Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

XII. Mipa- 3

Kelompok 6 :

Fitriyani Khasanah

Jihan Azmi Miftah

Mega Suci Lestari

Pipit Pitri Yanti

SMA NEGERI 13 KABUPATEN TANGERANG


2019/2020
BAB 6

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan berasal dari kata dasar nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata
kawin. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah
syarak, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan untuk menghalalkan hubungan
kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya keluarga bahagia yang
diridhoi oleh Allh SWT.
Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk
Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani dan rohaninya pasti
membutuhkan teman hidup yang berlawanan jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat
memenuhi kebutuhan biologis, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan
dikasihi, serta yang dapat bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian, dan
kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. atau
sunnah Rasul. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:
Dari Anas bin Malik ra.,bahwasanya Nabi saw. memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya,
beliau bersabda: “Akan tetapi aku shalat, tidur, berpuasa, makan, dan menikahi wanita,
barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku”. (HR. Al-
Bukhari dan muslim)

B. Hukum Pernikahan
1. Hukum Asal Nikah adalah Mubah
Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh
dikerjakan boleh ditinggalkan. Dikerjakan tidak ada pahalanya dan ditingkalkan
tidak berdosa. Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan
melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah, wajib,
makruh atau haram.
2. Nikah yang Hukumnya Sunnah
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa pada prinsipnya nikah itu sunnah.
Alasan yang mereka kemukakan bahwa perintah nikah dalam berbagai Al-Qur’an
dan hadits hanya merupakan anjuran walaupun banyak kata-kata amar dalam ayat
dan hadits tersebut. Akan tetapi, bukanlah amar yang berarti wajib sebab tidak
semua amar harus wajib, kadangkala menunjukkan sunnah bahkan suatu ketika
hanya mubah. Adapun nikah hukumnya sunnah bagi orang yang sudah mampu
memberi nafkah dan berkehendak untuk nikah.
3. Nikah yang Hukumnya Wajib
Nikah menjadi wajib menurut pendapat sebagian ulama dengan alasan bahwa
diberbagai ayat dan hadits sebagaimana tersebut diatas disebutkan wajib.
Terutama berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah seperti dalam sabda Rasulullah
saw., “Barang siapa yang tidak mau melakukan sunnahku, maka tidaklah
termasuk golonganku”.
Selanjutnya nikah itu wajib sesuai dengan faktor dan situasi. Jika ada sebab dan
faktor tertentu yang menyertai nikah menjadi wajib. Contoh: jika kondisi
seseorang sudah mampu memberi nafkah dan takut jatuh pada perbuatan zina,
dalam situasi dan kondisi seperti itu wajib nikah. Sebab zina adalah perbuatan keji
dan buruk yang dilarang Allah SWT. Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut.
Dari Aisyah ra., Nabi saw. besabda: “Nikahilah olehmu wanita-wanita itu, sebab
sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta bagimu”. (HR. Al-Hakim dan
Abu Daud)
4. Nikah yang Hukumnya Makruh
Hukum nikah menjadi makruh apabila orang yang akan melakukan
perkawinan telah mempunyai keinginan atau hasrat yang kuat, tetapi ia belum
mempunyai bekal untuk memberi nafkah tanggungannya.
5. Nikah yang Hukumnya Haram
Nikah menjadi haram bagi seseorang yang mempunyai niat untuk menyakiti
perempuan yang dinikahinya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. pernah bersabda:
“Barangsiapa yang tidak mampu menikah hendaklah dia puasa karena dengan
puasa hawa nafsunya terhadap prempuan akan berkurang”. (HR. Jamaah Ahli
Hadits)
Firman Allah di dalam Al-Qur’an:
Maka nikahilah wanita yang engkau senangi. (QS.An-Nisa/4:3)

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
(QS.An-Nisa/4:3)
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki
dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada
mereka dengan kemampuan-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha
Mengetahui. (QS.An-Nur/24:32)

Berpijak dari firman Allah dan hadits sebagaimana tersebut di atas, maka
bahwa dapat dijelaskan bahwa hukum menikah itu akan berubah sesuai dengan
faktor dan sebab yang menyertainya. Dalam hal ini setiap mukalaf penting untuk
mengetahuinya. Misalnya, orang-orang yang belum baligh, seorang pemabuk, atau
sakit gila, maka dalam situasi dan kondisi semacam itu seseorang haram uinutuk
menikah. Sebab, jikja mereja menikah dikhawatirkan hanya akan menimbulkan
mudharat yang lebih besar pada orang lain.

C. Rukun Nikah
Rukun nikah adalah unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk melangsungkan
suatu pernikahan. Rukun nikah terdiri atas:
1. Calon suami, syaratnya antara lain beragama Islam, benar-benar pria, tidak karena
terpaksa, bukan mahram (perempuan calon istri), tidak sedang ihram haji atau
umrah, dan usia sekurang-kurangnya 19 tahun.
2. Calon istri, syaratnya antara lain beragama Islam, benar-benar perempuan, tidak
karena terpaksa, halal bagi calon suami, tidak bersuami, tidak sedang ihram haji
atau umrah, dan usia sekurang-kurangnya 16 tahun.
3. Sigat akad, yang terdiri atas ijab dan kabul. Ijab dan kabul ini dilakukan olehy
wali mempelai perempuan dan mempelai laki-laki. Ijab diucapkan wali mempelai
perempuan dan kabul diucapkan wali mempelai laki-laki.
4. Wali mempelai perempuan, syaratnya laki-laki, beragama islam, baligh (dewasa),
berakal sehat, merdeka (tidak sedang ditahan), adil, dan tidak sedang ihram haji
atau umrah. Wali inilah yang menikahkan mempelai perempuan atau mengizinkan
pernikahannya.
Sabda Nabi Muhammad saw.:
Dari Aisyah ra., Rasulullah saw. bersbda: “perempuan mana saja yang menikah
tanpa izin walinya, maka pernikahan itu batal (tidak sah)”. (HR. Al-Arba’ah
kecuali An-Nasa’i)
Mengenai susunan dan urutan yang menjadi wali adalah sebagai berikut:
 Bapak kandung, bapak tiri tidak sah menjadi wali.
 Kakek, yaitu bapak dari bapak mempelai perempuan.
 Saudara laki-laki kandung.
 Saudara laklaki sebapak.
 Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung.
 Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
 Paman (saudara laki-laki bapak).
 Anak laki-laki paman.
 Hakim. Wali hakim berlaku apabila wali yang tersebut di atas semuanya
tidak ada, sedang berhalangan, atau menyerahkan kewaliannya kepada
hakim. .
5. Dua orang saksi, syaratnya laki-laki, beragama islam, baligh (dewasa), berakal
sehat, merdeka (tidak sedang ditahan), adil, dan tidak sedang ihram haji atau
umrah. Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi adalah tidak sah.
Sabda Nabi Muhammad saw.:
Dari Aisyah ra., Rasulullah saw. bersabda: “Tidak sah nikah melainkan dengan
wali dan dua orang saksi yang adil.” (HR. Ibnu Hiban)

D. Pernikahan Terlarang
Pernikahan yang terlarang aalah pernikahan yang di haramkan oleh agama Islam.
Adapun penikahan yang terlarang adalah sebagai berikut:
1. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah adalah pernikahan yang diniatkan dan diakadkan untuk sementara
waktu saja (hanya untuk bersenang-senang), misalnya seminggu, satu bulan, atau
dua bulan. Masa berlakunya pernikahan dinyatakan terbatas. Nikah mut’ah telah
dilarang oleh rasulullah saw. sebagaimana dijelaskan dalam suatu hadits:
Dari Rabi’ bin Sabrah al-Juhani bahwasannya bapaknya meriwayatkan, ketika dia
bersama rasulullah saw., beliau bersabda: “wahai sekalian manusia, dulu pernah
aku izinkan kepada kamu sekalian perkawinan mut’ah, tetapi ketahuilah
sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat”. (HR. Muslim)
2. Nikah Syigar
Nikah syigar adalah apabila seorang laki-laki mengawinkan anak perempuannya
dengan tujuan agar seorang laki-laki lain menikahkan anak perempuannya kepada
laki-laki (pertama) tanpa mas kawin (pertukaran anak perempuan). Perkawinan ini
dilarang dengan sabda Rasulullah saw.
Dari Ibnu Umar ra., sesungguhnya Rasulullah saw. melarang perkawinan syigar.
(HR. Muslim)
3. Nikah Muhallil
Nikah muhallil adalah pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki terhadap seorang
perempuan yang tidak ditalak ba’in, dengan bermaksud pernikahan tersebut
membuka jalan bagi mantan suami (pertama) untuk nikah kembali dengan bekas
istrinya tersebut setelah cerai dan habis masa idah.
Dikatakan muhallil karena dianggap membuat halal bekas suami yang menalak ba’in
untuk mengawini bekas istrinya. Pernikahan ini dilarang oleh rasulullah saw. dengan
hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud:
Dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw. melaknat muhallil (yang mengawini setelah
ba’in) dan muhallil lalu (bekas suami pertama yang akan mengawini kembali). (HR.
Al-Kamsah kecuali Nasai)
4. Kawin dengan pezina
Seorang laki-laki yang baik-baik tidak diperbolehkan (haram) mengawini perempuan
pezina. Wanita pezina hanya diperbolehkan kawin dengan laki-laki pezina, kecuali
kalau perempuan itu benar-benar bertobat.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an.

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau
perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan
oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas orang-orang yang mu'min” (Q.S An-Nur/24:3)
Akan tetapi, kalau perempuan pezina tersebut sudah bertobat, halallah perkawinan
yang dilakukannya. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:
Dari Abu Ubaidah bin abdullah dari ayahnya berkata: “Bersabda rasulullah saw.:
Orang yang bertobat dari dosa tidak ada lagi dosa baginya.” (HR. Ibnu Majah)
Dengan demikian, secara lahiriah perempuan pezina kalau benar-benar bertobat,
maka dapat kawin dengan laki-laki yang bukan pezina (baiuk-baik).

E. Hikmah Pernikahan
Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami
istri. Ia merupukan pintu gerbang kehidupan berkeluarga yang mempunyai pengaruh
terhadap keturunan dan kehidupan masyrakat. Keluarga yang kokoh dan baik menjadi
syarat penting bagi kesejahteraan masyarakat dan kebahagiaan umat manusia pada
umumnya.
Agama mengajarkan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang suci, baik, dan
mulia. Pernikahan menjadi dinding kuat yang memelihara manusia dari kemungkinan
jatuh ke lembah dosa yang disebabkan oleh nafsu birahi yang tak terkendalikan.
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam pernikahan, antara lain sebagai
kesempurnaan ibadah, membina ketentraman hidup, menciptakan ketenangan batin,
kelangsungan keturunan, terpelihara dari noda dan dosa, dan lain-lain. Di bawah ini
dikemukakan beberapa hikmah pernikahan.
1. Pernikahan dapat Menciptakan Kasih Sayang dan Ketentraman
Manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelengkapan jasmaniah dan
rohaniah sudah pasti memerlukan ketenangan jasmaniah dan rohaniah. Kenutuhan
jasmaniah perlu dipenuhi dan kepentingan rohaniah perlu mendapat perhatian.
Ada kebutuhan pria yang pemenuhnya bergantung kepada wanita. Demikian juga
sebaliknya. Pernikahan merupakan lembaga yang dapat menghindarkan
kegelisahan. Pernikahan merupakan lembaga yang ampuh untuk membina
ketenangan, ketentraman, dan kasih sayang keluarga.
Allah berfirman:

Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah dia meniptakan pasangan-


pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terhadap tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Rum/30:21)
2. Pernikahan dapat Melahirkan Keturunan yang Baik
Setiap orang menginginkan keturunan yang baik dan shaleh. Anak yang shaleh
adalah idaman semua orang tua. Selain sebagai penerus keturunan, anak yang
shaleh akan selalu mendoakan orang tuanya.
Rasulullah saw. bersabda:
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw., bersabda: “Apabila telah mati manusia
cucu Adam, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariah, ilmu
yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya”. (HR. Muslim)
3. Dengan Pernikahan, Agama dapat Terpelihara
Menikahi perempuan yang shaleh, bahtera kehidupan rumah tangga akan baik.
Pelaksanaan ajaran agama terutama dalam kehidupan berkeluarga, berjalan
dengan teratur. Rasulullah saw. memberikan penghargaan yang tinggi kepada istri
yang shaleh. Mempunyai istri yang shaleh, berarti Allah menolong suaminya
melaksanakan setengah dari urusan agamnya. Beliau bersabda:
Dari Anas bin malik ra., Rasulullah saw., bersabda: “Barang siapa
dianugerahkan Allah Istri yang shalehah, maka sungguh Allah telah menolong
separuh agamanya, maka hendaklah ia memelihara separuh yang tersisa”. (HR.
At-Thabrani)
4. Pernikahan dapat Memelihara Ketinggian Martabat Seorang Wanita
Wanita adalah teman hidup yang paling baik, karena itu tidak boleh dijadikan
mainan. Wanita harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya.
Pernikahan merupakan cara untuk memperlakukan wanita secara baik dan
terhormat. Sesudah menikah, keduanya harus memperlakukan dan menggauli
pasangannya secara baik dan terhormat pula.
Firman Allah dalam Al-Qur’an:
Dan bergaulah dengan mereka menurut cara yang patut.
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita
dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah
dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa/4:19)

Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup


perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh
mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah
mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain,
karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin
mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara
diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai
piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian
mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo
hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan
mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan
menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik
bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayan.

Karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah mereka maskawin
yang pantas,karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri,
bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki sebagai
piarannya. (QS. An-Nisa/4:25)
5. Pernikahan Dapat Menjauhkan Perzinahan
Setiap orang, baik pria maupun wanita, secara naluriah memiliki nafsu seksual.
Nafsu ini memerlukan penyaluran dengan baik. Saluran yang baik, sehat, dan sah
adalah melalui pernikahan. Jika nafsu birahi besar, tetapi tidak mau nikah dan
tetap mencari penyaluran yang tidak sehat, dan melanggar aturan agama, maka
akan terjerumus ke lembah perzinahan atau pelacuran yang dilarang keras oleh
agama.
Firman Allah dalam Surah Al-isra ayat 32:

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra/17:32)

Jelasnya, hikmah pernikahan itu adalah sebagai berikut:


 Menciptakan struktur sosial yang jelas dan adil.
 Dengan nikah, akan terangkat status dan derajat kaum wanita.
 Dengan nikah akan tercipta regenerasi secara sah dan terhormat.
 Dengan nikah agama akan terpelihara.
 Dengan pernikahan terjadilah keturunan yang mampu memakmuram bumi.

F. Hal - Hal yang Menyebabkan Putusnya Perkawinan


Talak dalam islam halal tapi dibenci. Talak tidak dibenci Allah Swt. Jika apabila
si istri durhaka terhadap suaminya dan suaminya telah berupaya. Apabila si istri
ditalak suami, maka si istri wajib manunggu, tidak boleh menikah lagi selama 3 kali
suci (3 bulan) atau si istri sudah monopause. Saat menunggu, si suami juga
berkewajiban menafkahi istrinya. Begitu pula jika pada saat menunggu, si suami atau
si istri meninggal, maka masih terdapat harta waris. Khulu’ talak tebus, perceraian
yang inisiatifnya dari istri dengan kesediaan istri membayar sejumlah uang tertentu.
Masa iddahnya 4 bulan. Karena islam memandang pernikahanadalah untuk beribadah
kepada Allah, saling membahagiakan. Talak boleh terjadi rujuk (Talak Raj’i). Khulu’
tidak boleh, tapi harus kawin lagi (ba’in) Talak terbagi menjadi 3, yaitu :
 Talak 1 : Rujuk
 Talak 2 : Rujuk
 Talak 3 : tidak boleh rujuk(Ba’in kubro / tidak boleh nikah lagi)
Dzihar (penyamaan istri dengan ibunya)
Kalau ada yang melakukanya, maka akan terjadi putus pernikahan.
I’laa yaitu sumpah suami kepada istri untuk tidak menggaulinya dalam waktu tertentu
(Ba’in Kubro). Penyelesaiannya dengan membayar Kifarat, misalnya memberi makan
anak yatim. Tapi harus menikah kembali.
Li’an yaitu sumpah seorang suami / istri menuduh berzinah; apabila tuduhannya tidak
ada saksi dan bukti.
Shiqoq yaitu perselisihan dengan melalu tahapan.
Fa’sakh yaitu keadaan tertentu yang menyebabkan fungsi rumah tangga tidak
berjalan baik, misalnya karena sakit, salah seorang keluar dari islam, menikahi kakak
atau adik dari si istri

G. Iddah
1. Definisi Iddah
Secara bahasa berasal dari kata “adda” yang artinya menghitung. Maksudnya
adalah masa menunggu atau menanti yang dilakukan wanita yang baru diceraikan
oleh suaminya, dimana ia tidak boleh menikah atau kawin dengan orang lain
sebelum habis waktu menunggu tersebut. Hal ini sesuai dengan tuntunan Allah
Swt. dalam firman-Nya, ”Wanita – wanita yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru’ (suci haidh).”

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-
suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai
satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (Q.S. Al – Baqarah: 228)

2. Hikmah Iddah
a) Menjaga nasab dan keturunan, sehingga keteraturan kehiduan manusia
menjadi terpelihara.
b) Penegasan apakah wanita yang dicerai itu hamil atau tidak.
c) Memberi kesempatan dan peluang kepada suami dan istri yang telah bercerai
untuk rujuk kembali dan memperbaiki hubungan.
d) Kasih sayang Allah Swt. kepada hamba-Nya dengan menyadari bahwa selama
masa menunggu itu orang akan sadar betapa nikmat hidup beristri /
bersuamidan betapa malangnya hidup sendirian.
e) Menghormati almarhum suami yang meninggal, bila iddahnya di tinggal oleh
suami.

3. Macam – Macam Iddah


a) Iddah wanita yang ditalak, sedang dia dalam keadaan hamil, maka waktunya
adalah sampai dia melahirkan sesuai firman Allah Swt.
“Dan perempuan – perempuan hamil, masa iddah mereka ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya.” (Q.S. Ath – Thalaq: 4)
b) Iddah wanita yang ditalak sedang dia tidak hamil, waktunya adalah 3 kali
haidh atau suci. Allah Swt. berfirman
“Wanita – wanita yang ditalak hedaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru’.” (Al – Baqarah [2] ayat 228)
c) Iddah wanita yang ditinggal oleh suaminya sedang dia tidak dalam keadaan
hamil masanya adalah 4 bulan 10 hari. Panduan ini terdapat dalam firman
Allah Swt.
“Orang–orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan
istri-istri (hendaklah para istri itu) menagguhkan dirinya (beriddah) empat
bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa
bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka
menurut yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kumu perbuat.” (Q.S.
Al – Baqarah: 234)
d) Iddah wanita yang dtimggal mati oleh suaminya sedangkan dia dalam keadaan
hamil. Tentang hal ini terdapat dua pendapat, yaitu :
 Pertama, para sahabat dan ulama yang mengikuti pendapat Abdullahm
bin Abbas r.a., mereka berpendapat bahwa masa iddahnya adalah masa
yang terpanjang antara menunggu sampai melahirkan atau ketentuan 4
bulan 10 hari.
 Kedua, para sahabat dan ulama yang mengikuti pendapat Abdullah bin
Mas’ud yang menyatakan bahwa masa iddahnya adalah 4 bulan 10
hari.
e) Iddah Wanita Mustahadhah
Bagi wanita mustahadhah (penderitaan keputihan), maka masa iddahnya
berdasarkan pengalamannya haidhnya, yaitu memerhatikan masa haidhya dan
berapa lama masa sucinya. Jikalau terasa sudah melewati 3 kali haidh yang
biasa dia alami, maka berarti iddahnya sudah habis. Sedangkan
wanita mustahadhah yang tidak mengalami haidh lagi maka masa iddahnya
adalah 3 bulan.
f) Iddah Wanita yang Belum Sempat Disetubuhi
Bagi wanita yang diceraikan oleh suaminya, dan belum sempat disetubuhi
(jima’), maka baginya tidak ada masa iddah walau sehari pun. Hal ini sesuai
firman Allah Swt.
”Hai orang – orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan –
perempuan  yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum
kamu  mencampurinya maka sekali – kali tidak wajib atas mereka iddah
bagimu  yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah
dan  lepaskanlah meeka itu dengan cara yang sebaik – baiknya.” (Al – Ahzab
[33] ayat 40)

H. Rujuk
1. Pengertian Rujuk
Secara bahasa berarti kembali atau menahan. Secara istilah adalah keinginan
kembali suami untuk kembali bersatu dengan istrinya, selama masa iddah dalam
kasus talak raj’i.
Allah berfirman dalam surat Al – Baqarah [2] ayat 228 yang artinya, ”Dan suami
– suaminya yang berhak merujuknya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) itu menghendaki ishlah.”
Para ulama sepakat bahwa seorang suami boleh rujuk kembali dengan istrinya
selama kasus cerainya bukan dengan talak tiga (talak bain kubra’).

2. Jenis Rujuk
 Rujuk talak raf’i: cukup dengan ucapan atau langsung menggauli istrinya dan
tidak diwajibkan atas suami memberikan mahar, ada wali, dan tidak perlu izin
dari istrinya, selama masa iddahnya belum berakhir.
 Rujuk talak ba’in: rujuk yang dilakukan seorang suami kepada istrinya setelah
masa iddahnya habis, wajib baginya melakukan akad, mahar, wali, dan hal
lainnya sebagaimana lazimnya dalam sebuah pernikahan.

3. Syarat Sah Rujuk


a) Suami yang hendak rujuk haruslah mempunyai syarat-syarat sebagaimana
orang yang hendak menikah sperti baligh, berakal, tidak murtad dari agama,
tidak gila, tidak keadaan mabuk, dan tidak sedang menunaikan ibadah haji
atau umrah, serta bukan rujuknya nikah anak. Demikian pendapat madzhab
Syafi’i, Maliki, dan Hanbali. Sedang Hanafi berpendapat, rujuknya anak kecil
sah dengan walinya.
b) Talak raj’i bukan talak ba’in atau iwadh.
c) Rujuk yang dilakukan saat masa iddah, bukan setelahnya.
d) Istri yang dirujuk adalah istri yang dari pernikahan yang sah dan sudah digauli
(jima’).
e) Rujuk untuk seterusnya bukan sementara dan tidak disertai dengan syarat –
syarat tertentu, atau untuk waktu yang tertentu.
BAB 7

KETENTUAN WARIS DALAM ISLAM

A. Mawaris
Kata mawaris berasal dari kata waris (bahasa arab) yang berarti mempusakai harta
orang yang sudah meninggal kepada ahli warisnya. Ahli waris adalah orang- orang yang
mempunyai hak untuk mendapat bagian dari harta peninggalan orang yang telah
meninggal. Ahli waris dapat digolongkan menjadi dua, yaitu ahli waris laki- laki dan
perempuan seperti yang tercantum dalam surah Al- Baqarah: 188.

“dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS. Al- Baqarah ayat188)
Ahli Waris Laki - Laki ada 15 orang

 Anak laki  Anak laki- laki saudara laki- laki sebapak


 Cucu laki-laki dari anak laki- laki  Paman yang sekandung
dan terus ke bawah  dengan bapak
 Bapak  Paman yang sebapak dengan bapak
 Kakek dari bapak dan terus ke atas  Anak laki- laki paman yang sekandung
 Saudara laki-laki sekandung dengan bapak
 Saudara laki-laki sebapak  Anak laki- laki paman yang sebapak
 Saudara laki-laki seibu dengan bapak
 Anak laki-laki saudara laki-laki  Suami
kandung
 Laki-laki yang memerdekakan si
pewaris
Ahli Waris Perempuan ada 10
 Anak perempuan  Saudara perempuan kandung
 Cucu perempuan dari anak laki-  Saudara perempuan sebapak
laki  Saudara perempuan seibu
 Ibu  Istri
 Nenek dari ibu  1Wanita yang memerdekakan si pewaris
 Nenek dari bapak
Landasan hukum atau dalil yang memeperkuat tentang hukum mawaris dalam Islam
dapat kita ambl dari beberapa ayat Al- Qur’an yang mengupas tentang hal tersebut, antara
lain sebagai berikut :
Ahli waris adalah orang yang berhak menerima warisan sebagaimana yang telah
ditetapkan berdasarkan Al- Qur’an dan hadis.

Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan. (Q.S. An- Nisa: 7)

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli
waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Q.S An- Nisa’ : 12(

B. Ketentuan Tentang Harta Dalam Warisan


Berdasarkan ketentuan atau bagian dari harta warisan, ahli waris dapat dikategorikan
menjadi dua golongan, yaitu sebagai berikut :
 Zawil Furud
Zawil furud adalah ahli waris yang perolehan harta warisannya sudah ditentukan
oleh dalil Al- Qur’an dan hadis.dalam Al- Qur’an dijelaskan orang yang mendapat
bagian seperdua, seperempat dan seterusnya.
a. Ahli waris yang mendapat seperdua
1. Anak perempuan tunggal
2. Cucu perempuan tunggal dari anak laki- laki
3. Saudara perempuan tunggal yang sekandung
4. Saudara perempuan tunggal yang sebapak apabila saudara perempuan
yang sekandung tidak ada.
5. Suami apabila istrinya tidak mempunyai anak, atau cucu (laki- laki
ataupun perempuan) dari anak laki- laki.

b. Ahli waris yang mendapat seperempat


1. Suami apabila istrinya mempunyai anak atau cucu dari anak laki- laki.
2. Istri (seorang atau lebih) apabila suaminya tidak mempunyai anak atau
cucu dari anak laki- laki.
3. Ahli waris yang mendapat seprdelapan, yaitu istri(seorang atau ebih)
apabila suami mempunya anak cucu dari anak laki- kaki.

c. Ahli waris yang mendapat duapertiga


1. Dua orang anak perempuan atau lebih apabila tidak ada anak laki- laki,
pendapat ini disepakati sebagian jumhur ulama.
2. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki- laki apabila anak
perempuan tidak ada (diqiyaskan kepada anak perempuan)
3. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sekandung (seibu sebapak)
4. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak.

d. Ahli waris yang mendapat sepertiga


1. Ibu, apabila anaknya yang meninggal tidak mempunyai cucu atau anak,
atau tidak mempuyai saudara- saudara yang sekandung(laki- laki atau
perempuan) yang sebapak atau yang seibu.
2. Dua orang saudara atau lebih (laki- laki atau perempuan) yang seibu
apabila tidak ada anak atau cucu.

e. Ahli waris yang mendapat seperenam


1. Ibu, apabila anaknya yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu (dari
anak laki- laki) atau mempunyai saudara (laki- laki atau perepuan) yang
sekandung, yang sebapak atau seibu.
2. Bapak, apabila anaknya yang meninggal mempunyai anak atau cucu (laki-
laki atau perempuan)dari anak laki- laki.
3. Nenek(ibu dari ibu atau ibu dari bapak). Nenek mendapatkan seperenam
apabila ibu tidak ada. Jika nenek dari pihak bapak dan ibu masih ada,
maka keduanya mendapat bagian yang sama dari bagian yang seperenam
itu.
4. Cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki- laki apabila orang
yang meninggal mempunyai anak tunggal. Akan tetapi, apabila anak
perempuan lebih dari seorang, maka cucu perempuan tidak mendapat apa-
apa.
5. Kakek apabila orang yang meninggal mempunyai anak atau cucu (dari
anak laki- laki), sedangkan bapaknya tidak ada.
6. Seorang saudara (laki- laki atau perempuan yang seibu).
7. Saudara perempuan yang sebapak (seorang atau lebih) apabila saudaranya
meninggal itu mempunyai seorang saudara perempuan kandung.
Ketentuan pembagian seperti itu dimaksudkan untuk menggenapi jumlah
bagian saudara kandung dan saudara sebapak menjadi dua pertiga bagian.
Apabila saudara kandungnya ada dua orang atau lebih, maka saudara
sebapak tidak mendapat bagian.

 Assabah
Asabah adalah ahli waris yang bagian penerimanya tidak ditentukan, tetapi
menerima dan menghabiskan sisanya. Apabila yang meninggal itu tidak mempunyai
ahli waris yang mendapat bagian tertentu(zawil wurud), maka harta peninggalan itu
semuanya diserahkan kepada asabah. Akan tetapi apabila ada di antara ahli waris
yang mendapat bagian tertentu,maka sisanya menjadi bagian asabah yang dibagi
menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :
a. Asabah binafsif
Asabah binafsih, yaitu asabah yang berhak mendapat semua harta atau
semua sisa, diatur menurut susunan berikut.
1. Anak laki- laki
2. Cucu laki- laki dari anak laki- laki dan terus ke bawah asal saja
pertaliannya masih terus laki-laki.
3. Bapak
4. Kakkek dari pihak bapak dan terus keatas, asal saja pertaliannya belum
putus dari pihak bapak
5. Saudara laki- laki sekandung
6. Saudara laki- laki sebapak
7. Anak saudara laki- laki kandung
8. Anak saudara laki- laki sebapak
9. Paman yang sekandung dengan bapak
10. Paman yang sebapak dengan bapak
11. Anak laki laki paman yang sekandung dengan bapak
12. Anak laki- laki yang sebapak demgan bapak
13. Laki- laki atau perempuan yang memerdekakan (budak)

b. Asabah bilgair
Perempuan ada juga yang menjadi asabah dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Anak laki- laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah
dengan ketentuan bahwa untu laki-laki mendapat bagian dua kali
perempuan.
2. Cucu laki- laki dari anak laki- laki dapat menarik saudaranya yang
perempuan menjadi asabah.
3. Saudara laki- laki sekandung juga dapat menarik saudaranya yang
perempuan menjadi asabah.
4. Saudara laki- laki sebapak juga dapat emnarik saudaranya yang perempuan
menjadi asabah.
Jika ahli waris yang ditinggalkan dua orang saudaranya atau lebih, maka cara
pembagiannya ialah untuk saudara laki-laki dua kali lipat perempuan. Hal ini
terdapat dalam :

“mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah


memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal
dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan,
Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta
saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri
dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara
laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah
Maha mengetahui segala sesuatu.” (An- Nisa’: 176)
c. Asabah ma’algir
1. Saudara perempuan sekandung apabila ahli warisnya saudara perempuan
sekandung (seorang atau lebih) dan anak perempuan (seorang atau lebih) atau
saudara perempuan menjadi asabah ma’algir. Sesudah ahli waris yang lain
mengambil bagian masing- masing, sisanya menjadi bagian saudara
perempuan tersebut.
2. Saudara perempuan sebapak apabila ahli waris saudara perempuan sebapak
(seorang atau lebih) dan anak perempuan (seorang atau lebih), atau saudara
perempuan sekandung dan cucu perempuan (seorang atau lebih), maka saudara
perempuan mnejadi asabah ma’algir apabila mereka tidak mempunyai saudara
laki- laki. Akan tetapi, apabila mereka mempunyai saudara laki- laki maka
kedudukannya berubah menjadi asabah bilgair (saudara perempuan menjadi
asabah karena ada saudara laki- laki).
3. Hijab dan Mahjub
Hijab (pengahalang), yaitu ahli waris yang lebih dekat dapat menghalangi ahli
waris yang lebih jauh sehingga ahli waris yang lebih jauh tidak dapat
menerima, atau bisa menrima, tetapi bagiannya menjadi berkurang. Hijab
dibagi menjadi 2,
 Hijab hirkan, yaitu ahli waris yang lebih dekat dapat menghalangi ahli
waris yang lebih jauh ssehingga ahli waris yang jauh sama sekali tidak
menerima bagian.
 Hijab nuqsan(mengurangi), yaitu ahli waris yang lebih dekat dapat
menghalangi ahli waris yang lebih jauh sehingga ahli waris yang jauh
bagiannya berkurang.
Mahjub (terhalang), yaitu ahli waris yang lebih jauh terhalang oleh ahli waris
yang dekat sehingga sama sekali tidak dapat menerima, atau menrima tetapi
bagiannya berkurang.
4. Batalnya Hak Menerima Waris
 Tidak beragama Islam
 Murtad dari agama Islam
 Membunuh

Pada saat jenazah telah dimakamkan, sebelum dilkasanakan pembagian


warisan, pihak kelurga atau ahli waris terlebih dahulu harus menyelesaiakan
beebrapa hal terkait dengan harta peninggalan, taitu sebgai berikut:
 Zakat
 Utang
 Biaya perawatan
 Membayar wasiat
 Memenuhi nazar ketika jenazah masih hidup.

C. Hikmah Pembagian Warisan Secara Islam


 Dengan adanya ketentuan waris itu selain akan membawa keteraturan dan
ketertiban dalam hal harta benda, juga untuk memelihara kelanjutan harta benda
dari satu generasi ke generasi lain.
 Dapat menegakkan nilai- nilai perikemanusiaan, kebersamaan, dan demokratis di
antara manusia khususnya dalam soal yang menyangkut harta benda.
 Dengan mempelajari ilmu waris berarti seorang muslim telah ikut memelihara dan
melaksanakan ketentuan- ketentuan dari Allah yang terdapat dalam A- Qur’an.
 Menghindarkan perpecahan antar keluarga yang disebabkan oleh pembagian harta
warisan yang tidak adil
 Memelihara harta peninggalan denganbaik sehingga harat itu menjadi amal jariah
bagi jenazah
 Memerhatikan anak yatim karena dengan harta yang ditinggalkan oleh
orangtuanya kehidupan anak anak yang ditinggalkan itu terjamin
 Dengan pembagian yang merata sesuai dengan syari’at, maka masing- masing
anggota keluarga akan merasakan suatu kepuasan sehingga dapat hidup dengan
tentram
 Dengan mengetahui ilmu mawaris, maka setiap anggota keluarga akan memahami
hak- hak dirinya dan hak- hak orang lain sehingga tidak akan terjadi perebutan
terhadap harta warisan tersebut
BAB 11

FAKTOR - FAKTOR KEMUNDURAN PERADABAN ISLAM DI DUNIA

A. Sejarah Kemunduran Islam


Masa kemunduran Islam terjadi dari tahun 1250 hingga 1500 M. Pada zaman ini
seorang bernama Jengiskhan dan keturunannya datang membawa penghancuran bagi
dunia islam. Jengiskan yang berasal dari Mongolia dan ia penganut agama Syamaniah,
menyembah bintang-bintang dan sujud kepada Matahari yang sedang terbit. Setelah
menduduki peking pada 1212 M, ia mengalihkan serangannya ke arah barat. Satu demi
satu Kerajaan islam jatuh ke tangannya. Transoxania dan khawarizm dapat dikalahkan
pada 1219 M. Demikian pula Kerajaan Ghazna dapat dikalahkan (1243 M), Azarbaijan
(1223 M), dan Kerajaan Saljuk di Asia Kecil (1243 M). Dari sini ia meneruskan
serangannya ke Eropa dan Rusia.
Serangan ke Baghdad dilakukan oleh cucunya Hulagu Khan Khurasan di Persia
terlebih dahulu ia kalahkan dan Hasyasyasyin di Alamut ia hancurkan. Pada permulaan
1258 M, ia sampai ke tepi Kota Baghdad. Perintah untuk menyerah ditolak oleh Khalifah
al-Mu’tasim dan Kota Baghdad dikepung. Akhirnya pada 10 Februari 1257 benteng kota
ini dapat ditembus dan Baghdad dihancurkan. Khalifah dan keluarga serta sebagian besar
dari penduduknya dibunuh. Beberapa dari anggota keluarga bani Abbas dapat melarikan
diri, dan di antaranya ada yang menetap di Mesir.
Dari sini Hulagu meneruskan serangannya ke Suriah, dan dari Suriah ia ingin
memasuki Mesir. Tetapi di Ain jalut ( Goliath ) ia dikalahkan oleh Baybars, Jenderal
Mamluk dari Mesir (1260 M). Selanjutnya Timur Lenk, seorang yang berasal dari
keturunan Jengis Khan dapat menguasai Samarkand di tahun 1369 M. dari Samarkand ia
mengadakan serangan ke sebelah barat dan dapat menguasai daerah-daerah yang terletak
antara Delhi dan Laut Marmara. Dinasti Timur Lenk terlihat pada pembuhnuhan massal
yang dilakukannya di kota-kota yang tidak menyerah kepadanya. Di kota-kota yang telah
ditundukkania dirika piramid dari tengkorak rakyat yang dibunuh. Di Delhi misalnya, ia
membunuh 80 orang dari penduduknya. Di Allepo lebih dari 20.000 orang. Masjid-masjid
dan madrasah ia hancurkan. Dimana saja ia datang, selalu membawa kehancuran.
Selain ditandai oleh adanya serangan, serbuan, penghancuran dari berbagai musuh
yang datang dari luar islam, pada periode ini juga ditandai oleh adanya perebutan
kekuasaan diantara sesama dinasti kecil dalam islam. Di Mesir, al-Ayyubi (1174 M).
Dengan datangnya Salah al-Din, Mesir masuk kembali ke dalam aliran sunni. Selain itu,
Salah al-Din juga dikenal dalam sejarah sejarah sebagai sultan yang banyak membela
Islam dalam perang salib. Selanjutnya, pada 1250 M dinasti Ayyub jatuh ke tangan
kekuasaan kaum Malmuk yang berasal dari budak-budak yang kemudian mendapat
kedudukan tinggi dalam pemerintahan Mesir. Sultan Malmuk inilah yang dapat
mengalahkan Hulagu di A’in jalut, dan ia dapat berkuasa di Mesir hingga 1517 M.
Merekalah yang dapat membebaskan Mesir dan Suriah dari peperangan Salib dan juga
membendung serangan-serangan kaum Mongol di bawah pimpinanan Hulagu dan Timur
Lenk, sehingga Mesir terlepas dari penghancuran seperti yang terjadi di dunia islam lain.
Selanjutnya, di India juga terjadi persaingan dan peperangan untuk memperebutkan
kekuasaan, sehingga India senantiasa menghadapi perubahan kekuasaan. Dinasti yang
timbul kemudian dijatuhkan oleh dinasti lainnya. Kekuasaan dinasti Ghaznawi misalnya
dipatahkan oleh pengikut Ghaur Khan, yang juga berasal dari salah satu suku bangsa
Turki. Mereka masuk ke India di tahun 1175 M, dan bertahan hingga 1206 M. India
kemudian jatuh ke tangan Qutbuddin Aybak, yang selanjutnya menjadi pendiri dinasti
Malmuk India (1206-1290 M), kemudian ke tangan Dinasti Khalji (1296-1316 M),
selanjutnya Dinasti Tughluq (1320-1413 M), dan dinasti-dinasti lain, sehingga Babur
datang di permulaan abad XVI dan membentuk Kerajaan Mughal di India. Sementara itu
di Spanyoljuga terjadi peperangan antara dinasti-dinast islam yang ada di sana dengan
raja-raja Kristen. Didalam peperangan ini, raja-raja Kristen dapat memakai politik adu
domba antara dinasti Islam tersebut. Sebaliknya, raja-raja Kristen mengadakan persatuan
sehingga satu demi satu dinasti –dinasti Islam dapat dikalahkan. Cordova misalnya, jatuh
pada 1238 M, Serville jatuh pada 1248 M, dan akhirnya Granada jatuh pada 1941 M.
Orang-orang Islam dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau keluar dari Spanyol.
Pada 1609 M dapat dikatakan tidak ada lagi orang Islam di Spanyol.
Pada Masa Kemunduran I ini, juga terjadi kehancuran khalifah secara formil.
Islam tidak lagi mempunyai khalifah yang diakui oleh semua umat sebagai lambang
persatuan dan ini berlaku hingga Kerajaan Utsmani mengangkat khalifah yang baru di
Istanbul di abad keenam belas. Sementara itu perbedaan antara kaum Sunni dan kaum
Syiah menjadi tambah nyata kelihatan. Demikian pula antara Arab dan Persia. Dunia
Islam terbagi dalam dua bagian; bagian Arab yang terdiri atas Semenanjung Arabia, Irak,
Suriah, Palestina, Mesir, Afrika Utara, dan Sudan dengan Mesir sebagai pusatnya; dan
bagian Persia yang terdiri atas Balkan,Turki, Persia, Turkistan, dan India Persia sebagai
Pusatnya.
Pada Periode Kemunduran I ini juga pengaruh tarekat-tarekat bertambah
mendalam dan bertambah luas di dunia Islam. Pendapat yang ditimbulkan di zaman
disintegrasi yang mengatakan, bahwa pintu ijtihad telah tertutup diterima secara umum di
zaman ini. Sementara itu antara mazhab yang empat terdapat suasana damai dan di
madrasah-madrasah diajarkan mazhab yang empat. Perhatian pada ilmu pengetahuan non-
keagamaan sedikit sekali. Tetapi sebaliknya Islam mendapat pemeluk-pemeluk baru di
daerah-daerah yang selama ini belum pernah dimasuki Islam.
Dengan demikian, pada Masa Kemunduran I ini, umat Islam bukan saja
mengalami kehancuran dalam bidang politik dan daulat Islamiyah, melainkan juga
kehancuran dalam bidang kebudayaan, peradaban, dan ilmu pengetahuan. Islam yang
pada zaman kemunduran I ini adalah Islam yang dikotomis antara urusan dunia dan
akhirat, ilmu agama dan umum, ulama dan ilmuan, dan Islam yang telah kehilangan
spritualitas dan energisitasnya. Islam pada masa itu tinggal abunya, sedangkan apinya
sudah padam. Jika di berbagai wilayah Islam dapat meluaskan pengaruhnya, maka islam
yang meluas ini adalah Islam yang bersifat dogmatis, ritual, dan formalitas.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemunduran Islam


Sebab-sebab terjadinya Kemunduran Pendidikan Islam adalah Kejatuhan Baghdad
di Timur dan Cordova di Barat.
1. Kejatuhan Baghdad di Timur (1258 M)
            Masa Daulah Abbasiyah dikenal sebagai masa keemasan. Namun, dengan
kejatuhan Baghdad di Timur (1258 M) sebagai awal periode kemunduran pendidikan
yang ditandai kemunduran intelektual. Menurut para sejarah diantara faktor-faktor
yang menyebabkan keruntuhan daulah abbasiyah dapat dikelompokkan menjadi dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
 Faktor Internal
a. Perpecahan, perebutan kekuasaan dan pengaruh dalam keluarga
Abbasiyah sendiri. Walaupun hal tersebut terjadi di dalam lingkungan
keluarga sendiri, namun mempunyai pengaruh yang dalam dan luas
sampai ke pendidikan islam.
b. Gaya hidup yang berlebih-lebihan, oleh sebagian khalifah bahkan diikuti
oleh keluarga, mereka dapat mendatangkan malapetaka. Sebagaimana
pada diri khalifah al-Mu’taz. Al-mu’taz adalah khalifah pertama yang
mengadakan kendaraan dengan memakai hiasan emas. Sehingga mereka
menghabiskan uang yang tersedia di Bait al-Mal.
c. Kelemahan sebagian dari khalifah, khalifah merupakan pusat dari struktur
kekuasaan pemerintahan, seharusnya dipegang oleh orang-orang yang
kuat dipandang dari berbagai segi. Namun, pada masa kemunduran
kelemahan khalaifah merupakan sebab diantara sekian banyak sebab-
sebab yang membawa kemunduran dan kehancurandi bidang
pemerintahan.
d. Pada masa tertentu hanya sebagai lambang, khalifah tunduk dibawah
kekuasaan orang-orang yang berkuasa dibawahnya. Khalifah sewaktu-
waktunya dapat diturunkan bahkan kalau perlu dapat saja dibunuh.
e. Persaingan dan pertentangan antar unsur Arab, Persia, dan Turki, pada
masa Daulah Abbasiyah itu erat sekkali kaitannya dengan perpecahan dan
perebutan kekuasaan serta pengaruh dalam keluarga khalifah
f. Perpecahan yang disebabkan perbedaan mazhab, menyebabkan terjadinya
pertentangan dan perpecahan karena masing-masing mazhab mengaku
bahwa mazhabnya yang benar dan mazhab yg lain adalah salah.

 Faktor Eksternal
a. Berkembangannya ajaran teologi asy’ari dan tasawuf al-Ghazali yang
mengajarkan tawakal dan fatalisme
b. Dominan pengaruh Turki di dunia Islam
c. Serangan Mongol ke Baghdad
d. Perang Salib

2. Kejatuhan Cordova (1236 M)


            Setelah mencapai kemajuan dan kesuksesan kurang lebih selama delapan abad
Andalusia (Spanyol) menjadi kiblat ilmu pengetahuan. Jika Baghdad mengalami masa
kemunduran dan kehancuran setelah mencapai puncak kejayaannya, maka Cordova di
Andalusia mengalami hal yang sama.
 Faktor Internal
a. Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan yang menyebabkan munculnya
perebutan kekuasaan di antara ahli waris kerajaan.
b. Lemahnya figur dan kharismatik yang dimiliki khalifah. Khalifah tidak
lebih sebagai simbol saja, sedangkan yang menjalankan pemerintahan
sepenuhnya ditangan Wazir.
c. Terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam itu sendiri yang
disebabkan perbedaan kepentingan
d. Tatkala umat islam menguasai Andalusia,kebijakan para penguasa Muslim
tidak melalukan Islamisasi secara sempurna tetapi membiarkan orang-
orang kristen mempertahankan hukum dan tradisi mereka asalkan tetapkan
tetap membayar upeti dan tidak mengadakan perlawanan bersenjata. Dan
tatkala umat islam mengalami kelemahan,mereka bangkit menghancurkan
umat islam.
e. Munculnya Muluk al-Thawaif (kerajaan-kerajaan kecil) yang masing-
masing saling berebut kekuasaan.

 Faktor Eksternal
Daulah Ummayyah yang berada dalam posisi yang lemah karena faktor-faktor
tersebut diatas, muncul serangan dari kristen yang sudah menyatu. Akibatnya
Cordova jatuh di bawah kekuasaan Kristen. Dengan jatuhnya Cordova, mka daerah
kekuasaan Daulah Umayyah yang lainnya dapat pula dikuasai oleh orang Kristen
dengan mudah.
            M.M Sharif dalam bukunya Muslim Thought, mengungkapkan gejala
kemunduran pendidikan dan kebudayaan islam tersebut sebagai berikut: “...telah kita
saksikan bahwa pikiran Islam telah melaksanakan satu kemajuan yang hebat dalam
jangka waktu yang terletak diantara abad ke VIII dan abad ke XIII M...sebagai satu
perbekalan yang matang untuk menjadi dasar pokok dalam mengadakan
pembangkitan Eropa(renaissance)”
            Selanjutnya diungkapkan oleh M.M Sharif, bahwa pikiran Islam menurun
setelah abad ke XIII M dan terus melemah sampai abad ke XVIII M.
1. Telah berkelebihan filsafat Islam, Al-Ghazali mendapat sukses di Timur dan
Ibnu Rusyd mendapat sukses di Barat.
2. Umat islam terutama para pemerintahannya melalaikan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan dan tidak memberi kesempatan untuk berkembang.
3. Terjadinya pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga
menimbulkan kehancuran yang mengakibatkan berhentinya kegiatan
pengembangan ilmu pengetahuan.
          Dengan semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual, maka semakin statis
perkembangan kebudayaan islam, karna daya intelektual generasi penerusnya tidak
mampu mengadakan kreasi-kreasi budaya baru. Kehancuran total yang dialami oleh
kota Baghdad dan Granada sebagai pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan,menandai
runtuhnya sendi pendidikan dan kebudayaan islam. Kebekuan intelektual dalam
kehidupan kaum muslimin yang diwarnai dengan berkembangnya berbagai macam
aliran sufi yang karena terlalu toleran terhadap ajaran mistik yang berasal dari agama
lain (Hindu, Budha, Neo Platonisme) telah memunculkan berbagai macam tarikat
yang menyimpang jauh dari ajaran islam, telah memunculkan berbagai tariqat yang
menyimpang jauh dari ajaran agama islam.

C. Corak Kemunduran Islam


Kehancuran total yang dialami oleh Baghdad dan Cordova sebagai pusat-pusat
pendidikan dan kebudayaan Islam, menandai runtuhnya sendi pendidikan dan kebudayaan
islam. Daya intelektual umat islam tidak mampu untuk mengatasi persoalan-persoalan
baru sebagai akibat perkembangan zaman. Dan sebagian besar negeri Islam dijajah oleh
bangsa Barat.
Corak kemunduran pendidikan Islam dapat diliat dari beberapa aspek:
1. Bidang intelektual
          Kemunduran dalam bidang intelektual ditandai dengan ketidakmampuan umat
Islam untuk mempergunakan akalnya dalam mengembangkan ilmu-ilmu keislaman.
Menurut fazlal Rhman gejala kemunduran intelektual ditandai dengan penutupan
Ijtihad(pemikiran yang original dan bebas)
2. Bidang akidah dan ibadah
          Perbuatan syirik dan khurafat sudah membudaya, sedangkan dalam bidang ibadah
adalah dengan masuknya hal-hal yang bersifat bid’ah ke dalam pengalaman ibadah.
Menurut M.Nathir akibat perbuatan syirik bid’ah dan khurafat maka kemurnian tauhid
terancam.
3. Bidang hukum
          Kemunduran dalam bidang hukum disebabkan ditutupnya pintu ijtihad, yang terjadi
adalah berkembangnya taklis buta dikalangan umat islam. Dengan sikap hidup yang
fatalistis tersebut kehidupan mereka sangat statis.
4. Bidang kurikulum
          Terlihatdari sedikitnya mata pelajaran dilembaga pendidikan Islam di seluruh dunia
Islam. Mata pelajaran agama yang berorientasi kepada kehidupan akhirat seperti fiqh,
akhlak, tasawuf lebih banyak dibanding dengan ilmu-ilmu keislaman yang berorientasi
kepada kehidupan dunia seperti filsafat, ilmu fisika, matematika, biologi dihilangkan
bahkan ada lembaga yang mengharamkan mata pelajaran filsafat.
5. Bidang karya ilmiah
          Pada masa kemunduran tidak ada lagi buku-buku ilmu keislaman yang dihasilkan
oleh para sarjana muslim. Pembelajaran tidak menghasilkan ilmu yang baru tetapi hanya
menghasilkan syarah(komentar). Karya-karya tertentu mengenai teologi rasional
tertimbun dalam lebih dari setengah lusin lapisan komentar.
6. Bidang kehidupan dan tradisi kelembagaan
          Pada masa kemunduran ini kehidupan di lembaga pendidikan di tengh-tengah
masyarakat adalah kehidupan Zuhud. Akibat kehancuran ini dalam bidang kehidupan
intelektual dan material adalah beralihnya secara dratis pusat-pusat kebudayaan dari dunia
Islam ke Eropa. Dalam kondisi ini menyebabkan umat islam mencari peganagn dan
sandaran hidup yang bisa mengarahkan kehidupan mereka. Paham jabariyah dalam islam
menyebar luas. Dengan kondisi seperti itu berkembanglah berbagai sistem riyadah dan
atau cara tertentu yang dikembangkan untuk para murid yang disebut “Thariqat”.

          Keadaan yang demikian berlangsung selama masa kemunduruan kebudayaan dan


pendidikan islam sampai dengan abad ke 12 H/ 18 M. Baru pada pertengahan abad ke 12
H/ 18 M tersebut timbullah disana—sini usaha untuk mmengadakan permurnian kembali
ajaran-ajaran Islam yang nampak di Jazirah Arab oleh Muhammad Ibnu Abd al-
Wahab(1115-1206 H)  dan di India oleh Syah Waliullah (1113-1176 H) .Usaha
pemurnian tersebut mengarah kepada dua sasaran pokok yaitu :
 Mengembalikan ajaran islam kepada unsur-unsur aslinya, dengan bersumber pada
Al-Qur’an dan As-Sunnah, membuang segala bi’dah dan khurafat serta pengaruh
dari ajaran lainyang dimasukkan oleh kaum sufi
 Membuka pintu ijtihad yang telah beberapa abad sebelumnya dinyatakan
ditutup.Gerakan pemurnian ini adalah merupakan tahap awal dari gerakan
pembaharuan yang nanti dilaksanakan pada akhir abad ke 13H/19 M.

Anda mungkin juga menyukai