Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI DAN SURVEILANS GIZI

“Kurang Energi Protein pada Balita”

Kelompok 1 :

1. Windahsari R. Panjaitan (20170711014157)


2. Abigael Rampo Labi (20170711014118)
3. Isei Ginia (20170711014057)
4. Bete Yikwa (20170711014031)

PEMINATAN GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA PAPUA
2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME atas berkat kasih karunia-Nya kami
kelompok dapat menyusun makalah “Kekurangan Energi Protein pada Balita” ini, penyusunan
makalah ini kami buat untuk pemenuhan salah tugas mata kuliah “Epidemiologi dan Surveilans
Gizi” di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih Jayapura Papua.
Kami berharap makalah ini bisa membantu para mahasiswa dalam proses perkuliahan
serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan teman-teman sekalian dan dapat memenuhi
tugas terebut.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari sempurna. oleh sebab itu kritik
dan saran yang bersifat membangun kami terima dengan senang hati. Sekian dan Terimakasih

Jayapura, Oktober 2020

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar...............................................................................................................................i

Daftar Isi.........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................2

C. Tujuan...............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3

A. Pengertian Kurang Energi Protein ( KEP)........................................................................3

B. Klasifikasi KEP.................................................................................................................3

C. Gejala KEP........................................................................................................................5

D. Penyebab Terjadinya KEP................................................................................................6

E. Upaya Penanggulangan KEP............................................................................................7

BAB III PENUTUP........................................................................................................................9

A. Kesimpulan.......................................................................................................................9

B. Saran..................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................10

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
KEP (Kekurangan Energi dan Protein) atau Protein Energy Malnutrition merupakan salah
satu gangguan gizi yang penting bagi banyak negara yang sedang berkembang di Asia,
Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. KEP terdapat terutama pada anak-anak di
bawah lima tahun (balita). Dari berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa KEP merupakan
salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak menurunkan mutu fisik dan
intelektual, serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatkan resiko
kesakitan dan kematian terutama pada kelompok rentan biologis.Meskipun sekarang ini
terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi makronutrien ke defisiensi mikro nutrien,
namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30 %) sehingga
memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP. Berbagai upaya
untuk menanggulangi kejadian KEP antara lain pemberdayaan keluarga, perbaikan
lingkungan, menjaga ketersediaan pangan, perbaikan pola konsumsi dan pengembangan pola
asuh,melakukan KIE, melakukan penjaringan dan pelacakan kasus KEP, memberikanPMT
penyuluhan, pendampingan petugas kesehatan, mengoptimalkan Poli Gizi di Puskesmas, dan
revitalisasi Posyandu.Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, namun tetap saja kasus KEP
bermunculan di setiap tahunnya. Setidaknya, ada 4 faktor yang melatarbelakangi KEP, yaitu :
masalah sosial, ekonomi, biologi, dan lingkungan. Kemiskinan, salah satu determinan social-
ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang berjejalan, kumuh dan
tidak sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Ketidaktahuan, baik yang
berdiri sendiri maupun yang berkaitan dengan kemiskinan, menimbulkan salah paham
tentang cara merawat bayi dan anak yang benar, juga salah mengerti mengenai penggunaan
bahan pangan tertentu dan cara member makan anggota keluarga yang sedang sakit. Hal lain
yang juga berpotensi menumbuhsuburkan KEP dikalangan bayi dan anak adalah penurunan
minat dalam member ASI yang kemudian diperparah pula dengan salah persepsi tentang cara
menyapih. Selain, distribusi pangan dalam keluarga terkesan masih timpang. Kekurangan
Energi Protein sesungguhnya berpelung menyerang siapa saja terutama bayi dan anak yang

1
tengah bertumbuh-kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia kurang
dari 1 tahun, sementara kwashiorkor cenderung menyerang setelah mereka berusia 18 bulan.
Jika dialami oleh anak yang berumur lebih tua, kondisi tersebut biasanya ringan karena
mereka pada umumnya telah pandai “ mencari makan” sendiri. Remaja, dewasa muda
(utamanya pria), wanita tidak hamil dan tidak menyusui, memiliki angka prevalensi paling
rendah.
Hal ini disebabkan kompleksnya penyebab KEP itu sendiri. Mengingat pentingnya
pengetahuan akan KEP tersebut, maka kami menyusun makalah berjudul “Kekurangan
Energi Protein” ini yang didalamnya memaparkan hal-hal yang berhubungan dengan KEP itu
sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berikut rumusan masalah yang terkait dengan makalah ini:
1. Bagaimana pengertian kekurangan energi protein?
2. Bagaimana klasifikasi kekurangan energi protein?
3. Bagaimana gejala kekurangan protein
4. Apa penyebab terjadinya kurang energi protein?
5. Bagaimana upaya penanggulangannya

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari KEP
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari KEP
3. Untuk mengetahui gejala apa yang ditimbulkan dari KEP
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi KEP
5. Untuk mengetahui upaya dalam menanggulangi KEP

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurang Energi Protein ( KEP)


Kekurangan Energi Protein(KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau
disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenui angka kecukupan
gizi (Depkes RI, 1999). Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi (Pudjiani, 2000). Sedangkan menurut Depkes RI (1999)
Kurang Energi Protein (KEP) adalah masalah gizi kurang akibat konsumsi pangan tidak
cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan. KEP sendiri
lebih sering dijumpai pada anak prasekolah (Soekirman, 2000). Sedangkan menurut
Jellife (1966) dala Supariasa I.D.Nyoman (2002) dikatakan bahwa KEP merupakan
istilah umum yang meliputi malnutrition,yaitu gizi kurang dan gizi buruk termasuk
marasmus dan kwashiorkor. Jadi dapat disimpulkan bahwa Kekurangan Energi Protein
adalah keadaan kurang gizi yang dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu konsumsi energi
dan protein kurang dan gangguan kesehatan.

B. Klasifikasi KEP
Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang
berat badan anak dibanding dengan umur dan menggunakan KMS dan tabel BB/U Baku
Median WHO – NCHS.
1. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita kuning
2. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis
Merah ( BGM ).
3. KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U < 60 % baku median WHO-NCHS.
Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/gizi buruk dan KEP sedang, sehingga
untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan tabel BB/U Baku median WHO-
NCHS.

3
a. Keuntungan penggunaan baku WHO-NCHS adalah dapat terhindar dari kekeliruan
interpretasi karean baku WHO-NCHS sudah dapt membedakn jenis kelamin dan lebih
memperhatikan keadaan masa lampau. Kelemahannya adalah apabila umur tidak
diketahui dengan pasti maka akan sulit digunakan, kecuali untuk indeks BB/TB.
b. Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-score(simpang baku) sebagai
batas ambang. Kategori dengan klasifikasi status gizi berdasarkan indeks BB/U, PB/U
atau BB/TB dibagi menjadi 3 golongan dengan batas ambang sebagai berikut:
a. Indeks BB/U
1. Gizi lebih, bila Z-score terletak > +2SD
2. Gizi lebih, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
3. Gizi kurang, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d <-2SD
4. Gizi buruk, bila Z-score terletak > -3SD
b. Indeks TB/U
1. Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD
2. Pendek, bila Z-score terletak < -2SD
c. Indeks BB/TB
1. Gemuk, bila Z-score terletak < -3SD
2. Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
3. Kurus, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d <-2SD
4. Kurus sekali, bila Z-score terletak > -3SD
(sumber: WNPG VII, 2000)

Pertimbangan dalam menetapkan Cutt Off Point gizi didasarkan pada asumsi resiko
kesehatan:
 Antara -2SD sampai +2SD tidak memiliki atau beresiko paling ringan untuk
menderita masalah kesehatan.
 Antara -2SD sampai -3SD atau antara +2SD sampai +3SD memiliki resiko cukup
tinggi untuk menderita masalah kesehtan.
 Di bawah -3SD ata di atas +2SD memiliki resiko tinggi untuk memderita masalah
kesehatan.

4
C. Gejala KEP
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak
kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai
marasmus, kwashiorkor atau marasmickwashiokor.Tanpa mengukur/melihat BB bila
disertai oudema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/gizi buruk tipe
kwashiorkor.
a. Kwashiokor
1. Oudema,umumnya seluruh tubuh,terutama pada pada punggung kaki (dorsum
pedis )
2. Wajah membulat dan sembab
3. Pandangan mata sayu
4. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
rasa sakit,rontok
5. Perubahan status mental, apatis dan rewel
6. Pembesaran hati
7. Otot mengecil(hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
8. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
9. Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut,anemia dan diare.

b. Marasmus
1. Tampak sangat kurus,tinggal tulang terbungkus kulit
2. Wajah seperti orang tua
3. Cengeng rewel
4. Kulit keriput,jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai
celana longgar )
5. Perut cekung
6. Iga gambang
7. Sering disertai penyakit infeksi( umumnya kronis berulang), diare kronis atau
konstipasi/susah buang air.

5
D. Penyebab Terjadinya KEP
Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi. Timbulnya KEP
tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang
mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam, akhirnya
akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makanannya tidak cukup
(jumlah dan mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan
demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan
akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk.
Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan
pangan di keluarga (household food security) adalah kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup
baik jumlah maupun mutu gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan
masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat
tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial.
Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan. Ketiga faktor ini saling berhubungan. Ketiga factor penyebab tidak
langsung saling berkaitan dengan tingkat pendidikan,pengetahuan, dan keterampilan
keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan kemungkinan makin
baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin
banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, demikian juga
sebaliknya.
Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil
produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli
keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Sebagai contoh, air susu ibu
(ASI) adalah makanan bayi utama yang seharusnya tersedia di setiap keluarga yang
mempunyai bayi. Makanan ini seharusnya dapat dihasilkan oleh keluarga tersebut
sehinggatidak perlu dibeli. Namun tidak semua keluarga dapat memberikan ASI kepada
bayinya oleh karena berbagai masalah yang dialami ibu. Akibatnya, bayi tidak diberikan
ASI atau diberi ASI dalam jumlah yang tidak cukup sehingga harus diberikan tambahan

6
makanan pendamping ASI (MP-ASI). Timbul masalah apabila oleh berbagai sebab,
misalnya kurangnya pengetahuan dan atau kemampuan, MP-ASI yang diberikan tidak
memenuhi persyaratan. Dalam keadaan demikian, dapat dikatakan ketahanan pangan
keluarga ini rawan karena tidak mampu memberikan makanan yang baik bagi bayinya
sehingga berisiko tinggi menderita gizi buruk.
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal
kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih
sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal
kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan
keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau
dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan
sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak.
Pelayanan kesehatan, adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga
terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi,
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan
kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas,
praktek bidan atau dokter, rumah sakit, dan pesediaan air bersih. Tidak terjangkaunya
pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya
pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan
secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status
gizi anak.

E. Upaya Penanggulangan KEP


Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk
ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk
menentukan status gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan
status gizi maka perlu direncanakan tindakan sebagai berikut :
a. Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan
di rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di
rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.
b. Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian
makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b)

7
Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan
kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan
gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya.
c. Balita KEP berat : harus dirawat inap di RS dan dilaksanakan sesuai pemenuhan
kebutuhan nutrisinya.
Penanggulangan Kekurangan Energi Protein ( KEP ) juga dapat dilakukan dengan
meningkatkan asupan protein. Secara umun dikenal dua jenis protein yaitu protein
yang berasal dari hewan dan protein nabati yang berasal dari tumbuhan. Protein
hewani dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan seperti ikan, daging, telur dan
susu. Protein nabati terutama berasal dari kacang-kacangan serta bahan makanan
yang terbuat dari kacang (Elly Nurachmah, 2001:15).
Protein kacang-kacangan mempunyai nilai gizi lebih rendah
dibandingkan dengan protein dari jenis daging (protein hewani). Namun, kalau
beberapa jenis protein nabati dikombinasikan dengan perbandingan yang tepat, dapat
dihasilkan campuran yang mempunyai nilai kualitas protein lengkap. Selain itu,
sumber protein nabati juga lebih murah harganya dibandingkan dengan sumber
protein hewani, sehingga dapat terjangkau oleh daya beli sebagian masyarakat

8
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan
oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan
penyakit –penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat
badanya kurang dari 80 % indek berat badan/umur baku standar,WHO –NCHS.
KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai gejala-gejala.
Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak sehingga penyakit ini sering
disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan
dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tata buku pedoman Tata Laksana KEP pada
anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe yaitu
KEP ringan, sedang, dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis
yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara
garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor

B. Saran
Mencegah lebih baik daripada mengobati.Istilah ini sudah sangat lumrah di
kalangan kita.Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya KEP, maka yang harus kita
ubah mulai sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur, dengan
memperhatikan gizi yang seimbang serta juga memperhatikan lingkungan yang sehat
sehingga dapat menunjang kedepannya. Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita
tidak akan mudah terserang penyakit.

9
DAFTAR PUSTAKA
1. Edwin, saputra suriadi. 2009. kejadian KEP. fkm UI Jakarta
2. Arisman. 2009. Buku ajar ilmu gizi dari gizi dalam daur kehidupan. Jakarta; buku
kedokteran EGC
3. Suprianta. Akses 31 maret 2013. www.slideshare.net
4. Syafiq, ahmad. 2011. Gizi dan kesehatan masyarakat. Jakarta; rajawali pers
5. Artonang evawani. 2004. Kurang energi protein. Medan; USU digital library
6. http://artikelkesmas.blogspot.com/2014/09/makalah-kep-kekurangan-energi-protein.html

10

Anda mungkin juga menyukai