iskhemik. Stroke iskhemik ditandai dengan

cacat pada satu sisi tubuh hemiplegia, jika dampaknya tidak

terlalu parah hanya mengakibatkan anggota tubuh tidak

bertenaga hemiparesis. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh

menyebabkan pasien malas menggerakan tubuhnya sehingga

dapat mengakibatkan persendian menjadi kaku. Malas

bergerak tidak hanya menyulitkan proses pemulihan anggota

gerak, tetapi bisa menyebabkan tubuh normal ikut menjadi

cacat (Lingga, 2013).

Program rehabilitasi adalah bentuk pelayanan kesehatan

yang bertujuan untuk mencapai kemampuan yang maksimal

dan mencegah serangan berulang. Pelayanan ini merupakan

pelayanan dengan pendekatan multidisiplin yang terdiri dari

dokter ahli, syaraf, dokter rehabilitasi medik, perawat,

fisioterapis, terapi occupational, pekerja sosial medik,

pg. 3
Program Studi Ners
4

psikolog, klien dan keluarga klien. Latihan fisik merupakan

salah satu mobilisasi persendian yaitu dengan melakukan

latihan Range of Motion (Cahyati, 2011).

Rehabilitasi stroke iskhemik sangatlah penting karena dapat

mengoptimalkan pemulihan sehingga penyandang stroke

mendapatkan kemampuan fungsional dan kualitas hidup yang

lebih baik. Salah satu rehabilitasi yang dilakukan yaitu dengan

latihan gerak atau Range of Motion. Latihan gerak atau latihan

Range of Motion sangatlah penting dilakukan sesesring

mungkin. Adapun kelebihan dari latihan Range of Motion yaitu

dapat menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan

menggerakkan otot.

Tujuan latihan Range of Motion untuk memulihkan

kekuatan otot dan kelenturan sendi sehingga pasien dengan

stroke iskhemik dapat kembali melakukan aktivitas sehari-

hari. Latihan Range of Motion ini juga dilakukan setelah pasien

pulang dari Rumah Sakit, pasien pasca stroke tetap harus

menjalani latihan-latihan aktivitas sehari-hari (Widianto,

2009).
5

Penatalaksanaan stroke iskhemik dengan latihan Range of

Motion secara intensif dibutuhkan, untuk memaksimalkan

pemulihan fungsi kekuatan otot yang hilang. Penanganan

latihan Range of Motion pasca stroke adalah kebutuhan yang

mutlak bagi pasien untuk dapat meningkatkan kekuatan otot.

Metode intervensi latihan Range of Motion telah terbukti

memberikan manfaat yang besar dalam mengembalikan

kekuatan otot pada pasien stroke iskhemik. Dampak

penanganan stroke iskhemik yang salah dapat menghasilkan

pembelajaran sensomotorik yang salah. Hal ini memperlambat

proses perkembangan gerak, seperti peningkatan kekuatan

otot. Untuk itu harus dilakukan penanganan stroke iskhemik

dengan benar (Pramudiarja, 2010). Melakukan latihan Range

of Motion pada penderita stroke iskhemik merupakan tugas

penting bagi perawat, karena perawat merupakan pemberi

asuhan keperawatan kepada individu, keluarga dan

masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk

melakukan literatur review terhaap artikel-artikel yang

pg. 5
Program Studi Ners
6

meneliti tentang peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke

iskhemik dengan latihan Range of Motion.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka pokok

permasalahan literatur review ini adalah “Bagaimana

peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke iskhemik dengan

latihan Range of Motion”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisis

peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke iskhemik

dengan latihan Range of Motion.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui peningkatan kekuatan otot pada pasien

stroke iskhemik dengan Range of Motion.

b. Mengetahui bentuk implementasi perawatan dengan

latihan Range of Motion pada pasien stroke iskhemik


7

D. Manfaat

1. Aspek teoritis (keilmuan)

Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

keilmuan tentang peningkatan kekuatan otot pada pasien

stroke iskhemik dengan latihan Range of Motion. Hasil

penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai data dasar

atau studi banding untuk melakukan penelitian di lingkup

Keperawatan Medikal Bedah.

2. Aspek praktis (guna laksana)

Diharapkan dapat memberikan masukan positif dan

informasi bagi pelayanan kesehatan khususnya perawat

dalam meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke

iskhemik dengan latihan Range of Motion, karena

diharapkan pasien tidak mengalami atrofi otot dan kontraktur

yang dapat mengakibatkan kecacatan permanen dan

mengurangi tingkat ketergantungan pasien pada keluarga

paska perawatan. Latihan Range of Motion ini akan

bermanfaat bagi pelayanan kesehatan baik klinik, Puskesmas

maupun Dinas Kesehatan, sehingga kecacatan yang

permanen pasien stroke bisa dicegah

pg. 7
Program Studi Ners
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab dua akan menjelaskan tentang konsep stroke, konsep

rehabilitasi stroke, konsep latihan Range of Motion dan konsep

kekuatan otot dalam penulisan literatur review ini.

A. Landasan Teori

1. Konsep Stroke

a. Definisi Stroke

Stroke adalah gangguan mendadak fokal maupun

global karena terjadi gangguan peredaran darah arteri

otak (emboli, trobosis atau perdarahan) yang

berlangsung lebih dari 24 j am dapat sembuh sempurna,

sembuh dengan cacat atau kematian (Junaidi, 2011;

Battacaca & Fransisca, 2008; Price & Wilson, 2006).

Stroke merupakan tanda-tanda klinis yang

berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal

(atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung

selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan

8
9

kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.

Stroke juga dapat diartikan sebagai gangguan fungsi

saraf yang disebabkan oleh gannguan aliran darah otak

yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa

detik) atau secara cepat (dalam bbeberapa jam) dengan

gejala atau tandayang sesuai dengan daerah yang

terganggu sebagai hasil dari infark cerebri (stroke

iskhemik) (Mardjono, 2009; WHO, 2014).

b. Klasifikasi Stroke

Secara umum stroke dibagi 2 golongan besar, yaitu:

1) Stroke perdarahan (hemoragik)

Stroke hemoragik merupakan penyakit

gangguan fungsional otak akut fokal maupun global

akibat terhambatnya aliran darah ke otak yang

disebabkan oleh perdarahan suatu arteri serebralis.

Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat

masuk ke jaringan otak, sehingga terjadi hematom

(Junaidi, 2011). Kejadian stroke

pg. 9
Program Studi Ners
10

hemoragik sekitar 25-30% dari total kejadian stroke

dan sering mengakibatkan kematian sekitar 50%.

Jenis stroke perdarahan yaitu: perdarahan

intraserebral (PIS), seperti intraparenkim dan

intraventrikel; perdarahan subarachnoid (PSA);

dan perdarahan subdural (PSD) (Muttaqin, 2012).

2) Stroke non perdarahan (infark atau iskemik)

Stroke iskemik terjadi karena suplai darah ke

otak terhambat atau terhenti, walaupun berat otak

hanya sekitar 1.400 gram, namun menuntut suplai

darah yang relatif sangat besar yaitu sekitar 20%

dari seluruh curah jantung. Kejadian stroke iskemik

sekitar 70-80% dari total kejadian stroke. Menurut

Junaidi (2011), jenis stroke iskemik berdasarkan

perjalanan klinisnya yaitu:

a) Transient Ischemic Attack (TIA) yaitu serangan

stroke sementara yang berlangsung kurang dari

24 jam.
11

b) Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND)

yaitu gejala neurologis akan menghilang antara

24 jam sampai dengan 21 hari.

c) Progressing stroke atau stroke in evaluation

yaitu kelumpuhan atau defisit neurologik yang

berlangsung secara bertahap dari yang ringan

sampai yang berat.

d) Stroke komplit atau Completed Stroke yaitu

kelainan neurologis sudah menetap dan tidak

berkembang lagi.

Stroke iskemik berdasarkan penyebabnya,

menurut klasifikasi The National Institute of

Neurogical Disorder Stroke Part III trial (NINFDS

III) dibagi dalam empat golongan yaitu:

(1) Aterotrombolitik; sumbatan arteri oleh kerak/

plak dinding arteri.

(2) Kardiomegali; sumbatan arteri oleh pecahan

plak (emboli) dari jantung.

pg. 11
Program Studi Ners
12

(3) Lekuner; sumbatan plak pada pembuluh darah

yang terbentuk lubang.

(4) Penyebab lain; semua hal yang mengakibatkan

tekanan darah turun (hipotensi).

c. Etiologi Stroke

Menurut Batticaca & Fransisca (2012), penyebab

terjadinya stroke adalah:

1) Kontriksi ateroma pada arteri yang menyuplai

darah ke otak

2) Pecahnya pembuluh darah otak karena kerapuhan

pembuluh darah otak.

3) Adanya sumbatan bekuan darah di otak karena

bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau

leher (trombosis) akibat arterosklerosis dan

embolisme.

d. Manifestasi Klinis Stroke

Gejala serangan stroke antara lain:

1) Mati rasa yang mendadak di wajah, lengan atau

kaki terutama terasa disalah satu sisi saja kiri atau

kanan.
13

2) Mendadak bingung, sulit bicara dan mengerti.

3) Kesulitan penglihatan salah satu atau kedua mata.

4) Kehilangan keseimbangan, koordinasi atau

kesulitan berjalan yang biasanya dibarengi rasa

pusing.

5) Sakit kepala yang mendadak tanpa penyebab yang

jelas.

6) Peningkatan kadar glukosa darah sering ditemukan

pada fase stroke fase akut. Kadar glukosa serebral

yang tinggi meningkatkan glikolisis anaerob

selama iskemik dengan akumulasi asam laktat yang

bersifat neurotoksik pada penumbra iskemik (Khan

& Ziauddin, 20011).

Manifestasi dari stroke iskhemik dapat berupa

hemiparesis (kelemahan) dan hemiplegi

(kelumpuhan), kehilangan fungsi bicara dan

kehilangan kemampuan sensori. Dan pada proses

ini terjadi hanya berselang beberapa menit, jam,

hari. Ciri dari jenis ini adalah onsetnya yang

pg. 13
Program Studi Ners
14

lambat tergantung pada ukuran trombus dan hasil

sumbatan apakah parsial atau total (Utomo, 2008).

Berbeda dengan stroke iskhemik pada stroke

emboli manifestasinya terjadi secara tiba-tiba dan

tanpa adanya tanda-tanda peringatan awal.

Manifestasi umumnya pada stroke hemoragik

yaitu sakit kepala hebat, vertigo, serta

kelumpuhan. Arteri serebral adalah tempat paling

sering terjadi stroke iskhemik. Defisit yang terjadi

juga dipengaruhi apakah mengenai sisi tubuh yang

dominan atau tidak. Derajat defisit juga sangat

beragam mulai dari gangguan ringan hingga

kehilangan kemampuan fungsional (Utomo,

2008).

e. Penatalaksanaan Stroke

Penatalaksanaan pada pasien stroke adalah posisi

kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika

muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika

hemodinamik stabil, bebaskan jalan nafas dan


15

pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu

diberikan oksigen sesuai kebutuhan, tanda-tanda vital

diusahakan stabil, bed rest, koreksi adanya

hiperglikemia atau hipoglikemia, pertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit, kandung kemih

yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan

kateterisasi, pemberian cairan intravena berupa

kristaloid atau koloid dan hidari penggunaan glukosa

murni atau cairan hipotonik, hindari kenaikan suhu,

batuk, konstipasi atau suction berlebih yang dapat

meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).

Fase akut perlu dilakukan intervensi untuk

meningkatkan kelangsungan hidup pasien stroke.

Sepertiga pasien stroke mengalami perburukan

neurologis selama beberapa hari pertama (terutama 24

jam pertama) dan lebih 25% mengalami progresi

(berkembang atau tetap mengalami kerusakan

neurologis). Perkembangan kerusakan neurologis

disebabkan oleh proses intraserebral seperti “ischemic

pg. 15
Program Studi Ners
16

cascade” selain itu dihubungkan dengan hemodinamik

sistemik, biokimia dan gangguan fisiologis yang

memungkinkan untuk diatasi. Penelitian normal brain

function relies on physiological mechanism, fungsi

otak normal bergantung pada mekanisme fisiologis

yang memastikan bahwa otak menerima jumlah dan

kualitas darah yang normal.

2. Konsep rehabilitasi stroke

Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan pasien

pada kemandirian atau pada tingkat fungsi sebelum sakit

atau sebelum cedera dalam waktu sesingkat mungkin. Jika

hal ini tidak memungkinkan, tujuan rehabilitasi adalah

kemandirian maksimal dan kualitas hidup yang diterima

pasien. Tujuan rehabilitasi harus realistik dan dibuat

berdasarkan pada pengkajian masing-masing individual

pasien serta dibuat bersama pasien.

a. Prinsip-prinsip rehabilitasi

Menurut Ibrahim (2008), prinsip-prinsip rehabilitasi

adalah:
17

1) Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat

dikatakan bahwa rehabilitasi segera dimulai sejak

dokter melihat klien pertama kali.

2) Tidak ada penderita yang boleh berbaring satu hari

lebih lama dari waktu yang diperlukan, sebab dapat

mengakibatkan komplikasi

3) Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner

terhadap penderita dan rehabilitasi m erupakan

terapi terhadap seorang penderita seutuhnya.

4) Faktor paling penting dalam rehabilitasi ialah

kontinuitas perawatan.

5) Rehabilitasi lebih dikaitkan dengan sisa

kemampuan fungsi neuromuskular yang masih ada

atau dengan sisa kemampuan yang masih dapat

diperbaiki dengan latihan.

6) Pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya

pencegahan serangan berulang.

7) Pihak medis, paramedik dan lainnya termasuk

keluarga berperan untuk memberikan pengertian,

pg. 17
Program Studi Ners
18

petunjuk, bimbingan dan dorongan agar penderita

mempunyai motivasi yang kuat.

8) Ungkapan Benjamin Franklin berikut ini perlu

direnungkan makanya: a little neglect may breed

mischef.

b. Tahap rehabilitasi

1) Rehabilitasi stadium akut

Latihan aktif dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-

72 jam sesudah serangan, kecuali perdarahan.

Sejak awal speech diikutsertakan untuk melatih

otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada

stadium akut. Psikolog dan pekerja sosial medik

untuk mengevaluasi status psikis dan membantu

kesulitan keluarga.

2) Rehabilitasi stadium subakut

Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita

mulai menunjukkan tanda-tanda depresi, fungsi

bahasa mulai terperinci. Pada post GPDO pola

kelemahan ototnya menimbulkan hemiplegic


19

posture. Kita coba mencegah dengan cara

pengaturan posisi, stimulasi sesuai dengan kondisi

pasien.

3) Rehabilitasi stadium kronik

Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan,

dimana terapi ini biasanya sudah bisa dimulai pada

akhir stadium subakut. Keluarga pasien lebih

banyak dilibatkan, pekerja medik sosial dan

psikolog harus lebih aktif (Ibrahim, 2008)

3. Konsep Range of Motion

a. Pengertian

Latihan Range of Motion merupakan latihan yang

menggerakkan persendian seoptimal mungkin sesuai

kemampuan seseorang yang tidak menimbulkan nyeri.

Pasien stroke akan mengalami keterbatasan dalam

menggerakkan atau mengalami masalah “gangguan

mobilitas fisik” sehingga latihan rentang gerak sendi

atau latihan Range of Motion merupakan salah satu

pg. 19
Program Studi Ners
20

intervensi keperawatan yang dapat dilakukan

(Subianto, 2012).

Range of Motion (ROM) adalah suatu latihan yang

menggerakan persendian serta memungkinkan

terjadinya kontraksi serta pergerakan pada otot, dimana

latihan ini dilakukan pada masing-masing bagian

persendian sesuai dengan gerakan-gerakan normal baik

secara pasif ataupun secara aktif (Potter & Perry 2010).

ROM sendiri merupakan suatu istilah baku untuk

menggambarkan batasan/ besarnya gerakan pada

bagian sendi (Helmi, 2012). Latihan ROM sendiri

terbukti dapat menstimulus dalam meningkatkan

kekuatan otot (Into & Omes, 2012).

Latihan ROM merupakan pergerakan atau aktivitas

yang ditunjukkan untuk mempertahankan kelenturan

dan pergerakan dari tiap sendi. Latihan Range of

Motion diprogramkan pada pasien stroke secara teratur

terbukti efek positif baik dari fungsi fisik maupun

fungsi psikologi. Fungsi fisik yang diperoleh


21

adalah mempertahankan kelenturan sendi, kemampuan

aktivitas dan fungsi secara psikologi dapat menurunkan

persepsi nyeri dan tanda-tanda depresi pada pasien

pasca stroke.

Latihan Range of motion merupakan pergerakan

sendi yang bertujuan untuk mencegah nyeri akibat

kontraktur, menstimulus dalam meningkatkan

kekuatan otot dan untuk menjaga kelenturan dalam

pergerakan sendi.

Latihan ROM sendiri terbukti meningkatkan

kekuatan fleksi pada sendi, persepsi nyeri, serta

gejala-gejala depresi. Pada dasarnya gerakan ROM

terdapat 6 sendi utama yaitu siku.\, bahu, pinggul,

pergelangan tangan, pergelangan kaki dan lutut,

gerakan ini meliputi; fleksi, ekstensi, adduction,

internal dan eksternal rotasi, dosal serta plantar fleksi.

Pemulihan ekstimitas biasanya terjadi dalam

rentang waktu 4 minggu, latihan yang dapat dilakukan

dalam meningkatkan fungsi ekstrimitas yaitu

pg. 21
Program Studi Ners
22

menggenggam, bergerak, mencengkram, bergerak dan

melepaskan beban (Ghaziani et al.,2017).

Pasien dengan stroke mendapatkan terapi lanjutan

atau rehabilitasi dengan latihan Range of Motion saat

memasuki tahap penyembuhan. Terapi yang dilakukan

diharapkan bisa memperbaiki fungsi sensori motorik

untuk melakukan pemetakan ulang diarea otak yang

mengalami kerusakan (Subianto, 2012). Tujuan utama

dari latihan Range of Motion adalah mengkaji

kemampuan rentang gerak sendi, mempertahankan

mobilitas dan fleksibilitas fungsi sendi

(mempertahankan tonus otot dan mobilitas sendi),

mengembalikan sendi yang mengalami kerusakan

akibat penyakit, kurangnya penggunaan sendi serta

mengevaluasi respons terhadap suatu program latihan.

b. Klasifikasi Range of Motion

Pengklasifikasi Range of Motion (ROM) menurut

Widyawati (2010). terdiri dari ROM aktif, ROM aktif

bantuan dan ROM pasif. ROM aktif adalah latihan


23

yang dilakukan oleh pasien secara mandiri, pada latihan

ini pasien dipercaya dapat meningkatkan kemandirian

serta kepercayaan dirinya. Latihan yang dilakukan

secara mandiri oleh pasien dan hanya dibantu oleh

perawat atau keluarga saat pasien kesulitan melakukan

suatu gerakan disebut dengan ROM aktif dengan

bantuan. ROM pasif yaitu latihan yang dilakukan oleh

pendamping seperti perawat atau keluarga,

pendamping berperan sebagai pelaku ROM atau

melakukan ROM terhadap pasien tersebut.

c. Indikasi Range of Motion

Indikasi dilakukannnya latihan ROM menurut (Potter

& Perry, 2005;Menurut Padhila 2013) yaitu:

1) Pasien stroke atau penurunan kesadaran

2) Kelemahan otot

3) Tahap rehabilitasi fisik

4) Pasien dengan tirah baring lama

d. Kontra indikasi Range of Motion

Kontra indikasi Range of Motion ini menurut

(Perry & Potter, 2005; Padhila 2013) adalah pada

pg. 23
Program Studi Ners
24

pasien dengan gangguan atau penyakit yang

memerlukan energi untuk metabolisme atau beresiko

meningkatkan kebutuhan energi. Pasien dengan

gangguan persendian seperti inflamasi dan gangguan

muskuloskeletal seperti trauma atau injuri juga tidak

diperbolehkan latihan Range of Motion karena akan

meningkatkan stres pada jaringan lunak persendian dan

struktur tulang.

Program latihan Range of Motion akan

meningkatkan fleksibilitas sendi, fungsi aktivitas,

persepsi nyeri dan gejala-gejala depresi pada sampel

penderita stroke dan fasilitas perawatan jangka-

panjang (Long-term care facitily). Program latihan

Range of Motion dilakukan dengan 5 ka li tiap sendi

selama 10-20 menit, 2 kali sehari, 6 h ari seminggu,

selama 4 minggu. Gerakan ROM pada 6 sendi (bahu,

siku, pergelangan tangan, pinggul, lutut dan

pergelangan kaki) meliputi fleksi, ekstensi, adduction,


25

abduction, internal and eksternal rotation), dorsal

and plantar fleksi..

e. Manfaat Range of Mution

Manfaat Range of Motion menurut Potter and Perry

(2010)

1) Sistem Kardiovaskuler

a) Meningkatkan curah jantung

b) Memperkuat kerja jantung

c) Menurunkan tekanan darah saat istirahat

d) Memperbaiki aliran balik vena

2) System respiratori

a) Meningkatkan frekuensi dan kedalaman

pernafasan

b) Meningkatkan perkembangan diafragma

3) System metabolic

a) Meningkatkan laju metabolism basal

b) Meningkatkan penggunaan glukosa dan lemak

c) Meningkatkan motilitas lambung

d) Meningkatkan produksi panas tubuh

pg. 25
Program Studi Ners
26

4) System muskuloskeletal

a) Memperbaiki tonus otot

b) Meningkatkan mobilitas sendi

c) Mungkin meningkatkan massa otot

d) Mengurangi kehilangan fungsi tulang

e) Mempertahankan normal Range of Motion dari

sendi dan jaringan lunak

f) Menurunkan resiko cidera pada

muskuloskeletal

g) Mencegah kerusakan dan penyusutan sendi

h) Mengurangi bahaya imobilisasi

i) Fleksibilitas sendi yang optimal akan

mengurangi tekanan untuk sekitar sendi dan

sel-sel.

5) Toleransi aktivitas

a) Meningkatkan toleransi

b) Mengurangi kelemahan

6) Faktor psikososial

a) Mengurangi stress

b) Perasaan menjadi lebih baik


27

f. Jenis Range of Mution

Menurut Widyawati (2010) Range of Motion terbagi

menjadi beberapa jenis latihan yaitu:

1) Latihan Range of Motion Aktif

Latihan Range of Motion aktif merupakan latihan

yang dilakukan oleh pasien sendiri. Pada latihan

ROM aktif ini dapat meningkatkan kemandirian

dan kepercayaan diri pasien.

2) Latihan Range of Motion aktif dengan

pendampingan (active-assisted)

Latihan Range of Motion aktif dengan

pendampingan (active-assisted) merupakan latihan

yang tetap dilakukan oleh pasien sendiri dan

didampingi perawat atau keluarga. Peran perawat

atau keluarga dalam latihan ini adalah memberikan

dukungan atau bantuan untuk mencapai gerakan

Range of Motion yang diinginkan.

3) Latihan Range of Motion Pasif

Latihan Range of Motion pasif dilakukan oleh

perawat atau keluarga. Keluarga berperan sebagai

pg. 27
Program Studi Ners
28

pelaku Range of Motion atau yang melakukan

Range of Motion pada pasien.

g. Menurut Maimurahman (2012) Prinsip-prinsip Range

of Motion

1) Range of Motion harus diulang 8 k ali dan

dikerjakan minimal 2 kali sehari

2) Range of Motion dilakukan perlahan dan hati-hati

agar tidak melelahkan pasien

3) Perhatikan umur pasien, diagnosis, tanda vital dan

lama tirah baring

4) Range of Motion sering diprogramkan oleh dokter

dan dikerjakan oleh fisioterapis atau perawat

5) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan Range

of Motion adalah leher, jari, lengan, siku, bahu,

tumit, kaki dan pergelangan kaki.

6) Range of Motion dapat dilakukan pada semua

persendian atau hanya bagian-bagian yang

dicurigai mengalami proses penyakit


29

7) Melakukan Range of Motion harus sesuai dengan

waktunya

h. Gerakan Range of Motion

Gerakan Range of Motion yang sering dilakukan

menurut Potter and Parry dalam Padhila (2013) adalah:

1) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

a) Atur lengan menjauhi tubuh dan siku menekuk

dengan lengan

b) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan

tangan lain memegang pergelangan tangan

pasien

c) Tekuk tangan pasien kedepan sejauh mungkin

2) Fleksi dan ekstensi siku

a) Atur posisi lengan pasien menjauhi sisi tubuh

dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak

mengarah ke tubuhnya

b) Letakkan tangan diatas siku pasien dan pegang

tangannya dengan tangan lainnya.

pg. 29
Program Studi Ners
30

c) Tekuk siku pasien sehingga tangannya

mendekat bahu

d) Lakukan kembalikan keposisi sebelumnya.

3) Pronasi dan supinasi lengan bawah

a) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh

pasien dengan siku menekuk

b) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan

pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan

lainnya

c) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya

menjauhinya

d) Kembalikan posisi semula

e) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak

tangannya menghadap kearahnya

f) Kembalikan posisi semula

4) Pronasi fleksi bahu

a) Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya

b) Letakkan satutangan diatas siku pasien dan

pegang tangan pasien dengan tangan lainnya

c) Angkat lengan pasien pada posisi semula


31

5) Abduksi dan adduksi

a) Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya

b) Letakkan satu tangan diatas siku pasien dan

pegang tangan pasien dengan tangan lainnya

c) Gerakan lengan pasien menjauh dari dari

tubuhnya ke arah perawat

d) Kembalikan ke posisi semula

6) Rotasi bahu

a) Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh

dengan siku menekuk

b) Letakkan satu lengan perawat di lengan atas

pasien dekat siku dan pegang tangan pasien

dengan tangan yang lain

c) Gerakan lengan bawah kebawah sampai

menyentuh tempat tidur, telapak tangan

menghadap kebawah

d) Kembalikan lengan ke posisi semula

e) Gerakan lengan bawah ke belakang sampai

menyentuh tempat tidur, telapak tangan

menghadap ke atas

pg. 31
Program Studi Ners
32

f) Kembalikan lengan ke posisi semula

g) Cara perubahan yang terjadi

7) Fleksi dan ekstensi jari-jari

a) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan

sementara tangan lain memegang kaki

b) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah

c) Luruskan jari-jari kemudian dorong ke

belakang

d) Kembalikan ke posisi semula

8) Infersi dan efersi kaki

a) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan

satu jari dan pegang pergelangan kaki dengan

tangan satunya

b) Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki

menghadapi kaki lainnya

c) Kembalikan ke posisi semula

d) Putar kaki luar sehingga bagian telapak kaki

menjauhi kaki yang lainnya

e) Kembalikan ke posisi semula


33

9) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki

a) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki

pasien dan satu tangan yang lain di atas

pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks

b) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki

ke arah dada pasien

c) Kembalikan ke posisi semula

d) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien

10) Fleksi dan ekstensi lutut

a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

b) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan

pegang tumit pasien dengan tangan yang lain

c) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha

d) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh

mungkin

e) Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan

mengangkat kaki ke atas

pg. 33
Program Studi Ners
34

f) Kembalikan ke posisi semula

11) Rotasi pangkal paha

a) Jelaskan prosedur

b) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan

kaki dan satu tangan yang lain diatas lutut.

c) Putar kaki menjauhi perawat

d) Putar kaki ke arah perawat

e) Kembalikan ke posisi semula

12) Abduksi dan adduksi pangkal paha

a) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut

pasien dan satu tangan pada tumit

b) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki

kurang lebih 8 c m dari tempat tidur, gerakan

kaki menjauhi badan pasien

c) Gerakan kaki mendekati badan pasien

d) Kembalikan ke posisi semula

e) Catat perubahan yang terjadi


35

4. Konsep kekuatan otot

a. Definisi kekuatan otot

Kekuatan otot menurut Atmojo (2008) ialah

kemampuan otot untuk bergerak dan menggunakan

kekuatannya dalam rentang waktu yang cukup lama.

Kekuatan memiliki usaha maksimal, usaha maksimal

ini dilakukan oleh otot untuk mengatasi waktu tahanan.

Kekuatan otot memiliki beberapa faktor yang dapat

mempengaruhinya yaitu pegangan, dimensi otot dan

nyeri yang dialami oleh seorang individu.

Kekuatan otot dipengaruhi oleh otot skelet (otot

lurik) yang berperan dalam gerakan tubuh, postur dan

fungsi produksi panas. Otot ini dihubungkan oleh

tendon atau tali jaringan ikat fibrus, ke tulang, jaringan

ikat atau kulit. Kontraksi otot dapat menyebabkan dua

titik perlekatan mendekat satu sama lain. Otot akan

berkembang dengan baik apabila digunakan secara

aktif Bunner & Suddarth (2011).

pg. 35
Program Studi Ners
36

Kontraksi serabut otot dapat menghasilkan

kontraksi isotonik dan isometrik. Kontraksi isotonik

ditandai dengan pendekatan otot tanpa peningkatan

tegangan dalam otot, bisa dicontohkan seperti fleksi

lengan atas. Sedangkan kontraksi isometrik yaitu

panjang otot tetap konstan tetapi tenaga yang

dihasilkan oleh otot meningkat seperti ketika

mendorong dinding yang tidak bisa digerakan. Pada

aktivitas normal kebanyakan gerakan otot adalah

kombinasi antara kontraksi isotonik dan isometrik

misalnya pada waktu berjalan, kontraksi isotonik akan

menyebabkan pemendekaan tungkai, dan sela kontraki

iometrik, kekakuan tungkai akan mendorong lantai

Bunner & Suddarth (2011).

Sistem otot dapat dikaji dengan memperhatikan

kemampuan dalam mengubah posisi, kekuatan otot

dan koordinasi serta ukuran masing- masing otot.

Terjadinya kelemahan otot bisa dilihat dari berbagai

macam kondisi seperti polineuropati,


37

gangguan elektrolit (khususnya kalsium dan kalium),

miastenia grafis, poliomielitis dan ditrofi otot. Perawat

dapat merasakan tonus otot dengan cara melakukan

palpasi otot saat ekstrimitas relaks digerakan secara

pasif. Kekuatan otot dapat diperkirakan dengan cara

menyuruh pasien untuk menggerakan beberapa tugas

atau tanpa tahanan. Otot bisep dapat diuji dengan

meminta pasien untuk meluruskan sepenuhnya lengan

kemudian pasien diminta untuk memfleksikan

melawan tahanan yang diberikan oleh perawat Bunner

& Suddarth (2011).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan otot

Menurut Sulistyaningsih (2011) kekuatan otot

ditentukan oleh beberapa faktor yaitu subjektif,

psikologis, metodological faktor, faktor otot itu sendiri,

serta faktor dari pengukuran.

1) Faktor Subjektif, faktor ini meliputi hasil pemeriksa

kesehatan secara menyeluruh, adanya penyakit,

gender, tingkat aktivitas dan usia.

pg. 37
Program Studi Ners
38

2) Faktor Psikologi, status kognitif, harapan, motivasi,

depresi, tekanan dan kecemasan menjadi faktor

yang mempengaruhi kekuatan otot.

3) Faktor metodological yaitu posisi subjek, peralatan

yang digunakan, stabilitas, posisi persendian.

4) Faktor otot faktor ini terdapat pada otot tiap

individu yang didalam struktur otot terdapat tipe

serat otot, panjang otot, arsitektur otot, lokasi otot,

serta pengaruh latihan pada otot.

5) Faktor pengukuran faktor ini didefinisikan lebih ke

pelaksanaan operasional, rehabilitasi dan validitas

alat untuk yang digunakan.

c. Pengukuran kekuatan otot

Sistem otot dapat dikaji dengan memperhatikan

kemampuan mengubah pisisi, kekuatan otot dan

koordinasi, serta ukuran masing-masing otot. Kekuatan

otot diuji melalui pengkajian kemampuan klien untuk

melakukan fleksi dan ekstensi ekstrimitas sambil

dilakukan penahanan (Muttaqin, 2008).


39

Ginsberg (2008) juga menambahkan kekuatan

otot secara klinis dapat dinilai dengan

mengklasifikasikan kemampuan pasien untuk

mengkontraksikan otot volunter melawan gravitasi dan

melawan tahanan pemeriksa, adapun skala yang

digunakan yaitu 0-5. 0 ( tidak ada kontraksi), 1 (tampak

kedutan otot dan sedikit kontraksi), 2 (gerakan aktif

yang terbatas oleh gravitasi), 3 (gerakan aktif da pat

melawan gravitasi), 4 ( gerakan aktif dan dapat

melawan gravitasi), 5 (kekuatan otot normal).

Kekuatan otot dinyatakan dengan menggunakan

angka 0-5 Maimurahman (2012), yaitu : 0=Paralisis

total atau tidak ditemukan kontraksi otot, 1 = Kontraksi

otot yang terjadi hanya perubahan dari tonus otot,

dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat

menggerakkan sendi, 2 = Otot hanya mampu

menggerakkan persendian tetapi kekuatan tidak dapat

melawan pengaruh grafitasi, 3 = Dapat menggerakkan

sendi, otot juga dapat melawan grafitasi tetapi tidak

pg. 39
Program Studi Ners
40

kuat terhadap tahanan yang diberikan pemeriksa, 4 =

Kekuatan seperti derajat 3 disertai dengan kemampuan

otot terhadap tahanan yang ringan, 5 = Kekuatan otot

normal.

Maimurahman (2012) menyatakan bahwa

derajat kekuatan otot setelah dilakukukan Range of

Motion, terjadi peningkatan kekuatan otot pada pasien.

Kekuatan otot minimalnya mampu menggerakan

persendian dan maksimal pada derajat mampu

menggerakakn sendi, dalam melawan gravitasi dan

kuat terhadap tahanan ringan.

d. Panduan penilaian kekuatan otot

Adapun penilaian pengukuran kekuatan otot menurut


Maimurahman (2012) sebagai berikut:
Scor Keterangan
0 Tidak ada pergerakan / tidak ada kontraksi
otot/ lumpuh
1 Ada pergerakan yang tampak atau dapat
dipalpasi/ terdapat sedikit kontraksi
2 Gerakan tidak dapat melawan gravitasi, tapi
dapat melakukan gerakan horizontal, dalam
satu bidang sendi
3 Gerakan otot hanya dapat melawan gravitasi
4 Gerakan otot dapat melawan gravitasi dan
tahanan ringan
5 Tidak ada kelumpuhan otot (otot normal)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan

metode kepustakaan atau literatur review. Studi literatur

merupakan tindakan yang dipakai untuk menghimpun data atau

sumber - sumber yang berhubungan dengan topik yang diangkat

dalam suatu penulisan. Studi literatur biasa didapatkan dari

berbagai sumber baik jurnal, buku, dokumentasi, internet dan

pustaka. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan

berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,

membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penulisan

(Zed, 2008: 3 da lam Nursalam 2016).

Jenis penulisan yang digunakan adalah studi literatur review

yang berfokus pada hasil penulisan yang berkaitan dengan topik

atau variable penulisan. Penulis melakukan studi literatur ini

dengan menentukan topik penulisan dan ditetapkannya

rumusan masalah, sebelum terjun ke lapangan

41

pg. 41
Program Studi Ners
42

untuk mengumpulkan data yang diperlukan (Darmadi, 2011

dalam Nursalam, 2016).

Jenis literatur review yang diguanakan dalam penelitian ini

adalah

scoping review. Scoping review merupakan metode review yang

relatif baru, digunakan untuk memperjelas definisi kerja dan

batasan konseptual dari suatu topik atau bidang terutama untuk

mereview literatur yang belum ditinjau secara komprehensif,

bersifat kompleks atau heterogen yang tidak memungkinkan

untuk dilakukan review secara sistematis. Scoping review dapat

digunakan untuk meringkas dan menyebarluaskan temuan

penelitian, untuk mengidentifikasi kesenjangan penelitian dan

membuat rekomendasi untuk penelitian selanjutnya (Peters, et

al., 2015).

B. Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil-

hasil penelitian yang sudah dilakukan dan diterbitkan dalam

jurnal online internasional dan nasional. Penyusunan literatur

review ini menggunakan database dengan penelusuran


43

elektronik pada Proquest, Google Scholar dan Pubmed.

Pencarian ini dibatasi dokumen yang dipublikasikan pada tahun

2013 s ampai dengan tahun 2018 yang tersedia dalam bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris. Beberapa istilah atau kata kunci

digabungkan untuk mendapatkan dokumen yang tepat sebagai

strategi pencarian seperti menggunakan istilah ”Range of

motion“+”Muscle strength” ,Range of motion AND Stroke

ischemic, “Muscle strength “+”Stroke ischemic”, “Range of

motion”+“Muscle strenght”+”Stroke iskhemic”.

Data yang digunakan berasal dari jurnal literatur review

yang berisikan konsep yang diteliti. Proses pengumpulan data

dilakukan dengan penyaringan dari 288 s umber literatur

menjadi 22 literatur berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh

Penulis dari setiap jurnal yang diambil.

1. Kriteria Pemilihan artikel

Proses seleksi artikel termasuk dalam literatur review ini

harus memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

a. Kriteria inklusi

1) Penelitian tentang Range of Motion pada pasien stroke

iskhemik

pg. 43
Program Studi Ners
44

2) Penelitian tentang Range of Motion dengan kekuatan

otot

3) Artikel bahasa Inggris dan bahasa Indonesia

4) Bentuk full teks

5) Penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2013

sampai dengan tahun 2018

b. Kriteria eksklusi

1) Abstrak saja

2) Artikel yang tidak dipublikasikan dalam jurnal

ilmiah

Jurnal yang memiliki salah satu atau lebih dari

masing-masing item kriteria inklusi dan terdapat tema

peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke iskhemik

dengan latihan Range of Motion kemudian dilakukan

review, kriteria jurnal yang terpilih untuk review adalah

jurnal penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi.

2. Metode Analisa Data

Jurnal penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi

kemudian dikumpulkan dan dibuat ringkasan jurnal


45

meliputi Nama peneliti, tahun terbit jurnal, bahasa, desain

penelitian, judul jurnal, tujuan penelitian dan ringkasan

hasil atau temuan. Ringkasan jurnal penelitian tersebut

dimasukan kedalam tabel sesuai dengan format tersebut di

atas. Untuk lebih memperjelas analisis abstrak dan full text

jurnal dibaca dan dicermati. Ringkasan jurnal tersebut

kemudian dilakukan analisis terhadap isi yang terdapat

dalam tujuan penelitian dan hasil/temuan penelitian.

Metode analisis yang digunakan menggunakan analisis isi

jurnal, kemudian dilakukan koding terhadap isi jurnal yang

direview menggunakan kategori latihan Range of Motion.

pg. 45
Program Studi Ners
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil Penelusuran Jurnal

Berdasarkan hasil penelusuran elektronik menggunakan

database Proquest, Google Scholar dan Pubmed dengan

istilah atau atau kata kunci digabungkan untuk mendapatkan

dokumen yang tepat sebagai strategi pencarian seperti

menggunakan istilah ”Range of motion“+”Muscle strength

”Range of motion AND Stroke ischemic, “Muscle strength

“+”Stroke ischemic”, “Range of motion”+“Muscle

strenght”+”Stroke iskhemic”. Peneliti menemukan 288

yang sesuai dengan kata kunci pencarian tersebut kemudian

dilakukan skrining berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi, sehingga didapatkan 22 jurnal full text yang

dilakukan review.

46
47

Gambar 1. Proses seleksi artikel

Artikel yang relevan yang diidentifikasi


dengan pencarian elektronik database:
n= 288
Proquest; n = 209 Google scholar; =55
dan Pubmed; n = 24

Artikel yang
dikeluarkan; n =
235

Jumlah artikel
dengan full text; n =

Artikel dengan full


text yang
dikeluarkan; n = 31

Jumlah artikel yang


direview; n = 22

Berdasarkan review jurnal sebagaimana dijabarkan dalam studi

karakteristik peneliti melakukan pengelompokan dan pemetaan

data sebagai berikut:

a. Desain penelitian

Penelitian ini dilakukan pengelompokan jurnal berdasarkan

desain penelitian

pg. 47
Program Studi Ners
48

Tabel 4.1 Desain penelitian jurnal yang direview


No Desain Jumlah Prosentase
penelitian
1 Experimen 20 90,90 %
2 Cross- 1 4,55 %
sectional
3 Kohort 1 4,55 %
Jumlah 100 %
Dari tabel 4.1 D esain penelitian jurnal yang direview,

prosentase desain jurnal tertinggi yaitu dengan menggunakan

desain eksperimen (90, 90%), Sedangkan desain jurnal terendah

dengan menggunakan desain cross-sectional dan kohort

(4,55%).

b. Subjek penelitian

Subjek atau sampel yang digunakan dalam penelitian yang

direview pasien dengan stroke iskhemik.

c. Tahun publikasi

Tabel 4.2 Tahun publikasi jurnal yang direview


No Tahun Jumlah Prosentase
1 2013 4 18,20 %
2 2014 6 27,29 %
3 2015 3 13,65 %
4 2016 5 22,74 %
5 2017 3 13,65 %
6 2018 1 4,47 %
Jumlah 22 100 %
Dari tabel 4.2 Tahun publikasi jurnal yang direview mulai

tahun 2013 s ampai dengan tahun 2018, pr osentase tertinggi


49

pada tahun 2014 (27,29 %), sedangkan prosentase terendah

pada tahun 2018 (4,47 %).

d. Bahasa jurnal

Tabel 4.3 Bahasa jurnal penelitian jurnal yang direview


No Bahasa Jumlah Prosentase
1 Indonesia 14 63,64 %
2 Inggris 8 36,36 %
Jumlah 22 100 %
Dari Tabel 4.3 Bahasa jurnal yang direview, prosentase

tertinggi dengan mengguanakan bahasa Indonesia (63,64 %)

dan prosentase terendah menggunakan bahasa Inggris

(36,36%).

e. Peningkatan kekuatan otot dengan latihan Range of Motion

aktif

Tabel 4.4 Penelitian tentang peningkatan kekuatan otot


dengan latihan Range of Motion aktif
No Metode Judul Penelitian Hasil
1 eksperimen Pengaruh latihan Berpengaruh peningkatan
gerak aktif yang signifikan pada
menggenggam bola kelompok intervensi
pada pasien stroke dengan memberikan
latihan seperti terapi di
Rumah Sakit ditambahi
dengan menggenggam
bola karet. (p=0,002;
α=<0,006)

2 eksperimen Pengaruh Latihan Nilai perubahan rata-rata


Range Of Motion kekuatan otot sebelum dan
Pada Ekstremitas sesudah dilakukan ROM
Atas pada kelompok kontrol

pg. 49
Program Studi Ners
50

No Metode Judul Penelitian Hasil


Dengan Bola Karet adalah 0,05 dengan standar
Terhadap Kekuatan deviasi 0,354 dan pada
Otot Pasien kelompok perlakuan
Stroke Non
dengan bola karet
Hemoragi
didapatkan 0,87 dengan
standar deviasi 0,535.
Terdapat hubungan yang
signifikan sebelum dan
sesudah dilakukan ROM
dengan bola karet terhadap
peningkatan kekuatan otot.
(p=0,012; α=<0,05)

3 Eksperimen Design And Penelitian ini efektif dalam


Validation of the mengukur nilai kekuatan
Grip-Ball For ekstrimitas atas/ kekuatan
Management Of genggam dan tekanan
Hand Grip Strength pasien p-Value=0,05.

4 Eksperimen The Effect of an Peningkatan pada otot


exercise ball on ekstrimitas atas namun
trunk muscle tidak ada peningkatan pada
responses to rapid fleksi lengan p<0,05
limb movement.

5 Eksperimen Effect of Range of Peningkatan yang


Motion on Muscle signifikan terhadap nilai
Strength And kekuatan otot pada latihan
Thickness yang diberikan p=0,015

6 Esperimen Hand strengthening Peningkatan fleksi jari dan


exercises in chronic ekstensi jari terhadap
stroke patients aktivitas otot,
menggunakan resistensi
elastis p=0,05

Dari tabel 4.4 Penelitian jurnal yang direview tentang latihan

Range of Motion aktif ini merupakan latihan yang dilakukan

oleh pasien sendiri Widyawati (2010). Pada penelitian jurnal


51

tentang latihan Range of Motion aktif menggenggam diatas

dapat meningkatkan kekuatan otot.

Peningkatan nilai kekuatan otot menggenggam diukur

melalui kekuatan ekstrimitas atas dengan menggunakan deajat

kekuatan otot 0-5 Maimurahman (2012). Lama melakukan

latihan Range of Motion 5 sampai dengan 7 hari, dengan

dilakukan intervensi 2 kali sehari. Dari penelitian jurnal yang

direview diatas rata-rata setelah dilakukan 5 ha ri intervensi

didapatkan hasil derajat tiga yaitu kekuatan otot dapat melawan

gravitasi. Hal ini membuktikan bahwa pemberian latihan Range

of Motion dan gerakan bola karet dapat meningkatkan kekuatan

otot dalam menggenggam.

Pasien yang mengalami kelemahan baik itu hemiparesis

ataupun hemiplegia secara keseluruhan akan mengalami

penurunan fungsi menggenggam dan berkurangnya kekuatan

menggenggam, maka rehabilitasi secara cepat dan rutin akan

meningkatkan nilai dari fungsi keduannya, menggenggam

adalah salah satu rehabilitasi yang diberikan (Kim, 2016).

pg. 51
Program Studi Ners
52

Rehabilitasi gerak aktif dengan menggenggam bola, hal ini

untuk membantu pemulihan fungsi tangan dan meningkatkan

kekuatan otot ekstrimitas atas. Latihan ini adalah salah satu

modalitas untuk merangsang pada permukaan ujung tangan

(Prok, 2016)..

Berdasarkan analisa penelitian jurnal diatas didapatkan hasil

bahwa dengan pemberian latihan Range of Motion aktif dan

gerakan bola karet terbukti meningkatkan nilai kekuatan otot

yang berupa menggenggam. Penggunaan bola karet ini lentur,

sehingga dapat menstimulasi bagian tangan. Latihan

menggenggam bola ini juga dapat merangsang otot untuk

berkontraksi.

f. Peningkatan kekuatan otot dengan latihan Range of Motion

aktif pendampingan (active assited).

Tabel 4.5 Penelitian jurnal tentang peningkatan kekuatan


otot dengan latihan Range of Motion aktif pendampingan
(active assited)
No Metode Judul Penelitian Hasil
1 Eksperimen Efektivitas Active Active asistive Range of
asistive Range of motion efektif terhadap
motion efektif kekuatan otot ekstrimitas
terhadap kekuatan pada pasien stroke non
otot ekstrimitas pada hemoragik diperoleh hasil
pasien stroke non skore hari ke-2 2.17
(<0.05), skore hari ke-5
53

No Metode Judul Penelitian Hasil


hemoragik 3.64 (< 0.05)

2 Eksperimen Pengaruh Pemberian Latihan Range of motion


latihan Range of mempengaruhi
Motion terhadap peningkatan kekuatan otot
kemampuan motorik pada pasien stroke dengan
pada pasien post hemiparesis. Hasil analisa
stroke data p<0,05

3 Eksperimen Pengaruh Range of Terdapat pengaruh yang


Motion pada signifikan latihan Range of
ekstrimitas bawah Motion pada ekstrimitas
terhadap bawah terhadap
keseimbangan keseimbangan berjalan
berjalan pada pasien pada pasien pasca stroke
pasca stroke p<0,05

4 Eksperimen Pengaruh Range Of Range of Motion (ROM)


Motion (Rom) memiliki pengaruh
Terhadap terhadap kekuatan otot
Kekuatan Otot Pasien responden dimana terdapat
Pasca Perawatan perbedaan yang signifikan
Stroke antara nilai kekuatan otot
hari pertama dengan hari ke
28 p=0,001

5 Eksperimen Muscle Strengthening Efektif untuk


for hemiparesis after meningkatkan kekuatan
stroke otot pada pasien stroke
kronis.

6 Eksperimen Pengaruh latihan Terdapat pengaruh yang


Range of Motion signifikan dimana nilai p =
aktif-asertif (spherial 0,000 < 0,05 sehingga ada
grip) terhadap pengaruh latihan Range of
peningkatan kekuatan motion (ROM) aktif-asistif
otot ekstrimitas atas (spherical grip) terhadap
pada pasien stroke peningkatan

7 Eksperimen Comparison of Ada perbedaan


Muscle Strength in peningkatan kekuatan otot
Stroke Patients antara kelompok kontrol
between p=0,002 dan kelompok

pg. 53
Program Studi Ners
54

No Metode Judul Penelitian Hasil


The Given and Not eksperimen p=0,006
Given Range of
Motion Exercise

Dari tabel 4.5 Penelitian jurnal tentang Range of Motion

ini merupakan latihan yang tetap dilakukan oleh pasien sendiri

dengan didampingi perawat atau keluarga. Tugas perawat atau

keluarga dalam latihan sebagai pemberi dukungan atau

bantuan untuk mencapai gerakan range of Motion yang

diinginkan Widyawati (2010). Berdasarkan tabel diatas

menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh dalam peningkatan

kekuatan otot dengan latihan Range of Motion aktif

pendampingan (active assited).

Latihan Range of Motion aktif pendampingan (active

assited), harus dilakukan secara rutin dan terprogram.

Terprogramnya latihan tersebut akan mempengaruhi hasil

yaitu tercapainya peningkatan kekuatan otot setelah diberikan

intervensi. Apabila latihan Range of Motion aktif

pendampingan (active assited) tidak dilakukan secara reguler

dan terprogram maka kondisi otot ini akan kembali seperti

semula. Hal ini berkaitan dengan masa recovery dari


55

sistem persendian energi yang digunakan saat latihan itu

(Wiwit 2010, hal. 56).

Penelitian jurnal yang direview diatas latihan Range of

Motion aktif pendampingan (active assited) dilakukan 5 hari

dengan perlakuan 2 kali sehari selama 10 sampai dengan 15

menit. Hasil penelitian Puspawati (2010) menunjukkan bahwa

intervensi dengan latihan Range of Motion aktif dua kali

sehari lebih efektif dari pada menggunakan latihan Range of

Motion satu kali sehari karena dapat meningkatkan kekuatan

otot yang efektif.

g. Peningkatan kekuatan otot dengan Range of Motion pasif

terhadap kekuatan otot.

Tabel 4.6 Penelitian jurnal tentang peningkatan kekuatan


otot dengan latihan Range of Motion pasif
No Metode Judul Penelitian Hasil
1 Eksperimen Akupresur untuk Ada pengaruh
meningkatkan akupresur terhadap
kekuatan otot pada kekuatan o tot dan
rentang gerak rentang gerak
ekstrimitas atas ekstrimitas atas pada
pada pasien stroke. pasien stroke p=0,001

2 Eksperimen Pengaruh Range of Terdapat pengaruh


Motion pada yang signifikan latihan
ekstrimitas bawah Range of Motion pada
terhadap ekstrimitas bawah
keseimbangan terhadap keseimbangan
berjalan pada berjalan pada pasien

pg. 55
Program Studi Ners
56

No Metode Judul Penelitian Hasil


pasien pasca stroke pasca stroke p=0,001

3 Eksperimen Pengaruh Range of Terdapat pengaruh


Motion pada yang signifikan latihan
ekstrimitas bawah Range of Motion pada
terhadap ekstrimitas bawah
keseimbangan terhadap keseimbangan
berjalan pada berjalan pada pasien
pasien pasca stroke pasca stroke p=0,003

4 Eksperimen The Increasing of Ada pengaruh Range of


Muscle Strength motion passive
Among Elderly terhadap kekuatan otot
Patien Post Stroke 1,08 (p=0,000)
Non Hemorrhagic

5 Eksperimen Efektifitas Latihan Terdapat pengaruh


Range Of Motion efektif latihan Range of
Cylindrical Grip motion cylindrical grip
Terhadap terhadap peningkatan
Peningkatan kekuatan otot p=0,000
Kekuatan Otot
Ekstremitas Atas
Pada Pasien Stroke
Non Hemoragik

6 Eksperimen Perbedaan Range Tidak ada perbedaan


Of Motion Range of Motion
Spherical Grip dan spherical grip dan
Cylindrical Grip clindrical grip terhadap
Terhadap Kekuatan kekuatan otot
Otot Ekstremitas ekstrimitas atas pada
Atas Pada Pasien pasien stroke p=0,750
Stroke (>0,05), dilihat dari
mean rank spherical
grip lebih baik dalam
meningkatkan kekuatan
otot ekstremitas atas
dimana nilai mean rank
spherical grip (13,92)
lebih tinggi dari
clindrical grip (13,02).

7 Eksperimen Perbandingan Kekuatan otot


Peningkatan meningkat pada kedua
57

No Metode Judul Penelitian Hasil


Kekuatan Otot kelompok intervensi
Pasien Hemiparese (p=0,018, α=0,05) dan
Melalui Latihan terdapat perbedaan
Range Of Motion yang signifikan antara
Unilateral Dan kedua kelompok
Bilateral intervensi

8 Eksperimen Pengaruh Range Of Terdapat pengaruh


Motion (ROM) ROM pasif dengan
Pasif Terhadap peningkatan sudut
Peningkatan Sudut rentang gerak
Rentang Gerak ekstrimitas pasien
Ekstremitas Atas stroke iskhemik
Pasien Stroke p=0,001dengan tingkat
kemaknaan α=0,05.

9 Eksperimen The Effect of Passive Fleksi plantar dan


Movement for dorsofleksi
Paretic Ankle- Foot pergelangan kaki rata-
and Brain Activity in rata rentang gerak pasif
Post- Stroke (PROM) meningkat
Patients p=0,01 dan
equinovalgus
meningkat secara
signifikan p=0,04

Dari tabel 4.6 Penelitian jurnal latihan Range of Motion

pasif terhadap kekuatan otot ini dilakukan oleh perawat atau

keluarga. Keluarga berperan sebagai pelaku Range of Motion

atau yang melakukan Range of Motion pada pasien Widyawati

(2010). Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan

bahwa terjadi peningkatan kekuatan dan rentang gerak sendi

setelah dilakukan latihan Range of Motion pasif.

pg. 57
Program Studi Ners
58

Pengaruh latihan Range of Motion pasif terhadap

peningkatan kekuatan otot dan rentang gerak sendi ini

meningkat berdasarkan penelitian jurnal yang direview diatas

rata-rata dilakukan selama 1 s ampai dengan 2 minggu

pemberian latihan Range of Motion. Penelitian Nur Aini

(2013) bahwa terdapat perbedaan kekuatan otot sebelum dan

setelah selama 7 hari dengan frekuensi 1 kali sehari.

Menurut (Perry & Potter, 2005; Padhila 2013) Program

latihan Range of Motion akan meningkatkan fleksibilitas

sendi, fungsi aktivitas, persepsi nyeri dan gejala-gejala depresi

pada sampel penderita stroke dan fasilitas perawatan jangka-

panjang (Long-term care facitily). Program latihan Range of

Motion dilakukan dengan 5 kali tiap sendi selama 10-20 menit,

2 ka li sehari, 6 ha ri seminggu, selama 4 minggu.


59

h. Jurnal terkait jenis Range of Motion dengan peningkatan

kekuatan otot N=22

Tabel 4.7 Jurnal terkait jenis Range of Motion dengan


peningkatan kekuatan otot
No Jenis ROM Hasil jurnal Prosentase
1 ROM aktif 6 27,28 %
2 ROM aktif 7 31,82 %
pendampinga
active assited
3 ROM pasif 9 40,90 %
Jumlah 22 100 %
Dari tabel 4.7 Jurnal terkait jenis Range of Motion

dengan peningkatan kekuatan otot, prosentasi jenis ROM

pasif lebih banyak yang direvie dengan jumlah 9 jurnal

(40,90%), Jenis ROM aktif lebih sedikit dengan jumlah 6

jurnal (27,28%). Berdasarkan jurnal yang direview

program latihan ROM rata-rata akan meningkat kekuatan

otot setelah dilakukan 5 kali setiap sendi selama 10-20

menit, 2 kali seminggu, 6 ha ri seminggu, selama 4 minggu.

Dari jurnal yang direview tentang Range of Motion aktif

terjadi peningkatan kekuatan otot pada hari ke5 dengan

derajat 3 yaitu kekuatan otot dapat melawan gravitasi,

Range of Motion aktif pendampingan active

pg. 59
Program Studi Ners
60

assited membutuhkan waktu 14 hari baru ada perubahan,

Range of Motion.

B. Pembahasan

Berdasarkan beberapa jurnal yang direview penulis

melakukan analisa jurnal kemudian mengklasifikasikan latihan

Range of Motion yang terdiri dari latihan Range of Motion aktif,

latihan Range of Motion aktif bantuan (active assited) dan

latihan Range of Motion pasif. ROM aktif adalah latihan yang

dilakukan oleh pasien secara mandiri, pada latihan ini pasien

dipercaya dapat meningkatkan kemandirian serta kepercayaan

dirinya. Latihan yang dilakukan secara mandiri oleh pasien dan

hanya dibantu oleh perawat atau keluarga saat pasien kesulitan

melakukan suatu gerakan disebut dengan ROM aktif dengan

bantuan. ROM pasif yaitu latihan yang dilakukan oleh

pendamping seperti perawat atau keluarga, pendamping

berperan sebagai pelaku ROM atau melakukan ROM terhadap

pasien tersebut, sebagai implementasi dalam peningkatan

kekuatan otot pada pasien stroke iskemik. Hasil Widyawati,

(2010).
61

Pada jurnal yang direview diatas jurnal yang berisi tentang

latihan Range of Motion aktif yaitu (Prok, 2016), (Reny, 2014),

(Jaber, Hewson & Duchene 2013), (Weaver, Vichas, Strutton

&Sorinola 2014), (Into & Omes 2012) dan (Jonas, et al 2017)

menyimpulkan bahwa pada penelitian jurnal tentang latihan

Range of Motion aktif menggenggam diatas dapat

meningkatkan kekuatan otot. Latihan Range of Motion aktif ini

merupakan latihan yang dilakukan sendiri oleh pasien dengan

cara menggenggam bola karet, sehingga bisa meningkatkan

kemandirian, kepercayaan dan meningkatkan kekuatan otot.

Penelitian jurnal yang direview berisi tentang latihan Range

of Motion aktif pendampingan (active assited) yaitu (Destya,

2014), (Kun Ika Nur Rahayu, 2015), (Heny, 2018), (Fajar,

2014), (Sophie Wist et al 2016), (Yurida, 2017), (Eka at al,

2015), menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh dalam

peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke dengan latihan

Range of Motion aktif pendampingan (active assited). Latihan

Range of Motion aktif pendampingan (active assited), harus

dilakukan secara rutin dan terprogram. Terprogramnya latihan

pg. 61
Program Studi Ners
62

tersebut akan mempengaruhi hasil yaitu tercapainya

peningkatan kekuatan otot setelah diberikan intervensi. Apabila

latihan Range of Motion aktif pendampingan (active assited)

tidak dilakukan secara reguler dan terprogram maka kondisi

otot ini akan kembali seperti semula. Hal ini berkaitan dengan

masa recovery dari sistem persendian energi yang digunakan

saat latihan itu (Wiwit 2010, hal. 56).

Penelitian jurnal yang direview berisi tentang latihan Range

of Motion pasif yaitu (Muhamad, 2014), (Heny, 2017),

(Claudia, 2013), (Erni, 2016), (Popy, 2016), (Lutvia, 2014),

(Yanti et al, 2013), (Elisa at al, 2015), (Csilla at, al, 2016);

menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan kekuatan dan rentang

gerak sendi setelah dilakukan latihan Range of Motion pasif.

Menurut (Perry & Potter, 2005; Padhila 2013) Program latihan

Range of Motion dapat meningkatkan fleksibilitas sendi, fungsi

aktivitas, persepsi nyeri dan gejala-gejala depresi pada sampel

penderita stroke dan fasilitas perawatan jangka- panjang (Long-

term care facitily).


63

Stroke iskhemik dan prosedur terapi latihan Range of motion

menjadi dasar dalam m eningkatkan kekuatan otot. Hambatan

mobilisasi dapat mengakibatkan kecacatan yang permanen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan stroke

iskhemik bisa dilakukan terapi dengan latihan Range of motion

(Fajar, 2014).

Range of Motion merupakan salah satu bentuk latihan yang

efektif sebagai program rehabilitasi pada pasien stroke. Latihan

Range of Motion merupakan latihan menggerakakan persendian

secara optimal, seseorang yang tidak menimbulkan nyeri.

Pasien stroke mengalami keterbatasan dalam menggerakan atau

mengalami masalah gangguan mobilitas fisik. Latihan Range of

Motion merupakan latihan fisik sebagai salah satu mobilisasi

persendian. Keterbatasan fisik seperti hemiparese dan

hemiplegi mengakibatkan keterbatasan dalam memposisikan

dan menggerakkan tubuh. Latihan Range of Motion sedini

mungkin menjadi dasar penting dalam menunjang kekuatan otot

dan meningkatkan aktualisasi diri (Dedi, 2017).

pg. 63
Program Studi Ners
64

Range of Motion (ROM) adalah suatu latihan yang

menggerakan persendian serta memungkinkan terjadinya

kontraksi serta pergerakan pada otot, dimana latihan ini

dilakukan pada masing-masing bagian persendian sesuai

dengan gerakan-gerakan normal baik secara pasif ataupun

secara aktif (Potter & Perry 2010).

Latihan Range of Motion dapat digunakan sebagai intervensi

keperawatan pemberian asuhan keperawatan. Latihan Range of

Motion merupakan program rehabilitasi yang bertujuan untuk

mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin untuk

menghindari atau mencegah stroke berulang. Hasil penelitian

menunjukkan pentingnnya latihan Range of Motion untuk

meningkatkan kekuatan otot dan rentang gerak pada pasien

stroke iskhemik, sehingga dapat diaplikasikan dalam praktik

asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh

penelitian (Popy, 2016) yaitu keefektifan latihan Range of

Motion terhadap peningkatan kekuatan otot pada stroke

iskhemik.
65

Kekuatan otot bisa mengalami peningkatan apabila

dilakukan latihan Range of Motion. Latihan Range of Motion

mempunyai tujuan untuk meningkatkan kekuatan dan

kelenturan otot, sehingga terjaga fleksibilitas dari masing-

masing persendian. Pasien dengan stroke iskhemik sangat

penting melakukan latihan Range of Motion untuk

meningkatkan kekuatan otot. Hal ini menunjukkan bahwa

latihan Range of Motion dapat meningkatkan kekuatan otot

pada pasien stroke iskhemik dalam penelitian (Reny, 2014).

Kekuatan otot menurut Atmojo (2008) ialah kemampuan otot

untuk bergerak dan menggunakan kekuatannya dalam rentang

waktu yang cukup lama. Kekuatan memiliki usaha maksimal,

usaha maksimal ini dilakukan oleh otot untuk mengatasi waktu

tahanan.

pg. 65
Program Studi Ners
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Latihan Range of Motion dapat meningkatkan kekuatan otot

pada pasien stroke iskhemik.

2. Bentuk implementasi perawat yaitu latihan Range of Motion

yang telah dilakukan pada pasien strok iskhemik untuk

meningkatkan kekuatan otot.

B. Saran

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan kami

dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi perawat hendaknya dapat meningkatkan pemahaman

tetang meningkatan kekuatan otot pada pasien stroke

iskhemik dengan latihan Range of Motion. Latihan Range of

Motion dapat dijadikan sebagai terapi lanjutan di rumah

atau pembuatan discharge planing, serta diharapkan bagi

keperawatan dengan adanya hasil penelitian ini dapat

66
67

memberi pemahaman bagi terapi non farmakologi juga

berpengaruh signifikan t erhadap pemulihan pasien pasca

stroke khususnya yang mngalami kelemahan hemiparesis.

2. Bagi Rumah Sakit atau sarana kesehatan hendaknya dapat

menyediakan sarana dan prasarana seperti poster yang

mendukung latihan Range of Motion yang dapat dilakukan

oleh pasien secara mandiri dirumah, serta agar dapat

membantu mengukur peningkatan kekuatan otot yang telah

dicapai oleh pasien stroke iskhemik.

3. Bagi masyarakat terutama pasien stroke iskhemik dapat

mengaplikasikan latihan Range of Motion selama dirumah

serta bagi keluarga pasien ag ar deapat memotivasi sehingga

pasien dapat meningkatkan kekuatan otot.

4. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih

lanjut dengan diharapkan mampu mengobservasi faktor-

faktor yang mempengaruhi peningkatan kekuatan otot

seperti tingkat kelemahan yang diderita, aktivitas fisik,

tingkat stres dan lama stroke yang telah dialami pasien.

pg. 67
Program Studi Ners
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (Eds). (2006). Nursing Theory:


Utilization and Application (3rd ed). St. Louis, MO: Mosby/
Elseveir.
Ariyanti, D, Istmonah & Hendrajaya. (2013). Jurnal: Efektivitas
Active Asistive Range Of Motion Terhadap Kekuatan Otot
Ekstrimitas Pada Pasien Stroke Non Hemoragik.
Admojo, M, B. (2010). Test Dan Pengukuran Pendidikan Jasmani/
Olahraga UNS Press, Surakarta.
Baker.L.K. and Danyes, M.J 2008. P redictors of Self Care In
Adolescents with Cystic Fibrosis: A Test af Orem’s Theories
of Sel-Care and Salf Care Defisit. Journal of Pediatric
Nursing, 23 (1), 37-38.
Baticaca & Fransisca. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba
Medika
Brunner & Suddarth. (2011). Keperawatan Medical Bedah. Ed 8.
EGC. Jakarta.
Cahyati, Yanti. (20011). Perbandingan latihan rom unilatteral dan
rom bilateral terhadap kekuatan otot pasien hemiparise
akibat stroke iskemik di RSUD Kota Tasikmalaya dan RSU
Kabupaten Ciamis.
Claudia Agustina Sikawin. (2013). Pengaruh Latihan Range Of
Motion (Rom) Terhadap Kekuatan Otot Pada
Pasien Strokedi Irina F Neurologi. Ejournal Keperawatan (e-
Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013.
Craven, R., & Hirnle, J.C. (2010). Fundamental of nursing. 4th
edition. Philadephia : Lippincott Williams & Wilkins.
Csilla Vér Miklós Emri, Tamás Spisák , E rvin Berényi, Kázmér
Kovács, Péter Katona, László Balkay,
László Menyhárt, László Kardos .László Csiba. (2016). The
Effect of Passive Movement for Paretic Ankle-Foot and
Brain Activity in Post-Stroke Patients. Eur Neurol
2016;76:132–142 DOI: 10.1159/000448033
Dedi Irawadi, Sandi Alfa. (2017). Effectiveness of Mirror Therapy
for Muscle
Strength in Ischemic Stroke Patients with
Hemiparesis. CC BY-NC license
(http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Destya Ariyanti, Ismonah, Hendrajaya. (2014). Efektivitas Active
Asertive Range Of Motion Terhadap Kekuatan Otot
Ekstrimitas pada Pasien Stroke Non Hemoragik. Jurnal
Keperawatan, ISSN 1907 – 0357.
Eka Rhestifujiayani, Emil Huriani, Muharriza. (2015) Comparison
of Muscle Strength in Stroke Patients between
The Given and Not Given Range of Motion Exercise. Nurse
Media Journal of Nursing, 5 (2), 2015, 88 - 100 Available
Online
at http://ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers
Elisa Ling Dinanti, Mugi Hartoyo, Wulandari M. (2015). Pengaruh
Range Of Motion (ROM) Pasif Terhadap Peningkatan Sudut
Rentang Gerak Ekstremitas Atas Pasien Stroke. Jurnal ilmu
keperawatan dan kebidanan.
Erni Rita. (2016) The Increasing Of Muscle Strength Among
Elderly Patient Post Stroke Non-Hemorrhagic In Sasana
Tresna Werdha Ciracas ISBN 978-602-176889-9-1.
Fajar Yudha, Gustop Amatiria. (2014). Pengaruh Range Of Motion
(Rom) Terhadap
Kekuatan Otot Pasien Pasca Perawatan Stroke. Jurnal
Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN 1907 –
0357.
Fery Agusman M, Evy Kusgiarti. (2017). pengaruh Mirror
Therapy Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Non
Hemoragik. VOL.4 NO.1 JUNI 2017 ISSN: 2503-0388.
Gisberg L. (2018). Netur Notes Neurology. Jakarta: Erlangga
Goldstein LB, Adams R, Alberts MJ, Appel LJ, Brass LM,
Bushnell CD, et al.2006. Primary Prevention of Ischemic
Stroke: a Guidline from the American Heart Association/
Amerian S Stroke Association Stroke Council: Cosponsored
by the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease
Interdiciplinary Working group; Cardiovasculer Nursing
Council; Clinical Cardiology Council; nutrion, Physical
Activity and Metabolism Council; and the Quality of Care
and Outcomes Research Interdiciplinary Working Group:

pg. 69
Program Studi Ners
The American Academy of Neurology Affirms the valueof this
guidlines. Stroke. 2006;37:1583-1633.Diakses tanggal 9
Juni 2015
dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/166757228
Henny Pongantung, Sr Anita Sampe JMJ, Sianimpar Dilsen
Melchi. (2018). Pengaruh Range Of Motion Pada
Ekstremitas Bawah Terhadap
Keseimbangan Berjalan Pada Pasien Pasca Stroke. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 N omor 3 T ahun
2018 ● eISSN : 2302-2531
Into, R. O. S. P., & Omes, N.A G. (2013).R.2140, (10).
Jaber, R, Hewson, D. J., & Dduchene. J.(2013). Design And
Validation of The Grip-Ball For Measurementof Hand Grip
Strength.
Medical. Http://Doi.Org/10.1016/J.Medengphy.2012.07.00
1.

Junaidi, I (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Abadi,


Yogyakarta
Jones, S. P., Le athley, M. J., McAdam, J. J., & Watkins, C L.
(2007). Physological monitoring in acute stroke: a Literature
review. Journal of advanced Nursing, 60 (6), 577-594
Jonas Vinstrup MSc, Joaquin Calatayud PhD, Markus D. Jakobsen
PhD, Emil Sundstrup PhD, Jørgen R. Jørgensen
BSc, Jose Casaña PhD, Lars L. Andersen PhD.(2017). Hand
strengthening exercises in chronic stroke
patients: Dose-response
evaluation using electromyography. J. HT READ FOR
CREDIT ARTICLE #531.
Khan, A., & Ziauddin. (2005). Management of Acute Stroke.
JPMI, 15 (2), 126-143
Kim Ju Hyun. Lee Yaelim. Sohng Yae Kyeong. (2013). Effects Of
Bilateral Passiven Range Of Motion Exercise On The
Function Of Upper Extremities And Activities Of Daily
Livingin Patients With Acute Stroke
Kun Ika Nur Rahayu. (2015). The Influence of Range of Motion
Exercise to Motor Capability of Post-Stroke Patient. Jurnal
Keperawatan,
P-ISSN 2086-3071 E-ISSN 2443-0900.
Larsen, P. & Hummel, F. (2009). Adaptation. In P.D. Larsen & I.
M. Lubkin (Eds).Chronic illness impact and interventions
(7thed). Boston: Jones and Bartlett.
Lingga, Lanny. 2013. All About Stroke. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Lumbantobing, S.M. (2006). Neurologi klinik : pemeriksaan fisik
dan mental. Cetakan ke-8. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Lutvia. (2014). Perbedaan Range Of Motion Spherical Grip dan
Cylindrical Grip
Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pada Pasien
Stroke. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK).
Maimurrahman. (2012). Kefektifan Range Of Motion (ROM)
terhadap kekuatan otot ekstrimitas pada pasien stroke.
Mawarti, Herin & Farid. 2013. Jurnal Pengaruh latihan ROM Pasif
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke
Dengan Hemiparese.
Michiharu, (2011). Long-term outcome of severe stroke pasients:
is the ADL status at discharge from a stroke center indicative
of the long-term outcome, The Jaournal of Medical
Investigation
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba
Medika. Muhamad Adam, Elly Nurachmah, Agung Waluyo.
(2014). Acupressure to Improve Muscle Strength and Range
of Motion of Upper Extremity in Stroke Patients. Jurnal
Keperawatan Indonesia, Volume 17, No. 3, November 2014,
hal 81-87
pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203
Nursalam, (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: PT Salemba Medika
Quinn, J. Terence. Langhorne Peter and Stott J. David. (2011).
Barthel Index for Stroke Trials: Development, Properties
and Aplication. America Stroke Association. Stroke.
Ahajournals.org/conten/42/4/1146
Parker, S G., Oliver, P., Pennington, M Bond, J., Jagger, C.,
Enderby,P.M.,(2009). Rehabikitation of Oder Patients: Day

pg. 71
Program Studi Ners
Hospital Compared With rehabilitattion at Home. A
Randomised Controlled Trial. Health Tecnology Assesment,
Vol.13,No.39.
Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses dan Praktik,Edisi 4, V olume 2. Jakarta:
EGC dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed 21626475
Popy Irawati, Rita Sekarsari, Arie Marsita. (2016). Efektifitas
Latihan Range Of Motion Cylindrical Grip Terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik. JKFT.
Pramudiarja, U. (2010). Robot untuk Fisioterapi Pasca Stroke.
(Online), (http://us.detikhealth.com/read/2010/04/
18/110228/1340415/763/robot-untukfisioterapi-pasca-
stroke), diakses 27 November 2014.
Prok. W. ( 2016). Pengaruh latihan gerak aktif menggenggam bola
pada pasien stroke diukur dengan Handgrip dynamometer, (4
April).
Reny Chaidir, Ilma Mutia Zuardi. (2014). pengaruh latihan range
of motion pada ekstremitas atas
dengan bola karet terhadap kekuatan otot pasien stroke
non hemoragi. ‘Afiyah. Vol. I, no. I.
Scherbakov & Doehner W . Sarcopenia in Stroke-facts and number
on m uscle loss accounting for disability after stroke. Journal
of Cachecia, Sarcopenia and Muscle. 2011:2(1):5-8.
Doi:10.1007/s13539-011-0024-8.
Shi, Y., Xiang Y, Yang Y, Zhang N, Wang S, Ungvari GS, Chiu
HF, Tang WK, Wang Y, Zhao X, Wang Y, Wang C. (2015)
Depression After Minor Stroke: Prevalence and Predictors.
Journal of Psychosomatic Research.In Press, Corrected
oroof diakses tanggal 4 A pril 2015
dari http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0022
399915000860.
Sudoyo, A. W. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V,
Jilid III. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta
Widiyanto. (2009). Terapi Gerak Bagi Penderita Stroke.
MEDIKORA. Vol 5, 118-129
Yanti Cahyati, Elly Nurachmah , Sutanto Priyo Hastono. (2013).
Perbandingan Peningkatan Kekuatan Otot Pasien
Hemiparese Melalui Latihan Range Of Motion Unilateral
Dan Bilateral. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 16
No.1, Maret 2013, ha l 40-46 pISSN 1410-4490, eISSN
2354-9203
Yurida Olviani, Mahdalena, Indah Rahmawati. (2017). Pengaruh
latihan Range of Motion aktif-asertif (spherial grip) terhadap
peningkatan kekuatan otot ekstrimitas atas pada pasien
stroke. Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 20
Zhang, Y., Champman, A.M., Plesed.,M., Jackson, D.,Purroy.,F,
2011 Incidence prevalence and mortality of stroke in Franc,
Germany., Italy, S pain, The UK. And the US: A. Literatur
Review, Stroke Research andTreatment: 1-11

pg. 73
Program Studi Ners

Anda mungkin juga menyukai

  • Arif Widiyanto11501247010
    Arif Widiyanto11501247010
    Dokumen150 halaman
    Arif Widiyanto11501247010
    Ira wibowo prasetiyo
    Belum ada peringkat
  • Budi Ungangan
    Budi Ungangan
    Dokumen2 halaman
    Budi Ungangan
    Ira wibowo prasetiyo
    Belum ada peringkat
  • LANSIA
    LANSIA
    Dokumen30 halaman
    LANSIA
    solgra
    Belum ada peringkat
  • 1 SM
    1 SM
    Dokumen6 halaman
    1 SM
    Frendi Rifai
    Belum ada peringkat
  • KEPERAWATAN BENCANA
    KEPERAWATAN BENCANA
    Dokumen23 halaman
    KEPERAWATAN BENCANA
    Ira wibowo prasetiyo
    Belum ada peringkat
  • Self Efficacy Lansia Hipertensi
    Self Efficacy Lansia Hipertensi
    Dokumen78 halaman
    Self Efficacy Lansia Hipertensi
    irfan
    Belum ada peringkat
  • Tugas Makalah Kelompok
    Tugas Makalah Kelompok
    Dokumen1 halaman
    Tugas Makalah Kelompok
    Ira wibowo prasetiyo
    Belum ada peringkat
  • Abu Syairi-Fkik PDF
    Abu Syairi-Fkik PDF
    Dokumen106 halaman
    Abu Syairi-Fkik PDF
    Accesoris Gadget Indonesia
    Belum ada peringkat
  • 2631 6799 4 PB PDF
    2631 6799 4 PB PDF
    Dokumen10 halaman
    2631 6799 4 PB PDF
    Ira Wibowo Prasetiyo
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 - 5
    Bab 1 - 5
    Dokumen61 halaman
    Bab 1 - 5
    Ira wibowo prasetiyo
    Belum ada peringkat
  • Naskah Publikasi
    Naskah Publikasi
    Dokumen9 halaman
    Naskah Publikasi
    Ira wibowo prasetiyo
    Belum ada peringkat
  • 1 SM
    1 SM
    Dokumen6 halaman
    1 SM
    Frendi Rifai
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 - 5
    Bab 1 - 5
    Dokumen61 halaman
    Bab 1 - 5
    Ira wibowo prasetiyo
    Belum ada peringkat