Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA MUSKULOSKELETAL

“ FRAKTUR “

Nama Mahasiswa :

Besse Maessy Aulia Azis


19 04 035

CI LAHAN CI INSTITUSI

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

PROFESI NERS

2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Saat ini, penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang

banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan

menjadi penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik di

negara maju maupun sedang berkembang (Buckley R, et.al, 2008). Di

antara berbagai penyebab trauma, transfer energi tinggi dari kecelakaan

lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian adalah yang paling banyak

ditemukan (Roshan A. & Ram S., 2008). Penyebab paling umum trauma

dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51,66%)

pasien, 30% terjadi akibat kecelakaan kerja/olahraga dan 18% akibat

kekerasan rumah tangga (Kahlon, Hanif & Awais, 2004).

Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup

tinggi adalah insiden fraktur ekstremitas bawah yaitu sekitar 46,2% dari

insiden kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana

terjadi disintegritas tulang (Depkes RI, 2009).

Fraktur tibia merupakan fraktur yang paling sering dari semua

fraktur tulang panjang. Kejadian tahunan fraktur terbuka tulang panjang

diperkirakan 11,5 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas

inferior. Fraktur di ekstremitas inferior paling banyak adalah fraktur yang

terjadi pada diafisis tibia.

Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang serta

bagaimana mengatasinya, tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan

harus diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara
menyeluruh meliputi bagaimana mekanisme terjadinya fraktur, jenis

penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, saraf dan

diperhatikan lokasi kejadian serta waktu terjadinya agar dalam mengambil

tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal (Alexa, 2010).

B. Rumusan Masalah

1. Konsep Medis Trauma Muskuloskeletal


2. Konsep Dasar Keperawatan Trauma Muskuloskeletal
3. Asuhan Keperawatan Kedawatdaruratan Trauma Muskuloskeletal

C. Tujuan

1. Melakukan pengkajian secara cepat dan tepat keadaan yang

mengancam nyawa.

2. Melakukan tindakan penyalamatan jiwa (life saving) pada pasien

trauma berdasarkan prioritas.

3. Menerapkan konsep penilaian dan pengelolaan awal pada pasien

trauma.

4. Mengenali dan menangani kegawat daruratan pada jalan napas

(Airway) dan pernapasan (Breathing).

5. Mengenali dan menangani bila pasien mengalami tanda syok karena

perdarahan (circulation).

6. Menilai tingkat kesadaran / status neurologis.

7. Mengenali dan menagani trauma Muskuloskletal pada pasien.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma
yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, tekanan langsung
pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, dan trauma tidak
langsung, trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.
Akibat trauma bergantung pada jenis trauma, kekuatan, arahnya dan umur
penderita.

2. Penyebab Fraktur
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
a. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat
patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan
jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
b. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau
metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan
berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit Paget).
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam
tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau
oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak
langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera
langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan
sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim.

3. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka
periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya
rusak.Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang.
Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan
jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan
menggantikannya.
Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari
periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat
yang disebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil
tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang
melarutkan tulang. Pada permulaan akan terjadi perdarahan disekitar patah
tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan
periost, fase ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan
menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler
didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling
menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang
menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa.
Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian juga tumbuh sel
jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi
sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar
tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung
kalsium hingga tidak terlihat pada foto rontgen. Pada tahap selanjutnya
terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa
berubah menjadi kalus tulang.
4. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2002)
antara lain:
a.       Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
1.      Rotasi pemendekan tulang
2.      Penekanan tulang
b.      Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
c.       Ekimosis dari perdarahan subcutaneous
d.      Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e.       Tenderness
f.       Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan
g.      Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan)
h.      Pergerakan abnormal
i.        Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j.        Krepitasi

5. Klasifikasi
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
 Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
 Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara
fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit,
fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :

1.      Derajat I
a)     Luka kurang dari 1 cm
b)     Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
c)      Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan
d)     Kontaminasi ringan
2.      Derajat II
a)   Laserasi lebih dari 1 cm
b)   Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c)   Fraktur komuniti sedang
3.      Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,
otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi

b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur:


1. Fraktur complete, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang.
2. Fraktur incomplete, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma, fraktur terbagi menjadi :
1. Fraktur transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi
3. Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi
4. Fraktur kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang kearah permukaan lain.
5. Fraktur avulsi : fraktur yang diakibatkan karena tarikan atau traksi
otot pada insersi nya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah


1. Fraktur kominutif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan
2. Fraktur segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan
3. Fraktur multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periostium masih utuh
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas :
 Dislokasi ad longitudinem cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping)
 Dislokasi ad axim( pergeseran yang membentuk sudut)
 Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menajauh)

f. Berdasarkan posisi fraktur :


1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
g. Fraktur kelelahan : faktur akibat tekanan yang berulang- ulang
h. Fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan


jaringan lunak sekitar trauma, yaitu :
 Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya
 Tingkat I : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
 Tingkat II: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
 Tingkat III : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartemen.
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pasien fraktur adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan rontgent : menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ luasnya
trauma
b. Scan tulang, CT scan : memperlihatkan fraktur dan untuk
mengidentifikasi jaringan lunak
c. Hitung darah lengkap : Hb menurun/ meningkat
d. Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera

7. Komplikasi
a.      Komplikasi segera (immediate) : Komplikasi yang terjadi segera setelah
fraktur antara lain syok neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf,
injuri atau perlukaan kulit.
b.     Early Complication : Dapat terjadi seperti osteomielitis, emboli, nekrosis,
dan syndrome compartemen.
c.       Late Complication : Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi
antara lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang
terganggu (malunion).

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges dalam Jitowiyono (2010). Beberapa pemeriksaan
yang dapat dilakukan pada klien dengan fraktur, diantranya:
a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan
sebagai persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah
yang   bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.
9. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Penatalaksanaan Awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :
a. Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih dan
imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita
merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan
ambulans.
b. Penilaian klinis
c. Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis,
apakah luka itu tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf
ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain.
d. Resusitasi
e. Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit
dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi
pada frakturnya sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan
lainnya serta obat-obat anti nyeri.
10. Pengobatan
Tindakan pengobatan selalu harus mempertimbangkan pengobatan
konservatif dengan pemakaian gips sirkuler di atas lutut dengan sedikit
fleksi. Operasi dilakukan apabila ada indikasi seperti fraktur terbuka,
malunion atau nonunion yang sangat jarang ditemukan.

a. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur
dengan manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips
sirkuler untuk immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.
 Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau
lebih, tidak ada angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada
angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu (union
secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi dengan
gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan
tindakan operasi.
 Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan
tumpuan pada tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya
dipergunakan setelah pembengkakan mereda atau terjadi union
secara fibrosa.
b. Operatif
 Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam
terapi konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion.
Metode pengobatan operatif adalah sama ada pemasangan plate
dan screw, atau nail intrameduler, atau pemasangan screw
semata-mata atau pemasangan fiksasi eksterna.
c. Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia: Fraktur tibia
terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan jaringan
yang hebat atau hilangnya fragmen tulang Pseudoartrosis yang
mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis).
B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur,

jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku

bangsa, bangsa yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan

klien/asuransi kesehatan.

b. Keluhan utama pada saat di kaji klien mengalami post of fraktur

dan memobilisasikan alasannya yaitu mengeluh tidak dapat

melakukan pergerakan nyeri: lemah dan tidak dapat melakukan

sebagaian aktivitas sehari-hari.

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri

klien di gunakan:

1) Provoking incident apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

presipitasi nyeri.

2) Quality of pain seperti apa rasa nyeri yang di rasakan atau di

gambarkan klien.

3) Region apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit menjalar

dan dimana rasa sakit terjadi.

4) Severity seberapa jauh nyeri yang di rasakan klien.

5) Time berapa lama nyeri berlangsung.

c. Riwayat penyakit saat ini

Pengumpulan data yang di lakuakan untuk menentukan sebab dari

nyeri yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan

terhadap klien.
d. Riwayat penyakit keluarga

Di dalam anggota keluarga tidak ada mengalami penyakit fraktur.

e. Riwayat Psikososial

Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit klien yang di

deritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta

respon atau pengaruhnya dalam keluarga ataupun dalam

masyarakat.

f. Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidaktauan akan terjadinya

kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan

kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain

itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme

kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu

keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau

tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi

kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit.

C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.

Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan

mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat


terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang

kurang merupakan faktor predisposisi masalah

muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas

juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola

eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,

konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.

Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,

kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini

juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,

sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur

klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya

tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur

serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).

4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua

bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien

perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu

dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.

Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk

terjadinya fraktur Ns.Arifianato, S,Kep 29 dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).


5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam

masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul

ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,

dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body

image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).

7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada

bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul

gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami

gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan

hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan

keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain

itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).

9) Pola Penanggulangan Stress


Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,

yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi

tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak

efektif.

10) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan

beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal

ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

g. Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status

generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan

pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat

melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana

spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi

lebih mendalam.

1) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan: Keadaan umum: baik atau buruknya yang

dicatat adalah tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita:

apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada

keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik,

ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.

Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik

fungsi maupun bentuk.


2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

a) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,

bengkak, oedema, nyeri tekan.

b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak

ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,

reflek menelan ada.

d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada

perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,

tak oedema.

e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis

(karena tidak terjadi perdarahan)

f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak

ada lesi atau nyeri tekan.

g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h) Mulut dan Faring


Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,

mukosa mulut tidak pucat.

i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada

simetris.

j) Sistem pernafasan

Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau

tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang

berhubungan dengan paru.

Palpasi : Pergerakan sama atau simetris,

fermitus raba sama.

Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau

suara tambahan lainnya.

Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada

wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan

onchi.

k) Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.

Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada

mur-mur.

l) Sistem pencernaan

Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada

hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands

muskuler, hepar tidak teraba.

Perkusi : Suara thympani, ada pantulan

gelombang cairan.

Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20

kali/menit.

m) Sistem Reproduksi : Tak ada hernia, tak ada

pembesaran lymphe.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b.d agen injury fisik, spasme otot, gerakan fragmen

tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai

darah kejaringan.

c. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan

traksi (pen, kawat, sekrup).

d. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular,

nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).

e. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun,

prosedur invasive (pemasangan traksi).

f. Resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volume darah akibat

trauma (fraktur).
3. Intervensi
No Diagnosis NOC NIC
1 Nyeri akut NOC NIC
Definisi : pengalaman sensori dan emosional yang  Pain level Pain management:
tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan  Pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan  Comport level termasuk lokasi, karakteristik, kualitas, dan faktor
sedemikian rupa (internasional association for the Krikteria hasil: presipitasi.
study of pain): awitan yang tiba- tiba atau lambat dari  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, - Observasi reaksi nonverbal dari ktidaknyamanan.
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang mampu menggunakan teknik nonfarmakologi - Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk
dapat diantisipasi/diprediksi dan berlangsung selama untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) mengetahui pengalaman nyeri pasien.
6 bulan.  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri evaluasi
Batasan karakteristik: menggunakan management nyeri pengalaman nyeri masa lampau.
 Perubahan selera makan  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
 Perubahan tekana darah frekuensi dan tanda nyeri) tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau.
 Perubahan frekuensi jantung  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
 Perubahan prekuensi pernapasan berkurang menemukan dukungan.
 Laporan isyarat - Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
 Diaphoresis
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
 Perilaku distraksi (mis:gelisah, meregek,
menangis) - Kurangi faktor presipitasi nyeri.
 Masker wajah (mis: mata kurang bercahaya, - Pilih dan lakukan pengan nyeri (farmakologi,
tampak kacau, gerakan mata berpencar, atau tetap nonfarmakologi, dan interpersonal).
pada satu focus meringis) - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
 Sikap melindungi area nyeri intervensi.
 Focus menyempit (mis:gangguan presepsi nyeri, - Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi.
hambatan proses berpikir, penurunan interaksi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
dengan orang dan lingkungan)
 Indikasi nyeri yang dapat diamat - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri - Tingkatkan istirahat.
 Sikap tubuh melindungi - Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan
 Dilatasi pupil tidakan nyeri tidak berhasil.
 Melaporkan nyeri secara verbal - Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri.
 Gangguan tidur Analgesic administration
Faktor yang berhubungan: - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
 Agen cedera (mis: biologis, zat kimia, fisik, nyeri sebelum pemberian obat.
psikologis - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi.
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri.
- Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal.
- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur.
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali.
- Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri
hebat.
- Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala.
2 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer NOC NIC
Definisi: Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang  Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajemen
dapat mengganggu kesehatan.  Tissue perfusion: cerebral sensasi perifer)
Batasan karakteristik: kriteria hasil: - Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
 Tidak ada nadi Mendemonstrasikan status sirkulasi yang terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.
 Perubahan fungsi motorik ditandai dengan: - Monitor adanya paretese.
 Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas,  Tekanan systole dan diastole dalam rentang - Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika
rambut, kelembapan, kuku, sensasi, suhu) yang diharapkan ada isi atau laserasi.
 Indek ankle-brakhial <0,90  Tidak ada ortostatik hipertensi - Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
 Perubahan tekanan darah diektermitas  Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan - Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
intrakranial tidak lebih dari 15mmHg
 Waktu pengisian kapiler > 3 detik - Monitor kemampuan BAB.
Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang
 Klaudikasi - Kolaborasi pemberian analgetik.
ditandai dengan:
 Warna tidak kembali ketungkai saat tungkai - Monitor adanya tromboplebitis.
diturunkan  Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan - Diskusikan menenai penyebab perubahan sensasi.
 Kelembapan penyembuhan luka perifer kemampuan
 Penurunan nadi  Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
 Edema orientasi
 Nyeri ektermitas  Memproses informasi
 Bruit femoral  Membuat keputusan dengan benar.
Menunjukkan fungsi sensori motorik cranial
 Pemendekan jarak total yang ditempuh dalam uji
yang utuh: tingkat kesadaran membaik, tidak
berjalan enam detik
ada gerakan gerakan involunter
 Pemendekan jarak bebas nyeri yang ditempuh
dalam uji berjalan enam detik
 Perestesia
 Warna kulit pucat saat elevasi
Faktor yang berhubungan:
 Kurang pengetahuan tetang faktor pemberat
(mis., merokok, gaya hidup monoton, trauma,
obesitas, asupan garam, imobilitas)
 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit
(mis,. diabetes, hiperlipidemia)
 Diabetes mellitus
 Hipertensi
 Gaya hidup nonoton
 Merokok

3 Kerusakan integritas kulit NOC NIC


 Tissue integrity : skin and mucous Pressure Management
Defenisi: Perubahan/gangguan epidermis/atau dermis
 Membranes  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Batasan karakteristik:  Hemodyalis akses longgar
Kriteria Hasil  Hindari kerutan pada tempat tidu
 Kerusakan lapisan kulit (dermis)
 Integritas kulit yang baik bias dipertahankan  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
 Gangguan permukaan kulit (epidermis) (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi,  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
 Invasi struktur tubuh pigmentasi) sekali
Faktor yang behubungan :  Tidak ada luka/lesi pada kulit  Monitor kulit akan adanya minyak/ baby oil pada
 Eksternal  Perfusi jaringan baik daerah yang tertekan
- Zat kimia, radiasi  Meunjukkan pemahaman dalam proses  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Usia yang ekstrim perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera  Monitor status nutrisi pasien
- Kelembapan berulang  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Hipertermia, hipotermia  Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
- Factor mekanik (mis; gaya gunting/ shering kelembaban kulit dan perawatan alami Instision site care
forces)  Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses
- Medikasi penyembuhan pada luka ditutup dengan jahitan, klip
atau strapless
- Lembab
 Monitor proses kesembuhan area insisi
- Imobilitas fisik
 Bersikan area sekitar jahitan atau staples,
 Internal menggunakan lidi kapas streril
- Perubahan status cairan  Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
- Perubahan pigmentasi  Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau
- Perubahan turgor biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai
- Factor perkembangan program
- Kondisi ketidakseimbangan nutrisi (mis;
obesitas, emasasi)
- Penurunan imunologis
- Penurunan sirkulasi
- Kondisi gangguan sensasi
- Tonjolan tulang
4 Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
Defenisi: Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh  Joint movement: active Exervice therapy: ambulation
 Mobility level - Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan
atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan
 Self care: ADL lihat respon pasien saat latihan
terarah.  Transfer performance - Konsultasikan dengan terapi fisik tengtang rencana
Batasan karakteristik: Kriteria hasil: ambulasi sesuai dengan kebutuhan
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik - Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
 Penurunan waktu reaksi
 Mengerti tujuan dari peningkatan mobilisasi berjalan dan cegah terhadap cedera
 Kesulitan membolak balik posisi  Memverbalisasi perasaan dalam meningkatkan - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tengtang
 Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti kekuatan dan kempuan berpindah teknik ambulasi
pergerakan (mis,. meningkatakan perhatian pada
aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, Memperagakan penggunaan alat bantu untuk - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
focus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit) - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
mobilisasi (walker)
 Dispenea setelah beraktivitas secara mandiri sesuai kemampuan
 Perubahan cara berjalan - Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
 Gerakan bergetar penuhi kebutuhan ADLs
 Keterbatasan kemampuan melakukan - Beriakn alat bantu jika klien memerlukan
keterampilan motorik halus - Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan beri
 Keterbatasan kemampuan melakukan bantuan jika diperlukan
keterampilan motorik kasar
 Keterbatasan rentang pergerakan sendi
 Tremor akibat pergerakan
 Ketidakstabilan postur
 Pergerakan lambat
 Pergerakan tidak terkoordinasi
Faktor yang berhubungan:
 Intoleransi aktivitas
 Perubahan metabolisme selular
 Ansietas
 Indeks mas atubuh diatas parentil ke 75 sesuai
usia
 Gangguan kognitif
 Konstaktur
 Kepercayaan budaya tengtang aktivitas sesui usia
 Fisik tidak bugar
 Penurunan ketahanan tubuh
 Penurunan kendali otot
 Penurunan massa otot
 Malnutrisi
 Gangguan ,muskuloskeletal, nyeri
 Agens obat
 Penurunan kekuatan otot
 Kurang pengetahuan tengtang aktivitas fisik
 Keadaan mood depresif
 Keterlambatan perkembangan
 Ketidaknyamanan
 Disuse, kaku sendi
 Kurang dukungan lingkungan (mis,. fisik dan
sosial)
 Keterbatasan ketahanan kardiovaskuler
 Kerusakan integritas stuktur tulang
 Program pembatasan gerak
 Keegganan memulai pergerakan
 Gaya hidup monoton
 Gangguan sensori perseptual
5 Resiko Infeksi NOC NIC
Definisi: Mengalami peningkatan resiko terserang  Immune status Infection Control ( Kontrol Infeksi)
organisme patogenik  Knowledge : Infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
Faktor – faktor resiko:  Risk control - Pertahankan teknik isolasi
 Penyakit kronis Kriteria Hasil : - Batasi pengungjung bila perlu
- Diabetes Mellitus  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi - Instrusikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
- Obesitas  Mendeskripsikan proses penularan penyakit saat berkunjung dan setelah berkunjung
 Pengetahuan yang tidak cukup untuk faktor yang mempengaruhi penularan serta mennggalkan pasien
menghindari pemajanan pathogen penatalaksanaanya - Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
 Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Gangguan peristalsis timbulnya infeksi keperawatan
 Jumlah leukosit dalam batas normal
- Kerusakan integritas kulit (pemasangan - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
 Menunjukkan perilaku hidup sehat
kateter intravena, prosedur invasif) pelindung
- Perubahan sekresi pH - Pertahankan lingkungan aseptic selama
- Penurunan kerja sillaris pemasangan alat
- Pecah ketuban dini - Ganti letak V perifer dan line central dan dressing
- Pecah ketuban lama sesuai dengan petunjuk umum
- Merokok - Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan
- Statis cairan tubuh infeksi kandung kencing
- Trauma jaringan (mis. Trauma destruksi - Tingkatkan intake nutrisi
jaringan) - Berikan terapi antibotik bila perlu Infection
 Ketidak adekuatan pertahanan sekunder Protection ( proteksi terhadap infeksi)
- Penurunan hemoglobin - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik local
- Imunosupresi (mis.imunitas didapat tidak - Monitor hitung granulost, WBC
adekuat, agen farmaseutikal termasuk - Monitor kerentanan terhadap infeksi
imunosupresan, steroid, antibodi - Batasi pengunjung
monoclonal, imunomudulator)
- Sering pengunjung terhadap penyakit
- Supresi respon inflamasi
 Vaksinasi tidak adekuat menular
- Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang
 Pemajanan terhadap pathogen lingkungan
beresiko
meningkat
- Wabah - Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kuliat pada area epidema
 Prosedur invasive
- Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap
 Malnutrisi
kemerahan panas, drainase
- Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
6 Resiko syok NOC NIC
 Syok prevention Syok prevention
Definisi: Beresiko terhadap ketidakcukupan aliran
 Syok management - Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit,
darah kejaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan Krikteria hasil: denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer dan
 Nadi dalam batas yang diharapkan kapiler refill
disfungsi seluler yang mengancam jiwa
 Irama jantung dalam batas yang diharapkan - Monitor tanda inadekuat oksigenasi kejaringan
Faktor resiko:  Prekuensi napas dalam batas yang diharapkan - Monitor suhu dan pernapasan
 Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan - Monitor input dan output
 Hipotensi
 Natrium serum dalam batas normal - Pantau nilai lab: HB,HT,AGD, dan elektrolit
 Hipovolemi  Kalium serum dalam batas normal
 Hipoksemia - Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
 Klorida serum dalam batas normal - Monior tanda dan gejala asietas
 Hipoksia  Kalsium serum dalam batas normal
 Infeksi - Monitor tanda awal syok
 Magnesium serum dalam batas normal
 Sepsis - Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevansi
 PH darah serum dalam batas normal
 Sindrom respons inflamasi sistemik untuk peningkatan preload dengan tepat
Hidrasi
 Indicator: - Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas
 Mata cekung tidak ditemukan - Berikan cairan IV dan atau oral dengan tepat beikan
 Demam tidak ditemukan vasodilator yang tepat
 TD dbn - Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan
 Hematokrid DBN gejala datangnya syok
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang langkah untuk
mengatasi gejala syok

Syok management
- Monitor fungsi neurologis
- Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr lavel)
- Monitor tekana nadi
- Monitor status cairan , input dan output
- Catat gas darah arteri dan oksigen dijaringan
- Monitor EKG, sesuai
- Memanfaatkan pemantauan jalur arteri untuk
meningkatkan akurasi pembacaan tekanan darah,
sesuai
- Menggambarkan gas darah arteri dan memonitor
jaringan oksigenasi
- Memantau tren dalam parameter hemodinamik,
(mis: CVP, MAP, tekanan kapiler pulmonan/ arteri)
- Memantau faktor penentu pengiriman faktor
oksigen (mis: PaO2 kadar hemoglobin SaO2,CO),
jika tersedia
- Memantau tingkat karbon dioksida sublingual dan /
atau tonometry lambung, sesuai
- Memonitor gejala gagal pernapasan ( mis: rendah
PaO2, peningkatan PaO2 tingkat, kelelahan otot
pernapasan)
- Monitor nilai LAB (mis: CBC dengan diferensial)
koagulasi propil, ABC, tingkat laktat, budaya, dan
propil kimia)
- Masukan dan memelihara besarnya kebosanan akses
IV
BAB III
LAPORAN ANALISA KASUS

SUMBER RSUP. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR


MR.3/BEDAH/R.I/B/2012
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG
Jl. Adyaksa No. 5 Telp. (0411) 444133-449574-5058660 Fax. (0411) 4662561-
430614 Makassar 90231
e-mail: stikes pnk@yahoo.com. Website:http:/stikespanakkukang.ac.id.
FORMAT IGD

Ruangan : UGD BEDAH RS WAHIDIN SUDIROSUHODO


TGL : 05 OKTOBER 2020
JAM : 09.30 (WIT)
No. Rekam Medik : 1500789
Nama initial : Sdr. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir/Umur : 25 Desember 1996 /24 tahun
Alamat : jl. Manuruki 15 makassar
Rujukan :  Ya dari,  RS ……………………  Puskesmas
…………………..  Dr. ………………..  Lainnya datang ke IGD
 Tidak  Datang sendiri  Diantar Dengan Mobil
Nama keluarga yang bisa dihubungi : Ny. D No. HP/Tlp : 081241511879
Alamat : jl. Manuruki 15 makassar
Transportasi waktu datang : Kendaraan lainnya Mobil
Diagnosa Medis : Trauma Muskuloskeletar (fraktur)

Alasan Masuk Rumah Sakit : Klien mengatakan mengalami KLL (Kecelakaan


Lalu Lintas) Sepeda Motor dengan Truk 1 jam sebelumnya (jam 09.00 WIT).
Klien dibawa ke UGD RSWS Makassar oleh warga setempat. Klien mengatakan
sebelumnya ia hendak ke kota M, lalu tiba-tiba tertabrak Truk. Didapatkan hasil
TTV: Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 84 x/menit, Suhu 36,5OC, RR
24x/menit, dan GCS E3 V5 M6 (total 14). Pada hasil pemeriksaan fisik ditemukan
tungkai kaki kanan pasien patah dan luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada
jari kelingking tangan kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm. Terdapat
perdarahan pada luka robekan. terdapat bengkak berwarna merah kebiruan pada
kulit sekitar luka. Klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala dan lengan
dengan NRS 4 (skala 1 – 10).

RIMARY SURVEY TRAUMA SCORE

A. Airway A. Frekuensi Pernafasan


1. Pengkajian jalan napas 10 – 25 4
Bebas 25 – 35 3
Trachea di tengah :  Ya > 35 2
 Resusitasi : -  < 10 1
 Re-evaluasi : - 0
2. Masalah Keperawatan : - B. Usaha bernafas
3. Intervensi/implementasi :-  Normal 1
4. Evaluasi
 Dangkal 0
B. Breathing
1. Fungsi pernapasan
C. Tekanan darah
 Dada simetris :  Ya
 > 89 mmHg 4
 Sesak nafas :  Tidak
 70 – 89 mmHg 3
 Respirasi : 19 x / mnt
 50 – 69 mmHg 2
 Krepitasi :  ya
 1 – 49 mmHg 1
 Suara nafas :
0
- Kanan :  Ada
- Kiri : Ada
D. Pengisian kapiler
 Saturasi O2 : 94 %
 < 2 dtk 2
Pada : Nasal canule
 > 2 dtk 1
 Tidak ada 0
 Assesment : irama napas pasien tidak teratur
 Resusitasi : Pemasangan nasal canule
E. Glasgow Coma Score (GCS)
 Re-evaluasi : Setelah pemberian oksigen
irama napas pasien teratur 14 – 15 5
2. Masalah Keperawatan : Nyeri akut b/d agens cedera  11 – 13 4
biologis 8 – 10 3
3. Intervensi/implementasi : 5–7 2
4. Evaluasi : 3–4 1
C. Circulation
1. Keadaan sirkulasi TOTAL TRAUMA SCORE ( A + B
 Tensi : 100/80 mmHg + C + D + E) = 14
 Nadi : 84x / mnt
Kuat Lemah Regular Irregular
 Suhu Axilla : 37.0 oC Suhu Rectal : MATA
o
-C
 Temperatur Kulit :  Hangat  Panas   Anisokor ( 5 mm dan 3 mm )
Dingin  Reflex cahaya (+/+)
 Gambaran Kulit :  Normal  Kering
 Lembah/basah  CA (-), SA (-)
 Assesment : tekanan darah menurun serta nadi  Edeman palpebra / hematoma
lemah palpebra ( -)
 Resusitasi : -
 Re-evaluasi :
2. Masalah Keperawatan: :
3. Intervensi/implementasi : Manajemen Syok
4. Evaluasi
D. Disability
1. Penilaian fungsi neurologis
Alert : Pasien
Verbal response : pasien meringis kesakitan
Pain response : pasien merasakan nyeri
Unresponsive : -
E. Exposure
1. Penilaian Hipothermia/hiperthermia
Hipothermia :tidak ada hipotermia
Hiperthermia : kulit pasien teraba hangat

2. Masalah Keperawatan
3. Intervensi / Implementasi
4. Evaluasi.

PENILAIAN NYERI :
Nyeri :  Tidak  Ya, lokasi pada daerah tungkai kaki kanan Intensitas (0-10) 7
Jenis :  Akut  Kronis

PENGKAJIAN SEKUNDER

1) SAMPLE
a. S: (sign and symptom)
Klien mengatakan mengalami KLL (Kecelakaan Lalu
Lintas) Sepeda Motor dengan Truk 1 jam sebelumnya (jam
09.00 WIT). Klien dibawa ke UGD RSWS Makassar oleh
warga setempat. Klien mengatakan sebelumnya ia hendak
ke kota M, lalu tiba-tiba tertabrak Truk. Didapatkan hasil
TTV: Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 84 x/menit, Suhu
36,5OC, RR 24x/menit, dan GCS e3 v5 m6 (total 14). Pada
hasil pemeriksaan fisik ditemukan tungkai kaki kanan patah
dann luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari
kelingking tangan kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5
cm. Terdapat perdarahan pada luka robekan. terdapat
bengkak berwarna merah kebiruan pada kulit sekitar luka.
Klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala dan
lengan dengan NRS 4 (skala 1 – 10).

b. A (allergies)
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi pada makanan
maupun obat –obatan.
c. M: (medications)
Pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat-obatan atau
ketergantungan obat
d. P: past medical history)
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat gangguan
kesehatan keluarga
e. L (last meal)
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengonsumsi nasi dan
sayur
f. E: (event)
Klien mengalami nyeri pada tungkai kaki kanan dan nyeri
dikepala

2) PENGKAJIAN HEAD TO TOE


a. Kepala
Inspeksi : Tampak ada lesi pada daerah temporal kanan dengan
panjang 5 cm
Palpasi :Tidak teraba adanya benjolan maupun massa
b. Mata
Inspeksi : Nampak simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan
pada mata, sclera putih dan kongjutiva pucat.
Palpasi : tidak ada teraba benjolan atau massa
c. Hidung
Inspeksi : Tidak terdapat rinorhea dan edema
Palpasi : Tidak teraba adanya massa
d. Telinga
Inpeksi :Telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada
penumpukan serumen
Palpasi : Tidak teraba massa
e. Mulut dan gigi
Inspeksi : Tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir pucat, gigi
lengkap
f. Leher
Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran tonsil
Palpasi : tidak terdapat lesi
g. Dada dan paru-paru
Inspeksi : Ada pengembangan dada, simetris antar kedua
lapang paru, menggunakan nasal canule
Palpasi : Frekuensi nafas : 24 x/i, teratur
Auskultasi : Tidak terdengar suara nafas tambahan ronchi
h. Jantung
Perkusi :Suara pekak, batas atas interkostal 3 kiri, batas
kanan linea paasteral kanan, batas kiri linea mid
clavicularis kiri, batas bawah intercostals 6 kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising
tidak ada.
i. Abdomen
Inspeksi : tidak distensi abdomen
Palpasi : tidak ada benjolan pada abdomen
Perkusi : terdengar bunyi timpani
Auskultasi : peristaltic usus 14x/menit
j. Pelvis
Inspeksi : tidak terdapat cedera maupun luka
Palpasi : tidak ada nyeri pada pelvis
k. Genetalia
Tidak ada kelainan genetalia
l. Integumen
Warna kulit pucat, turgor kulit jelek, CRT > 2 detik.
m. Ekstremitas atas : Simetris kiri dan kanan, jumlah jari
lengkap, tidak tampak clubbing finger, terpasang infuse RL 28
tetes/menit dibatasi. Nadi lemah.
n. Ekstremitas bawah : tungkai kaki kanan patah dann luka robekan
di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking tangan kanan ± 4
cm dengan kedalaman ± 0,5 cm. Terdapat perdarahan pada luka
robekan. terdapat bengkak berwarna merah kebiruan pada kulit
sekitar luka.

3) Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil
Skull COR
Manus (D) (AP-Lateral) Susp. Close Fracture Manus (D)

4) Hasil Pemeriksaan Laboratorium

5) Terapi Medikasi
Waktu Nama Dosis dan Keterangan
Obat Cara
Pemberian
10.00 Ranitidin 50 mg i.v. bolus Obat tukak
lambung dan
duodenum akut

10.25 Ketorolac 10 mg i.v. bolus Obat Analgesik

10.30 Tetagam 1 ml (250 iu) i.m Serum anti


Tetanus

10.35 Ceftriaxon 2 gr i.v. bolus Antibiotik


e
11.00 Ikamicetin 2% topikal (salep) Antibiotik
(Chloramp
enicol)

ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
Ds: Kecelakaan lalu lintas Nyeri Akut
- Klien mengatakan
sebelumnya ia hendak
ke kota M, lalu tiba- Trauma jaringan tubuh
tiba tertabrak Truk.
- Klien mengatakan
merasa nyeri pada Terputusnya kontinuitas
bagian kepala depan jaringan
dan lengan kanan.

Do: Pelepasan mediator-


- Terdapat luka mediator nyeri
robekan di pelipis kiri (prostaglandin, sitokinin,
± 3 cm dan pada jari neurotrofin, serotonin,
kelingking tangan adenosin, cannabinoid,
kanan ± 4 cm dengan histamin, leukotrin, dan
dalam ± 0,5 cm. kinin)
- NRS nyeri
4 (skala 1
– 10)
- Tungkai
kaki kanan
patah

Hantaran impuls nyeri ke


sistem saraf pusat

Respon Nyeri

Nyeri

6) Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b/d agens cedera fisik
Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi dan Rasional
Kriteria Hasil
Nyeri akut b/d agens Tujuan 1. Kaji intensitas dan skala nyeri. R/ Nyeri merupakan respon
cedera fisik Setelah dilakukan tindakan subjektif yg dapat dikaji dengan menggunakan skala.
keperawatan selama 1x6 Jam jam,
Ds : diharapkan nyeri yang dirasakan 2. Berikan klien posisi semifowler. R/ Posisi dengan kepala lebih
- Klien mengatakan klien berkurang, tinggi dapat memperlambat aliran darah dan cairan ke kepala
sebelumnya ia sehingga dapat mempertahankan tekanan intrakranial dalam abtas
hendak ke kota M, 1. Klien normal sehingga mencegah nyeri bertambah kuat.
lalu tiba-tiba mengatakan nyeri yang
tertabrak Truk. dirasakan berkurang.
- Klien mengatakan 2. Klien tidak gelisah
merasa nyeri pada 3. Klien
bagian kepala mengidentifikas i aktivitas yang
depan dan lengan dapat mengurangi nyeri.
kanan. 4. NRS nyeri turun menjadi 1-2
(skala 1 – 10)
Do :
- Terdapat luka
robekan di pelipis
kiri ± 3 cm dan
pada jari
kelingking tangan
kanan ± 4 cm
dengan dalam ±
0,5 cm.
- NRS
nyeri 5
(skala
1 – 10)
- Tungka
i kaki
kanan
patah

3. Ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam. R/ Memfokuskan


perhatian klein pada kontrol nafas sehingga dapat mengurangi
fokus perhatian pada nyeri sehingga dapat dirasa berkurang.

4. Observasi ROM (Range of Movement) klien, minta klien


menggerakkan anggota gerak/ekstremitasnya yang tidak terdapat
kecurigaan fraktur semaksimal mungkin mulai dari daerah distal
ke proksimal (jari-jari kemudian ke lengan), tanyakan apabila
klien merasa sudah maksimal/ merasa nyeri. R/ ROM menentukan
lokasi dan batasan gerak klien serta nyeri yang dirasakan

5. Anjurkan klien untuk melakukan pemeriksaan rontgen daerah


kepala dan bagian tubuh lain yang tampak mengalami deformitas,
curiga memar CF, atau teraba nyeri. R/ Hasil rontgen
menunjukkan kondisi tulang/ bagian dalam tubuh klien apabila
dicurigai terdapat close fracture tambahan selain yang nampak
saat melakukan inspeksi, sehingga dapat diintervensi lebih lanjut
untuk meminimalkan nyeri yang dirasakan klien.
6. Lakukan pembidaian sementara pada bagian ekstremitas yang
tampak mengalami deformitas, memar curiga CF dan nyeri
apabila dilakukan perabaan/palpasi. R/ Pembidaian
meminimalkan pergerakan pada daerah ekstremitas tersebut
sehingga meminimalkan rasa nyeri yang muncul.

7. Lakukan tindakan hacthing pada jaringan kulit yang robek. R/


Meminimalkan resiko bertambah lebarnya robeka kulit akibat
pergerakan sehingga meminimalkan respon nyeri.

8. Kolaborasi pemberian obat analgetik i.v R/ Analgesik per i.v.


memberikan respon anti-nyeri yang lebih cepat.

IMPLEMENTASI
Waktu IMPLEMENTASI
09.30 Klien dipindahkan dari mobil pick-up ke brankart
pasien. R/ Pemindahan klien ke brankar dibantu
pengantar.

10.00 Memberikan Inform Consent kepada keluarga klien/


pengantar untuk ditanda tangani mengenai persetujuan
tindakan yang dilakukan terhadap klien. R/ Sebagai
pernyataan tertulis persetujuan keluarga/ pengantar
klien terhadap tindakan yang akan dilakukan terhadap
klien.

10.00 Melepas pakaian klien secara keseluruhan untuk


memudahkan dalam melakukan pemeriksaan fisik
terhadap luka, memar, jejas, dan deformitas. R/ Klien
diam saja dan tampak meringis kesakitan, namun
pakaian berhasil dibuka seluruhnya dan diganti dengan
pakaian dan selimut pasien untuk menutupi tubuh
klien.

10.00 Menanyakan nama dan alamat klien dengan nada agak


keras, serta meminta klien untuk melihat bagaimana
kesadaran dan GCS klien. R/ Klien berespon dengan
menyebut nama dan alamat dengan pelan, dan
mencoba mengangkat tangan kiri. GCS 14 (E3-V5-
M6) kesadaran compos mentis.

10.00 Membersihkan tubuh klien dengan kompres/


membasuh luka sekitar dari darah dan kotoran/ debu.
R/ Klien kooperatif dan tampak meringis kesakitan
saat dibersihkan.

10.05 Melakukan teknik hacthing pada bagian pelipis kiri


dan jari kelingking kanan klien diawali dengan
pemberian injeksi lidocain 2 mg untuk anestesi lokal
EVALUASI
Diagnosa Keperawatan Waktu Eval
uasi
Nyeri Akut b/d agens 15.00 S:
cedera fisiologis - Klien mengatakan nyeri
yang dirasakan telah
berkurang.
O:
- Klien tampak tenang namun
sesekali meringis kesakitan
dengan NRS 2 (skala 1-10).
- Hasil pengukuran TTV:
Suhu 36OC, Nadi:
84x/menit, Tekanan darah:
130/80 mmHg, dan RR
20x/menit.
- Klien tidak gelisah dan
tampak tenang.

A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada penjabaran karakteristik yang biasa ditemukan pada kasus


klien dengan fraktur adalah rasa nyeri. Pada teori, data-data yang
ditemukan berupa peningkatan frekuensi dan pola napas dengan irama
yang ireguler, yang menandakan adanya rasa nyeri yang dirasakan klien.
Ada atau tidaknya perdarahan dalam jaringan tulang yang mengalami
fraktur dapat diketahui lewat perabaan nadi yang teraba cepat namun
lemah. Memperhatikan kondisi kulit serta rentang gerak klien dilakukan
untuk mengkaji kodisi sirkuler klien; dan kekuatan ekstremitas klien
pasca fraktur. Pada kasus nyata, data-data yang ditemukan pada klien
Sdr. R adalah seagai berikut. Nilai hasil pemeriksaan TTV awal: Tekanan
Darah 130/80 mmHg, Nadi 84 x/m, Suhu 36,5oC, dan RR 24 x/m, GCS: e
3 v 5 m 6 dengan total 14. Terdapat kemerahan pada daerah kulit sekitar
mata dan pipi kanan. Terdapat luka robekan pada pelipis kiri ± 3 cm dan
pada jari kelingking kanan ± 4 cm dengan dalam ±0,5 cm. Terdapat
perdarahan minimal pada daerah robekan luka, dan kondisi klien tampak
lemah. Klien mengungkapkan merasa nyeri pada bagian kepala dan
lengan kanan dengan nilai NRS 5 (Skala 1 – 10). Dari karakteristik data
yang didapat pada pengkajian kasus nyata terhadap teori, terdapat
kesenjangan berupa hasil pemeriksaan TTV, dimana pada kasus nyata
TTV yang didapat pada keempat aspek tampak dalam batas normal. Hal
ini menurut penulis diakibatkan oleh kondisi klien yang kondisi
perdarahannya minimal, hanya terlokalisir pada daerah robekan luka di
daerah pelipis saja, dan tampak darah yang keluar cepat berhenti (< 7
menit) sehingga kurang begitu mempengaruhi volume darah dalam tubuh
sehingga hasil pemeriksaan Tekanan Darah didapatkan hasil yang
normal. Nilai nadi yang normal pada klien mendukung kondisi klien
yang tampak tenang dan minim pergerakan, sebagai toleransi terhadap
intensitas nyeri yang dirasakan. Hal ini disebabkan karena begitu klien
datang, klien segera ditangani dengan cepat, salah satunya dengan
pemberian obat analgesik sehingga respon klien terhadap nyeri dapat
diblokir dan nilai nadi yang didapat dalam batas normal.
Diagnosa fokus yang diprioritaskan penulis dalam melakukan
perawatan kepada klien Sdr. R adalah diagnosa keperawatan Gangguan
Rasa Nyaman Nyeri, karena kasus fraktur; yang merupakan kejadian
dimana terputusnya kontinuitas jaringan, dimanifestasikan secara nyata
lewat keluhan nyeri, sehingga dalam perawatan atau tindakan yang
dilakukan di ruang unit gawat darurat Rumah Sakit Kristen Mojowarno
Jombang, manajemen terhadap nyeri dan evaluasi skala nyeri menjadi
penting untuk mengetahui bahwa fraktur yang dialami klien tidak
bergeser atau bertambah buruk, sehingga dapat dilakukan tindakan lebih
lanjut untuk mengkoreksi struktur anatomis tulang yang mengalami
fraktur.

Intervensi keperawatan yang terdapat pada teori yang berfokus


pada manajemen penanganan nyeri adalah tindakan edukatif seperti
pengenalan tentang penyebab nyeri, melakukan bedrest, mengatur posisi
bed untuk meningkatkan kenyamanan, teknik relaksasi, latihan ROM
(Range of Movement), tindakan kolaboratif berupa pemberian obat-
obatan anti nyeri, serta evaluasi mengenai rasa nyeri klien baik secara
verbal maupun non verbal. Pada kasus nyata, intervensi yang dibuat
adalah mengkaji intensitas dan skala nyeri, memberikan posisi
semifowler, menganjurkan klien teknik relaksasi nafas dalam, observasi
Range of Movement, menganjurkan klien untuk melakukan pemeriksaan
X-ray/ Rontgen, melakukan pembidaian sementara pada bagian
ekstremitas yang tampak mengalami deformitas dan nyeri apabila
dilakukan perabaan, melakukan tindakan Hacthing, dan kolaborasi untuk
pemberian obat-obatan. Intervensi fokus keperawatan yaitu mengajarkan
teknik relaksasi nafas dalam masih menjadi pilihan karena masih
dianggap cukup efektif dalam mengalihkan rasa nyeri akut yang diderita
klien. Intervensi pemberian posisi semifowler pada teori dan kasus nyata
tampak memiliki perbedaan yaitu alasan secara rasional, dimana pada
teori posisi semifowler lebih ditekankan pada pemberian rasa nyaman
saja, namun pada kasus nyata, intervensi yang diberikan bertujuan agar
dapat memperlambat laju aliran darah dan cairan ke otak, sehingga
mencegah nyeri bertambah kuat, mengingat perbedaan latar belakang
penyebab dimana kasus nyata klien dengan fraktur disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.
Terdapat beberapa intervensi yang tidak diimplementasikan
pada implementasi keperawatan yang dilakukan terhadap klien Sdr. A,
yaitu pemberian posisi semifowler, karena keterbatasan waktu dan alat,
dimana pada saat itu, klien menggunakan brankar yang tidak memiliki
fungsi mengelevasi bagian kepala dan bantal segitiga yang biasa
dipergunakan untuk memberikan klien posisi semifowler apabila
menggunakan brankar, sedang dipergunakan oleh klien lain di ruangan
itu. Implementasi pada klien dilakukan dengan cepat namun tetap
memperhatikan ketepatan dalam melakukan tindakan, dan tindakan yang
difokuskan adalah tindakan yangbertujuan untuk pemenuhan kebutuhan
dasar dahulu, yaitu pemasangan infus, selang O2 nasal dengan volume 3
liter/menit, dan pemasangan DK (Douer Kateter) untuk memfasilitasi
klien dalam Buang air kecil. Untuk implementasi yang berfokus pada
manajemen nyeri adalah imobolisasi sementara sampai diketahui bagian
mana yang mengalami fraktur lewat pemeriksaan rontgen, dan setelah itu
melakukan pembidaian dengan tujuan untuk lebih meminimalkan
pergerakan terhadap bagian yang mengalami deformitas.

Evaluasi keperawatan yang dilakukan pada klien Sdr. A adalah


bahwa masalah gangguan rasa nyaman nyeri klien telah teratasi, dimana
seluruh kriteria hasil yang ditetapkan lewat intervensi sebelumnya telah
terpenuhi seperti ungkapan klien mengenai rasa nyeri yang dirasakan
telah berkurang, data objektif berupa pengamatan bahwa klien tampak
tenang dengan VAS 2 (skala 1 – 10), hasil pengukuran keempat aspek
TTTV dalam batas normal, klien tidak gelisah dan tampak tenang.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pada masalah kegawatdaruratan muskuloskeletal dapat dibagi menjadi

tiga, yaitu pada tulang terjadi fraktur, pada sendi terjadi sprain dan

dislokasi, dan pada otot dapat terjadi strain dengan penegakan diagnosanya

dan penanganan yang berbeda.

B. Saran

Untuk lebih mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada

pasien dengan Trauma Musculoskeletal, mahasiswa harus memahami

benar tentang definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik,

penatalaksanaan, serta jenis dan penanganan Trauma Musculoskeletal

secara cepat dan tepat.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2011, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8


volume 2, EGC, Jakarta. Prof. Chaerudin Rasjad MD, PhD.
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi Kedua. Jakarta.

Kahlon I. A., Hanif A. & Awais S. M., 2010, Analysis of emergency care of
trauma patients with references to the type of injuries, treatment
and cost, Departement of Orthopedics, General Hospital, Lahore,
ANNALS Volume 16, No.1

Pro Emergency. 2014. Basic Trauma Life Support. Jakarta: Land Of


Paradise.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan.Edisi 1
PPNI. 2018/ Standae Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1
Roshan A., Ram S., 2008. The neglected femoral neck fracture in young
and adult : Review of a challenging problem (review), Clinical
Medicine & Research Volume 6, Number 1:33-39, Available from:
clinmedres.org
Rockwood,Green. Fractures in Adults. 2016. Vol2. Edisi keempat. United
States. Lippincott Raven,
SOS Profesional. 2015. Manual Book Basic Trauma – Cardiac Life Support.
Jakarta: SOS Profesional.
Sjamsuhidajat R,  Jong W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta:
EGC.
Skinner, Harry B. 2011. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics.
USA: The McGraw-Hill Companies.

Anda mungkin juga menyukai