Anda di halaman 1dari 34

a. Apa makna klinis pasien bersuara saat dipanggil?

Makna klinis pasien dapat bersuara saat dipanggil pada pemeriksaan survey primer
airway menandakan bahwa pasien tidak mengalami gangguan pada jalan nafas
sehingga pasien masih dapat bersuara.

j. Bagaimana interpretasi dan cara melakukan hasil survey primer Skor quick SOFA?

Menurut panduan Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2017, identifikasi sepsis segera tanpa
menunggu hasil pemeriksaan darah dapat menggunakan skoring qSOFA. Sistem skoring ini
merupakan modifikasi Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assessment (SOFA).
qSOFA hanya terdapat tiga komponen penilaian yang masing-masing bernilai satu . Skor
qSOFA ≥2 mengindikasikan terdapat disfungsi organ. Skor qSOFA direkomendasikan untuk
identifikasi pasien berisiko tinggi mengalami perburukan dan memprediksi lama pasien
dirawat baik di ICU atau non-ICU. Pasien diasumsikan berisiko tinggi mengalami perburukan
jika terdapat dua atau lebih dari 3 kriteria klinis. Untuk mendeteksi kecenderungan sepsis
dapat dilakukan uji qSOFA yang dilanjutkan dengan SOFA

Diagnosis Banding

 Acute Renal Failure


 Acute Respiratory Distress Syndrome
 Cardiogenic Shock
 Disseminated Intravascular Coagulation
 Hypovolemic Shock
 Pulmonary Embolism
 Shock, Distributive
 Shock, Hemorrhagic
 Toxic Shock Syndrome
 Transfusion Reactions
Tatalaksana

Pasien sepsis wajib dinilai dan dievaluasi dengan menggunakan metode ABCDE
( Airway, Breathing,Circulation,Disability, Exposure ). Metode ABCDE :5

A = Airway assessment, maintenance and oxygen


B = Breathing and ventilation assessment
C = Circulation assessment, intravenous (IV) access and fluids
D = Disability: assess the neurological status and check the blood glucose
E = Exposure and environmental control

Penatalaksaan awal pasien-pasien yang dicurigai dengan sepsis ialah resusitasi cairan
yang mencakup 3 proses, yaitu:
 Memaksimalkan penyebaran oksigen dan perfusi jaringan
 Monitoring seksama dari tanda-tanda vital dan fungsi organ sebagai pedoman
resusitasi lanjutan
 Menyiapkan strategi untuk menyingkirkan sumber infeksi

Proses ini ditujukan untuk menghentikan ( atau setidaknya memperlambat ) onset dari
sindrom disfungsi organ multipel / multi organ dysfunction syndrome. Saat sepsis sudah
dikonfirmasi, beberapa langkah berikut sebaiknya sudah dilakukan seperti oksigen aliran
tinggi, cannule, terapi cairan, monitoring jumlah urin.

Berikut adalah langkah-langkah yang seharusnya dilakukan :5


1. Penilaian ABCDE, dapat mencakup :
 Penilaian klinis
 Airway support
 Oksigen aliran tinggi
 Cannule
 Terapi cairan
 Monitoring jumlah urine
 Penilaian kadar gula darah
 Regulasi temperatur
2. Pengecekan ulang untuk memastikan hal berikut telah dilakukan :
 Terapi oksigen aliran tinggi
 Cannule
 Terapi cairan bila ada gangguan sirkulasi
 Monitor jumlah urin
3. Melakukan penegakan diagnostik sepsis yang spesifik, dapat mencakup :
 Kultur ( darah, dll )
 Pengukuran kadar laktat
 Pengukuran Hemoglobin dan tes lain
 Pencitraan untuk mengidentifikasi sumber infeksi
4. Terapi lengkap untuk sepsis:
 Antibiotik spektrum luas secara intravena
 Drainase atau bedah bila memungkinkan

Penatalaksanaan awal ini dapat disingkat menjadi “Sepsis Six” yakni :5


 Oksigen aliran tinggi
Sepsis secara dramatis akan meningkatkan kecepatan metabolik tubuhsehingga
kebutuhan akan oksigen akan meningkat. Untuk itu digunakan non-rebreathe face
mask dengan aliran oksigen tinggi. Saturasi oksigen ditargetkan di sekitar >= 94%
kecuali jika pasien memiliki riwayat hipoksemia kronis. Non-rebreathe face mask
biasanya tidak cocok untuk pemakaian jangka panjang, namun sangat penting dalam
fase resusitasi akut untuk memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk.
 Kultur darah ( dan yang lainnya ).
Kultur darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik intravena. Kultur
darah diambil secara percutaneous dan sebelum meletakkan akses IV yang baru.
Kultur darah tidak mempengaruhi pilihan terapi antibiotik speksturm luas pada fase
awal tetapi berpengaruh pada pemilihan antibiotik ketika patogen telah diidentifikasi.
 Antibiotik spektrum luas secara intravena
Pemilihan antibiotik spektrum luas yang tepat akan mengikuti langkah-langkah
berikut :
o Riwayat alergi yang dimiliki oleh pasien.
o Kondisi klinis pasien dan kemungkinan sumber infeksi
o Peraturan mengenai administrasi antibiotik.
 Uji terapi cairan intravena.
Bila pasien sepsis mengalami hipotensi atau bila pasien menunjukkan tanda-tanda
insufisiensi sirkulasi, uji terapi cairan dengan 10ml/kg koloid ataupun 20ml/kg
kristaloid sebaiknya dilakukan dalam bolus yang telah dibagi. Dapat diulang dua kali,
hingga bolus total tiga kali. Bila pasien masih mengalami hipotensi, sebaiknya
dipasang Central Venous Catheter yang sekaligus dapat memonitor administrasi
vasopressor dan inotropik bila dibutuhkan.
 Pengukuran hemoglobin dan laktat
Laktat dapat diukur dari sampel vena menggunakan jarum Arterial Blood Gas.
Akumulasi laktat menandakan respirasi anaerob yang sedang berlangsung. Penelitian
terbaru menyebukan Procalcitonin sebagai alternatif penanda kaskade hipoperfusi
lanjut.
 Monitor jumlah urin
Pada kondisi normal, sistem autoregulasi tubuh akan menjamin aliran cukup ke ginjal
dalam jumlah normal meski adanya perubahan tekanan darah. Pada sepsis, fungsi ini
terganggu sehingga ketika tekanan darah menurun, aliran darah ke ginjal juga
menurun sehingga jumlah urin juga akan menurun. Urinary kateter dapat mengukur
jumlah produksi urin dari ginjal, sehingga membantu mengestimasi aliran darah
ginjal. Hal ini membantu dalam menilai perfusi ginjal dan sebagai prediktor dari gagal
ginjal. Pasien harus ditargetkan mencapai produksi urin normal. Dikatakan oliguria
bila produksi urin <0.5ml/kg/jam selama 2 jam berturut-turut. Oliguria persisten
menjadi tanda awal dari gagal ginjal. Anuria mengindikasikan bahwa ginjal telah
sepenuhnya mengalamai kegagalan, namun seringkali akibat terbloknya aliran urin di
kateter

Target yang ingin dicapai pada resusitasi awal :


 MAP > 65mmHg
 Capillary Refill Time membaik
 Akral menjadi lebih hangat
 Produksi urin >0.5ml/kg/jam
 Status mental yang membaik.
 Menurunnya kadar laktat
Early Goal Directed Therapy

Merupakan langkah awal dalam 6 jam pertama yang dilakukan untuk meningkatkan survival
pada pasien sepsis

Perbaikan hemodinamik.

Banyak pasien syok septikyang mengalami penurunan volume intravaskuler, sebagai


respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Cairan koloid
dan kristaloid tak diberikan. Jika disertai anemia berat perlu transfusi darah dan CVP
dipelihara antara 10-12 mmHg.
Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam.
Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam
pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi
oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan
resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai
hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (dosis 5-10μg/kg/menit sampai maksimal
20 μg/kg/menit). 14
Dopamin diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan, yaitu MAP 60mmHg atau
tekanan sistolik 90-110 mmHg. Dosis awal adalah 2-5 μmg/Kg BB/menit. Bila dosis ini
gagal meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di tingkatkan sampai 20 μg/
KgBB/menit. Bila masih gagal, dosis dopamine dikembalikan pada 2-5 μmg/Kg BB/menit,
tetapi di kombinasi dengan levarterenol (norepinefrin). Bila kombinasi kedua vasokonstriktor
masih gagal, berarti prognosisnya buruk sekali. Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor
lain (fenilefrin atau epinefrin).14

Pemakaian Antibiotik

Setelah diagnose sepsis ditegakkan, antibiotik harus segera diberikan, dimana


sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat. Pemberian antibiotik tak
perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman
masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan
gram negatif.

Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui
sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki
aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga
sumber sepsis.14 Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif,
penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem
memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat
akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ. 1 Pemberian
antibiotik kombinasi juga dapat dilakukan dengan indikasi :

 Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui


 Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni
 Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen
(pseudomonas aureginosa, enterokokus)

Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data


mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi
kombinasi lebih baik daripada monoterapi.14
Tabel 6. Pemilihan Antibiotik pada Beberapa Kasus Infeksi5

Terapi Suportif
 Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera
dilakukan.
 Terapi cairan
o Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%
atau ringer laktat) maupun koloid.1,14
o Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
o Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila
kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard
dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih
kontroversi antara 8-10 g/dL.
 Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian
cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan
mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg
atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin
>8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine 0.5-
8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan:
dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5
μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).1,5,15
 Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9
mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.1,15
 Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera
diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila
diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based
belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.1,5,15
 Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi
dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi
insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme
protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak,
vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin.1,5
 Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan
mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin
untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada
kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL.
Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam
praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.1,5
 Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan
DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di
sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas
antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus
menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan,
berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan
dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.
 Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan
dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa
syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.14

Modifikasi Respons Inflamasi


Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog lipopolisakarida);
antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin, APC, TFPI; antagonis PAF;
metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin, antioksidan (N-asetilsistein,
selenium), inhibitor sintesis NO (L-NMMA); imunostimulator (imunoglobulin, IFN-γ, G-
CSF, imunonutrisi); nonspesifik (kortikosteroid, pentoksifilin, dan hemofiltrasi). Endogenous
activated protein C memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan
fibrinolisis. Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan dari
human activated protein C yang diindikasikan untuk menurunkan mortalitas pada pasien
dengan sepsis berat dengan risiko kematian yang tinggi
Komplikasi

Syok sepsis

Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis dimana terdapat kegagalan dalam pengaturan
peredaran darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Kegagalan sirkulasi ini biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan (hipovolemik), karena
kegagalan pompa jantung ataupun karena perubahan resistensi vaskuler perifer.1

Syok secara garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut adalah tabel
singkat mengenai jenis-jenis syok :2

Jenis Syok Penyebab


Hipovolemi 1. Perdarahan
k 2.Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi usus dan lain-
lain

Kardiogenik 1. Aritmia
 Bradikardi / takikardi
2.Gangguan fungsi miokard
 Infark miokard akut, terutama infark ventrikelkanan
 Penyakit jantung arteriosklerotik
 Miokardiopati
3. Gangguan mekanis
 Regurgitasi mitral/aorta
 Rupture septum interventrikular
 Aneurisma ventrikel massif
 Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium
Inflow : stenosis mitral, miksoma atriumkiri/thrombus

Obstruktif Tension Pneumothorax


Tamponade jantung
Emboli Paru
Septik 1.Infeksi bakteri gram negative,
Contoh: Eschericia coli, Klebsiella pneumonia, Enterobacter,
serratia,Proteus,
2.Kokus gram positif,
Contoh :Stafilokokus, Enterokokus, dan Streptokokus
Neurogenik  Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang belakang dan
spinal syok (trauma medulla spinalis dengan quadriflegia atau
paraplegia)
 Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,misal nyeri hebat
 Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan obat anestesi
 Rangsangan parasimpatis pada jantung yang menyebabkan bradikardi
jantung mendadak. Hal ini terjadi pada orang yang pingan mendadak
akibat gangguan emosional

Anafilaksis  Antibiotic
Contoh : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin,
ampoterisin B
 Biologis
Contoh : Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma
globulin
 Makanan
Contoh : Telur, susu, dan udang/kepiting
 Lain-lain
Contoh : Gigitan binatang, anestesi local

Tabel 1. Jenis-jenis Syok

Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi
makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga
terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang
menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ
multipel.1

Nomenklatur mengenai sepsis telah banyak dilakukan, salah satu yangpaling sering
digunakan ialah sepsis merupakan kelanjutan dari sebuah sindrom respons inflamasi
sistemik / Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) atau yang sering disebut
sindrom sepsis ditandai dengan 2 dari gejala berikut :3
a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
b. Tachypneu (resp >20/menit)
c. Tachycardia (pulse >100/menit)
d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e. 10% >cell imature

Sepsis merupakan SIRS yang disertai dengan dugaan ataupun bukti adanya sumber
infeksi yang jelas.Sepsis dapat berlanjut menjadi sepsis berat yaitu sepsis yang disertai
dengan kegagalan organ multipel /Multiple Organ Dysfunction / Multiple Organ Failure
(MODS/MOF). Sepsis berat dengan hipotensi ialah sepsis dengan tekanan sistolik <90
mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg. Perkembangan berikut dari sepsis ialah
berujung pada suatu syok septik.Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang
didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi oleh sepsis dan menetap kendati telah
mendapat resusitasi cairan, serta disertai dengan hipoperfusi jaringan.3

Syok septik didefinisikan sebagai keadaan kegagalan sirkulasi akut ditandai dengan
hipotensi arteri persisten meskipun dengan resusitasi cairan yang cukup ataupun adanya
hipoperfusi jaringan (dimanifestasikan oleh konsentrasi laktat yang melebihi 4 mg / dL) yang
tidak dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain.4

Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis


Sindroma sepsis Syok Septik
 Takipneu, respirasi >20x/m Sindroma sepsis ditambah dengan
 Takikardi >90x/m gejala:
 Hipertermi >38C  Hipotensi 90 mmHg
 Hipotermi <35,6C  Tensi menurun sampai 40 mmHg
 Hipoksemia daribaseline dalam waktu 1 jam
 Peningkatan laktat plasma  Tidak membaik dengan pemberian
 Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1 cairan, sertapenyakit syok
jam hipovolemik, infarkmiokard dan
emboli pulmonal sudahdisingkirkan

Tabel 2. Perbedaan Sindrom Sepsis dan Syok Septik4

Gambar 1. Diagram hubungan SIRS, Sepsis dengan Infeksi5


Gambar 2. Kriteria Bones untuk Pengenalan Sepsis Berat5

Epidemiologi

Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram negatif
di AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat
menjadi sekitar 300.000-500.000 kasus pertahun. Syok akibat sepsis terjadi karena adanya
respon sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden syok septik ini tak diketahui pasti
namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan cukup banyak
faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati,
alkoholisme, leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisi
parenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. Di AS syok sepsik adalah
penyebab kematian yang sering di ruang ICU.

Sebuah studi oleh selama 16 melaporkan angka kejadian 2 kasus per 100 penerimaan
rumah sakit di AS, dengan distribusi 55% terjadi di ICU,12% di bagian gawat darurat dan
33% pada non-ICU.3.Data yang lebih baru menunjukkan bahwa insiden tahunan sepsis
terjadi sekitar 50-95 per 100.000 kasus. Selain itu, insiden sepsis tersebut telahtumbuh
sebesar 9% setiap tahunnya4.Bakteri Gram-negatif biasanya menjadisalah satu etiologi
tebanyak dengan proporsi 35 hingga 40% pada kasus sepsis akan tetapi telah menurun
menjadi 25-30% pada 2000.6Bakteri Gram-positif menyebabkan 30-50% kasus, dan infeksi
polimikrobial menyumbang sekitar 25% 6.
Sekitar 50% dari pasien sepsis berkembang menjadi syok septik, dengan angka
kematian 45%.7Tempat yang paling sering mengalami infeksi adalah paru-paru, abdomen,
dan saluran kemih.Komplikasi dari syok septik meliputiAcute Respiratory Distress Syndrome
/ ARDS (18%), Disseminated Intravascular Coagulation / DIC (38%) dan gagal
ginjal(50%).8 Pria maupun orang dewasa yang lebih tua menjadi faktor
predisposisiberkembangnya syok septik bila dibandingkan dengan perempuan9

Faktor Resiko
Faktor risiko pada sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut:10

 Usia ekstrem (<10 tahun dan > 70 tahun)


 Penyakit primer (misalnya, sirosis hati, alkoholisme, diabetes mellitus, penyakit
cardiopulmonary, keganasan tumor padat, keganasan hematologi)
 Imunosupresi (misalnya, neutropenia, terapi imunosupresif, terapi kortikosteroid,
IV penyalahgunaan narkoba, complement deficiencies, asplenia)
 Operasi besar, trauma, luka bakar
 Prosedur invasif (misalnya, kateter, alat intravaskular, prosthetic device,
hemodialisis dan kateter dialisis peritoneal, tabung endotrakeal)
 Pengobatan antibiotik sebelumnya
 Perawatan di rumah sakit yang berkepanjangan
 Faktor-faktor lain, seperti melahirkan, aborsi, dan malnutrisi

   Etiologi
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik
dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya
disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari
infeksi lokal.

Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara lain


karena pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat sitotoksik dan
imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive seperti kateter
intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta
meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotik.

Infeksi traktus repiratorius merupakan penyebab sepsis yang tersering diikuti infeksi
abdomen dan jaringan lunak. Setiap sistem organ memiliki patogen yang berbeda, seperti di
antaranya :10
 Infeksi traktur repiratorius bawah yang menyebabkan syok septik pada sekitar 25%
pasien, patogen yang umum
o Streptococcus pneumoniae
o Klebsiella pneumoniae
o Staphylococcus aureus
o Escherichia coli
o Legionella species
o Haemophilus species
o Anaerobes
o Gram-negative bacteria
o Fungi

 Infeksi traktus urinarius yang menyebabkan syok septik pada sekitar 25% pasien,
patogen yang umum :
o E coli
o Proteus species
o Klebsiella species
o Pseudomonas species
o Enterobacter species
o Serratia species

 Infeksi jaringan lunak yang menyebabkan syok septik pada sekitar 15% pasien,
patogen yang umu :
o S aureus
o Staphylococcus epidermidis
o Streptococci
o Clostridia
o Gram-negative bacteria
o Anaerobes

 Infeksi traktus gastro-intestinal yang menyebabkan syok septik pada 15% pasien,
patogen yang umum :
o E coli
o Streptococcus faecalis
o Bacteroides fragilis
o Acinetobacter species
o Pseudomonas species
o Enterobacter species
o Salmonella species

 Infeksi saluran reproduktif laki-laki dan perempuan yang menyebabkan syok septik
pada sekitar 10% pasien, patogen yang umum :

o Neisseria gonorrhoeae
o Gram-negative bacteria
o Streptococci
o Anaerobes

 Benda asing yang mengakibatkan infeksi berkontribusi 5% pada syok septik. S


aureus, S epidermidis, adan fungi/yeasts (eg, Candida species) merupakan patogen
yang umum.

 Infeksi lain-lain menyebabkan 5% syok septik. Neiserriameningitidis merupakan


enyebab tersering pada golongan ini.

Patofisiologi
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada
bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam
plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh
hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam
sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein,
kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP
sehingga mempercepat ikatan dengan CD14. Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi
sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase
C (PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel.
Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like
receptor-2 (TLR2).1

Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid
(LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif
menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen
dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II
dari antigen presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi
sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih.1,11
Gambar 3. Skema Infeksi - Sepsis

Peran Sitokin pada Sepsis

Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan


invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang
berlebih, yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil,
monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma
seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal.
Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin
antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai
hormon.1,5

Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting
adalah TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai
antiinflamasi. Pengaruh TNF-α dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel
meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek
prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic
growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2, pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1,
IL-6, IL-8 yang merupakan mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder
seperti prostaglandin E2 (PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF),
peptida vasoaktif seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti
histamin dan serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem
komplemen.12

Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis
berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi.13

Peran Komplemen pada Sepsis

Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons
imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi.
Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik.
Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan
berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi
netrofil, stimulasi pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan
permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan.5

Peran NO pada Sepsis

NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular.
Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik
berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat
meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat
agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik
yang tidak responsif dengan vasopresor.1,5

Peran Netrofil pada Sepsis

Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan
pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi
umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun. Walaupun
netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan
protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ. Terdapat 2
studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah komplikasi
sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada pasien
dengan sepsis juga tidak efektif .13
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler
dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.Selain itu, terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan
terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan
kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang terlihatsebagai edema.Pada syok sepsis
hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman Berlanjutnya proses
inflamasi yang maladaptive akan menhyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang
dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple (MODS/MOF). Proses MOF merupakan
kerusakan (injury) pada tingkat seluler (termasuk disfungsi endotel), gangguan perfusi ke
organ/jaringan sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai
faktor lain yang ikut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial
depressant substance), malnutrisi kalori-protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada
eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan.5

Gambar 4. Skema Syok Septik akibat Infeksi Kuman Gram Negatif


Gambar 5. Skema Gangguan Hemodinamik pada Pasien Sepsis 5

Gejala Klinis
Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok
(nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan
tekanan darah).Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan
syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam,
tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi / pulse pressure). Pasien-pasien
sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala
takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.

Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik
relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian
ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume
intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi
otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik)
terganggu.
Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan
volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada
sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya
aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik
(vasokonstriksi dan aliran darah berkurang).

Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi
oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga
kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO 2
(pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septik
dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.

Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia,
mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan
(produksi energi dalam keterbatasan oksigen)

Tabel 3. Korelasi Gejala Klinis Syok dengan Mekanisme dalam Tubuh

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi, dekompensasi
(sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).2
Fase I : kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme
kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi
sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ
vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah diastolik tetap normal sedangkan tekanan
darah sistolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi
menyempit).

Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer


dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi
vasopressin dan renin – angiotensin – aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk
menahan natrium dan air dalam sirkulasi.

Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan
dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.

Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung
yang adekuat dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang
buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara
anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan
asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan
terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.

Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap


katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energi
dependent pompa Na/K ditingkat selular, akibatnya integritas membran sel terganggu, fungsi
lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapat berakhir dengan kerusakan sel.
Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat
memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos
disertai tendensi perdarahan.

Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin,
sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat
membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh
makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok
yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan
peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali
kejantung (venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.

Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah
mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah
lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan
syaraf pusat (penurunan kesadaran).

Fase III : Irreversible


Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga
terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi sistem multi organ lainnya. Cadangan fosfat
berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru
hanya 2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi
walaupun system sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah
tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan
tanda-tanda kegagalan sistem organ lain.
Tabel 4. Kriteria Diagnosis / Tanda dan Temuan dalam Sepsis

Syok septik yang berat dapat berkemabang menjadi suatu sindrom gangguan / penurunan
fungsi organ multipel akibatnya hipoperfusi generalisata. Berikut adalah tanda-tanda kelainan
sistemik pada Multiple Organ Failure
Multiple Organ Failure
DIC FDP≥ 1:40 atau D-dimers ≥2,0 dengan
rendahnya
platelet
Memanjangnya waktu:
- protrombin
- partial thromboplastin
- Perdarahan

Respirotary Distress.Syndrome Hipoksemia


Acute Renal Failure Kreatinin > 2,0 ug/dl
Na. Urin 40 mmol/L
Kelainan prerenal sudah disingkirkan

Hepatobilier disfunction Bil.>34 umol/L (2,0 mg/dL)


Harga alk. Fosfatase, SGOT, SGPt dua kali
harganormal

Central Nervous System Disf.. GCS < 15

Tabel 5. Tanda Multiple Organ Failure

Differential Diagnosis
 Acute Renal Failure
 Acute Respiratory Distress Syndrome
 Cardiogenic Shock
 Disseminated Intravascular Coagulation
 Hypovolemic Shock
 Pulmonary Embolism
 Shock, Distributive
 Shock, Hemorrhagic
 Toxic Shock Syndrome
 Transfusion Reactions

Penatalaksanaan

Pasien sepsis wajib dinilai dan dievaluasi dengan menggunakan metode ABCDE
( Airway, Breathing,Circulation,Disability, Exposure ). Metode ABCDE :5

A = Airway assessment, maintenance and oxygen


B = Breathing and ventilation assessment
C = Circulation assessment, intravenous (IV) access and fluids
D = Disability: assess the neurological status and check the blood glucose
E = Exposure and environmental control

Penatalaksaan awal pasien-pasien yang dicurigai dengan sepsis ialah resusitasi cairan
yang mencakup 3 proses, yaitu:
 Memaksimalkan penyebaran oksigen dan perfusi jaringan
 Monitoring seksama dari tanda-tanda vital dan fungsi organ sebagai pedoman
resusitasi lanjutan
 Menyiapkan strategi untuk menyingkirkan sumber infeksi

Proses ini ditujukan untuk menghentikan ( atau setidaknya memperlambat ) onset dari
sindrom disfungsi organ multipel / multi organ dysfunction syndrome. Saat sepsis sudah
dikonfirmasi, beberapa langkah berikut sebaiknya sudah dilakukan seperti oksigen aliran
tinggi, cannule, terapi cairan, monitoring jumlah urin.

Berikut adalah langkah-langkah yang seharusnya dilakukan :5


5. Penilaian ABCDE, dapat mencakup :
 Penilaian klinis
 Airway support
 Oksigen aliran tinggi
 Cannule
 Terapi cairan
 Monitoring jumlah urine
 Penilaian kadar gula darah
 Regulasi temperatur
6. Pengecekan ulang untuk memastikan hal berikut telah dilakukan :
 Terapi oksigen aliran tinggi
 Cannule
 Terapi cairan bila ada gangguan sirkulasi
 Monitor jumlah urin
7. Melakukan penegakan diagnostik sepsis yang spesifik, dapat mencakup :
 Kultur ( darah, dll )
 Pengukuran kadar laktat
 Pengukuran Hemoglobin dan tes lain
 Pencitraan untuk mengidentifikasi sumber infeksi
8. Terapi lengkap untuk sepsis:
 Antibiotik spektrum luas secara intravena
 Drainase atau bedah bila memungkinkan
Penatalaksanaan awal ini dapat disingkat menjadi “Sepsis Six” yakni :5
 Oksigen aliran tinggi
Sepsis secara dramatis akan meningkatkan kecepatan metabolik tubuhsehingga
kebutuhan akan oksigen akan meningkat. Untuk itu digunakan non-rebreathe face
mask dengan aliran oksigen tinggi. Saturasi oksigen ditargetkan di sekitar >= 94%
kecuali jika pasien memiliki riwayat hipoksemia kronis. Non-rebreathe face mask
biasanya tidak cocok untuk pemakaian jangka panjang, namun sangat penting dalam
fase resusitasi akut untuk memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk.
 Kultur darah ( dan yang lainnya ).
Kultur darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik intravena. Kultur
darah diambil secara percutaneous dan sebelum meletakkan akses IV yang baru.
Kultur darah tidak mempengaruhi pilihan terapi antibiotik speksturm luas pada fase
awal tetapi berpengaruh pada pemilihan antibiotik ketika patogen telah diidentifikasi.
 Antibiotik spektrum luas secara intravena
Pemilihan antibiotik spektrum luas yang tepat akan mengikuti langkah-langkah
berikut :
o Riwayat alergi yang dimiliki oleh pasien.
o Kondisi klinis pasien dan kemungkinan sumber infeksi
o Peraturan mengenai administrasi antibiotik.
 Uji terapi cairan intravena.
Bila pasien sepsis mengalami hipotensi atau bila pasien menunjukkan tanda-tanda
insufisiensi sirkulasi, uji terapi cairan dengan 10ml/kg koloid ataupun 20ml/kg
kristaloid sebaiknya dilakukan dalam bolus yang telah dibagi. Dapat diulang dua kali,
hingga bolus total tiga kali. Bila pasien masih mengalami hipotensi, sebaiknya
dipasang Central Venous Catheter yang sekaligus dapat memonitor administrasi
vasopressor dan inotropik bila dibutuhkan.
 Pengukuran hemoglobin dan laktat
Laktat dapat diukur dari sampel vena menggunakan jarum Arterial Blood Gas.
Akumulasi laktat menandakan respirasi anaerob yang sedang berlangsung. Penelitian
terbaru menyebukan Procalcitonin sebagai alternatif penanda kaskade hipoperfusi
lanjut.
 Monitor jumlah urin
Pada kondisi normal, sistem autoregulasi tubuh akan menjamin aliran cukup ke ginjal
dalam jumlah normal meski adanya perubahan tekanan darah. Pada sepsis, fungsi ini
terganggu sehingga ketika tekanan darah menurun, aliran darah ke ginjal juga
menurun sehingga jumlah urin juga akan menurun. Urinary kateter dapat mengukur
jumlah produksi urin dari ginjal, sehingga membantu mengestimasi aliran darah
ginjal. Hal ini membantu dalam menilai perfusi ginjal dan sebagai prediktor dari gagal
ginjal. Pasien harus ditargetkan mencapai produksi urin normal. Dikatakan oliguria
bila produksi urin <0.5ml/kg/jam selama 2 jam berturut-turut. Oliguria persisten
menjadi tanda awal dari gagal ginjal. Anuria mengindikasikan bahwa ginjal telah
sepenuhnya mengalamai kegagalan, namun seringkali akibat terbloknya aliran urin di
kateter
Target yang ingin dicapai pada resusitasi awal :
 MAP > 65mmHg
 Capillary Refill Time membaik
 Akral menjadi lebih hangat
 Produksi urin >0.5ml/kg/jam
 Status mental yang membaik.
 Menurunnya kadar laktat

Early Goal Directed Therapy

Merupakan langkah awal dalam 6 jam pertama yang dilakukan untuk meningkatkan survival
pada pasien sepsis
Perbaikan hemodinamik.

Banyak pasien syok septikyang mengalami penurunan volume intravaskuler, sebagai


respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Cairan koloid
dan kristaloid tak diberikan. Jika disertai anemia berat perlu transfusi darah dan CVP
dipelihara antara 10-12 mmHg.
Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam.
Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam
pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi
oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan
resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai
hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (dosis 5-10μg/kg/menit sampai maksimal
20 μg/kg/menit). 14
Dopamin diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan, yaitu MAP 60mmHg atau
tekanan sistolik 90-110 mmHg. Dosis awal adalah 2-5 μmg/Kg BB/menit. Bila dosis ini
gagal meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di tingkatkan sampai 20 μg/
KgBB/menit. Bila masih gagal, dosis dopamine dikembalikan pada 2-5 μmg/Kg BB/menit,
tetapi di kombinasi dengan levarterenol (norepinefrin). Bila kombinasi kedua vasokonstriktor
masih gagal, berarti prognosisnya buruk sekali. Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor
lain (fenilefrin atau epinefrin).14

Pemakaian Antibiotik

Setelah diagnose sepsis ditegakkan, antibiotik harus segera diberikan, dimana


sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat. Pemberian antibiotik tak
perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman
masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan
gram negatif.
Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui
sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki
aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga
sumber sepsis.14 Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif,
penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem
memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat
akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ. 1 Pemberian
antibiotik kombinasi juga dapat dilakukan dengan indikasi :

 Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui


 Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni
 Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen
(pseudomonas aureginosa, enterokokus)
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data
mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi
kombinasi lebih baik daripada monoterapi.14
Tabel 6. Pemilihan Antibiotik pada Beberapa Kasus Infeksi5

Terapi Suportif
 Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera
dilakukan.
 Terapi cairan
o Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%
atau ringer laktat) maupun koloid.1,14
o Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
o Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila
kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard
dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih
kontroversi antara 8-10 g/dL.
 Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian
cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan
mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg
atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin
>8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine 0.5-
8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan:
dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5
μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).1,5,15
 Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9
mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.1,15
 Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera
diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila
diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based
belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.1,5,15
 Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi
dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi
insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme
protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak,
vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin.1,5
 Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan
mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin
untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada
kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL.
Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam
praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.1,5
 Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan
DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di
sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas
antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus
menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan,
berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan
dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.
 Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan
dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa
syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.14

Prognosis
Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan sekarang rata-
rata 40% (kisaran 10 to 90%, tergantung pada karakteristik pasien). Hasil yang buruk sering
mengikuti kegagalan dalam terapi agresif awal (misalnya, dalam waktu 6 jam dari diagnosa
dicurigai). Setelah laktat asidosis berat dengan asidosis metabolik decompensated menjadi
mapan, terutama dalam hubungannya dengan kegagalan multiorgan, syok septik cenderung
ireversibel dan fatal.

Referensi
1. Widodo D, Pohan HT (editor). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: 2004; h.54-88.
2. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
3. British Journal of Anesthesia.Anesthesic Management in Patients With Severe Sepsis.
[online]. Cited May 2013. Available from :
http://bja.oxfordjournals.org/content/105/6/ 734/T1. expansion.html
4. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah
Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18
5. Ron Daniels. Tim Nutbeam. ABC of Sepsis.2010. UK : Wiley Blackwell – BMJ
books.

6. Sands KE, Bates DW, Lanken PN, Graman PS, Hibberd PL, Kahn KL, et al.
Epidemiology of sepsis syndrome in 8 academic medical centers. JAMA. Jul 16
1997;278(3):234-40. 
7. Kumar A, Roberts D, Wood KE, Light B, Parrillo JE, Sharma S, et al. Duration of
hypotension before initiation of effective antimicrobial therapy is the critical
determinant of survival in human septic shock. Crit Care Med. Jun 2006;34(6):1589-
96. 
8. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa SP, Dhainaut JF, Lopez-Rodriguez A, et
al. Efficacy and safety of recombinant human activated protein C for severe sepsis. N
Engl J Med. Mar 8 2001;344(10):699-709. 
9. Bernard GR, Artigas A, Brigham KL, Carlet J, Falke K, Hudson L, et al. The
American-European Consensus Conference on ARDS. Definitions, mechanisms,
relevant outcomes, and clinical trial coordination. Am J Respir Crit Care Med. Mar
1994;149(3 Pt 1):818-24. 
10. Michael R. Pinsky. Septic Shock. [online] cited May 2013. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168402
11. Bochud PY, Calandra T. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication for
future treatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at: http://www.bmj.com
12. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah
Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18.
13. Hotckins RS, Karl I. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med
2003;348 (2): 138-150. Available at: http://www.nejm.com
14. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al. Surviving
sepsis campaign guidelines for mangement of severe sespis and septic shock. Crit
Care Med 2004;32(3):858-72.
15. Wheeler AP, Bernard G. Treating patient with severe sepsis.[online]. Cited May
2013. Available at: http://www.nejm.com

Anda mungkin juga menyukai