Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN KDRT

Makalah disusun guna memenuhi tugas


mata kuliah Keperawatan Jiwa II

Dosen Pengampu: Ns. Duma Lumban Tobing, M.Kep, Sp.Kep.J

Disusun Oleh:

Lutfi Riskyta Istikomah 1810711014


Anasya Firmansyah 1810711024
Dinda Nur Aliya 1810711029
Mella Mahardika 1810711052
Sri Ayu Mustaqfiroh 1810711087

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2020
KDRT

A. Pengertian dan Prevalensi


Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang
No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Masalah kekerasan dalam rumah
tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor
23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa:
1. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes dari
segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-
undang Republik Indonesia tahun 1945.
2. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga
merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus.
3. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah
perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau
masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman
kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan
martabat kemanusiaan.
4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga.

Pada tahun 2010, data WHO menunjukkan bahwa secara umum 1 dari 3
perempuan di dunia mengalami kekerasan. Jika dilihat menurut wilayah, terlihat
bahwa prevalensi kekerasan terhadap perempuan di Negara-negara berkembang
cenderung lebih tinggi dibandingkan Negara-negara maju. Meskipun demikian,
ternyata prevalensi kekerasan terhadap perempuan di Negara maju cukup tinggi
yakni sekitar 25 persen. Artinya, 1 dari 4 perempuan di Negara berpendapatan
tinggi mengalami kekerasan. Di Negara-negara Afrika dan Asia, prevalensi
kekerasan terhadap perempuan tercatat sekitar 37 persen.
Prevalensi kekerasan dalam rumahtangga (KDRT) yang menimpa perempuan
yang pernah/sedang menikah tercatat lebih tinggi pada kekerasan fisik
dibandingkan kekerasan seksual. Prevalensi kekerasan fisik terhadap perempuan
semasa hidup oleh pasangan tercatat sebesar 12,3 persen, sedangkan prevalensi
kekerasan seksual tercatat sebesar 10,6 persen. Akan tetapi prevalensi kekerasan
seksual (3,8 persen) dalam 12 bulan terakhir oleh pasangan lebih tinggi dari
pada kekerasan fisik (1,8 persen).

B. Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri
dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam:
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau
luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain
adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak),
menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan
sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka
lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
2. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku
kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir
istri dari dunia luar, mengancam atau, menakut-nakuti sebagai sarana
memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual
sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. Kekerasan seksual berat,
berupa:
a. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ
seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat
korban tidak menghendaki.
c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan
atau menyakitkan.
d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan
atau tujuan tertentu.
e. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
f. Tindsakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat
yang menimbulkan sakit, luka, atau cedera. Kekerasan Seksual Ringan,
berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan
porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi
wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian
seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau
menghina korban. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat
dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada
orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah
istri, bahkan menghabiskan uang istri.
Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
1) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
2) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
3) Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas
dan atau memanipulasi harta benda korban.
Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang
menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak
terpenuhi kebutuhan dasarnya.

C. Faktor Penyebab KDRT


Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur
masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki Laki-laki dianggap sebagai superioritas
sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan
mengendalikan wanita.
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi Diskriminasi dan
pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita
(istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan
pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.
3. Beban pengasuhan anak Istri yang tidak bekerja, menjadikannya
menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak
diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga
tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki
menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan
mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya
hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan
kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki Posisi wanita sebagai istri di dalam
rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai
pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau
ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya
legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak
dalam konteks harmoni keluarga.
D. Tanda Dan Gejala Adanya KDRT
Gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas,
penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa
sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas
penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab yang
jelas. Jika anda membaca gejala-gejaladi atas, tentu anda akan menyadari bahwa
akibat kekerasan yang paling fatal adalah merusak kondisi psikologis yang
waktu penyembuhannya tidak pernah dapat dipastikan.

E. Siklus Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Secara umum kekerasan dalam rumah tangga mengikuti suatu siklus, yang
terjadi selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Ketegangan muncul dari
konflik atau ketidaksepakatan kecil, yang menjadikan wanita mengeluh, pasif,
atau menarik diri.

F. Dampak KDRT
Bagi Korban:
a. Trauma
Ada banyak kasus di mana korban kekerasan dalam rumah tangga menjadi
tertekan dan trauma setelah menghadapi pelecehan dalam hubungan
mereka.Hal ini membuat mereka tidak bisa 'berfungsi' normal, yang kadang
mempengaruhi berbagai aspek lain dalam kehidupan mereka, misalnya
dalam bidang pekerjaan atau pendidikan. Juga dapat menimbulkan trauma
pada anak yang menjadi saksi peristiwa kekerasan dalam lingkup keluarga,
juga dapat mengalami trauma berupa gangguan fisik, mental dan emosional.

b. Rasa sakit
Dalam kasus di mana salah satu di antara pasangan menerima kekerasan
fisik, korban mungkin mengalami rasa sakit dan penderitaan. Dan ada kasus
di mana cedera fisik sulit untuk dihilangkan.Dalam beberapa kasus ekstrem,
korban KDRT mengalami cacat fisik permanen akibat penganiayaan yang
diterimanya. 
c. Ketakutan
Sebuah studi baru-baru ini mengatakan, korban kekerasan dalam rumah
tangga cenderung menjadi paranoid. Mereka mungkin tidak bisa
mempercayai adanya sebuah hubungan baru di mana mereka tidak akan
dianiaya.
G. Penatalaksanaan
Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan
cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:
1. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh
pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan
dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
2. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena
didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak,
saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling
mengahargai setiap pendapat yang ada.
3. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta
sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah
tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak,
itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
4. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya
antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling
percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk
melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul
adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga
berlebihlebihan.
5. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada
dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi
pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga
dapat diatasi dengan baik.

Sumber: https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/71ad6-buku-ktpa-meneg-pp-
2017.pdf
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KDRT

Seorang perempuan usia 25 tahun dibawa keluarga ke UGD RSU dalam kondisi tidak
berdaya, mata kiri biru lebam karena dipukul oleh suaminya. Keluarga membawa Surat
Permintaan Visum dari kepolisian dan bermaksud dilakukan pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan keterangan medis terhadap luka-lukanya. Klien mengatakan bahwa
wajahnya ditinju berkali-kali dan tangan klien juga disulut rokok oleh suaminya. cekcok
antar pasangan suami istri ini sudah kerap terjadi di awal pernikahan 2 tahun yang lalu.
suami memang memiliki sifat yang temperamen, namun sejak di PHK dari
pekerjaannya 6 bulan yang lalu, sifat kasar suami semakin menjadi-jadi. untuk menutupi
kebutuhan ekonomi, klien terpaksa bekerja sebagai buruh pabrik dan tukang cuci,
sementara suami tidak ada upaya untuk mencari pekerjaan.

Kejadian pemukulan yang terjadi semalam, dipicu oleh kecemburuan suami yang
menuduh klien selingkuh. suami menganggap klien sudah tidak menghargai sebagai
suami karena pencari nafkah selama ini adalah klien yang notabene adalah ibu rumah
tangga namun harus bekerja untuk menutupi keuangan keluarga.

PENGKAJIAN

a) Identitas
Nama : Ny. X
Umur : 25 tahun
Agama : islam
Alamat : jln. Bahagia, Jakarta pusat.
Status perkawinan : menikah
A. Faktor Predisposisi
1. Biologis : Mata kiri biru lebam
2. Psikologis : klien mengatakan cekcok antar pasangan suami istri
sudah kerap terjadi sejak awal pernikahan 2 thn yg lalu, Suami memiliki sifat
tempramen , namun sejak di phk sifat nya makin menjadi jadi
3. Sosiokultural : perempuan berusia 25 tahun bekerja sebagai buruh pabrik dan
tukang cuci untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sementara suami tidak ada
upaya untuk mencari pekerjaan setelah di PHK 6 bulan yang lalu.
B. Faktor Presipitasi
- Kejadian pemukulan terjadi semalem, karena Klien dituduh suaminya
selingkuh
- Klien mengatakan wajahnya ditinju berkali kali , Klien mengatakan
Tangan klien disundut pake rokok, mata kiri biru lebam, korban
mengalami KDRT
C. Penilaian stressor / tanda gejala
- Respon koognitif : tidak ada
- Respon afektif : berfikir bahwa cekcok hal yang biasa. Karena sudah kerap
terjadi di awal pernikahan 2 tahun yang lalu.
- Respon fisiolois : kondisi tidak berdaya
- Respon perilaku : datang ke RSU
- Response social : bercerita ke keluarga
D. Sumber koping
Keluarga membawa surat permintaan Visum dari kepolisian kemudian datang ke
UGD RSU bermaksud dilakukan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan
keterangan medis terhadap luka – lukanya
E. Mekanisme koping
Koping adaptif : menceritakan masalahnya ke keluarga kemudian melaporkan ke
polisi dan dilakukan pemeriksaan fisik
F. Pemeriksaan Fisik head to toe : apakah ada luka lain selain luka lebam di mata
dan tangan klien
G. Pemeriksaan Tanda-tanda vital

DATA FOKUS

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


• Klien mengatakan bahwa wajahnya • Kondisi klien terlihat tidak
ditinju berkali-kali dan tangan klien juga berdaya, mata kiri biru lebam
disulut rokok oleh suaminya • Keluarga membawa Surat
• Klien mengatakan suami memang Permintaan Visum
memiliki sifat yang temperamen, dan sifat
kasar suami semakin menjadi-jadi.
• Klien mengatakan suami di PHK dari
pekerjaannya 6 bulan yang lalu
• klien terpaksa bekerja sebagai buruh
pabrik dan tukang cuci, sementara suami
tidak ada upaya untuk mencari pekerjaan.
• Klien mengatakan Kejadian
pemukulan yang terjadi dipicu oleh
kecemburuan suami yang menuduh klien
selingkuh

ANALISA DATA

No Data Masalah Etiologi


1. Ds: Risiko Cedera Gangguan
 Klien mengatakan bahwa (Nanda 2018, mekanisme
wajahnya ditinju berkali-kali Domain 11, pertahanan primer
dan tangan klien juga disulut Kelas 2, Kode
rokok oleh suaminya Diagnosis 00035,
 Klien mengatakan Kejadian Hal.393)
pemukulan yang terjadi
dipicu oleh kecemburuan
suami yang menuduh klien
selingkuh

DO:
 Kondisi klien terlihat tidak
berdaya, mata kiri biru
lebam
 Keluarga membawa Surat
Permintaan Visum .
2. Ds: Harga diri rendah Pola
 Klien terpaksa bekerja situasional Ketidakberdayaan
sebagai buruh pabrik dan (Nanda 2018,
tukang cuci, sementara Domain 6, Kelas 2,
suami tidak ada upaya untuk Kode diagnosis
mencari pekerjaan 00120, Hal.272)
 Klien mengatakan bahwa
wajahnya ditinju berkali-kali
dan tangan klien juga disulut
rokok oleh suaminya
DO:
 Kondisi klien terlihat tidak
berdaya, mata kiri biru
lebam
 Keluarga membawa Surat
Permintaan Visum

3. Ds: Ketidakmampuan Perilaku keluarga


 Klien terpaksa bekerja koping keluarga yang mengganggu
sebagai buruh pabrik dan (Nanda 2018, kesejahteraan
tukang cuci, sementara Domain 9, Kelas 2,
suami tidak ada upaya untuk Kode Diagnosis
mencari pekerjaan. 00073, Hal.333)
 Klien mengatakan suami
memang memiliki sifat yang
temperamen, dan sifat kasar
suami semakin menjadi-jadi
 Klien mengatakan suami di
PHK dari pekerjaannya 6
bulan yang lalu
 DO :
-
POHON MASALAH

Effect RISIKO CEDERA

HARGA DIRI RENDAH


Core
SITUASIONAL

Cause KETIDAKMAMPUAN
KOPING KELUARGA

DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA
1. Harga diri rendah situasional b.d Pola Ketidakberdayaan
(Nanda 2018, Domain 6, Kelas 2, Kode diagnosis 00120, Hal.272)
2. Risiko Cedera b.d. Gangguan mekanisme pertahanan primer
(Nanda 2018, Domain 11, Kelas 2, Kode Diagnosis 00035, Hal.393)
3. Ketidakmampuan koping keluarga Perilaku keluarga yang mengganggu
kesejahteraan (Nanda 2018, Domain 9, Kelas 2, Kode Diagnosis 00073,
Hal.333)

INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Harga Diri Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Harga Diri
Rendah keperawatan diharapkan ( NIC: 5400 )
situasional b.d masalah keperawatan harga - Monitor pernyataan
Pola diri rendah situasional dapat pasien tentang harga
Ketidakberdayaan teratasi dengan Kriteria Hasil: diri
Pemulihan Terhadap - Tentukan kepercayaan
Kekerasan: Fisik ( kode diri pasien dalam hal
outcome 2504) penilaian diri
- Perawatan trauma secara - Kuatkan kekuatan
teratur dipertahankan pribadi yang
pada 2 ditingkatkan ke 5 diidentifikasi pasien
- Penyembuha trauma fisik - Bantu pasien untuk
dipertahankan pada 2 mengatur tujuan yang
ditingkatkan ke 5 realistic dalam rangka
- Adanya respon yang mencapai harga diri
diharapkan terhadap yang lebih tinggi
perawatan dipertaankan - Monitor harga diri
pada 2 ditinggkatkan ke 5 pasien dari waktu ke
Pemulihan Terhadap waktu
Pengabaian ( kode outcome Peningkatan Peran
2512 ) ( NIC : 5370 )
- Perkembangan moral - Bantu pasien untuk
dipertahankan pada 3 mengidentifikasi
ditingkatkan ke 5 bermacam peran
- Harapan tanggung jawab dalam kehidupan
yang wajar untuk usia - Bantu pasien untuk
dipertahankan pada 2 mengidentifikasi
ditingkatkan ke 5 peran yang biasanya
- Kerusakan kulit dalam keluarga
dipertahankan pada 2 - Dukung pasien untuk
ditingkatkan pada 5 mengidentifikasi
gambaran realistic
dari adanya
perubahan peran
Peningkatan Citra Tubuh
( NIC : 5220 )
- Tentukan harapan
citra diri pasien
didasarkan pada tahap
perkembangan
- Tetntukan perubahan
fisik saat ini apakah
berkontribusi pada
citra diri pasien
- Bantu pasien untuk
mendiskusikan
stressor yang
memperngaruhi citra
diri terkait dengan
kondisi cedera
2. Risiko Cedera b.d Setelah dilakukan tindakan Dukungan Terhadap
Gangguan keperawatan diharapkan Kekerasan: Pasangan
Mekanisme masalah keperawatan Risiko ( NIC; 6403 )
Pertahanan Cedera dapat teratasi dengan - Skrining untuk
Primer Kriteria Hasil: adanya risiko yang
Kontrol Risiko ( kode berhubungan dengan
outcome 1902 ) kekerasan dalam
- Mencari informasi rumah tangga
tentang risiko kesehatan - Skrining terhadap
dipertahankan pada 2 gejala dari adanya
ditingkatkan pada 5 kekerasan dalam
- Mengidentifikasi faktor rumah tangga
risiko dipertahankan pada - Monitor kekerasan
2 ditingkatkan pada 5 fisik untuk adanya
- Memonitor faktor risiko tanda-tanda dan gejala
di lingkungan penggunaan
dipertahankan pada 2 kekerasan fisik
ditingkatkan pada 5 - Monitor kekerasan
Pengetahuan: Keamanan fisik untuk adanya
Pribadi ( kode outcome tanda-tanda dan gejala
1809 ) penggunaan
- Strategi pengurangan kekerasan emosional
risiko dipertahankan pada - Mendengarkan
2 ditingkatkan pada 5 individu dengan
penuh perhatian pada
saat individu mulai
menceritakan
mengenai masalahnya
sendiri
Manajemen Lingkungan:
Pencegahan Kekerasan
( NIC: 6487 )
- Singkirkan senjata
potensial dari
lingkungan
- Periksa lingkungan
secara rutin untuk
memastikan bebas
dari bahan bahaya
- Monitor keamanan
terhadap barang yang
dibawa kelingkungan
oleh pengunjung

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Harga Diri Pasien Keluarga


Rendah
Situasional Strategi pelaksanaan 1 pada Strategi pelaksanaan 1
pasien (SP1P) keluarga (SP1K)
1. Mengidentifikasi 1. Mendiskusikan masalah
penyebab perilaku yang dirasakan keluarga
kekerasan dalam merawat pasien.
2. Mengidentifikasi tanda 2. Menjelaskan pengertian
dan gejala perilaku perilaku kekerasan, tanda
kekerasan dan gejala serta proses
3. Mengidentifikasi perilaku terjadinya perilaku
kekerasan yang dilakukan kekerasan.
4. Mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan Strategi pelaksanaan 2
5. Menyebutkan cara keluarga (SP2K)
mengontrol perilaku 1. Melatih keluarga
kekerasan mempraktikkan cara
6. Membantu pasien merawat pasien dengan
mempraktikkan latihan perilaku kekerasan.
cara mengontrol perilaku 2. Melatih keluarga
kekerasan secara fisik 1 : melakukan cara merawat
latihan nafas dalam. langsung kepada pasien
perilaku kekerasan.
Strategi pelaksanaan 2 pada
pasien (SP2P)
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien.
2. Melatih pasien
mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara
fisik : pukul bantal dan
kasur.
3. Menganjurkan pasien
memasukkan kedalam
kegiatan harian.
ANALISIS JURNAL

Judul : “Kajian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Psikologi Anak Di Desa
Soakonora Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat.”
Correspondensi : Edwin Manumpahi, Shirley Y.V.I., Gonihendrik W. Pongoh

Latar Belakang : Dalam perkawinan setiap pasangan memimpikan dapat membangun


keluarga yang harmonis, bahagia dan saling mencintai, tetapi faktanya banyak keluarga
yang ternyata tidak harmonis, justeru merasa tertekan dan sedih karena terjadinya
kekerasandalam rumah tangga, baik kekerasan yang bersifat fisik, psikologisatau
kejiwaan, seksual, emosional, maupun penelantarankeluarga. Kekerasan dalamRumah
Tangga (KDRT) bisa disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, baik itu secara
perseorangan maupun secara bersama-sama, apalagi di jaman keterbukaan dan
kemajuan teknologi informasi yang seringkali suatu tindak kekerasan muncul melalui
media informasi yang tidak bisa tersaring pengaruh negatifnya terhadap kenyamanan
hidup dalam berumah-tangga. Kondisi ini cenderung mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak, sehingga anak-anak tumbuh dan berkembang secara tidak natural,
justeru menghambat anak-anak dapat berprestasi di sekolahnya. Untuk menyelamatkan
pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal, perlu dilakukan penanganan secara
psikologis dan edukatif terhadap kasus Kekerasan Dalam Rumah-Tangga (KDRT), baik
yang sifatnya kuratif maupun preventif, sehingga akan bermanfaatbagi pelaku
Kekerasan Dalam Rumah-Tangga (KDRT),utamanya bagi kurban Kekerasan Dalam
Rumah-Tangga (KDRT)dan masyarakatnya secara umum.
Tujuan : Untuk mengkaji Tentang Kekerasan Dalam Rumah-Tangga Terhadap
Psikologis Anak.

Metode Penelitian : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Moleong, (1996) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah
suatu penelitian ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks
sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang
mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Oleh karena itu dalam
penelitian kualitatif peneliti adalah sebagai sumber instrumen yakni sebagai pengumpul
data secara langsung.

Hasil Penelitian :

Dari 10 orang informan peneliti mendapatkan banyak masukan tentang terjadinya


Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT): faktor eknomi yang tidak stabil,
Kurangnya pengetahuan hidup berumah tangga/tidak paham tugas dan tanggung jawab
masing-masing, Pemahaman yang berbeda antara suami dan istri, Komunikasi yang
kurang baik, Suami merasa lebih berkuasa daripada istri, dan istri harus melakukan
kehendak suami, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagai alat untuk
menyelesaikan konflik, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) akibat persaingan
dalam rumah tangga, Adanya sifat keegoisan yang hanya mementingkan diri sendiri dan
tidak bertanggung jawab dalam hal menafkahi keluarga, Kepribadian dan kondisi
psikologi yang tidak stabil, Pengaruh minuman keras (Cap Tikus), Penyampaian kata-
kata terhadap masing-masing pasangan yang tidak baik (Menghina atau makian),
Pengaruh didikan kekerasan orang tua di masa kecil, Frustrasi menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya tindak kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga, Laki-
laki bertindak seenaknya pada pihak perempuan karena merasa perempuan dibawah
derajat laki-laki, Penyelewengan seks, Perubahan sikap, atau pun menderita sakit
mental. Faktor memiliki anak yang banyak sehingga sulit untuk memberi nafkah. Istri
memilikipekerjaan dansuami tidak memiliki pekerjaan, kebanyakan istri akan sesuka
hati memperlakukan seorang suami, sudah tudakmenghormatisuami, Ketergantungan
seorang istri terhadap suami, Tingkat kepuasan seks yang menurun, Ketidaksabaran
dalam mengambil suatu tindakan, Masalah dalam pekerjaan dibawa-bawa sampai dalam
keluarga sehinnga pikiran menjadi kacau dan tidak bisa dikendalikan, Kurang terbuka
dalam keluarga (satu hal yang membuat tidak ada keharmonisan dalam berumah
tangga), Pergi keluar rumah tanpa alasan yang jelas (dalam hal ini biasanya terjadi pada
suami), Kurangnya tingkat kedisiplinan dalam keluarga, hal ini memicu pertengkaran
antar suami dan istri yang saling menyalahkan), Berprasangka buruk atau mencurigai
pasangan (hal ini akan membuat rasa tidak nyaman dalam rumah tangga, sehingga
kurangnya rasa kepercayaan terhadap pasangan), Kurangnyaperhatian dalamkeluarga
(suami sebagai kepala keluarga yang salah mengatur rumah tangga, disini sebagai istri
harus memberikan pendapat yang benar dan jangan ragu untuk melakukannya).

Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitiandan pembahasan maka dapat disimpulkan


bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga mengakibatkan suatu keadaan yang tidak baik
psikologi anak dan berakibat buruk terhadap masa depan mereka.Anak-anak yang
tumbuh dalam keluarga yang sering menyaksikan dan mengalami kekerasan dalam
rumah tangga setelah menjadi dewasa akan mempunyai sikap yang a-sosial dan
cenderung dalam kehidupannyaselalu melakukan tindak kekerasan atau mereka
mengalami gangguan jiwa yang bisa membahayakan banyak orang. Sehingga
diperlukan penanganan yang serius terhadap masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) oleh pihak Pemerintah dan seluruh komponen masyarakat untuk meminimalisir
atau menghilangkan tindak kekerasan dalam rumah tangga.Dengan demikian maka
pertumbuhan kejiwaan (psikologi) dapat berlangsung sesuaidengan harapan keluarga,
masyarakat dan bangsa.

Rekomendasi : Memberikan pembinaan kepada semua pelaku Kekerasan Dalam


Rumah Tangga (KDRT) baik secara Kekeluargaan maupun secara adat. Untuk tidak lagi
melakukan tindak kekerasan dalam rumah tanggadengan membuat perjanjian di
hadapan Pemerintah dan tokoh-tokoh adat. Jikalau Pembinaan secara Kekeluargaan dan
adat tidak menghasilkan perubahan bagi si pelaku maka harus diambil tindakan tegas
dengan mengajukan ke pihak yang berwajib untuk dilakukan proses hukum. Anak-anak
dari keluarga yang sering melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga dapat
diambil alih oleh Pemerintah untuk diserahkan pada keluarga-keluarga yang ada dalam
masyarakat untuk Perwalian dan pembinaan.

.
Sumber : Manumpa, Edwin, dkk. 2016. Kajian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Terhadap Psikologi Anak Di Desa Soakonora Kecamatan Jailolo Kabupaten
Halmahera Barat. e-journal “Acta Diurna” Volume V. No.1. Tahun 2016. Diakses : 13
Oktober 2020. Link : https://ejournal.unsrat.ac.id

Anda mungkin juga menyukai