28 e Mitha
28 e Mitha
Makna klinis pasien dapat bersuara saat dipanggil pada pemeriksaan survey primer
airway menandakan bahwa pasien tidak mengalami gangguan pada jalan nafas
sehingga pasien masih dapat bersuara.
j. Bagaimana interpretasi dan cara melakukan hasil survey primer Skor quick SOFA?
Menurut panduan Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2017, identifikasi sepsis segera tanpa
menunggu hasil pemeriksaan darah dapat menggunakan skoring qSOFA. Sistem skoring ini
merupakan modifikasi Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assessment (SOFA).
qSOFA hanya terdapat tiga komponen penilaian yang masing-masing bernilai satu . Skor
qSOFA ≥2 mengindikasikan terdapat disfungsi organ. Skor qSOFA direkomendasikan untuk
identifikasi pasien berisiko tinggi mengalami perburukan dan memprediksi lama pasien
dirawat baik di ICU atau non-ICU. Pasien diasumsikan berisiko tinggi mengalami perburukan
jika terdapat dua atau lebih dari 3 kriteria klinis. Untuk mendeteksi kecenderungan sepsis
dapat dilakukan uji qSOFA yang dilanjutkan dengan SOFA
Diagnosis Banding
Pasien sepsis wajib dinilai dan dievaluasi dengan menggunakan metode ABCDE
( Airway, Breathing,Circulation,Disability, Exposure ). Metode ABCDE :5
Penatalaksaan awal pasien-pasien yang dicurigai dengan sepsis ialah resusitasi cairan
yang mencakup 3 proses, yaitu:
Memaksimalkan penyebaran oksigen dan perfusi jaringan
Monitoring seksama dari tanda-tanda vital dan fungsi organ sebagai pedoman
resusitasi lanjutan
Menyiapkan strategi untuk menyingkirkan sumber infeksi
Proses ini ditujukan untuk menghentikan ( atau setidaknya memperlambat ) onset dari
sindrom disfungsi organ multipel / multi organ dysfunction syndrome. Saat sepsis sudah
dikonfirmasi, beberapa langkah berikut sebaiknya sudah dilakukan seperti oksigen aliran
tinggi, cannule, terapi cairan, monitoring jumlah urin.
Merupakan langkah awal dalam 6 jam pertama yang dilakukan untuk meningkatkan survival
pada pasien sepsis
Perbaikan hemodinamik.
Pemakaian Antibiotik
Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui
sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki
aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga
sumber sepsis.14 Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif,
penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem
memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat
akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ. 1 Pemberian
antibiotik kombinasi juga dapat dilakukan dengan indikasi :
Terapi Suportif
Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera
dilakukan.
Terapi cairan
o Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%
atau ringer laktat) maupun koloid.1,14
o Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
o Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila
kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard
dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih
kontroversi antara 8-10 g/dL.
Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian
cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan
mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg
atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin
>8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine 0.5-
8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan:
dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5
μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).1,5,15
Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9
mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.1,15
Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera
diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila
diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based
belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.1,5,15
Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi
dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi
insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme
protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak,
vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin.1,5
Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan
mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin
untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada
kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL.
Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam
praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.1,5
Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan
DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di
sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas
antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus
menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan,
berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan
dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.
Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan
dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa
syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.14
Syok sepsis
Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis dimana terdapat kegagalan dalam pengaturan
peredaran darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Kegagalan sirkulasi ini biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan (hipovolemik), karena
kegagalan pompa jantung ataupun karena perubahan resistensi vaskuler perifer.1
Syok secara garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut adalah tabel
singkat mengenai jenis-jenis syok :2
Kardiogenik 1. Aritmia
Bradikardi / takikardi
2.Gangguan fungsi miokard
Infark miokard akut, terutama infark ventrikelkanan
Penyakit jantung arteriosklerotik
Miokardiopati
3. Gangguan mekanis
Regurgitasi mitral/aorta
Rupture septum interventrikular
Aneurisma ventrikel massif
Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium
Inflow : stenosis mitral, miksoma atriumkiri/thrombus
Anafilaksis Antibiotic
Contoh : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin,
ampoterisin B
Biologis
Contoh : Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma
globulin
Makanan
Contoh : Telur, susu, dan udang/kepiting
Lain-lain
Contoh : Gigitan binatang, anestesi local
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi
makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga
terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang
menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ
multipel.1
Nomenklatur mengenai sepsis telah banyak dilakukan, salah satu yangpaling sering
digunakan ialah sepsis merupakan kelanjutan dari sebuah sindrom respons inflamasi
sistemik / Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) atau yang sering disebut
sindrom sepsis ditandai dengan 2 dari gejala berikut :3
a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
b. Tachypneu (resp >20/menit)
c. Tachycardia (pulse >100/menit)
d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e. 10% >cell imature
Sepsis merupakan SIRS yang disertai dengan dugaan ataupun bukti adanya sumber
infeksi yang jelas.Sepsis dapat berlanjut menjadi sepsis berat yaitu sepsis yang disertai
dengan kegagalan organ multipel /Multiple Organ Dysfunction / Multiple Organ Failure
(MODS/MOF). Sepsis berat dengan hipotensi ialah sepsis dengan tekanan sistolik <90
mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg. Perkembangan berikut dari sepsis ialah
berujung pada suatu syok septik.Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang
didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi oleh sepsis dan menetap kendati telah
mendapat resusitasi cairan, serta disertai dengan hipoperfusi jaringan.3
Syok septik didefinisikan sebagai keadaan kegagalan sirkulasi akut ditandai dengan
hipotensi arteri persisten meskipun dengan resusitasi cairan yang cukup ataupun adanya
hipoperfusi jaringan (dimanifestasikan oleh konsentrasi laktat yang melebihi 4 mg / dL) yang
tidak dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain.4
Epidemiologi
Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram negatif
di AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat
menjadi sekitar 300.000-500.000 kasus pertahun. Syok akibat sepsis terjadi karena adanya
respon sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden syok septik ini tak diketahui pasti
namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan cukup banyak
faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati,
alkoholisme, leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisi
parenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. Di AS syok sepsik adalah
penyebab kematian yang sering di ruang ICU.
Sebuah studi oleh selama 16 melaporkan angka kejadian 2 kasus per 100 penerimaan
rumah sakit di AS, dengan distribusi 55% terjadi di ICU,12% di bagian gawat darurat dan
33% pada non-ICU.3.Data yang lebih baru menunjukkan bahwa insiden tahunan sepsis
terjadi sekitar 50-95 per 100.000 kasus. Selain itu, insiden sepsis tersebut telahtumbuh
sebesar 9% setiap tahunnya4.Bakteri Gram-negatif biasanya menjadisalah satu etiologi
tebanyak dengan proporsi 35 hingga 40% pada kasus sepsis akan tetapi telah menurun
menjadi 25-30% pada 2000.6Bakteri Gram-positif menyebabkan 30-50% kasus, dan infeksi
polimikrobial menyumbang sekitar 25% 6.
Sekitar 50% dari pasien sepsis berkembang menjadi syok septik, dengan angka
kematian 45%.7Tempat yang paling sering mengalami infeksi adalah paru-paru, abdomen,
dan saluran kemih.Komplikasi dari syok septik meliputiAcute Respiratory Distress Syndrome
/ ARDS (18%), Disseminated Intravascular Coagulation / DIC (38%) dan gagal
ginjal(50%).8 Pria maupun orang dewasa yang lebih tua menjadi faktor
predisposisiberkembangnya syok septik bila dibandingkan dengan perempuan9
Faktor Resiko
Faktor risiko pada sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut:10
Etiologi
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik
dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya
disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari
infeksi lokal.
Infeksi traktus repiratorius merupakan penyebab sepsis yang tersering diikuti infeksi
abdomen dan jaringan lunak. Setiap sistem organ memiliki patogen yang berbeda, seperti di
antaranya :10
Infeksi traktur repiratorius bawah yang menyebabkan syok septik pada sekitar 25%
pasien, patogen yang umum
o Streptococcus pneumoniae
o Klebsiella pneumoniae
o Staphylococcus aureus
o Escherichia coli
o Legionella species
o Haemophilus species
o Anaerobes
o Gram-negative bacteria
o Fungi
Infeksi traktus urinarius yang menyebabkan syok septik pada sekitar 25% pasien,
patogen yang umum :
o E coli
o Proteus species
o Klebsiella species
o Pseudomonas species
o Enterobacter species
o Serratia species
Infeksi jaringan lunak yang menyebabkan syok septik pada sekitar 15% pasien,
patogen yang umu :
o S aureus
o Staphylococcus epidermidis
o Streptococci
o Clostridia
o Gram-negative bacteria
o Anaerobes
Infeksi traktus gastro-intestinal yang menyebabkan syok septik pada 15% pasien,
patogen yang umum :
o E coli
o Streptococcus faecalis
o Bacteroides fragilis
o Acinetobacter species
o Pseudomonas species
o Enterobacter species
o Salmonella species
Infeksi saluran reproduktif laki-laki dan perempuan yang menyebabkan syok septik
pada sekitar 10% pasien, patogen yang umum :
o Neisseria gonorrhoeae
o Gram-negative bacteria
o Streptococci
o Anaerobes
Patofisiologi
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada
bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam
plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh
hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam
sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein,
kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP
sehingga mempercepat ikatan dengan CD14. Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi
sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase
C (PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel.
Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like
receptor-2 (TLR2).1
Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid
(LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif
menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen
dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II
dari antigen presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi
sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih.1,11
Gambar 3. Skema Infeksi - Sepsis
Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting
adalah TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai
antiinflamasi. Pengaruh TNF-α dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel
meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek
prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic
growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2, pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1,
IL-6, IL-8 yang merupakan mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder
seperti prostaglandin E2 (PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF),
peptida vasoaktif seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti
histamin dan serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem
komplemen.12
Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis
berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi.13
Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons
imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi.
Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik.
Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan
berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi
netrofil, stimulasi pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan
permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan.5
NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular.
Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik
berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat
meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat
agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik
yang tidak responsif dengan vasopresor.1,5
Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan
pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi
umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun. Walaupun
netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan
protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ. Terdapat 2
studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah komplikasi
sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada pasien
dengan sepsis juga tidak efektif .13
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler
dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.Selain itu, terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan
terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan
kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang terlihatsebagai edema.Pada syok sepsis
hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman Berlanjutnya proses
inflamasi yang maladaptive akan menhyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang
dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple (MODS/MOF). Proses MOF merupakan
kerusakan (injury) pada tingkat seluler (termasuk disfungsi endotel), gangguan perfusi ke
organ/jaringan sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai
faktor lain yang ikut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial
depressant substance), malnutrisi kalori-protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada
eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan.5
Gejala Klinis
Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok
(nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan
tekanan darah).Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan
syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam,
tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi / pulse pressure). Pasien-pasien
sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala
takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.
Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik
relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian
ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume
intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi
otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik)
terganggu.
Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan
volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada
sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya
aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik
(vasokonstriksi dan aliran darah berkurang).
Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi
oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga
kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO 2
(pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septik
dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.
Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia,
mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan
(produksi energi dalam keterbatasan oksigen)
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi, dekompensasi
(sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).2
Fase I : kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme
kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi
sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ
vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah diastolik tetap normal sedangkan tekanan
darah sistolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi
menyempit).
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan
dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.
Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung
yang adekuat dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang
buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara
anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan
asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan
terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin,
sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat
membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh
makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok
yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan
peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali
kejantung (venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.
Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah
mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah
lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan
syaraf pusat (penurunan kesadaran).
Syok septik yang berat dapat berkemabang menjadi suatu sindrom gangguan / penurunan
fungsi organ multipel akibatnya hipoperfusi generalisata. Berikut adalah tanda-tanda kelainan
sistemik pada Multiple Organ Failure
Multiple Organ Failure
DIC FDP≥ 1:40 atau D-dimers ≥2,0 dengan
rendahnya
platelet
Memanjangnya waktu:
- protrombin
- partial thromboplastin
- Perdarahan
Differential Diagnosis
Acute Renal Failure
Acute Respiratory Distress Syndrome
Cardiogenic Shock
Disseminated Intravascular Coagulation
Hypovolemic Shock
Pulmonary Embolism
Shock, Distributive
Shock, Hemorrhagic
Toxic Shock Syndrome
Transfusion Reactions
Penatalaksanaan
Pasien sepsis wajib dinilai dan dievaluasi dengan menggunakan metode ABCDE
( Airway, Breathing,Circulation,Disability, Exposure ). Metode ABCDE :5
Penatalaksaan awal pasien-pasien yang dicurigai dengan sepsis ialah resusitasi cairan
yang mencakup 3 proses, yaitu:
Memaksimalkan penyebaran oksigen dan perfusi jaringan
Monitoring seksama dari tanda-tanda vital dan fungsi organ sebagai pedoman
resusitasi lanjutan
Menyiapkan strategi untuk menyingkirkan sumber infeksi
Proses ini ditujukan untuk menghentikan ( atau setidaknya memperlambat ) onset dari
sindrom disfungsi organ multipel / multi organ dysfunction syndrome. Saat sepsis sudah
dikonfirmasi, beberapa langkah berikut sebaiknya sudah dilakukan seperti oksigen aliran
tinggi, cannule, terapi cairan, monitoring jumlah urin.
Merupakan langkah awal dalam 6 jam pertama yang dilakukan untuk meningkatkan survival
pada pasien sepsis
Perbaikan hemodinamik.
Pemakaian Antibiotik
Terapi Suportif
Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera
dilakukan.
Terapi cairan
o Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%
atau ringer laktat) maupun koloid.1,14
o Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
o Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila
kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard
dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih
kontroversi antara 8-10 g/dL.
Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian
cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan
mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg
atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin
>8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine 0.5-
8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan:
dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5
μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).1,5,15
Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9
mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.1,15
Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera
diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila
diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based
belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.1,5,15
Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi
dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi
insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme
protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak,
vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin.1,5
Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan
mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin
untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada
kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL.
Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam
praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.1,5
Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan
DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di
sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas
antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus
menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan,
berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan
dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.
Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan
dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa
syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.14
Prognosis
Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan sekarang rata-
rata 40% (kisaran 10 to 90%, tergantung pada karakteristik pasien). Hasil yang buruk sering
mengikuti kegagalan dalam terapi agresif awal (misalnya, dalam waktu 6 jam dari diagnosa
dicurigai). Setelah laktat asidosis berat dengan asidosis metabolik decompensated menjadi
mapan, terutama dalam hubungannya dengan kegagalan multiorgan, syok septik cenderung
ireversibel dan fatal.
Referensi
1. Widodo D, Pohan HT (editor). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: 2004; h.54-88.
2. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
3. British Journal of Anesthesia.Anesthesic Management in Patients With Severe Sepsis.
[online]. Cited May 2013. Available from :
http://bja.oxfordjournals.org/content/105/6/ 734/T1. expansion.html
4. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah
Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18
5. Ron Daniels. Tim Nutbeam. ABC of Sepsis.2010. UK : Wiley Blackwell – BMJ
books.
6. Sands KE, Bates DW, Lanken PN, Graman PS, Hibberd PL, Kahn KL, et al.
Epidemiology of sepsis syndrome in 8 academic medical centers. JAMA. Jul 16
1997;278(3):234-40.
7. Kumar A, Roberts D, Wood KE, Light B, Parrillo JE, Sharma S, et al. Duration of
hypotension before initiation of effective antimicrobial therapy is the critical
determinant of survival in human septic shock. Crit Care Med. Jun 2006;34(6):1589-
96.
8. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa SP, Dhainaut JF, Lopez-Rodriguez A, et
al. Efficacy and safety of recombinant human activated protein C for severe sepsis. N
Engl J Med. Mar 8 2001;344(10):699-709.
9. Bernard GR, Artigas A, Brigham KL, Carlet J, Falke K, Hudson L, et al. The
American-European Consensus Conference on ARDS. Definitions, mechanisms,
relevant outcomes, and clinical trial coordination. Am J Respir Crit Care Med. Mar
1994;149(3 Pt 1):818-24.
10. Michael R. Pinsky. Septic Shock. [online] cited May 2013. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168402
11. Bochud PY, Calandra T. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication for
future treatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at: http://www.bmj.com
12. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah
Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18.
13. Hotckins RS, Karl I. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med
2003;348 (2): 138-150. Available at: http://www.nejm.com
14. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al. Surviving
sepsis campaign guidelines for mangement of severe sespis and septic shock. Crit
Care Med 2004;32(3):858-72.
15. Wheeler AP, Bernard G. Treating patient with severe sepsis.[online]. Cited May
2013. Available at: http://www.nejm.com