Anda di halaman 1dari 24

2.

1 Konsep Keluarga

2.1.1 Definisi Keluarga

Menurut WHO (I969) dalam Dion dan Betan (2013) keluarga adalah anggota
rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau
perkawinan.

Menurut UU No.10 tahun 1992 dalam dalam Dion dan Betan (2013) keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istn' atau suami istri
dan anaknya atau ibu dan anaknya.

Menurut Dion dan Betan (2013), definisi dari keluarga adalah :

1. Terdiri dari dua orang atau Iebih yang memiliki ikatan atau persekutuan
berupa perkawinan atau persekutuan yang dibentuk.
2. Terdapat hubungan yang dibentuk mclalui adanya hubungan darah (garis
keturunan langsung), adopsi dan kcscpakatan yang dibuat.
3. Tinggal bcrsama di bawah satu amp atau antara satu anggota dengan yang
lain mcmiliki lcmpnt tinggal bcrbeda karena sesuatu urusan tertentu
(misalnya urusan pekerjaan) akan tetap'i untuk sementara waktu.
4. Memilikla peran masing-masing dan bertanggung jawab terhadap tugas
yang diberikan.
5. Ada ikatan emosional yang sulit untuk ditinggalkan oleh setiap anggota
keluarga.
6. Antara anggota keluarga saling berinteraksi, interelasi dan interdependensi.

2.1.2 Peran Keluarga

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial
yang diberikan sehingga pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal.
Posisi atau status dalam keluarga adalah posisi individu dalam keluarga yang dapat
dipandang oleh masyarakat sebagi istri, suami atau anak. Peran formal didalam
keluarga merupakan kesepakatan bersama yang dibentuk dalam suatu norma
keluarga. Peran d1' dalam keluarga menunjukkan pola tingkah laku dari semua
anggota dj dalam keluarga (Wright, 1984 dalam Susanto, 2012).

Berbagai peran formal dalam keluarga menurut Effendy (1998) dalam Dion dan
Betan (2013) :

1. Peranan ayah : sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemb-ri ra'a amani Juga
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota masyarakat dari lingkungan.
2. Peranan ibu : sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anak berperan unuk
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik bagi anak-anaknya,
pelindung dan salah satu anggota kelompok sosial, serta sebagai anggota
masyarakat dan lingkungan di samping dapat berperan pula sebagi pencari
nafkah tambahan keluarga.
3. Peranan anak : melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spritual

2.1.3 Fungsi Keluarga

Friedman (1998) dalam buku Dion-Betan (2013), mengidentifikasi lima fungsi


dasar keluarga :

1. Fungsi Afektif

Merupakan pemenuhan kebutuhan psikososial seperti saling


mengasuh, saling menghargai dan hidup dalam ikatan yang dapat
diidentiiikasi. ‘

2. Fungsi Sosialisasi

Bertujuan untuk mengembangkan dan melatih seseorang untuk


berkehjdupan sosial sebelum seseorang meninggalkan rumah dan
berhubungan dengan dunia luar.

3. Fungsi Ekonomi

Fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga


baik berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal.

4. Fungsi Reproduksi

Gunanya untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

5. Fungsi Perawatan dan Pemeliharaan Kesehatan

Bertujuan untuk melaksanakan praktik asuhan kesehatan yaitu untuk


mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan merawat anggota keluarga yang
sakit.

Sedangkan fungsi keluarga menurut Harmoko (2012), fungsi keluarga adalah


sebagai berikut :

1. Fungsi biologis, yaitu fungsi untuk mcncruskan keturunan, memelihara dan


membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
2. Fungsi psikologis, yaitu membcrikan kasih sayang dan rasa aman
memberikan perhatian di antara keluarga, bagi keluarga, antara keluarga,
memberikan perhatian di kedewasaan kepribadian anggota keluarga, serta
memberikan identitas pada keluarga.
3. Fungsi sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai
dengan tingkat perkembangan masing-masing dan meneruskan nilai-nilai
budaya.
4. Fungsi ekonomi, yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk kebutuhan
keluarga di masa yang akan datang.
5. Fungsi pendidkan, yaitu menyekolahkan anak untuk memberikan
pengetahuan, keterampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat
dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa
yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, serta
mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

2.1.4 Tugas Keluarga

Menurut Hannoko (2012), tugas pokok dalam keluarga adalah:

1. Memelihara kesehatan fisik keluarga dan para anggotanya


2. Berupaya untuk memelihara sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga
3. Mengatur tugas masing-masing anggota sesuai dengan kedudukannya
4. Melakukan sosialisasi keakraban dan kehangatan para anggota keluarga
antar anggota keluarga agar timbul
5. Melakukan pengaturan jumlah anggota keluarga yang diinginkan
6. Memelihara ketertiban anggota keluarga
7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang
8. lebih luas Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.

2.1.5 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (1998) dalam Dion dan Betan
(2013) adalah .:

1. Mengenal masalah kesehatan


keluarga Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung menjadi perhatin keluarga dan orang tua. Apabila menyadari adanya
perubahan keluarga, perlu dicatat kapan teljadinya dan berapa besar
perubahannya. Sejauhmana keluarga mengetahui dan mengenal fakta-fakta dari
masalah kesehatan yang meliputi pengenian, tanda dan gejala, faktor penyebab
dan yang mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah.
2. Membuat keputusan tindakan yang tepat
Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai masalah
kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan keluarga
tersebut agar dapat memfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan.
3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Ketika memberi perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, keluarga
harus mengetahui keadaan penyakitnya, sifat dan perkembangan perawatan yang
dibutuhkan, keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan, sumber-
sumber yang ada dalam keluarga dan sikap keluarga terhadap yang sakit.
4. Memodiflkasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
5. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.

2.3.6 Proses dan Strategi Koping Keluarga

2.3.6.1 Mekanisme pertahanan

Merupakan cara-cara yang dipelajari, kebiasaan, otomatis untuk


menghindari masalah-masalah yang dimiliki stressor dan biasanya
digunakan apabila tidak ada penyelesaian yang jelas dalam keluarga.

2.3.6.2 Strategi koping

Merupakan perilaku koping atau upaya-upaya koping dan merupakan


strategi yang positif, aktif, serta khusus untuk masalah, yang disesuaikan
untuk pemecahan suatu masalah yang dihadapi keluarga.

1. Strategi koping keluarga internal (intrafamilial)

2. Strategi koping keluarga ekstemal(ekstrafamilia1)

2.3.6.3 Penguasaan

Merupakan strategi adaptasi yang paling positif karena keadaan koping benar-
benar diatasi sebagai hasil dari upaya-upaya koping yang efektif dan dipraktikkan
dengan baik yang didasarkan pada kompetensi keluarga (Susanto, 2012)

2.3.7 Pengalaman Keluarga

Menurut Kamus Bahasa Indonesia pengalaman dapat diartikan sebagai yang pemah
dialami (dijalani, dirasa, ditanggung, dan sebagainya). Pengalaman adalah segala
sesuatu yang pernah dialami dan dilewati seseorang dalam menjalani kehidupannya
yang menimbulkan kesan dan tersimpan dalam memori ingatan. Dalam penelitian
ini, yang dimaksud pengalaman keluarga adalah hal-hal yang dialami atau
dirasakan oleh keluarga dengan salah satu anggota keluarga yang menderita
thalasemia sehingga berpengaruh dan menimbulkan dampak pada suasana
kehidupan keluarga baik secara ekonomi, psikologi, spiritual dan fisik/ biologis
dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-sehari

2.2 Konsep Kusta

2.2.1. Pengertian Kusta

Menurut Subdirektorat Kusta dan Frambusia (2007) di dalam Desi AR


(2011) Kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus hansen merupakan
penyakit menular kronis yang disebabkan oleh bakteri vacrobacterium leprae,
melalui kulit dan mukosa hidung. Penyakit kusta terutama menyerang saraf tepi,
kulit dan organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat yang apabila tidak di
diagnosis dan diobati secara dini dapat menimbulkan kecacatan ( Rahayu, 2011 ).

Penyakit kusta adalah suatu penyakit infeksi granulomatosa menahun yang


disebabkan oleh organisme intraselular obligat MLeprae. Awalnya kuman ini
menyerang susunan saraf tepi, lalu menyerang kulit, mukosa, saluran napas,
sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan testis. Penyakit kusta dinamakan
juga sebagai Lepra, Morbus Hansen, Hanseniasis, Elephantiasis Graecorum dan
Lepra Arabum. Di berbagai tempat istilah kusta berbedabeda (Amiruddin, 2012).

Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium leprae (Mleprae) yang pertama menyerang saIaf tepi, selanj utnya
dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikulo
cndotelial, mata, otot, tulang, dan testis. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi
dapat asimtomatik, namun pada sebagian kecil memperlihatkan gejala-gejala dan
mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki
(Djuanda, dkk, I997).

Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta
(mikobakterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh
lainnya. (Depkes RI, 1998). Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan
oleh infeksi mikobakterium leprae (Arif, 2000).

Lepra (kusta) adalah penyakit infeksi menular disebabkan oleh


Mycobacterium leprae yang menyerang saraf perifer dan kulit pendedta. Lepra
terutama didapatkan daerah tropis dan subtropis yang udaranya panas dan lembab
pada lingkungan hidup yang tidak sehat. Penularan lepra hanya ditularkan melalui
kontak erat dalam waktu lama dengan penderita lepra yang berada pada stadium
reaktif. Penularan didalam lingkungan keluarga, misalnya anakanak lebih sering
terinfeksi kuman lepra dibanding orang dcwasa (Socdarto, 2009).
2.2.2 Penyebab

Penyebab kusta/Iepra adalah Mycobacterium Ieprae. Kuman penyebab


Mycobacterium Ieprae di temukan oleh GA,Hansen pada tahun 1874 di Norwegia.
Berbentuk basil dengan ukuran 3 8 pm x 0,5 um. Bersifat gram positif, tahan asam
tidak berspora, tidak bergerak dan alcohol. Mikobakterium leprae merupakan basil
tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan
organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali
susunan saraf pusat Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21 hari dan
masa tunasnya antara 40 hari 4O tahun. Kuman kusta berbentuk batang dengan
ukuran panjang [-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang
disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA.

2.2.3 Klasifikasi

Sampai saat ini untuk klasifikasi yang dipakai pada penelitian terbanyak adalah
klasiiikasi Ridley dan Joping. Klasiflkasi ini berdasarkan gambaran klinis,
bakteriologis, histopatologis, dan mempunyai korelasi dengan tingkat imunologis,
yaitu membagi penyakit kusta dalam 5 tipe yaitu :
l. Tipe T uberkuloid (TT)
2. Tipe Borderline T uberkuloid (ET)
3. Tipe Borderline (BB)
4. Tipe Borderline Lepromartous (B L)
5. Tipe Lepmmotaus (LL) (Amiruddin, 2012: 12)

2.2.4 Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit kusta.

l. Faktor internal

A. Umur

Umur dimana penyakit kusta sering terkait dengan umur pada saat
diketemukan dari pada timbilnya penyakit, namun yang terbanyak adalah
umur muda dan produktif. Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi,
angka kejadian (Insidence Rate) meningkat sesuai umur dengan puncak
pada umur 10-20 tahun dan kemudian menurun prevalensinya juga
meningkat sesuai dengan umur pada puncak 30-50 tahun dan kemudian
secara perlahanlahan menurun.

B. Jenis kelamin

Jenis kelamin kusta dapat mengenai lakilaki dan perempuan,


menurut catatan sebagian besar negara didunia kecuali beberapa negara di
Afrika menunjukkan bahwa lakilaki lebih banyak terserang dari pada
wanita. Relatif rendahnya kejadian kusta pada wanita kemungkinan karena
faktor lingkungan atau biologi seperti kebanyakan pada penyakit menular
lainnya lakilaki lebih banyak terpapar dengan faktor resiko sebagai akibat
gaya hjdupnya.

C. Daya tahan tubuh seseorang

Apabila seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah akan


rentan terjangkit dengan bermacam-macam penyakit termasuk kusta.
Meskipun penularannya lama bila seseorang terpapar kuman penyakit
sedangkan imunitasnya menurun bisa terinfeksi.

D. Etnik/ suku

Kejadian penyakit kusta menunj ukkan adanya perbedaan distribusi


dapat dilihaj karena faktor geografi. Namun jika diamati dalam satu
negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya temyata perbedaan
distribusi dapat terjadi karena perbedaan etnik. Di Myanmar kejadian
kusta Lepromatosa lebih sering texjadi pada etnik Burma dibandingkan
etnik India, situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama,
kejadian lepromatosa lebih banyak pada etnik cina dibandingkan etnik
Melayu atau India, demikian pula kejadian di Indonesia, etnik Madura dan
Bugis lebih banyak mendedta kusta dibandingkan etnik Melayu dan Jawa

2. Faktor Ekstemal

A. Kepadatan hunian

Penularan penyakit kusta bisa melalui dopler infeksi atau melalui


udara, dengan penghuni yang padat maka akan mempengaruhi kualitas
udara, sehingga bila ada keluarga yang menderita kusta maka anggota
yang lain akan rentan tertular namun kuman kusta akan inaktif bila terkena
cahaya matahari, sinar ultraviolet yang dnpm mcrusak dun mematikan
kuman kusta.

B. Perilaku

Pengertian perilaku menurut Skiner (1938) merupakan respon atau


reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), dengan
demikian perilaku terjadi melalui proses:

Stimulus -) organisme > respon, sehingga teori Skiner disebut juga


teori “S-O-R”, sedangkan pengertian perilaku kesehatan (Health behavior)
menurut Skiner adalah respon seseorang terhadap stimulus atau obyek
yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktorfaktor yang
memengarum sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, dan
minuman yang tidak sehat, dan pelayanan kesehatan. Secara garis besar
perilaku kesehatan dibagi menjadi dua yaitu:

1. Perilaku sehat (healty behavior) Yang mencakup perilakuperilaku


(overt dan covert behavior) dalam mencegah penyakit (perilaku
preventif) dan petilaku dalam mengupayakan peningkatan
kesehatan (perilaku promotif). Perilaku atau kegiatan yang
berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan, misalnya '.
a. Menjaga kebersihan kulit dengan mandi memakai sabun.
b. Tidak memakai handuk atau pakaian secara bergantian, karena
akan menyebabkan bermacam-macam kelainan kulit termasuk
kusta.
c. Bila ada kelainan dikulit seperti panu, atau bercak kemerahan
tidak gatal, kurang rasa atau mati rasa segera ke Puskesmas
atau petugas kesehatan
d. Makan-makanan bergizi, teratur berolahraga serta cukup
istirahat.
e. Perilaku dan gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan.
(Notoatmodjo, 2010).
2. Perilaku orang yang sakit (health seeking behavior) Perilaku ini
mencakup tindakan yang diambil seseorang bila sakit atau terkena
masalah untuk memperoleh kesembuhan.
C. Sosial ekonomi

Menurut WHO (2005) menyebutkan bahwa sekitar 90% penderita


kusta menyerang kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin, sosial
ekonomi rendah akan menyebabkan kondisi kepadatan hunian yang
tinggi, buruknya lingkungan selain itu masalah kurang gizi dan
rendahnya kemampuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
layak juga menjadi Problem bagi golongan yang sosial ekonominya
rendah. Dengan garis kemiskinan pada dasamya ditemukan untuk
memenuhi kebutuhan pangan utama, maka rumah tangga tergolong
miskin tidak akan mempunyai daya beli yang dapat digunakan untuk
menjamin ketahanan pangan keluarganya. Pada saat ketahanan pangan
mengalami ancaman ( misal pada saat tingkat pendapatan mendekati
suatu titik dimana rumah tangga tidak mampu membeli kebutuhan
pangan) maka status gizi dari kelompok rawan pangan akan terganggu.
(Depkes, 2000).
D. Gambaran Klinis

Penderita kusta adalah seseorang yang menunjukkan gejala klinis


kusta dengan atau tanpa pemeriksaan bakteriologis dan memerlukan
suatu pengobatan Bagian tubuh yang dingin seperti saluran napas,
testis, bilik mata depan dan kulit terutama cuping telinga dan jari
mempakan daerah yang biasa terkena. Bagian tubuh yang dingin tidak
hanya karena pertumbuhan optimal M.Leprae pada suhu rendah tetapi
mungkin juga karena kurangnya respon imunologi akiba rendahnya
suhu pada darah tersebut.

Gejala dan keluhan penyakit tergantung pada :

a. multiplikasi dan diseminata kuman M.Leprae.

b. Respon imun pendedta terhadap kuman MLeprae.

c. komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer


(amruddin,2012)

adapun tiga gejala utama (cardinal sign) penyakit kusta adalah

a. Makula hipopigmentasi atau anestesi pada kulit


b. Kerusakan saraf perifer
c. Hasil pemeriksaan laboratorium dan kerokan kulit menunjukkan
BTA positif

Gambaran klinis penyakit kusta pada seorang penderita mencerminkan


tingkat kekebalan selular penderita tersebut. Adapun klasiflkasi yang
banyak dipakai pada bidang penelitian adalah klasiflkasi menurut
Ridley dan Joping yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5
kelompok berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, hispatologis dan
imunologis (FKUI, 1997).

E. Epidemiologi

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi frekuensi dan


faktor-faktor yang menentukan kejadian penyakit yang berhubungan
dengan masalah kesehatan pada masyarakat dan aplikasinya dengan
pengendalian masalah tersebut. Timbulnya penyakit merupakan suatu
interaksi antara berbagai faktor penyebab yaitu pej amu (Host), kuman
(Agent), dan lingkungan (Environment), melalui suatu proses yang
dikenal sebagai rantai penularan yan g terdiri dari penyebab, sumber
penularan, cara keluar dari sumber penularan, cara penularan, (Depkes
RI, 2007).

2.2.4 Faktor-faktor yang menentukan terjadiya sakit kusta

A. Penyebab
Penyebab penyakit kusta yaitu mycrobacterium leprae. Untuk pertama kali
ditemukan oleh G.H Armauer Hansen pada tahun 1873. M.leprae hidup intraselular
dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (schwan cell) dan sel dari sistem
retikulo endotelial. Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar
tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan
sampai 9 hari (Desikan 1977, dalam Leprosy Medicine in the Tropics Edited by
Robert C. Hasting, 1985)
B. Sumber penularan

Sampai saat ini hanya manusia satusatunya yang dianggap sebagai sumber
penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse dan pada
telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus (Athimuc nude mouse).

C. Cara keluar dari pejamu (Host)

Kuman kusta banyak ditemukah di mukosa hidung manusia. Suatu kerokan


hidung dari penderita tipe Lepromatous yang tidak diobati menunjukkan jumlah
kuman sebesar 104-10 10 dan telah terbukti bahwa saluran nafas bagian atas dari
penderita Lepromatous merupakan sumber kuman.

D. Cara penularan

Kuman kusta mempunyai masa inkubasi selama 25 tahun, akan tetapi dapat juga
bertahuntahun. Penulatan terjadi apabila MLeprae yang utuh (hidup) keluar dari
tubuh penderita dan masuk kedalam tubuh orang lain. Secara teoritis penularan ini
dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan penderita.penderita yang sudah
minum obat sesuai regimen WHO tidak menjadi J sumber penularan tergadap orang
lain

E. Cara masuk kedalam pejamu

Tempat masuk kuman kusta kedalam tubuh pejamu sampai saat ini.belum dapat
dlpastlkan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalul saluran pemapasan bagian
atas dan melalui komak kulit yang tidak utuh.

F. Pejamu (Host)

Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah komak langsung dengan
penderita, hal ini disebabkan karena adanya imunitas. MLeprae termasuk kuman
obligat intraselular dan sistem kekebalan yang efektif adalah sistem kekebalan
seluler. Faktor flsiologik seperti pubertas, menoupouse,kehamilan serta faktor
infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.
Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap kusta, hanya sebagian kecil yang
dapat ditulari (5%). Dari 5% yang tertular tersebut, sekitar 70% dapat sembuh
sendiri dan hanya 30% yang menj adi sakit. (Depkes RI, 2007).

2.2.5 Perawatan Penderita Kusta

A. Pencegahan

Pencegahan khusus penyakit kusta belum ada. Pada zaman dahulu


penderita di isolasi. Cara ini selaln tldak manusiawi, juga menyebabkan
lepropobi. Cara sekarang lebih efektif dengan menemukan kasus sedini
mungkin dan segera di obati dengan MDT sehingga mengurangi transmisi
penyakit.

Salah satu dalam upaya dalam pemberantasan penyakit menular ini adalah
melalui vaksinasi. Para ahli telah lama berusaha untuk mendapatkan upaya
pencegahan penyakit kusta melalui vaksinasi.

Dalam upaya pengembangan vaksin kusta ada dua pendekatan yaitu:

a. Imunoprofllaksis yang merupakan upaya untuk mendapatkan kekebalan


pada orang sehat yang mempunyai resiko untuk tertular kusta
(Prophylactic Vaccine).
b. Imunotherapy bertujuan untuk memperbaiki sistem imunitas seluler pada
penderita kusta lepromatosa di daerah endemik kusta yang tinggi. Cara ini
lebih menguntungkan (terapeutik vaksin).

Pada penyakit kusta sebenarnya ada 3 tipe vaksin yang potensial untuk
penyakit kusta, (1) yang berasal dari MLeprae mati yang dirangsang untuk
imunoproiilaksis, (2) yang berasal dari MLeprae mati lain yang memberikan
reaksi silang dari MLeprae, (3) campuran MLeprae dengan BCG hidup yang
dirancang untuk imunoterapi.

Sampai saat ini berbagai penelitian vaksin untuk penyakit kusta, salah satu
diantaranya dengan vaksin BCG, baik itu menggunakan BCG saja maupun
dengan menggunakan campuran BCG dan kuman MLeprae (Amiruddin, 2012).

Kusta merupakan masalah kesehatan masyarakat karena cacatnya. Cacat kusta


terjadi akibat gangguan fungsi saraf pada mata, tangan atau kaki. Semakin
panjang waktu penundaan dari saat pertama ditemukan tanda dini hingga
dimulainya pengobatan, makin besar resiko timbulnya kecacatan akibat
terjadinya kerusakan saraf yang progresif. Dengan alasan inilah maka diagnosis
dini dan pengobatan harusnya dapat mencegah terjadinya komplikasi (Depkes
RI, 2007).

Pencegahan penularan penyakit kusta hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk
penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang
masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan
dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan adalah sangat
penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah.
Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk
menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara teratur.

Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara


pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta di luar tubuh manusia dapat
hidup 24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari
suhu dan cuaca di luar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepat
kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini..pentingnya sinar matahari masuk ke
dalam rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab. Ada
beberapa obat yang menyembuhkan penyakit kusta. Tetapi kita tidak dapat
menyembuhkan kasuskasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada obat
penyakit kusta, dan mereka datang ke puskesmas untuk di obati. Dengan
demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan kusta
kepada setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi
penyuluhan berisikan pengajaran bahwa :

a) Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta.


b) Sekurangkurangnya 80% dari semua orang tidak mungkin terkena kusta.
c) Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain.
d) Kasuskasus menular tidak akan menular setelah diobati kirakira 6 bulan
secara teratur.
e) Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat flsik.
(Zulkifli, 2003).

Pencegahan dan perawatan untuk mencegah terjadinya cacat kusta dapat


dilakukan oleh penderita sendiri atau keluarganya sebagai berikut:

A. Mengamati dan melaporkan kepada petugas kesehatan adanya


1. Perubahan rasa, berkurangnya kekuatan otot, nyeri saraf.
2. Timbul luka, kulit retakretak atau kekakuan sendi.
3. Luka yang tidak sembuhsembuh.
4. Perlu perbaikan/ ganti alat bantu atau alat pelindung.
B. Perawatan mata
Bila terjadi Iagoftalmus dun insensitive cornea. maka perlu
dikerjakan halhal berikut :
1. Berkedip secara sadar dan aktif untuk mcmpcrolch fenomena Bell
(bola mata bergerak ke atas).
2. Dengan bantuan tangan yang bersih tutupkan kelopak mata secara
periodik dan teratur.
3. Basuhlah selalu bola mata dengan air bersih agar tidak kering.
Lindungi bola mata dan' terpaan angin, debu, dan sinar matahari
(FKUI, 1997: 60).
C. Perawatan tangan
1. Bila ada kelemahan otot maka perlu latihan secara aktif, tetapi bila
masih ada sisa kekuatan otot atau kekuatan otot sudah tidak
ada atau hampir hilang, dapat dilakukan latihan secara pasif.
2. Pertahankan ROM (range of movement) sendisendi tangan dengan
latihan ROM baik pasif maupun aktif. bila telah timbul kontraktur
harus dilakukan latihan per-gangan.
3. Bila ada insensitive hand lakukan halhal berikut :

a. Rendam dalam air bersih selama 30 menit.

b. Minyaki agar tetap lembab

c. Haluskan bagian kulit yang kcring dan tajam.

d. Hindari bendabcnda yang tajam dan panas.

D. Perawatan kaki
1. Bila ada kelemahan otot perlu terapi latihan.
2. Pertahankan ROM sendisendi kaki.
3. Bila ada insensitivefeet lakukan halhal berikut :
a) Rendam dalam air selama 30 menit.
b) Minyaki agar telapak kaki selalu lembab.
c) c.Haluskan permukaan kulit yang keras dan tajam.
d) Bila betjalan harus selalu memakai alas kaki lunak.
e) Bila perlu pakai alat bantu jalan (tongkat).
f) Bila timbul ulkus, rawat ulkus setiap hari. (Djuanda, dkk,
1997:61).
Dari penjelasan diatas bahwa perawatan penderita kusta mempunyai tahapan, yaitu:

A. Pada perawatan mata yang berkedip atau menutupnya kurang baik.


1. Menghindari mata dari kekeringan dan luka.

a. Ingat berkedip

1. Ingatlah untuk sering berkedip.

2. Berkediplah dengan kuat.

b.lindungi mata anda dari kekeringan dan debu

1.Gunakan kemdung sebagai perisai untuk melindungi


mata dari matahari, angin, dan debu.

2. Pakailah kacamata dengan lensa yang lebar, sebaiknya


sampai menutup kesamping. 3. Kenakan topi yang ada
pinggirannya.

c. Jagalah mata agar tetap bersih.

1. Hindari seranggaserangga yang mengganggu mata.

2. pejamkan, bantu dengan menarik kedua bagian kulit


sudut mata ke arah luar secara bersama-sama.

d. Gunakan penutup mata pada waktu malam. Apalagi jika mata


merah dan terasa perih waktu pagi.

1. Pembalut atau kain basah yang dipakai waktu malam


dapat mengehentikan kekeringan pada mata.

2. Berselimut dapat melindungi diri dari debu ata kotoran


dari atap.

2. Satu atau dua kali sehari carilah kelainan pada mata dan rawatlahjika
ada kelainan yang ditemukan.
a) Periksalah apakah ada kotoran dan kemerahan
1. Bersihkan tangan sebelumnya.
2. Gunakan cermin atau mintalah seseorang memeriksa dan
mengatakan apakah mata anda mulai memerah.
b) Keluarkan setiap kotoran.
1. Gunakan kain yang bersih sambil menghadap pada cermin.
c) Bersihan mata anda.
1. Cucilah kulit sekitar mata dengan hatihati, jangan sampai
kemasukan sabun.”ingat berkedip” untuk memberslthkan
bola mata anda.
d) Gunakan tetes mata atau salep (yang diberikan oleh dokter).
1. Hati-hati jangan sampai tabungnya melukai mata anda.
2. Lihat pada cermin, gunakan sebelah tangan untuk menarik
kelopak mata bagian bawah, dan bubuhkanlah salep pada
seluruh bagian dalam kelopak mata bagian bawah tersebut.

B. Perawatan tangan yang hilang rasa.

a) Menghindari luka pada tangan sepanjang hari.


1. Pelajari bagian tangan sebelah mana yang hilang rasa
2. Perhatikan bendabenda yang panas dan lindungi tangan anda dari kepanasan.
 Jauhkan tangan dari sumber-sumber panas.
 Isolasikan terhadap panas, gunakan lapisan penyekat yang tidak dapat
menghantar panas.
 Hindari mencuci dengan air panas. Air dingin lebih aman. Bila anda
harus memakai air hangat, pakailah bagian ulit yang masih merasa untuk
memeriksa seberapa panas airnya.
3. Perhatikanlah dan hindari barang-barang yang kasar dan tajam.
4. Hatihatilah jika tangan anda melakukan pekeljaan untuk waktu yang cukup
lama, hal inI dapat membuat kulit anda melepuh.

b) Pemeriksaan, perawatan kulit dan latihan setiap hari.


1. Tentukan waktunya setiap hari untuk merawat tangan secara rutin.
 Periksa tangan anda baik-baik.
 Rendamlah tangan dalam air.
 Oleskan minyak setelah direndam.
 Gosoklah kulit yang keras pada tepi kulit yang pecah dan bekasbekas
luka.
 5.Latihan sewaktu tangan anda berminyak

2. Lakukanlah 2 jenis latihan jari ini jika anda tidak dapat meluruskan jari.
 Letakkan punggung langan anda di atas paha atau meja yang dialasi kain.
 Kepal jarijari anda ke dalam telapak tangan yang lain. Prtahankan dalam
posisi menekuk. Luruskan kedua sendi uj ung jari sekuat mungkin.

3. Lakukanlah 2 jenis latihan ibu jari, jika ibu jari anda tidak dapat diluruskan.
 Gunakan tangan yang satu untuk meluruskan uj ung ibu jari sekuat
mungkin. Hatihati jangan sampai merobek kulitnya. Tariklah perlahan,
seolah membuat ibu jari menj adi panjang. Jangan menekuk ke belakang.
 Letakkan tangan pada sisi jari kelingking ke atas paha.

c) Merawat luka dengan segera dan benar.


1. Bersiaplah merawat luka sendiri.

Sediakan selalu kain yang bersih dan sabun atau garam. Simpan di tempat
yang bersih.

2. Temukan tanda-tanda bahaya sedini mungkin.


 Bagian yang hangat pada tangan menandakan mulai terjadi luka.
 Kulit yang kering dan menebal menandakan akan terjadinya pecah-
pecah.
3. Rawat scgera dengan baik.

d) Perawatan kaki yang hilang rasa


1. Menghindari luka sepanjang hari.
 Kenakan selalu alas kaki jika berj alan maupun berdiri.
 Ingatlah bahwa beljalan kaki terlalu banyak menjadi penyebab utama
kerusakan telapak kaki yang hilang rasa.
 Belajarlah dari lukaluka yang pernah kaki anda alami.
 Hatihati terhadap panas, lindungi kaki anda dari panas.
 Hati-hati jangan sampai melukai matakaki jika anda duduk di lantai.
Selimut dengan kain atau duduk di kursi.
2. Perawatan dini untuk lukaluka dan kulit pecah.
a. Rawatlah luka anda di rumah segera begitu anda melihatnya.
Coba temukan tanda-tanda luka akibat tekanan pada waktu berjalan atau
bekerja, sebelum kulitnya melepuh dan pecah. Istirahatkan segera sehingga
tidak menjadi luka terbuka.
b. Siapkan alatalat untuk merawat luka di rumah, supaya siap digunakan jika
anda sewaktu-waktu mengalami luka.
c. Lima langkah perawatan luka di rumah.
1. Singkirkan penyebab luka,
2. Bersihkan dengan baik jika luka terbuka/ menganga.
3. Bersihkan area luka.
4. Rendam luka tersebut dalam air selam 2030 menit. Campurkan sabun
dan garam aduk ke dalam air.
5. Jangan pecahkan kulit yang melepuh, jika pecah sendiri pijatlah
supaya cairannya keluar.
d. Balutlah luka yang menganga supaya tetap bersih dan terlindung dari
benturan.
 Jangan terlalu keras membalut luka agar aliran darah tidak tersumbat.
 Jangan juga terlalu kendur membalut luka agar tidak terlepas lagi.
e. Istirahatkan bagian yang luka.
(Hartono, dkk.1989: 10-27).

Prinsip pencegahan cacat dan bertambah beratnya cacat pada dasamya adalah 3M:

a. Merawat mata, tangan dan kaki secara teratur.


b. Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik.
c. Merawat diri.
Adapun perawatan penderita kusta yang harus diprrhatikan oleh keluarga di rumah :

a. Memperhatikan peningkatkan hygiene sanitasi lingkungan sekitar


rumah untuk menekan timbulnya bibit penyakit, dari lingkungan
keluarga yang sehat maka kemungkinan timbulnya penyakit akan
semakin kecil dan menjaga kebersihan lingkungan agar terhindar dari
kemungkinan timbulnya bakteri penyebab kusta.
b. Mengkonsumsi makanan gizi seimbang empat sehat lima sempurna
sebagai awal perlindungan diri dari bibit penyakit.
c. Membatasi diri kontak langsung dengan orang yang menderita kusta
dalam waktu yang cukup lama
d. Memperhatikan aktivitas penderita kusta agar tidak melakukannya
terlalu lama. Selalu ingatkan untuk menggunakan alas kaki saat
berjalan.
e. Pengobatan pada penderita kusta secara tepat dan adekuat. Pengobatan
dilakukan secara rutin selama 6 bulan sampai 2 tahun agar tuntas dan
kuman kusta tidak terdapat lagi dalam tubuh penderita.
f. Peralatan pribadi seperti piring, sendok, handuk, baju dll yang pemah
digunakan oleh orang yang penderita kusta harus dengan sgera
dihindari atau dipisahkan.
BAB lll

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pikir

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka pikir dalam penelitian ini adalah ingin
mengetahui informasi dengan melakukan pembahasan yang mendalam untuk memperoleh
arti dan makna mendalam terhadap pengalaman keluarga dalam merawat anggota keluarga
penderita kusta di Puskesmas Muaro Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi.

Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan teknik wawancara mendalam dengan


mengajukan pertanyaan terbuka supaya tercapai saturasi data

3.2 Definisi Istilah

1. Pengalaman keluarga dengan anak thalasemia adalah setiap hal yang dirasakan orang tua
yang memiliki anak thalasemia.

2. Fungsi Fisiologis

Suatu yang dirasakan oleh orang tua yang mempunyai anak dengan thalasemia
terkait sistem adaptasi tisiologis diantaranya adalah Oksigenasi, nutrisi, eliminasi,
aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan
reproduksi dalam merawat pasien.

3. Konsep Diri

Suatu pengalaman atau perasaan yang dirasakan oleh orang tua dengan anak
thalasemin yang menunjukan pada nilai, kepercayaan, emosi, cita-cita serta perhatian
yang diberikan untuk menyatakan keadaan fisik terkait psikologi dan spiritual dalam
mcrawat pasien.

4. Fungsi Peran

Proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran orang tua dengan
anak thalasemia dalam mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan
orang lain.

5. Interdependensi
Kemampuan orang tua dengan anak thalasemia dalam mengenal pola pola tentang
kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada tingkat
individu maupun kelompok.
3.3 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan


fenomenologi, yaitu penelitian yang berfokus pada penemuan fakta (Saryono dan
Anggraeni, 2013). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam
tentang pengalaman keluarga dalam merawat anggota keluarga penderita kusta di
Puskesmas Muaro Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi.

Pengalaman dalam penelitian fenomenologi meliputi semua pengalaman tentang


persepsi pendengaran, perabaan, pengecapan, dan penciuman, serta fenomena lain seperti
mengingat, mengantisiapasi, memutuskan, merasakan, kepedulian, mencintai, menghayal
dan menginginkan ( Moleong, 2007 dalam Saryono dan Angareni 2013).

Tujuan penelitian dilakukan dengan pendekatan fenomenologi adalah


mengembangkan makna pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari kesatuan
makna dengan mengidentiflkasi ini fenomena dan menggambarkan secara akurat dalam
pengalaman hidup sehari-hari.

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian

Proses penelitian ini dilakukan di Puskesmas Muaro Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi.
Penelitian ini dilakukan dari tanggal 02 desember 2019 sampai 04 januari 2019.

3.5 Pengumpulan Data

1. Jenis dan Teknik pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan


wawancara mendalam (indepth interview) yang dilengkapi dengan panduan wawancara
(guide interview), catatan lapangan berdasarkan observasi dan telaah dokumen. Teknik
ini digunakan untuk mengeksplorasi secara mendalam makna-makna subyektif yang
dipahami partisipan terkait dengan pengalaman orang tua dalam merawat anak dengan
Thalasemia.

Pengumpulan data tidak hanya dilakukan dengan wawancara, peneliti juga


membuat laporan ( field note) yang berisikan deskripsi tentang tanggal, waktu, informasi
dasar tentang suasana saat wawancara seperti interaksi sosial dan aktivitas yang
berlangsung saat wawancara dilakukan. Catatan lapangan pada penelitian kualitatif dibuat
segera setelah proses wawancara selesai dari masing-masing partisipan agar tidak terjadi
kesalahan (Saryono & Anggraeni, 2013).

2. Instrumen penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan instrumen
pendukung lainnya berupa panduan wawancara mendalam, panduan observasi, alat bantu
seperti alat-alat tulis, perekam suara dan kamera. Adapun kisi-kisi instrumen pada tabel
3.1 di bawah ini

3.6 populasi dan Sampel

Partisipan dalam penelitian ini dipilih menggunakan teknik purposive sampling


yaitu metodc pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih
dahulu kriteria yang akan dimasukkan da1am penelitian. Dimana partisipan yang diambil
dapat memberikan informasi yang berharga bagi penelitian dengan partisipan sebanyak 7
partisipan (Saryono & Anggraeni, 2013).

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Partisipan yaitu keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan Kusta


2. Partisipan dapat berkomunikasi dengan baik sehingga dapat memberikan informasi
pengalamannya dengan baik.
3. Keluarga dengan tinggal di kota Jambi

3.7 Prosedur Penelitian

Menurut Moloeng (2007) dalam Saryono dan Anggraeni (2013), prosedur


penelitian yang dipakai yaitu:

3:7.1 Persiapan

Pada tahap persiapan, peneliti akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Peneliti mengajukan permohonan tertulis kepada partisipan dan RSUD


H.Abdu1Manap Kota Jambi tempat penelitian dilakukan.
2. Menyampaikan tujuan penelitian dan partisipan yang dibutuhkan dalam
penelitian.
3. Menentukan partisipan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
4. Mengadakan persetujuan kepada partisipan dengan memberikan informed
consent
5. Membuat kesepakatan dengan partisipan tentang pelaksanaan wawancara
mendalam dalam penelitian ini nama partisipan disamarkan.
6. Membina hubungan saling percaya kepada partisipan.

3,7.2 Pelaksanaan

1. Pelaksanaan wawancara sesuai dengan jadwal yang telah disepakati, wawancara


dilakukan selama 30-45 menit atau bervariasi disesuaikan dengan kondisi saat
wawancara berlangsung. Mengobservasi raut wajah, mimik dan apa yang
diucapkan partisipan.
2. Merekam hasil wawancara untuk mendapatkan informasi mendalam sebagai
data primer
3. Apabila informasi masih kurang, maka partisipan diminta kesediaannya untuk
memberikan informasi sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
4. Pengumpulan data sekunder.

3.8 Pengolahan dan Analisa Data

Proses analisa merupakan proses mereduksi, merangkum, mengambil intisari dari


segudang data yang telah dikumpulkan sehingga menjadi bermakna dan lebih ringkas.
Analisis data dilakukan setiap saat pengumpulan data dilapangan secara berkesinambungan.
Diawali dengan klarifikasi data agar tercapai konsistensi. Strategi dalam analisis data perlu
dijelaskan secara detail, yang dijalankan dengan melakuka proses koding yaitu suatu proses
yang kreatif untuk memecah data menj adi unit yang lebih kecil.

Unit koding dapat berupa kata, kalimat atau paragraf atau bagian dari data yang
mempunyai makna tersendiri. Untuk melakukan koding, diperlukan kesiapan transkrip
( catatan lengkap mengenai seluruh data yang diperoleh dari partisiapan dalam bentuk
aslinya). Kode atau tabel tersebut kemudian dikelompokkan dan dicari bentuk keterkaitan
antara satu kelompok dan kelompok lain. Selanjutnya dilakukan seleksi kategori inti
( Moleong, 2007 dalam Saryono dan Anggraeni, 2013).

Adapun tahapan proses analisa data menggunakan langkah-langkah Colaizzi (1978)


dalam Saryono dan Angg'raeni (2013) adalah sebagai berikut:

1. Memiliki gambaran jclas tcntang fenomena yang diteliti.

2. Mencatat yang diperoleh yaitu hasil wawancara dengan partisipan.

3. Membaca hasil transkrip secara berulang-ulang sebanyak 4-5 kali dari semua
partispan agar peneliti lebih mcmahami pernyataan-pernyataan partisipan.

4. Membaca transkrip untuk memperoleh ide yang dimaksud partisipan yaitu berupa
kata kunci dari setiap pernyataan partisipan, yang kemudian diberi garis bawah
pada pernyataan yang panting agar bisa dikelompokkan.

5. Menentukan arti setiap pernyataan yang panting dari semua partisipan.

6. Melakukan pengelompokkan data kedalam berbagai kategori untuk selanjutnya


dipahami secara utuh dan menentukan tema-tema utama yang muncul.
7. Peneliti mengintegrasikan hasil secara keseluruhan kedalam bentuk deskripsi
naratif mendalam.

8. Peneliti kembali ke partispan untuk klariflkasi data hasil wawancara berupa


transkrip yang telah dibuat kepada partisipan, untuk memberikan kesempatan
kepada partisipan menambahkan informasi yang belum diberikan pada saat
wawancara panama informasi yang tidak ingin dipublikasikan dalam penelitian.

9. Data baru yang diperoleh saat dilakukan validasi kepada partisipan digabungkan
ke dalam transkrip yang telah disusun peneliti berdasarkan persepsi partisipan.

3.9 Pemeriksaan Keabsahan Data

Keabsahan data penelitian merupakan validitas dan rehabilitas dalam penelitian


kualitatif. Proses keabsahan data dilakukan oleh peneh'ti dengan kembali ke masing-
masing panisipan dan menanyakan apakah deskripsi yang mendalam telah mencerminkan
pengalaman partisipan dan memperoleh keabsahan data ( trust wart/mess) ( Saryono &
Anggraeni, 2013)

Terdapat empat kriteria untuk memperoleh keabsahan data dalam studi kualitatif,
yaitu:

1. Credibility merupakan berbagai aktifitas yang dapat meningkatkan


kepercayaan terhadap penemuan yang dicapai. Credibility hasil penelitian ini
diperoleh melalui upaya penelitian dalam mengklariflkasi hasil-hasil temuan
dan‘ partisipan. Pada penelitian, peneliti melakukan dengan cara merekam
hasil wawancara dan mendengarkan secara berulang-ulang basil tersebut yang
menjadi bukti keabsahan data yang djteliti dan bukan hasil rekayasa peneliti.
a) Triangulasi Metode
Yakni meneliti metode penelitian, dengan mengacu pada
rancangan metodologi sesuai dengan variabel penelitian.
b) Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber yalcni membandingkan apa yang dikatakan
orangorang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan
sepanjang waktu.
c) Triangulasi Data
Dalam pemeriksaan data, penulis membandingkan hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara dan membandjngkan apa
yang djkatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan
secara pribadi. Penelitian dengan mengacu pada rancangan metodologi
yang sesuai dengan variabel penelitian.
2. Transferabz‘lity merupakan cara membangun keteralihan untuk menilai
keabsahan data peneliti kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menguraikan
basil rinci yang didapat, kemudian dibuat penjelasan tentang hasil wawancara
dalam bentuk naratif yang menceritakan rekaman wawancara dan catatan
lapangan kemudian dilakukan Pembahasan terhadap basil penelitian.

3. Dependability mempakan suatu kestabilan data atau proses penelitian dari


waktu ke waktu untuk menjamin keabsahan hasil penelitian melakukan
auditing (pemeriksaan) dengan melibatkan seseorang yang berkompeten
dibidangnya.

4. Confirmalibility adalah kegiatan pengobjekan dan netralisasi hasil interpretasi


data, tercapai kesepakatan tentang hubungan dan arti kata diantar dua orang
atau 'lebih. Confmnatibility dilakukan pada saat wawancara kedua partisipan
untuk mengkonflrmasi tema-tema sementara yang telah dibuat dalam deskripsi
terstruktural agar lebih menambah keakuratan data penelitian.

3 10 Etika Penelitian

Menurut Moleong (2007) dalam Saryono dan Anggraeni (2013), agar studi alamiah
benar-benar dapat teljadi dari peneliti tidak mendapat persoalan masalah etika maka ada
beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh peneliti, antara lain:

1. Meminta izin kepada orang yang berwenang dimana penelitian dilaksanakan


sekaligus memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian.
2. Menempatkan orang-orang yang diteliti bukan sebagai objek melainkan orang yang
derajatnya sama dengan peneliti.
3. Menghargai, menghormati dan patuh terhadap semua peraturan, norma nilai
masyarakat, kepercayaan, adat istiadat dan kebudayaan dimana penelitian dilakukan
4. Memegang segala rahasia yang berkaitan dengan informasi yang diberikan.
5. Informasi tentang subjek tidak dipublikasikan, bila subjek tidak menghendaki
tennasuk nama subjek tidak akan dicantumkan dalam laporan penelitian.
6. Penelitian dalam merekrut partisipan terlebih dahulu, memberikan informed consent,
yaitu memberi tahu secara jujur maksud dan tuj uan terkait dengan tujuan penelitian
pada sampel dengan sejelas-j elasnya.
7. Selama dan sesudah penelitian (privacy) tetap dijaga, semua partisipan diperlakukan
sama, nama partisipan diganti dengan nomor (anonimily),peneIiti akan menjaga
kerahasiaan informasi yang diberikan dan hanya digunkan untuk kegiatan penelitian
serta tidak akan dipbulikasikan tanpa izin partisipan.
8. Selama mengambil data peneliti memberikan kenyamanan pada partisipan dengan 
mengambil tempat wawancara sesuai dengan keinginan partisipan. Sehingga
partisipan dapat leluasa tanpa pengaruh lingkungan untuk mengungkapkan masalah
yang dialami.

Anda mungkin juga menyukai