Anda di halaman 1dari 11

SOLIDARITAS LANJUT USIA TERLANTAR DALAM

MENGHADAPI KETERASINGAN SOSIAL DI KELURAHAN


LEBAK GEDE KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG
PROVINSI JAWA BARAT
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Penelitian Pekerjaan Sosial
Kuantitatif

Dosen Pengampu :

DR. DWI HERU SUKOCO, M.SI


DR. BAMBANG RUSTANTO, M.HUM

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4
Zhaldy Faradhiatma 16.04.092
Julia Sri Rahayu 16.04.178
Rani Yuliana 16.04.342
Satrio Dwicahya A 16.04.353
Azwar Rahyan A 16.04.382

II-A

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA IV PEKERJAAN SOSIAL

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang dimana jumlah penduduk
Indonesia sangat besar, termasuk jumlah penduduk lanjut usia. Berdasarkan data
Susenas 2014, jumlah lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa, setara
dengan 8,03 persen dari seluruh penduduk Indonesia tahun 2014. Jumlah lansia
perempuan lebih besar daripada laki-laki, yaitu 10,77 juta lansia perempuan
dibandingkan 9,47 juta lansia laki-laki. Adapun lansia yang tinggal di perdesaan
sebanyak 10,87 juta jiwa, lebih banyak daripada lansia yang tinggal di perkotaan
sebanyak 9,37 juta jiwa.
Sebagian besar lansia tinggal bersama dengan keluarga besarnya. Sebanyak
42,32 persen lansia tinggal bersama tiga generasi dalam satu rumah tangga, yaitu
tinggal bersama anak/menantu dan cucunya, atau bersama anak/menantu dan
orangtua/mertuanya. Tapi tidak sedikit lansia yang hanya tinggal sendiri dan
bahkan diterlantarkan oleh keluarganya.
Menurut Menteri Sosial Republik Indonesia, pada tahun 2016 terdapat 2,1
juta lansia terlantar. Bahkan sebanyak 1,8 juta lansia juga berpotensi terlantar.
Kondisi tersebut harus mendapat perhatian serius supaya angka lansia terlantar
bisa ditekan.
Keberadaan penduduk lansia terlantar mencerminkan bahwa keluarga
sebagai lingkungan terdekat para lansia tidak dapat memberikan dukungan sosial
dengan baik. Terdapat beberapa alasan keluarga tidak dapat memberi dukungan
sosial bagi lansia, diantaranya adalah: 1) kemiskinan, keluarga tidak dapat
memberikan dukungan instrumental karena mereka miskin sehingga tidak
mampu memberikan kebutuhan dasar pada anggota keluarganya yang sudah
lansia; 2) nilai-nilai kekeluargaan sudah mulai melemah, lansia dianggap sebagai
beban keluarga, keluarga cenderung memperhatikan keluarga intinya tanpa
memperhatikan kebutuhan keluarga besarnya; 3) kesibukan karena bekerja, anak-
anak memiliki pekerjaan yang menuntut curahan waktu yang banyak, sehingga
mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk merawat orangtua;
Terdapat banyak permasalahan yang dialami oleh lanjut usia terlantar.
Seperti sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar (sandang, pangan, dan papan)
karena penghasilan mereka menurun bahkan tidak mempunyai penghasilan,
kekurangan gizi, tidak ada yang merawat, sulit berinteraksi dengan orang lain,
kesepian, bahkan merasa diasingkan / terasing karena mereka sering tidak
dipedulikan dan tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan kemasyarakatan.
Permensos No. 19 tahun 2012 menyebutkan bahwa pelayanan sosial lanjut
usia dapat dilakukan baik di dalam panti maupun di luar panti; dan dapat
dilakukan baik oleh pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan
daerah kabupaten/kota, maupun masyarakat. Kebijakan untuk penduduk lansia
saat ini lebih mengedepankan pelaksanaan kesejahteraan sosial dengan kelompok
sasaran prioritas yaitu penduduk lansia terlantar yang karena faktor-faktor
tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar baik jasmani, rohani maupun
sosial. Kegiatan yang utama lebih ditujukan untuk perlindungan dan rehabilitasi
sosial, seperti: 1) panti reguler, yang memberikan pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan dasar bagi lansia yang tinggal di panti; 2) Day Care untuk kegiatan
dan aktualisasi lansia yang tinggal sendiri atau tinggal bersama keluarga melalui
pelayanan panti atau Dinas Sosial; 3) Home Care untuk pemenuhan kebutuhan
dasar dan pendampingan lansia terlantar atau hidup sendiri di rumah dengan
melakukan 2-3 kali kunjungan per minggu oleh pekerja sosial; 4) Kelompok
Usaha Bersama (KUBe) atau Usaha Ekonomi Produktif (UEP) untuk
peningkatan penghasilan dan pendapatan lanjut usia yang masih dapat produktif;
dan 5) Asistensi Sosial untuk Lanjut Usia Terlantar (ASLUT) dengan
memberikan bantuan sosial Rp 300.000,- per bulan), dalam kegiatan ini
dimungkinkan partisipasi masyarakat setempat untuk lansia terlantar
(Kementerian PPN dan Bappenas, 2015).
Selain itu, lansia terlantar juga membutuhkan kehadiran seseorang yang
mempunyai permasalahan yang sama agar ia merasa ada teman yang mempunyai
nasib yang sama seperti dia dan dia bisa bertahan hidup. Kenyataan ini
melahirkan ikatan moral dan sosial berupa solidaritas di antara sesama lansia.
Solidaritas itu kemudian dilihat sebagai suatu perekat, lem, semen sekaligus
fundamen yang mengikat dan menunjang kehidupan bersama setiap lansia dalam
masyarakat. Menurut Emile Durkheim, solidaritas adalah perasaan saling percaya
antara para anggota dalam suatu kelompok atau komunitas. Kalau orang saling
percaya maka mereka akan menjadi satu / menjadi persahabatan, menjadi saling
hormat-menghormati, menjadi terdorong untuk bertanggung jawab dan
memperhatikan kepentingan sesamanya. Solidaritas inilah yang membuat lansia
merasa satu dan senasib dengan sesama. Dengan adanya solidaritas antar sesama
lansia bisa membuat para lansia tidak merasa terasingkan lagi.
Jumlah lansia terlantar di Kelurahan Lebak Gede Kecamatan Cob long
Bandung cukup banyak yaitu sekitar lebih dari 10 orang. Hal ini mendorong
penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul Solidaritas Lansia Terlantar
di Kelurahan Lebak Gede Kecamatan Coblong Kota Bandung Provinsi Jawa
Barat.

B. Identifikasi Masalah
Dilihat dari identifikasi masalah, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai
berikut:
1. Lanjut usia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri secara
sempurna.
2. Lanjut usia cenderung mengalami kesepian karena kurang mendapat
perhatian dari lingkungannya.
3. Adanya rasa terasingkan pada lansia karena jarang dan tidak pernah
diikut sertakan dalam kegiatan kemasyarakatan.
4. Kurangnya pengetahuan lanjut usia tentang solidaritas.
5. Pentingnya solidaritas antar sesama lanjut usia di Kelurahan Lebak Gede
dalam upaya menghadapi keterasingan sosial.

C. Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah yang ada maka penelitian ini dibatasi pada
Solidaritas Lanjut Usia dalam Menghadapi Keterasingan Sosial di Desa Lebak
Gede.

D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran keterasingan pada lanjut usia di Kelurahan Lebak
Gede?
2. Faktor apa saja yang menyebabkan lanjut usia di Kelurahan Lebak Gede
merasa terasing?
3. Hal apa saja yang dilakukan oleh lanjut usia di Keluurahan Lebak Gede
untuk mengatasi perasaan diasingkan tersebut?
4. Bagaimana solidaritas antar lanjut usia di Kelurahan Lebak Gede?
5. Apa saja bentuk solidaritas yang dilakukan oleh para lansia di Kelurahan
Lebak Gede?

E. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan gambaran keterasingan pada lanjut usia di Kelurahan
Lebak Gede.
2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan lanjut usia di
Kelurahan Lebak Gede mengalami keterasingan.
3. Mendeskripsikan upaya yang dilakukan oleh lanjut usia di Kelurahan
Lebak Gede dalam mengatasi perasaan diasingkan.
4. Mendeskripsikan solidaritas antar lanjut usia yang ada di Kelurahan
Lebak Gede.
5. Mendeskripsikan bentuk solidaritas yang dilakukan oleh para lansia di
Kelurahan Lebak Gede

F. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi sumbangan yang
bermanfaat bagi pengembangan teori-teori dalam bidang pekerjaan sosial
pada umumnya, dan secara khusus kaitannya dengan solidaritas antar
lansia dalam menghadapi keterasingan sosial.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi peneliti akan memperoleh pengalaman dalam penelitian
sehingga menambah wawasan dan pengetahuan untuk
mengaplikasikan ilmu pekerjaan sosial yang penulis tekuni.
b) Bagi keluarga dan masyarakat serta pemerintah, dapat dijadikan
pembelajaran dengan mempelajari fenomena yang telah ada, supaya
lebih memperhatikan kaum lansia dengan memenuhi kebutuhan yang
belum terpenuhi dalam kehidupan sehari-hari dan pembelajaran
untuk tidak menyisihkan atau bahkan mengasingkan lansia.
c) Bagi para lanjut usia, dapat dijadikan pembelajaran dengan
mempelajari fenomena yang telah ada, supaya lebih bersemangat dan
tidak putus asa. Dan agar mereka lebih menghargai diri mereka
sendiri serta tidak menganggap diri mereka itu berbeda.
BAB II

KAJIAN LITERATUR

A. Solidaritas
1. Pengertian Solidaritas
Solidaritas adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh sebuah
masyarakat ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap
masyarakat membutuhkan solidaitas. Istilah solidaritas dalam kamus ilmiah
popular diartikan sebagai “kesetiakawanan dan perasaan sepenanggungan”.
Sementara Paul Johnsoson dalam bukunya mengungkapkan
Solidaritas merujuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan
atau kelompok yang didasarkan pada keadaan moral dan kepercayaan yang
dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Ikatan
ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas
persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan
sekurang-kurangnya satu tingkat/derajat consensus terhadap prinsip-prinsip
moral yang menjadi dasar kontrak itu.”
Menurut Emile Durkheim, solidaritas adalah perasaan saling percaya
antara para anggota dalam suatu kelompok atau komunitas. Kalau orang
saling percaya maka mereka akan menjadi satu / menjadi persahabatan,
menjadi saling hormat-menghormati, menjadi terdorong untuk bertanggung
jawab dan memperhatikan kepentingan sesamanya.
2. Prinsip Solidaritas
a. Rasa Senasib Seperjuangan
Rasa senasib seperjuangan merupakan dasar perasaan yang
memicu timbulnya rasa solidaritas di dalam diri seseorang untuk
orang lain maupun kelompoknya. Rasa senasib seperjuangan
tentunya menjadi dasar untuk melakukan tindakan uangkapan rasa
solidaritas karena rasa solidaritas pada dasarnya timbul karena
adanya perasaan ini.
b. Bentuk Ungkapan Timbal Balik
Rasa solidaritas diungkapkan sebagai bentuk ungkapan timbal
balik seseorang terhadap orang lain maupun kelompok. Dalam
ungkapan timbal balik ini, seseorang mempunyai tujuan tertentu
salah satunya agar seseorang tersebut mendapatkan pengakuan atau
dipandang oleh orang lain maupun kelompok. Solidaritas yang
tumbuh cenderung mengkesampingkan perbedaan yang ada karena
tingginya rasa senasib seperjuangan yang dimiliki.
c. Diungkapkan Sesuai Dengan Porsinya
Walaupun rasa solidaritas timbul karena adanya perasaan senasib
dan seperjuangan, pengungkapan rasa solidaritas sebaiknya
diungkapan sesuai dengan porsinya atau tidak diungkapkan secara
berlebihan. Ungkapan rasa solidaritas yang tidak sesuai dengan
porsinya cenderung menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang lain
yang ada di sekitarnya. Selain itu, pengungkapan rasa solidaritas
yang tidak sebagaimana mestinya dapat menyebabkan terjadinya
konflik sosial di dalam kehiudupan masyarakat.
3. Bentuk-bentuk Solidaritas
Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat bahwa
masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat
modern. Salah satu komponen utama masyarakat adalah bentuk
solidaritasnya. Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas yang
berbeda dengan bentuk solidaritas masyarakat modern. Untuk menangkap
perbedaan tersebut, Emile Durkheim mengacu kepada dua tipe solidaritas
yaitu tipe organik dan mekanik.
a. Solidaritas Mekanik
Solidaritas mekanik adalah rasa solidaritas yang didasarkan pada
satu kesadaran kolektif yang menunjuk kepada totalitas kepercayaan-
kepercayaan yang rata-rata ada pada masyarakat yang sama, yaitu
mempunyai pekerjaan yang sama, pengalaman yang sama sehingga
banyak pula norma-norma yang dianut bersama.
Solidaritas mekanik dibentuk oleh hukum represif. Hukum represif
sendiri adalah hukum yang sifatnya mendatangkan penderitaan pada
pelanggar. Sanksi nya sendiri bisa berupa perampasan kemerdekaan
pada hidupnya.hal ini disebabkan karena dalam solidaritas mekanik,
pelanggaran dianggap sebagai pencemaran pada kepercayaan bersama.
Dalam masyarakat solidaritas mekanik, individualitas tidak berkembang
karena yang diutamakan adalah kepentingan bersama. Ciri yang khas
dari solidaritas mekanik ini adalah masyarakatnya homogen dalam
kepercayaan,sentiment, dan kebersamaan yang sangat tinggi.
b. Solidaritas Organik
Solidaritas organik adalah masyarakat yang didasarkan pada
ketergantungan antar individu dan adanya spesialisasi pekerjaan . Dalam
solidaritas organik motivasi nya biasanya karena ada faktor ekonomi
seperti misalkan karena ia memiliki peran dalam sebuah kelompok atau
masyarakat ia menginginkan gaji atau setidaknya balas jasa. Jadi dalam
kegiatannya selalu berhubungan dengan faktor ekonomi dalam
soldaritas organik ini.
Solidaritas organik juga dibentuk oleh hukum restitutif. Hukum
restitutif ini tujuannya adalah hanya untuk memulihkan keadaan seperti
semula, sebelum terjadinya kegoncangan akibat dari adanya kaidah yang
dilanggar. Kaidah-kaidah tersebut menyangkut hukum perdata, hukum
dagang, hukum administrasi, hukum Negara, hukum administrasi dan
hukum Negara.
Masyarakat solidaritas organik ini dapat dilihat pada masyarakat
perkotaan yang lebih modern dan kompleks. Yaitu masyarakat yang
ditandai dengan adanya pembagian kerja yang kompleks.

B. Lansia Terlantar
1. Definisi Lansia Terlantar
Lansia terlantar adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
karena faktor-faktor tertentutidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik
secara jasmani, rohani, maupun sosialnya. Lansia terlantar adalah mereka
yang tidak memiliki sanak saudara, atau punya sanak saudara tapi tidak mau
mengurusinya.Sedang menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
Lansia, dinyatakan lebih sempit lagi bah&a, lansia adalah seseorang yang
telah mencapai 60 tahun keatas. Dalam UU tersebut juga dinyatakan bahwa
ada dua kelompok Lanjut Usia (Lansia) yaitu:
a. Lanjut Usia potensial, adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan atau kegiatanyang dapat menghasilkan barang dan atau
jasa.
b. Lanjut Usia tidak potensial, adalah lanjut usia yang tidak berdaya
mencari nafkahsehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2. Faktor Penyebab Lanjut Usia Terlantar
a. Ketiadaan anak keluarga, kerabat dan masyarakat lingkungan yang
dapat memberikan bantuan tempat tinggal dan penghidupannya.
b. Kesulitan hubungan antara lanjut usia dengan keluarga dimana selama
ini ia tinggal.
c. Ketiadaan kemampuan keuangan/ekonomi dari keluarga yang menjamin
penghidupannya secara layak.
d. Kebutuhan penghidupannya tidak dapat dipenuhi melalui lapangan kerja
yang ada.
e. Perkawinan anak sehingga anak hidup mandiri dan terpisah dari
orangtua, serta urbanisasi yang menyebabkan lanjut usia terlantar.

3. Keterasingan Sosial
Keterasingan berasal dari kata terasing, dan kata itu adalah dari kata dasar
asing. Kata asing berarti sendiri, tidak dikenal,sehingga kata terasing berarti,
tersisihkan dari pergaulan, terpisahkan dari yang lain, atau terpencil. Jadi kata
terasingberarti hal-hal yang berkenaan dengan tersisihkan dari pegaulan,
terpencil atau terpisah dari yang lain. Keterasingan adalahbagian hidup manusia.
Sebentar atau lama, orang pernah mengalami hidup dalam keterasingan sudah
tentu dengan sebabdan kadar yang berbeda satu sama lain. Yang menyebabkan
orang berada dalam keterasingan ialah perilakunya yang tidakdapat diterima atau
tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat, atau kekurangan yang ada pada diri
seseorang, sehingga iatida dapat atau sulit menyesuaikan diri dalam masyarakat.
Keterasingan sosial adalah "kondisi dalam hubungan sosial yang tercermin
dari tingkat integrasi atau nilai-nilai yang rendah dan tingkat jarak atau isolasi
yang tinggi antara individu, atau antara individu dan sekelompok orang di
lingkungan masyarakat atau lingkungan kerja. Ini adalah konsep sosiologis yang
dikembangkan oleh beberapa ahli teori klasik dan kontemporer, Konsep ini
memiliki banyak kegunaan disiplin, dan merujuk pada keadaan psikologis
pribadi (subjektif) dan sejenis hubungan sosial (objektif).

Anda mungkin juga menyukai