1 Konsep Keluarga
Menurut WHO (I969) dalam Dion dan Betan (2013) keluarga adalah anggota
rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau
perkawinan.
Menurut UU No.10 tahun 1992 dalam dalam Dion dan Betan (2013) keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istn' atau suami istri
dan anaknya atau ibu dan anaknya.
1. Terdiri dari dua orang atau Iebih yang memiliki ikatan atau persekutuan
berupa perkawinan atau persekutuan yang dibentuk.
2. Terdapat hubungan yang dibentuk mclalui adanya hubungan darah (garis
keturunan langsung), adopsi dan kcscpakatan yang dibuat.
3. Tinggal bcrsama di bawah satu amp atau antara satu anggota dengan yang
lain mcmiliki lcmpnt tinggal bcrbeda karena sesuatu urusan tertentu
(misalnya urusan pekerjaan) akan tetap'i untuk sementara waktu.
4. Memilikla peran masing-masing dan bertanggung jawab terhadap tugas
yang diberikan.
5. Ada ikatan emosional yang sulit untuk ditinggalkan oleh setiap anggota
keluarga.
6. Antara anggota keluarga saling berinteraksi, interelasi dan interdependensi.
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial
yang diberikan sehingga pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal.
Posisi atau status dalam keluarga adalah posisi individu dalam keluarga yang dapat
dipandang oleh masyarakat sebagi istri, suami atau anak. Peran formal didalam
keluarga merupakan kesepakatan bersama yang dibentuk dalam suatu norma
keluarga. Peran d1' dalam keluarga menunjukkan pola tingkah laku dari semua
anggota dj dalam keluarga (Wright, 1984 dalam Susanto, 2012).
Berbagai peran formal dalam keluarga menurut Effendy (1998) dalam Dion dan
Betan (2013) :
1. Peranan ayah : sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemb-ri ra'a amani Juga
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota masyarakat dari lingkungan.
2. Peranan ibu : sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anak berperan unuk
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik bagi anak-anaknya,
pelindung dan salah satu anggota kelompok sosial, serta sebagai anggota
masyarakat dan lingkungan di samping dapat berperan pula sebagi pencari
nafkah tambahan keluarga.
3. Peranan anak : melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spritual
1. Fungsi Afektif
2. Fungsi Sosialisasi
3. Fungsi Ekonomi
4. Fungsi Reproduksi
Tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (1998) dalam Dion dan Betan
(2013) adalah .:
2.3.6.3 Penguasaan
Merupakan strategi adaptasi yang paling positif karena keadaan koping benar-
benar diatasi sebagai hasil dari upaya-upaya koping yang efektif dan dipraktikkan
dengan baik yang didasarkan pada kompetensi keluarga (Susanto, 2012)
Menurut Kamus Bahasa Indonesia pengalaman dapat diartikan sebagai yang pemah
dialami (dijalani, dirasa, ditanggung, dan sebagainya). Pengalaman adalah segala
sesuatu yang pernah dialami dan dilewati seseorang dalam menjalani kehidupannya
yang menimbulkan kesan dan tersimpan dalam memori ingatan. Dalam penelitian
ini, yang dimaksud pengalaman keluarga adalah hal-hal yang dialami atau
dirasakan oleh keluarga dengan salah satu anggota keluarga yang menderita
thalasemia sehingga berpengaruh dan menimbulkan dampak pada suasana
kehidupan keluarga baik secara ekonomi, psikologi, spiritual dan fisik/ biologis
dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-sehari
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta
(mikobakterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh
lainnya. (Depkes RI, 1998). Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan
oleh infeksi mikobakterium leprae (Arif, 2000).
2.2.3 Klasifikasi
Sampai saat ini untuk klasifikasi yang dipakai pada penelitian terbanyak adalah
klasiiikasi Ridley dan Joping. Klasiflkasi ini berdasarkan gambaran klinis,
bakteriologis, histopatologis, dan mempunyai korelasi dengan tingkat imunologis,
yaitu membagi penyakit kusta dalam 5 tipe yaitu :
l. Tipe T uberkuloid (TT)
2. Tipe Borderline T uberkuloid (ET)
3. Tipe Borderline (BB)
4. Tipe Borderline Lepromartous (B L)
5. Tipe Lepmmotaus (LL) (Amiruddin, 2012: 12)
l. Faktor internal
A. Umur
Umur dimana penyakit kusta sering terkait dengan umur pada saat
diketemukan dari pada timbilnya penyakit, namun yang terbanyak adalah
umur muda dan produktif. Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi,
angka kejadian (Insidence Rate) meningkat sesuai umur dengan puncak
pada umur 10-20 tahun dan kemudian menurun prevalensinya juga
meningkat sesuai dengan umur pada puncak 30-50 tahun dan kemudian
secara perlahanlahan menurun.
B. Jenis kelamin
D. Etnik/ suku
2. Faktor Ekstemal
A. Kepadatan hunian
B. Perilaku
E. Epidemiologi
A. Penyebab
Penyebab penyakit kusta yaitu mycrobacterium leprae. Untuk pertama kali
ditemukan oleh G.H Armauer Hansen pada tahun 1873. M.leprae hidup intraselular
dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (schwan cell) dan sel dari sistem
retikulo endotelial. Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar
tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan
sampai 9 hari (Desikan 1977, dalam Leprosy Medicine in the Tropics Edited by
Robert C. Hasting, 1985)
B. Sumber penularan
Sampai saat ini hanya manusia satusatunya yang dianggap sebagai sumber
penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse dan pada
telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus (Athimuc nude mouse).
D. Cara penularan
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi selama 25 tahun, akan tetapi dapat juga
bertahuntahun. Penulatan terjadi apabila MLeprae yang utuh (hidup) keluar dari
tubuh penderita dan masuk kedalam tubuh orang lain. Secara teoritis penularan ini
dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan penderita.penderita yang sudah
minum obat sesuai regimen WHO tidak menjadi J sumber penularan tergadap orang
lain
Tempat masuk kuman kusta kedalam tubuh pejamu sampai saat ini.belum dapat
dlpastlkan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalul saluran pemapasan bagian
atas dan melalui komak kulit yang tidak utuh.
F. Pejamu (Host)
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah komak langsung dengan
penderita, hal ini disebabkan karena adanya imunitas. MLeprae termasuk kuman
obligat intraselular dan sistem kekebalan yang efektif adalah sistem kekebalan
seluler. Faktor flsiologik seperti pubertas, menoupouse,kehamilan serta faktor
infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.
Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap kusta, hanya sebagian kecil yang
dapat ditulari (5%). Dari 5% yang tertular tersebut, sekitar 70% dapat sembuh
sendiri dan hanya 30% yang menj adi sakit. (Depkes RI, 2007).
A. Pencegahan
Salah satu dalam upaya dalam pemberantasan penyakit menular ini adalah
melalui vaksinasi. Para ahli telah lama berusaha untuk mendapatkan upaya
pencegahan penyakit kusta melalui vaksinasi.
Pada penyakit kusta sebenarnya ada 3 tipe vaksin yang potensial untuk
penyakit kusta, (1) yang berasal dari MLeprae mati yang dirangsang untuk
imunoproiilaksis, (2) yang berasal dari MLeprae mati lain yang memberikan
reaksi silang dari MLeprae, (3) campuran MLeprae dengan BCG hidup yang
dirancang untuk imunoterapi.
Sampai saat ini berbagai penelitian vaksin untuk penyakit kusta, salah satu
diantaranya dengan vaksin BCG, baik itu menggunakan BCG saja maupun
dengan menggunakan campuran BCG dan kuman MLeprae (Amiruddin, 2012).
Pencegahan penularan penyakit kusta hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk
penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang
masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan
dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan adalah sangat
penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah.
Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk
menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara teratur.
D. Perawatan kaki
1. Bila ada kelemahan otot perlu terapi latihan.
2. Pertahankan ROM sendisendi kaki.
3. Bila ada insensitivefeet lakukan halhal berikut :
a) Rendam dalam air selama 30 menit.
b) Minyaki agar telapak kaki selalu lembab.
c) c.Haluskan permukaan kulit yang keras dan tajam.
d) Bila betjalan harus selalu memakai alas kaki lunak.
e) Bila perlu pakai alat bantu jalan (tongkat).
f) Bila timbul ulkus, rawat ulkus setiap hari. (Djuanda, dkk,
1997:61).
Dari penjelasan diatas bahwa perawatan penderita kusta mempunyai tahapan, yaitu:
a. Ingat berkedip
2. Satu atau dua kali sehari carilah kelainan pada mata dan rawatlahjika
ada kelainan yang ditemukan.
a) Periksalah apakah ada kotoran dan kemerahan
1. Bersihkan tangan sebelumnya.
2. Gunakan cermin atau mintalah seseorang memeriksa dan
mengatakan apakah mata anda mulai memerah.
b) Keluarkan setiap kotoran.
1. Gunakan kain yang bersih sambil menghadap pada cermin.
c) Bersihan mata anda.
1. Cucilah kulit sekitar mata dengan hatihati, jangan sampai
kemasukan sabun.”ingat berkedip” untuk memberslthkan
bola mata anda.
d) Gunakan tetes mata atau salep (yang diberikan oleh dokter).
1. Hati-hati jangan sampai tabungnya melukai mata anda.
2. Lihat pada cermin, gunakan sebelah tangan untuk menarik
kelopak mata bagian bawah, dan bubuhkanlah salep pada
seluruh bagian dalam kelopak mata bagian bawah tersebut.
2. Lakukanlah 2 jenis latihan jari ini jika anda tidak dapat meluruskan jari.
Letakkan punggung langan anda di atas paha atau meja yang dialasi kain.
Kepal jarijari anda ke dalam telapak tangan yang lain. Prtahankan dalam
posisi menekuk. Luruskan kedua sendi uj ung jari sekuat mungkin.
3. Lakukanlah 2 jenis latihan ibu jari, jika ibu jari anda tidak dapat diluruskan.
Gunakan tangan yang satu untuk meluruskan uj ung ibu jari sekuat
mungkin. Hatihati jangan sampai merobek kulitnya. Tariklah perlahan,
seolah membuat ibu jari menj adi panjang. Jangan menekuk ke belakang.
Letakkan tangan pada sisi jari kelingking ke atas paha.
Sediakan selalu kain yang bersih dan sabun atau garam. Simpan di tempat
yang bersih.
Prinsip pencegahan cacat dan bertambah beratnya cacat pada dasamya adalah 3M:
METODE PENELITIAN
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka pikir dalam penelitian ini adalah ingin
mengetahui informasi dengan melakukan pembahasan yang mendalam untuk memperoleh
arti dan makna mendalam terhadap pengalaman keluarga dalam merawat anggota keluarga
penderita kusta di Puskesmas Muaro Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi.
1. Pengalaman keluarga dengan anak thalasemia adalah setiap hal yang dirasakan orang tua
yang memiliki anak thalasemia.
2. Fungsi Fisiologis
Suatu yang dirasakan oleh orang tua yang mempunyai anak dengan thalasemia
terkait sistem adaptasi tisiologis diantaranya adalah Oksigenasi, nutrisi, eliminasi,
aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan
reproduksi dalam merawat pasien.
3. Konsep Diri
Suatu pengalaman atau perasaan yang dirasakan oleh orang tua dengan anak
thalasemin yang menunjukan pada nilai, kepercayaan, emosi, cita-cita serta perhatian
yang diberikan untuk menyatakan keadaan fisik terkait psikologi dan spiritual dalam
mcrawat pasien.
4. Fungsi Peran
Proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran orang tua dengan
anak thalasemia dalam mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan
orang lain.
5. Interdependensi
Kemampuan orang tua dengan anak thalasemia dalam mengenal pola pola tentang
kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada tingkat
individu maupun kelompok.
3.3 Desain Penelitian
Proses penelitian ini dilakukan di Puskesmas Muaro Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi.
Penelitian ini dilakukan dari tanggal 02 desember 2019 sampai 04 januari 2019.
2. Instrumen penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan instrumen
pendukung lainnya berupa panduan wawancara mendalam, panduan observasi, alat bantu
seperti alat-alat tulis, perekam suara dan kamera. Adapun kisi-kisi instrumen pada tabel
3.1 di bawah ini
3:7.1 Persiapan
3,7.2 Pelaksanaan
Unit koding dapat berupa kata, kalimat atau paragraf atau bagian dari data yang
mempunyai makna tersendiri. Untuk melakukan koding, diperlukan kesiapan transkrip
( catatan lengkap mengenai seluruh data yang diperoleh dari partisiapan dalam bentuk
aslinya). Kode atau tabel tersebut kemudian dikelompokkan dan dicari bentuk keterkaitan
antara satu kelompok dan kelompok lain. Selanjutnya dilakukan seleksi kategori inti
( Moleong, 2007 dalam Saryono dan Anggraeni, 2013).
3. Membaca hasil transkrip secara berulang-ulang sebanyak 4-5 kali dari semua
partispan agar peneliti lebih mcmahami pernyataan-pernyataan partisipan.
4. Membaca transkrip untuk memperoleh ide yang dimaksud partisipan yaitu berupa
kata kunci dari setiap pernyataan partisipan, yang kemudian diberi garis bawah
pada pernyataan yang panting agar bisa dikelompokkan.
9. Data baru yang diperoleh saat dilakukan validasi kepada partisipan digabungkan
ke dalam transkrip yang telah disusun peneliti berdasarkan persepsi partisipan.
Terdapat empat kriteria untuk memperoleh keabsahan data dalam studi kualitatif,
yaitu:
3 10 Etika Penelitian
Menurut Moleong (2007) dalam Saryono dan Anggraeni (2013), agar studi alamiah
benar-benar dapat teljadi dari peneliti tidak mendapat persoalan masalah etika maka ada
beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh peneliti, antara lain: