Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK II
“HIRSCHSPRUNG”

Dosen Pembimbing :
Prasetya Ningsih, S. ST, M. Kes.

Oleh :
Mutia
180101021

TINGKAT III S1 KEPERAWATAN


STIKES PIALA SAKTI PARIAMAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Alhamdulillahirabbil’alamiin, Saya Mutia 180101021


untuk mata kuliah Keperawatan Anak II Semester 5 dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan
dibuatnya makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak II.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya ada banyak pihak yang turut andil dalam proses
pembuatannya. Untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada Allah SWT, dan pihak-pihak yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.

Pariaman, November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2
2.1 Definisi Hirschprung............................................................................................2
2.2 Macam-macam Hirschprung.................................................................................2
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko...................................................................................2
2.4 Manifestasi Klinis dan Komplikasi.......................................................................3
2.5 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................4
2.6 Patofisiologi..........................................................................................................7
2.7 Penatalaksanaan Medis dan Non Medis................................................................8
A. Penatalaksanaan Medis.........................................................................................8
B. Penatalsanaan Non Medis.....................................................................................9
BAB III PENUTUP...........................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................13
SOAL OBJEKTIF.............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai
dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu
termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan
pasase usus fungsional. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun
1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun
1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada
kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi
ganglion (Kartono, 1993; Fonkalsrud, 1997; Lister, 1996).

1.2 Tujuan
1. Mengetahui tentang Hirschprung
2. Mengetahui definisi Hirschprung
3. Mengetahui etiologi, proses patofisiologi, komplikasi, dan penatalaksanaan
Hirschprung
4. Menentukan diagnosa dan asuhan keperawatan Hirschprung

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hirschprung
Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis
pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138). Penyakit
hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena
ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. Penyakit Hisprung disebut juga kongenital
aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak
mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus
kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus
besar dalam menjalankan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang
usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
Hisprung atau megakolon kongenital adalah penyakit bawaan akibat tidak tercapainya
pertumbuhan chepalocaudal. Sel-sel parasimpatis myantericus pada segmen usus bagian
distal, terbanyak di rektosigmid. Sehingga tidak ada peristaltic pada usus yang terkena dan
menyebabkan feses tidak bisa keluar sehingga terjadi obstruksi, dilatasi kolon bagian
proksimal dan hipertropi dinding ototnya sehingga terbentuk megakolon.

2.2 Macam-macam Hirschprung


Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
a. Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid ini merupakan 70% dari kasus
penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak
perempuan.
b. Penyakit Hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus.
Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Ada berbagai teori penyebab dari penyakit hirschsprung, dari berbagai penyebab
tersebut yang banyak dianut adalah teori karena kegagalan sel-sel krista neuralis untuk
bermigrasi ke dalam dinding suatu bagian saluran cerna bagian bawah termasuk kolon dan
rektum. Akibatnya tidak ada ganglion parasimpatis (aganglion) di daerah tersebut. sehingga

2
menyebabkan peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses dalam lumen terlambat
serta dapat menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan dinding kolon di bagian
proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut, atau kronis tergantung panjang usus
yang mengalami aganglion Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan
bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
Biasanya Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome” dan Kegagalan sel neural pada
masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal pada nyenterik dan
submukosa dinding pleksus.

2.4 Manifestasi Klinis dan Komplikasi


Tanda dan gejala setelah bayi lahir
- Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)
- Distensi abdomen, konstipasi.
- Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja / pengeluaran gas
yang banyak.
- Nyeri abdomen dan distensi.
- Gangguan pertumbuhan.
- Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti pita.
Adapun komplikasi yang ditimbulkan
Tidak terdapatnya ganglion (aganglion) pada kolon menyebabkan peristaltik usus
menghilang sehingga profulsi feses dalam lumen kolon terlambat yang menimbulkan
terjadinya distensi dan penebalan dinding kolon di bagian proksimal daerah aganglionik
sebagai akibat usaha melewati daerah obstruksi dibawahnya. Keadaan ini akan menimbulkan
gejala obstruksi usus akut, atau kronis yang tergantung panjang usus yang mengalami
aganglion. Gawat napas juga dapat terjadi ini merupakan manifestasi penyakit akut dari
hisprung ini.
Obstruksi kronis menimbulkan distensi usus sehingga dinding usus mengalami
iskemia yang disertai iritasi feses sehingga menyebabkan terjadinya invasi bakteri.
Selanjutnya dapat terjadi nekrosis, ulkus mukosa kolon, pneumomatosis, sampai perforasi
kolon. Keadaan ini menimbulkan gejala enterokolitis dari ringan sampai berat. Bahkan terjadi
sepsis akibat dehidrasi dan kehilangan cairan rubuh yang berlebihan.
Adapun komplikasi lainnya terjadi setelah dilakukan penata laksanaan pembedahan
diantaranya kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi

3
a. Kebocoran anastomose  Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh
ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat
pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma
colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam, mulai dari
abses rongga pelvik, abses intraabdominal, peritonitis, sepsis dan kematian.
b. Stenosis  Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan oleh
gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, serta prosedur bedah yang
dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau
Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila
stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave. Manifestasi yang terjadi dapat
berupa kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal
c. Enterokolitis merupakan komplikasi yang paling berbahaya, dan dapat berakibat
kematian. Swenson mencatat angka 16,4% dan kematian akibat enterokolitis mencapai
1,2%. Kartono mendapatkan angka 14,5% dan 18,5% masing-masing untuk prosedur
Duhamel modifikasi dan Swenson. Sedangkan angka kematiannya adalah 3,1% untuk
prosedur Swenson dan 4,8% untuk prosedur Duhamel modifikasi. Tindakan yang dapat
dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah segera melakukan
resusitasi cairan dan elektrolit, pemasangan pipa rektal untuk dekompresi, melakukan
wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari serta pemberian antibiotika yang tepat
(Irwan, 2003).
2.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos abdomen dan khususnya barium enema merupakan pemeriksaan
diagnostik untuk mendeteksi penyakit hirschsprung secara dini pada neonatus.
1) Foto polos abdomen

Gambar 1. Foto polos abdomen


pada noenatus dengan penyakit
hirschsprung

Penyakit hirschsprung pada neonatus cenderung menampilkan gambaran obstruksi


usus letak rendah. Daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara (gambar1).

4
2) Barium enema

Gambar 2. Barium enema

Pemeriksaan barium enema harus dikerjakan pada neonatus dengan keterlambatan


evakuasi mekonium yang disertai dengan distensi abdomen dan muntah hijau, meskipun
dengan pemeriksaan colok dubur gejala dan tanda-tanda obstruksi usus telah mereda atau
menghilang. Tanda klasik khas untuk penyakit hirschsprung adalah segmen sempit dari
sfingter anal dengan panjang segmen tertentu, daerah perubahan dari segmen.
Hal terpenting dalam foto barium enema adalah terlihatnya zona transisi. Zona
transisi mempunyai 3 jenis gambaran yang bisa ditemukan pada foto barium enema
yaitu 1. Abrupt, perubahan mendadak; 2. Cone, berbentuk seperti corong atau kerucut; 3.
Funnel, bentuk seperti cerobong.
Pemerikasaan barium enema tidak direkomendasikan pada pasien yang terkena
enterokolitis karena adanya resiko perforasi dinding kolon.

3) Foto retensi barium


Retensi barium 24-48 jam setelah pengambilan foto barium enema merupakan hal
yang penting pada penyakit hirschsprung, khusunya pada masa neonatus. Foto retensi
barium dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan foto polos abdomen untuk elihat
retensi barium. Gambaran yang terlihat yaitu barium membaur dengan feses ke arah
proksimal di dalam kolon berganglion normal.

5
Foto retensi barium dilakukan apabila pada foto enema barium ataupun yang dibuat

pasca-evakuasi barium tidak terlihat tanda penyakit hirschsprung. Apabila terdapat jumlah
retensi barium yang cukup signifikan di kolon, hal ini juga meningkatkan kecurigaan
penyakit hirschsprung.

Gambar 3. Foto retensi


barium 24 jam
menunjukkan retensi
barium dengan zona
transisi pada fleksura
splenik pada bayi berumur
10 hari.
Ketidakadaan pleksus
Meissner & Auerbach

b. Pemeriksaan manometer anorektal


Pemeriksaan ini adalah suatu pemeriksaan objektif yang mempelajari fungsi fisiologis
defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Pemeriksaan ini dilakukan
apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologi dan histologi meragukan.
Beberapa hasil mamometer anorektal yang spesifik bagi penyakit hirschsprung adalah:
 Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi
 Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik
 Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah
distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan.
c. Pemeriksaan Hispatologi
Pemeriksaan histologik terhadap hasil biopsi rektum full-thickness (ketebalan penuh)
yang memperlihatkan tidak adanya sel-sel ganglion dalam pleksus mienterika dan
submukosa.

2.6 Patofisiologi
PENYAKIT HIRSCHSPRUNG
Jenis
(AGANGLIONIC
6
MEGACOLON)

Sfingter rektumSaluran pencernaan


Aganglion
Defisit
Kegagalan sel bawah
Aliran
(tidakPeristaltik
darah
Distensi
Keterlambatan
pengetahuan
krista usus menghilang
danSegmen
Tekanan penebalan
dalam pendek
Kongenital
Risiko Konstipasi
Hipertermia Akumulasi
Proliferasi
Feses Demam
tidak
Stasisdi
Enterokolitisusus
bakteri
keluar (kolon
ada dan
sel rektum)
ganglion)
menurun
tidak berelaksasi neuralis bermigrasi dinding
penanganan
orang atau abnormal Mukosa
kolonmeningkat
tualumen di proksimal terganggu Nyeri
Nekrosis
Kematian
Segmen panjang

7
2.7 Penatalaksanaan Medis dan Non Medis
A. Penatalaksanaan Medis
Terapi utama penyakit hirschsprung adalah pembedahan untuk mengangkat bagian
usus yang aganglionik agar obstruksi usus dapat dihilangkan dan motilitas usus serta
fungsi sfingter ani interna dapat dipulihkan kembali.
Pembedahan dilakukan dalam dua tahap, yaitu
1. Pembedahan membuat ostomi temporer di sebelah proksimal segmen yang
aganglionik untuk menghilangkan obstruksi dan memungkinkan pemulihan usus yang
enervasinya normal serta mengalami dilatasi itu kembali kepada ukurannya yang
normal. Ostomi biasanya ditutup pada saat dilakukan prosedur pull-through.

2. Pembedahan korektif total biasanya dilakukan ketika berat badan akan mencapai < 9
kg. Ada beberapa prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Prosedur Swenson
Orvar Swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan operasi
tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit
hirschsprung. Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen,
melakukan biopsi eksisi otot rektum,diseksi rektum ke bawah hingga dasar
pelvik dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian
distal rektum diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran
anal menjadi terbaik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang
tentunya telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran
anal. Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk
bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian posterior, selanjutnya dilakukan
anastomose end to end dengan bagian kolon proksimal yang telah ditarik terobos
tadi. Anastomose dilakukan dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-muskular.
Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavum pelvik / abdomen.
Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup.

b. Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan
diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik
kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum

8
yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik
dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk
rongga baru dengan anastomose end to side.

c. Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama kali diperkenalkan Rehbein tahun 1959
untuktindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave
tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung.
Prosedur pull-through endorektal Soave merupakan prosedur yang paling sering
dilakukan, terdiri atas tindakan menarik ujung usus yang normal lewat sleeve
muskular rektum dan dari situ bagian mukosa yang aganglionik dibuang.

B. Penatalaksanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b.d. Agen Cedera biologis
Definisi Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan yang actual dan potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa;
awitan yang tiba-tiba atau lambat dan intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6
bulan.
Goal Mengurangi respon nyeri, memberikan kenyamanan
NIC NOC
Pain Management Pain Level
Lakukan pengkajian secara komprehensif pada Merintih dan menangis…
nyeri termasuk lokasi, karakteristik, Ekspresi wajah saat nyeri…
serangan/durasi, frekuensi, kualitas, Meringis…
intensitas atau kehebatan nyeri dan faktor Laju pernapasan…
presipitasi. Denyut nadi radial…
Observasi ketidaknyamanan nonverbal
Gunakan strategi komunikasi terapeutik Skala pengukuran :
Bantu keluarga untuk mendapatkan dan 1 = Severe
memberikan dukungan. 2 = Substantial
Eksplore faktor yang meningkatkan/ 3 = Moderate
9
mengurangi nyeri. 4 = Mild
Ajarkan penggunaan terapi nonfarmakologi 5 = None
untuk mengurangi nyeri (relaksasi,
distraksi)
Berikan perawatan analgesic dengan baik.

Analgesic Administration
Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,
dan keparahan sebelum member obat bayi.
Cek resep obat, dosis, dan frekuensi analgesic.
Cek terhadap adanya alergi obat.
Urus kebutuhan kenyaman dan aktivitas lain
yang dapat membuat pasien relaksasi untuk
melihat respon terhadap analgesic.
Dokumentasikan respon terhadap analgesic
dan beberapa efek yang kurang baik.
Ajarkan tentang penggunaan analgesik, strategi
untuk menurunkan efek samping, dan
harapan untuk mengurangi nyeri.

Diagnosa Keperawatan Hipertermia b.d penyakit


Definisi Peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal
Goal Menurunkan suhu dalam batas kisarsan normal
NIC NOC
Fever treatment Termoregulasi
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor IWL Kenyamanan suhu ...
Monitor warna dan suhu kulit Denyut nadi radial ...
Monitor tekanan darah, nadi dan RR Laju pernapasan ...
Monitor intake dan output Perubahan warna kulit ...
Lakukan tapid sponge
Berikan cairan intravena Skala pengukuran :
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila 1 = Severe
Berikan anti piretik 2 = Substantial

10
3 = Moderate
4 = Mild
5 = None

Diagnosa Risiko konstipasi : mekanis


Definisi Berisiko terhadap penurunan frekuensi
normal defekasi yang disertai dengan
kesulitan atau pasase feses tidak lampias
dan/atau pasase feses yang keras, kering, dan
banyak
NIC NOC
Managemen usus Kontrol Risiko
Perhatikan tanggal BAB terakhir Mengetahui faktor risiko
Pantau gerakan usus termasuk frekuensi, Hindari paparan ancaman kesehatan
konsistensi, bentuk, volume, dan warna Ikuti strategi pengendalian risiko yang dipilih
Pantau tanda dan gejala diare, sembelit, dan Sesuaikan strategi pengendalian risiko
impaksi Melakukan strategi pengendalian risiko
Berikan cairan hangat setelah makan
Perhatikan masalah yang sudah ada pada Skala pengukuran
usus, gerakan usus rutin, dan penggunaan 1: never
pencahar 2: rarely
Instruksikan anggota keluarga untuk 3: sometimes
mencatat warna, volume, frekuensi, dan 4: often
konsistensi dari tinja 5: consistently

Managemen cairan Fungsi Gastrointestinal


Monitor status nutrisi Toleransi makanan
Berikan cairan yang sesuai Frekuensi tinja
Pantau berat badan setiap hati Lingkar perut
Monitor tanda-tanda vital Warna tinja
Monitor status hidrasi ( kelembaban Konsistensi tinja
membrane mmukosa, keadekuatan nadi, Nyeri perut
dan tekanan darah ortostatik) Suara usus

Skala pengukuran
11
1: severely
2: subtantially
3: moderately
4: mildly
5: not

Diagnosa Defisiensi pengetahuan b.d kurang pajanan


Definisi Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif
yang berkaitan dengan topik tertentu
NIC NOC
Pendidikan orang tua: bayi Pengetahuan: Orang tua
Pantau kebutuhan belajar keluarga Kebutuhan keselamatan
Ajarkan keterampilan orang tua untuk Kebutuhan stimulasi
merawat bayi baru lahir pengelolaan masalah kesehatan yang umum
memperkuat perilaku peran pengasuh
Menunjukkan teknik menenangkan Skala pengukuran
Mendorong orang tua untuk bermain dengan 1 : No
bayi 2 : Limited
Mendorong orang tua untuk memegang, 3 : Moderate
memeluk, memijat, dan menyentuh bayi 4 : Subtansial
5 : Extensive

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit hirschprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh kegagalan migrasi dari sel ganglion selama kehamilan. Penyakit hirschsprung pada
umumnya mengenai kolon rektosigmoid tetapi dapat juga mengenai seluruh bagian kolon,
dan jarang mengenai usus kecil. Gejala penyakit ini pada pada masa bayi biasanya kesulitan
pergerakkan usus, nafsu makan yang menurun, penurunan berat badan, serta kembung pada
perut. Diagnosis awal penting untuk mencegah terjadinya komplikasi. Dengan
penatalaksanaan yang tepat, banyak pasien tidak akan mengalami efek samping dalam jangka
waktu yang lama, serta dapat hidup secara normal.
12
13
SOAL OBJEKTIF

1. Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada
usus, dapat dari kolon sampai pada …..
a. Usus besar
b. Usus halus
c. Lambung
d. Anus
2. Salah satu data dasar bayi mengalmi hisprung adalah…
a. Perut menggembung setelah lahir bayi tdk mengeluarkn mekonium (Tinja partama
pada bayi baru lahir)
b. Bayi tidak mau menyusui
c. Bayi mengalami hidrasi berat
d. Berat badan bertambah karena adanya reterdasi
3. Perencanaan yang perlu di lakukan untuk penyakit hiscprung adalah…
a. Melakukan pengoparasian kepala bayi karena adanya pembesaran perut
b. Menganjurkan ibu untuk tidak Berbuat apa-apa terhadap bayinya
c. Anjurkan kepada ibu untuk tidk memberi asinya
d. Beritahukan ibu keadaan bayinya tentang penyakit hisprung danber kaborasi dengan
dokter SPOK 
4. Dalam penyakit hiscprung antisipasi potensial adalah…
a. Bayi tidak mau menyusui
b. Bayi rewel karena kelaparan
c. Bayi mengalami dehidrasi berat
d. Bayi tidak mengalami susah tidur
5. Salah satu kebutuhan untuk bayi yang mengalami hiscprung adalah…
a. Tidak memberikan asi
b. Memberikan makan tambahan
c. Perbaikan asupan pola makan yang di konsumsi oleh bayi
d. Memberikan pol istirahat

14
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M, dkk. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC) ed.5. USA :

MOSBY Elsiever

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : definisi dan klarifikasi 2012-2014.

Jakarta: EGC

Irwan, Budi. 2003. PENGAMATAN FUNGSI ANOREKTAL PADA PENDERITA PENYAKIT

HIRSCHSPRUNG PASCA OPERASI PULL-THROUGH. Bagian Ilmu Bedah: Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Kartono D. 1993. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur Swenson dan Duhamel

modifikasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI

Kartono Darmawan. Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto

Moorhead, Sue, dkk. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC) ed.4. USA. MOSBY

Elsiever

ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/5351/4100. Di akses tanggal 24 mei 2014 jam

14.15

Sawden; Betz, Cecily. 2000. Buku Ilmu Kesehatan Anak Nelson Ed. 15. Jakarta : EGC

Wong, Donna L., dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 6 Volume 2.

Jakarta: EGC.

15

Anda mungkin juga menyukai