Anda di halaman 1dari 2

Nama : Damara Nathania Boru Siahaan

NIM : 1904551215
Kelas :X
Analisis perbedaan tentang PHK menurut UU Ketenagakerjaan dengan UU Cipta kerja!

 Pasal 152
Pada UU Ketenagakerjaan terdapat pasal 152 ada 3 ayat yang berisi ketentuan
Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial, disertai alasan yang mendasar, harus pula dpt
diterima oleh lembaga tersebut dan penetapan permohonan PHK hanya dapat diberikan oleh
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika tidak bisa dirundingkan lagi.
Sedangkan pada UU Cipta Kerja, pasal 152 disini dihapus. Jika sudah seperti ini maka
penghapusan pasal ini akan memberikan efek negatif yaitu kelonggaran pada pengusaha
sehingga mereka tidak perlu menuliskan alasan yang mendasar serta tidak perlu dapat diterima
alasannya, asalkan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial memberikan
penetapan permohonan PHK. Sehingga bisa saja dalam proses perundingan oleh lembaga tsb
tidak jelas dan bisa saja terjadi penyuapan.

 Pasal 154A, 158, 160,161,162,163, 164, 165, 166,167, dan pasal 168
Pada UU Ketenagakerjaan yaitu pada pasal-pasal diatas, perusahaan boleh melakukan
PHK dengan 10 alasan yang meliputi: perusahaan bangkrut, perusahaan tutup karena merugi,
perubahan status perusahaan, pekerja melanggar perjanjian kerja, pekerja melakukan tindak
pidana , pekerja melakukan kesalahan berat, pekerja memasuki usia pensiun, pekerja
mengundurkan diri, pekerja meninggal dunia, serta pekerja mangkir.

Sedangkan pada UU Cipta Kerja pasal 154 A, beberapa alasan ditambah menjadi:
perusahaan melakukan pengambilalihan, atau pemisahan; dan perusahaan dalam keadaan
penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), dan perusahaan melakukan perbuatan yang
merugikan pekerja; pekerja mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja
dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan.

 Pasal 156 ayat (4)

Dalam UU Ketenagakerjaan, pada pasal 156 uang penggantian hak terdiri dari uang
pengganti cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; uang pengganti biaya atau ongkos
pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana diterima bekerja; dan uang
penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan yang ditetapkan 15 persen dari uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.
Juga dengan maksimal pesangon yang bisa didapatkan pekerja yang terkena PHK, menurut
UU Ketenagakerjaan, bisa mencapai 32 kali upah.

Namun dalam UU Cipta Kerja, hanya ada dua jenis uang penggantian hak yang diwajibkan
kepada pengusaha, yakni uang pengganti cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur serta
biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana mereka
diterima bekerja. Di luar itu uang penggantian hak yang wajib diberikan kepada buruh masuk ke
dalam kategori "hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.

Sementara, untuk besaran maksimal pesangon yang didapatkan pekerja terkena PHK turun
menjadi 25 kali upah. 19 bulan dari 25 bulan tersebut akan dibayarkan oleh pengusaha dan 6
bulan dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan melalui jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).

 Kesimpulannya: Dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diubah ketentuan-
ketentuannya di UU Cipta Kerja, misalnya pada pasal 152 yg dihapus, akan terjadi
kelonggaran dalam hal Permohonan penetapan PHK, sehingga pengusaha tidak perlu
menuliskan alasan yang mendasar serta tidak perlu dapat diterima alasannya, asalkan
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial memberikan penetapan
permohonan PHK. Hal ini dapat memberikan ruang untuk kejanggalan pada pemberian
keputusan PHK.
Kemudian juga dalam hal alasan mengapa perusahaan boleh melakukan PHK
ditambah menjadi 4 alasan dalam pasal 154 A pada UU Cipta Kerja. Sebut saja salah
satunya saat perusahaan melakukan pengambilalihan, atau pemisahan. Hal ini dapat
menyebabkan pekerjaan atau dedikasi dari pekerja/buruh yg sebelumnya dapat begitu
saja dihilangkan karena PHK dilakukan dengan alasan pengambilalihan, atau pemisahan
perusahaan.
Lalu terakhir pada pasal 156 ayat 4 UU Cipta Kerja yaitu dalam hal uang
penggantian hak yang diwajibkan kepada pengusaha, terdapat 1 uang penggantian hak yg
hilang. Yaitu uang penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan yang
ditetapkan 15 persen dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi
yang memenuhi syarat. Hal ini sontak secara jelas menghilangkan hak pekerja/buruh
dalam menerima uang penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan yang
dapat mengikis semangat pekerja/buruh dalam pekerja dan mengurangi sedikit
kesejahteraan bagi mereka.
Intinya, khusus dalam hal beberapa pasal-pasal terkait PHK pada UU
Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja terdapat perbandingan yang terlihat tidak adil,
membatasi dan atau mengurangi hak pekerja/buruh serta seperti tidak menghargai hak
para pekerja/buruh sehingga seharusnya mereka dapat melakukan pekerjaan mereka
dengan damai tanpa ada hal-hal yg dibatasi seperti yang saya sudah sebutkan diatas.

Anda mungkin juga menyukai