Disusun Oleh :
NIM : 202004025
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas Praktik Daring Sistem kritis
yang dilaksanakan pada 02 november – 14 november 2020.
Oleh
Pembimbing
1. Definisi
Trauma kepala atau trauma kapitis merupakan suatu trauma/ruda paksa yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau
gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009).
Brain Injury Association of America mendefinisikan cedera kepala sebagai suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital atau degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Penangan
khususnya pada klien dengan Cidera Kepala Berat (CKB) yang mengalami perdarahan
atau hematom di kepala baik pada bagian epidural (EDH) maupun subdural (SDH)
dilakukan tindakan trepanasi/kraniotomi. Epidural hematoma (EDH) adalah suatu
perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater, biasanya sumber
perdarahannya adalah robeknya Arteri meningica media (paling sering), Vena diploica
(oleh karena adanya fraktur kalvaria), Vena emmisaria, Sinus venosus duralis. Subdural
hematoma (SDH) merupakan suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantara
lapisan duramater dengan araknoidea, sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging
vein (paling sering), A/V cortical, Sinus venosus duralis.
Intracranial hematoma (ICH) sendiri merupakan perdarahan yang terjadi pada
jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.
Menurut Dorland (1998), kraniotomi/trepanasi adalah setiap operasi terhadap cranium.
Kraniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat tumor,
mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan (Hinchliff,
Sue. 1999).
Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk
meningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth. 2002). Jadi post
kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang tengkorak untuk,
untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau
menghentikan perdarahan.
2. Epidemologi
Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan
gangguan fisik dan mental yang kompleks. Cedera kepala adalah salah satu penyebab
kematian utama dikalangan usia produktif antara 15-44 tahun. Secara global insiden
cedera kepala meningkat dengan tajam terutama karena peningkatan penggunaan
kendaraan bermotor. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020 kecelakaan lalu
lintas akan menjadi penyebab penyakit dan trauma ketiga terbanyak di dunia.
Di Amerika Serikat kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai
500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit
dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera
kepala tersebut (Fauzi, 2002). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya
akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang
memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia dibawah 30
tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua
pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya
(Smeltzer and Bare, 2002).
3. Etiologi
Smeltzer (2001) mengemukakan penyebab lain terjadinya trauma kepala antara lain :
a. Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana merobek otak, misalnya
tertembak peluru atau benda tajam
b. Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya
c. Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun
bukan dari pukulan
d. Kontak benturan (Gonjatan langsung)
Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu objek
e. Kecelakaan lalu lintas
f. Jatuh
g. Kecelakaan industri
h. Serangan yang disebabkan karena olah raga
i. Perkelahian
4. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat
langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan
suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala (Gennarelli,
1996 ; Israr dkk, 2009). Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa
perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa
kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area
benturan disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area benturan tidak terdapat gaya
kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan
lesi kontusio “countercoup”.
Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering
dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana caranya
terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi
faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup,
countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang
berada di antara lesi kontusio coup dan countrecoup (Mardjono dan Sidharta, 2008).
Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara
mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak
(substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih
cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(countrecoup) (Hickey, 2003 dalam Israr dkk,2009).
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan
iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak.
Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal.
Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu
yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel.
Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan, kelainan aliran
kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan
dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-
sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien yang
konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera metabolik
bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk
mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa
daerah tertentu dalam otak (Lombardo, 2003).
5. Klasifikasi
6. Manifestasi klinis
Gejala klinis trauma kepala sebagai berikut:
a. Battle sign : warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga diatas os mastoid
b. Hemotipanum : perdarahan di daerah membrane timpani telinga
c. Periorbital ecchymosis : mata warna hitam tanpa trauma langsung
d. Rhinorrhe : cairan serebrospinal keluar dari hidung
e. Otorrhe : cairan serebrospinal keluar dari telinga
7. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi
a. CT scan ( dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak
b. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radio aktif
c. Cerebral angiografi
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak skundre
menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
d. Serial EEG (Electroencephalography)
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
e. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema) fragmen tulang
f. BAER (Brainstem Auditory Evoked Response)
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
g. PET (Positron Emission Tomography)
Mendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak
h. CSS
Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
i. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intracranial
j. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran
k. Rontgen thorahk 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.
l. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
m. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak.
n. Mielografi
Untuk mengganbarkan ruang sub arachnoid sepinal dan menunjukkan adanya
penyimpangan medulla spinalis.
8. Komplikasi
Komplikasi meliputi peningkatan TIK, infeksi, dan defisit neurologik.
a. Peningkatan TIK dapat terjadi sebagai akibat edema serebral atau pembengkakan dan
diatasi dengan manitol, diuretik osmotik. Pasien juga memerlukan intubasi dan
penggunaan agens paralisis.
b. Infeksi mungkin karena insisi terbuka. Pasien harus mendapat terapi antibiotik, dan
balutan serta sisi luka harus dipantau untuk tanda infeksi, peningkatan drainase, bau
menyengat, drainase purulen, dan kemerahan serta bengkak sepanjang garis insisi.
c. Defisit neurologik dapat diakibatkan oleh pembedahan. Pada pascaperasi status
neurologik pasien dipantau dengan ketat untuk adanya perubahan.
9. Penatalaksanaan
a. Observasi 24jam
b. Berikan intravena bila ada indikasi
c. Dianjurkan untuk tirahbaring
d. Profilaksis diberikan bila ada indikasi
e. Pemberian obat obatan untuk vaskulasisasi
f. Pemberian bat bat analgesic
g. Pembedahan bila ada indikasi
pembedahan yang dilakukan untuk pasien cedera kepala adalah
p e l a k s a n a a n operasi trepanasi. trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan
membuka tulang kepala yang bertujuan untuk mencapai otak untuk tindakan
pembedahan definitive (seperti adanya SDH (subdural hematoma) atau
EDH (epidural hematoma) dan kondisi lain pada kepala yang memerlukan
tindakan kraniotomi). Epidural Hematoa /EDH adalahsuatu pendarahan yang
terjadi diantara tulang dang dan lapisan duram ater, Subdural Hematoa SDH
atau pendarahan yang terjadi pada rongga diantara lapisan duramater dan dengan
araknoidea. Pelaksanaan operasi trepanasi ini diindikasikan pada pasien
1 . penurunan kesadaran tiba+tiba terutama riwayat cedera kep ala
akibat berbagai f a c t o r
2. Adanya tanda herniasi/lateralisasi.
3. Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi
emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan.
PeraLatan pasca bedah yang penting pada pasien post trepanasi adalah
memonitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya.
Jahitan dibuka pada Hari ke 5-7.Tindakan pemasangan fragmen
t u l a n g a t a u k r a n i o p l a s t i d i a n j u r k a n dilakukan setelah 6-8 minggu
kemudian
A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Primary survey
a. Keluhan utama
Pada pasien head injuri post trepanasi mengalami keluhan sakit kepala , muntah
pryektil ,kesadaran menurun.
b. Airway
Pastikan kepatenan jalan nafas dan kebersihannya dari partikel dari benda asing
seperti darah muntahan .
c. Breathing
1. Kaji pergerakan dada pasien
2. Kaji irama pernafasan pasien
3. Kaji pola nafas pasien
4. Terdapat retraksi dada atau tidak
5. Adanya sesak nafas atau tidak
Pada pasien head ijury post trepanasi pergerakan dada simetris ,tidak ada suara
nafas tambahan ronchi / wising.
d. Disability
Disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU
Alert : pasien dapat merespon suara dengan tepat
Verbal :pasien dapat mengeluarkan suara
Pain : kaji respon nyheri pasien
Unresponsive : kaji respon pasien
2) Secondary survey
a. Identitas pasien
meliputi nama,usia, pekerjaan, jenis kelamin dll.
b. Riwayat penyakit sekrang
gambaran keadaaan klien mulai terjadinya cidera kepala sampai dilakukan
trepanasi , dan keluhan klien selama mengalami cidera ,
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang pernah di derita pasien seblum mengalami cidera kepala
d. Riwayat penyakit keluaraga
Gamabaran keadaan kesehatan keluaraga dan penyakit yang berhubungan dengan
pasien,
e. TTV
Kaji tanda tanda vital pasien , tekakan darah menurun , sushu meningkat ,RR lambat
nadi meningkat.
3) Pemeriksaan fisik (head toe toe)
a. Kepala dan leher
Pada pasien dengan penyakit ini biasnya keadaan kepala bengkak , pertumbuhan
rambut tidak ada, terdapat luka , kepala kotor , pasien merasa sakit ketika kepalanya
bergerak, . tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid .
b. Wajah
Bentuk wajah simetris
c. Mata
Mata tidak mengalami gangguan bentuk simetris ,bola mata dapat digerakan,
konjungtiva normal , sclera icterus.
d. Telinga
Bentuk simetris , terdapat jejas dibelakang telinga .
e. Hidung
Simetri , penciuman tajam .
f. Dada
Simetris , pergerakan dada sama .tidak ada nyeri tekan .
g. Kulit
Tidak ada kelainan, warna kulit kuning kecoklatan .
h. Ektermitas
Bentuk simetris antara ektermitas kanan dan kiri,tidak ada defrmitas, tidak ada
fraktur.
i. Genetalia
Genetalia normal , berih tdiak terdpat nyeri tekan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan Agen pencedera fisik (trauma)
2. Risiko infeksi b.d pertahanan tubuh primer tidak adekuat
3. gangguan kerusakan integritas kulit b.d penurunan mobilisasi fisik
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). Missouri : Mosby