Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenali
masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah
sekum. Organ apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang
tidak mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah
sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi
immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh).
Apendisitis adalah peradangan apendiks vermiformis yang mengenai
semua lapisan dinding organ tersebut.Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan namun paling sering kita temukan pada laki-laki
berusia 10-30 tahun.
Patogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi lumen, sumbatan
ini akan mengakibatkan hambatan pengeluaran sekret lumen sehingga akan terjadi
pembengkakan, infeksi dan ulserasi. Sumbatan ini dapat dikarenakan hiperplasia
jaringan limfoid, fekalit, tumor apendiks, cacing askaris dan E.histolytica.
Berdasarkan lama gejala yang dialami, apendiks dapat dibagi menjadi dua yaitu
apendisitis akut dan apendisitis kronik.
Penatalaksanaan apendisitis akut dan kronik hanya memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memperbaiki keadaan umum
pasien.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Apendisitis merupakan peradangan akut pada apendiks vermiformis, yaitu
divertikulum pada sekum yang menyerupai cacing, memiliki panjang yang
bervariasi dari 7 sampai 15 cm, dan berdiameter sekitar 1 cm. a Posisi apendiks
dalam rongga abdomen juga bervariasi, tersering berada di posterior dari sekum.
Batasan apendisitis akut adalah apendisitis dengan onset akut yang memerlukan
intervensi bedah, ditandai dengan nyeri di abdomen kuadran bawah dengan nyeri
tekan lokal dan nyeri alih, spasme otot yang ada di atasnya, dan hiperestesia kulit. 1
Apendisitis merupakan salah satu penyebab tersering nyeri abdomen akut.2

2.2. Anatomi dan Fisiologi Apendiks Vermiformis


Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-
kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat
perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari
protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum
yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju
katup ileocaecal.
Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan
sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik appendicitis
ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang
sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%,
preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%.
Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian
distal. Appendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan
menyempit ke ujung. Hal tersebut menyebabkan rendahnya angka insiden
apendisitis pada usia tersebut.
Apendiks mempunyai lapisan muskulus dua lapis. Lapisan dalam
berbentuk sirkuler yang merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus sekum,
sedangkan lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi
dari 3 tenia coli diperbatasan antara sekum dan apendiks.

2
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti
arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada
apendisitis bermula di sekitar umbilikus. Apendiks didarahi oleh arteri
apendikularis yang merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri
apendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka
apendiks mengalami ganggren.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Immunoglobulin A (IgA) terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks.
Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe di sini sedikit. Berikut adalah gambaran dari apendisitis.

Gambar 1. Apendisitis
(Sumber: www.thegastrosurgeon.com)

2.3. Epidemiologi

3
Apendisitis akut terjadi sekitar 90 – 100 pasien per 100.000 penduduk per
tahun di negara-negara maju. Perbedaan geografis telah dilaporkan, bahwa resiko
terjadinya apendisitis dalam kehidupan sekitar 16% di Korea Selatan, 9% di USA,
1,8% di Afrika.3 Setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk Indonesia
dan saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000
penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di antara negara-negara di
Association of South East Asia Nation (ASEAN).a Apendisitis akut dapat terjadi
pada laki-laki dan perempuan, namun beberapa penelitian menunjukkan laki-laki
sedikit mendominasidibandingkan dengan perempuan.3 Apendisitis dapat
ditemukan pada semua umur, namun jarang terjadi pada anak berusia kurang dari
satu tahun. Insidens tertinggi terjadi pada kelompok usia 20-30 tahun.b

2.4. Klasifikasi Apendisitis


Apendisitis biasanya disebabkan obstruksi pada lumen yang disertai
dengan infeksi. Apendisitis dapat diklasifikasikan berdasarkan patogenesis, yaitu :
1. Simple Apendisitis (Apendisitis tanpa perforasi)
a) Non obstruksi : gejalanya tidak begitu hebat dan jarang terjadi
perforasi
b) Obstruksi : perjalanan penyakitnya lebih cepat dan hebat. Mudah
terjadi gangrene dan perforasi. Keluhan kolik penderita sangat
menonjol
2. Apendisitis Akut dengan perforasi
a) Dengan local perforasi : sudah terjadi peradangan organ-organ sekitar
apendiks seperti sekum dan omentum. Biasanya gejala ditemui
sesudah 3 hari, dan teraba massa di perut kanan bawah yang tidak
punya batas tegas.
b) Dengan local abses : merupakan lanjutan dari proses infiltrat di mana
sudah disertai demam dan nyeri hebat, mual, muntah.
c) Dengan difus peritonitis : sudah terjadi perforasi sehingga penyebaran
ke seluruh peritoneum.
3. Apendisitis Kronik

4
Ditandai dengan nyeri yang sering hilang timbul pada perut kanan.
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronk apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan
menghilang setelah apendektomi. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik.

Gambar 2. Gambaran makroskopis apendiks normal.3

Gambar 3. Gambaran makroskopis simple apendisitis (apendisitis tanpa


perforasi).3

5
Gambar 4. Gambaran makroskopis apendisitis yang menunjukkan perforasi
dengan pembentukan nanah.3

2.5. Etiologi dan Patogenesis


Kebanyakan kasus dari apendisitis akut merupakan akibat dari obstruksi
lumen apendiks. Berbagai hal yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi pada
apendiks antara lain adalah batu (fecalith), makanan, mukus (paling sering terjadi
pada kistik fibrosis), apendiks yang terangulasi, parasit, tumor pada apendiks atau
sekum, endometriosis, benda asing, hiperplasia limfoid (khususnya terjadi
sekunder akibat infeksi virus).
Obstruksi tersebut kemudian menyebabkan gangguan resistensi mukosa
apendiks terhadap invasi mikroorganisme, seperti Bacteroides fragilis dan
Escherichea colli yang merupakan flora normal usus. Obstruksi ini diyakini
meningkatkan tekanan di dalam lumen. Ketika tekanan mural apendiks
meningkat, tekanan luminal mulai meningkatkan tekanan perfusi kapiler. Drainase
limfa dan vena terganggu dan terjadi iskemia. Sebagai hasilnya, terjadi
pemecahan pertahanan mukosa epitel, kemudian bakteri luminal dapat menginvasi
dinding apendiks menyebabkan inflamasi transmural. Inflamasi ini dapat meluas
ke serosa, peritoneum parietal, dan organ lain yang berdekatan. Peningkatan
tekanan tersebut menyebabkan adanya kontinuitas aliran sekresi cairan dan mukus
dari mukosa dan stagnasi dari material tersebut. Konsekuensinya, terjadi iskemia
dinding apendiks, yang menyebabkan hilangnya keutuhan epitel dan invasi bakteri
ke dinding apendiks. Bakteri intestinal yang ada di dalam apendiks
bermultiplikasi, hal ini menyebabkan rekruitmen dari leukosit, pembentukan pus

6
dan tekanan intraluminal yang tinggi. Dalam 24-36 jam, kondisi ini dapat semakin
parah karena trombosis dari arteri maupun vena apendiks menyebabkan perforasi
dan gangren apendiks.
Penyebab lain yang juga diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica. Parasit seperti Entamoeba
histolytica diduga dapat menimbulkan erosi mukosa apendiks dan perdarahan.
Pada awalnya Entamoeba histolytica berkembang di kripte glandula intestinal.
Selama invasi pada lapisan mukosa, parasit ini memproduksi enzim yang dapat
menyebabkan nekrosis mukosa sebagai pencetus terjadinya ulkus.
Beberapa penelitian epidemiologi juga menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon
biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut

2.6. Gejala dan Manifestasi Klinis


Secara klasik, appendisitis memberikan manifestasi klinis seperti nyeri
yang samar-samar dan tumpul, pertama pada periumbilical kemudian menyebar
ke kuadran kanan bawah. Nyeri bersifat viseral, berasal dari kontraksi appendiceal
atau distensi dari lumen. Biasanya disertai dengan adanya rasa ingin defekasi atau
flatus. Nyeri biasanya ringan, seringkali disertai kejang, dan jarang menjadi
permasalahan secara alami, biasanya berkisar selama 4-6 jam. Selama inflamasi
menyebar di permukaan parietal peritonel di titik McBurney dengan nyeri tekan,
nyeri lepas dan defans muskuler atau spasme muskulus rectus abdominis kanan.
nyeri menjadi somatik, berlokasi di kuadran kanan bawah. Gejala ini ditemukan
pada 80% kasus. Biasanya pasien berbaring, melakukan fleksi pada pinggang,
serta mengangkat lututnya untuk mengurangi pergerakan dan menghindari nyeri
yang semakin parah.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi dan pada
anak-anak karena apendiksnya posisi pelvis dan dekat rektum akan menyebabkan
diare. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit
perut bila berjalan atau batuk. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal,

7
karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tidak ada ransangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi
kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang
menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda ransangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsis meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks
tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing,
karena ransangan dindingnya.
Gambaran klinis lainnya yang juga sering terjadi adalah mual dan muntah,
gejala ini terjadi pada 50-60% kasus. Demam ringan juga terjadi dimana
temperatur tubuh berkisar antara 37,2 – 380C (99 – 1000F), tetapi jika suhu
mencapai >38,0C (1010F) biasanya menandakan adanya perforasi. Selain itu,
terjadi peningkatan jumlah leukosit / leukositosis ringan, apabila terjadi
peningkatan leukosit yang begitu besar menandakan adanya perforasi.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering
hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak
menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis
diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah
perforasi. Anak-anak mudah mengalami perforasi apendiks karena memiliki
omentum pendek, apendiks panjang, dan dinding apendiks tipis. Juga memiliki
pertahanan tubuh yang masih rendah.
Pada apendisitis kronik gejalanya tak khas dan tidak ada demam. Penderita
mempunyai riwayat sakit perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah
apendektomi.

2.7. Diagnostik
2.7.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh

8
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk
mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah
demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5 -38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi,
diduga sudah terjadi perforasi.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi
perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler
abses.
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.
Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan,
dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran
kanan bawah:
a. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran
kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
b. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan
dan dalam di titik Mc. Burney.
c. Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence
muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale.
d. Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah
apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal
pada sisi yang berlawanan.
e. Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas
oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
f. Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul
dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif,
hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium.

9
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu
dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis
maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur
(Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor
Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis
seperti yang tunjukkan pada Tabel 1 dibawah ini.6

The Modified Alvarado Score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati 1
ke perut kanan bawah

Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab

Hitung jenis leukosit shift to the 1


left

Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7     : sangat mungkin apendisitis akut
8-10   : pasti apendisitis akut

Tabel 1. The Modified Alvarado score 6

10
2.7.2. Pemeriksaan Penunjang
Test Laboratorium
Pada pemeriksaan Laboratorium darah, biasanya didapatkan peningkatan
jumlah leukosit. Beberapa penulis menekankan bahwa leukosit darah polimorfik
merupakan fitur penting dalam mendiagnosis apendisitis akut. Leukositosis
ringan, mulai dari 10.000 - 18.000 sel/mm3, biasanya terdapat pada pasien
apendisitis akut. Namun, peningkatan jumlah leukosit darah berbeda pada setiap
pasien apendisitis. Beberapa pustaka lain menyebutkan bahwa leukosit darah yang
meningkat >12.000 sel/mm3 pada sekitar tiga-perempat dari pasien dengan
apendisitis akut. Apabila jumlah leukosit darah meningkat >18.000 sel/mm3
menyebabkan kemungkinan terjadinya komplikasi berupa perforasi.
Selain pemeriksaan sel darah putih beberapa literatur menyarankan untuk
dilakukan juga pemeriksaan urin, tujuannya untuk menyingkirkan adanya
kecurigaan batu ureter kanan dan infeksi saluran kencing. Biasanya urin normal,
tapi kadang-kadang pada sediment ditemui leukosit (+) atau eritrosit (+) karena
apendiks dekat ureter. Adanya hematuria atau sel darah putih pada pemeriksaan
urin menandakan adanya infeksi saluran kencing tetapi bukan berarti apendisitis
akut dapat disingkirkan. Oleh beberapa literatur menyebutkan pemeriksaan C-
Reactive Protein (CRP) dalam mendiagnosis apendisitis akut memiliki tingkat
keakurasian hingga 91%, dimana CRP sering digunakan sebagai marker infeksi
dalam darah.

Pemeriksaan Radiologi
Pada foto polos abdomen, meskipun sering digunakan sebagai bagian dari
pemeriksaan umum pada pasien dengan abdomen akut, jarang membantu dalam
mendiagnosis apendisitis akut. Pasien dengan apendisitis akut, sering terdapat
gambaran gas usus abnormal yang non spesifik. Foto polos abdominal
menemukan air fluid level local (± 50%), adanya fecolith local dan terjadi
peningkatan densitas jaringan lokal. Foto polos abdominal akan jarang membantu
dalam mendiagnosis apendisitis tetapi dapat digunakan untuk mencari sumber-
sumber lain sakit perut. Selain itu, tes Barium Enema merupakan kontra indikasi
untuk dilakukan karena bisa terjadi perforasi dan hanya boleh dilakukan hanya

11
pada anak-anak atau orang muda dengan diagnosa masih ragu dan gejala masih 6-
12 jam.
Ultrasonografi berguna dalam memberikan diferensiasi penyebab nyeri
abdomen akut ginekologi, misalnya dalam mendeteksi massa ovarium.
Ultrasonografi juga dapat membantu dalam mendiagnosis apendisitis perforasi
dengan adanya abses. Apendisitis akut ditandai dengan adanya perbedaan 20
densitas pada lapisan apendiks vermiformis / hilangnya lapisan normal (target
sign), penebalan dinding apendiks vermiformis, hilangnya kompresibilitas dari
apendiks vermiformis, peningkatan ekogenitas lemak sekitar, adanya penimbunan
cairan . Keadaan apendisitis dengan perforasi ditandai dengan tebal dinding
apendiks vermiformis yang asimetris, cairan bebas intraperitonial, dan abses
tunggal atau multipel.
Uji radiologi lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan Computerized
tomography (CT) scan, yang membuat gambar penampang tubuh, dapat
membantu mendiagnosis apendisitis dan lokasi sakit perut. Perempuan usia
produktif harus memiliki tes kehamilan sebelum menjalani Rontgen atau CT
Scan. Hal tersebut dikarenakan radiasi dari pemeriksaan Rontgen atau CT Scan
dapat berbahaya bagi janin yang sedang berkembang, sedangkan USG tidak
menggunakan radiasi dan tidak berbahaya bagi janin.

2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendisitis berdasarkan klasifikasi apendisitis :
1. Apendisitis akut tanpa perforasi
Untuk semua umur dilakukan appendictomy
2. Apendisitis infitrat / abses
a. Operatif
Kalau apendiksnya bisa dipisahkan dengan jaringan lain lakukan
appendectomy dan pemasangan drainage. Kalau apendiksnya tidak
bisa dipisahkan dengan jaringan sekitar, maka hanya dilakukan
drainage.
b. Konservatif
Menggunakan 5 cara : F 5 Regimen

12
- Fowler position
- Feel of mass
- Feel of pulse and temperature
- Fungi and antibiotic
- Food
Biasanya dengan cara ini setelah 3-4 hari, keadaan penderita akan
membaik seperti demam berkurang, massa berkurang dan LED
normal. Appendectomy dapat dilakukan secara elektif 3 bulan
kemudian.
3. Apendisitis akut perforasi + Perintonitis difusa
Drug of choice bagi peritonitis adalah operatif untuk membuang sumber
kontaminasi.

2.10. Komplikasi
Yang paling sering adalah komplikasi apendisitis perforasi. Perforasi dari
apendiks dapat mengakibatkan abses periappendiceal (koleksi terinfeksi nanah)
atau menyebar peritonitis (infeksi dari seluruh lapisan perut dan panggul). Alasan
utama untuk perforasi adalah appendiceal keterlambatan dalam diagnosis dan
pengobatan. Secara umum, semakin lama penundaan antara diagnosis dan
pembedahan, semakin besar kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam
setelah onset gejala adalah sekurang-kurangnya 15%. Oleh karena itu, setelah
didiagnosa apendisitis, operasi harus dilakukan tanpa penundaan yang tidak perlu.
Komplikasi yang kurang umum apendisitis adalah penyumbatan pada
usus. Penyumbatan terjadi ketika apendisitis sekitarnya menyebabkan otot usus
untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah dari isi usus yang lewat. Jika usus di
atas penyumbatan mulai mengisi dengan cair dan gas, mengalami distensi perut
dan mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian mungkin diperlukan untuk
menguras isi usus melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam
perut dan usus.
Sebuah ditakuti komplikasi apendisitis adalah sepsis, suatu kondisi di
mana bakteri menginfeksi memasuki darah dan perjalanan ke bagian lain dari
tubuh. Ini adalah sangat serius, bahkan mengancam nyawa komplikasi.

13
BAB III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis. Elsevier.


2010. Surgery 28:11. p544048.
2. Sjamsuhidajat R, De Jong W, 2005.Usus halus, Apendiks, Kolon dan
Anorektum. Dalam Buku ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta : EGC
3. Snell S, 1995. Appendicitis. Dalam Buku Clinical Anatomy for Medical
Students fifth edition.
4. Heaton KW. In: Br Med J, Res Clin, eds. Aetiology of acute appendicitis 1987
Jun 27; 294:1632e3.
5. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. 2010. Shwartz’s Principles
of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies
6. Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis.
Elsevier. 2010. Surgery 28:11. p544048.

14

Anda mungkin juga menyukai