Anda di halaman 1dari 22

NAMA :

NIM :

Latihan SDKI dan SIKI

Kasus

Ny. Bunga, 27 tahun, sedang hamil anak pertama dengan usia kehamilan 30 minggu.
Beliau seorang ibu rumah tangga datang ke IGD RS UMM melalui rujukan dari Klinik Melati
Husada pada tanggal 9 juni 2018 dengan keluhan Sakit kepala sejak 1 hari yang lalu, disertai
tekanan darah 180/100 mmHg. Ny.B mengatakan tidak merasakan mulas, penglihatan kabur
disangkal, nyeri epigastrium, mengatakan mual dan muntah 2x. Riwayat hipertensi sebelum
kehamilan disangkal, tidak ada riwayat DM dan hepatitis.
Riwayat pemeriksaan kehamilan : pemeriksaan selama kehamilan (ANC) sebanyak 3
kali dilakukan di puskesmas. Riwayat haid : pertama kali haid saat berusia 12 tahun, teratur,
sering terasa sakit saat haid namun setelah menikah sudah jarang sakit saat haid, durasi haid 5
hari, siklus 28 hari, HPHT bulan 10 November 2017.
Riwayat alergi Ny B tidak memiliki alergi terhadap suhu, makanan, minuman, obat,
dll. Riwayat operasi : belum pernah operasi riwayat KB belum pernah mengikuti program kb.
Pemeriksaan fisik keadaan umum : kesadaran :compos mentis, tanda vital suhu : 36.50C,
pernapasan : 21 kali/menit, nadi : 84 kali/menit regular, tekanan darah : 180/100 mmHg.
Status obstetri Abdomen Inspeksi : Tampak perut membuncit dan pada Leopold I : TFU 28
cm, teraba bagian teratas/fundus janin bulat lunak, Leopold II : Teraba punggung dibagian
sinistra, Leopold III : Teraba bagian terbawah janin bulat keras, Leopold IV : Bagian
terbawah janin belum masuk PAP, Kontraksi/his (-), DJJ (140x/menit), ketuan masih utuh,
tidak ada perdarahan. Pemeriksaan Lab Hasil Nilai rujukan Satuan Hemoglobin 12,6 (12-14)
g% ,Hematokrit 38 (40-45) %, Leukosit 15600 (4000-11000) mm3, Trombosit 333.000 (150
rb- 400) rb mm3, GDS 74 ( 35ml/jam),proteinuria (+) pada ekstermitas edema (+),reflex
patella (+),urin >35ml/jam. Terapi yang diberikan pada Ny.B adalah Dopamet 3x500mg ,
Dexamenthasone 2x1, dipasang infus RL+MgSO4 kolf IV.
LEARNING OUTCOME (LO) pada skenario kasus diatas adalah
1. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa medis dari kasus diatas
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari Preeklampsia Berat
Ny.B mengalami preeklampsia berat di tandai dengan meningkatnya tekanan darah,
proteinuria +, edema pada ekstremitas
3. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan patofisiologi Preeklampsia
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Klasifikasi preeklampsia
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Manifestasi Klinis preeklampsia
6. Mahasiswa mampu menjelaskan Mengapa Pada pasien ini ditegakkan diagnosis
preeklamsia berat
7. Bagaimana cara mencegah kejadian preeklampsia ringan agar tidak menjadi berat
8. Mahasiswa mampu menjelaskan Penatalaksanaan preeklampsia (PEB)
9. Mahasiswa mampu menjelaskan Komplikasi yang bisa terjadi pada kasus
preeklampsia
10. Mahasiswa mampu Mennjelaskan Asuhan keperawatan pada PEB (Pengkajian -
Evaluasi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Diagnosis Medis Kasus diatas adalah Preklampsia Berat (PEB)
A. DEFINISI
Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau vaskular
yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu,
mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang
menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria 300
mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat
pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011).
Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa
dialami oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada
ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri,
dan edema.
Pengertian preelamsia menurut beberapa referensi :
a. Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi, protein pada urin dan
pembengkakan, dibarengi dengan perubahan pada refleks (Curtis, 1999).
b. Preeklampsia adalah suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak
sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria
(Bobak, dkk., 2005).
c. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
d. Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan
(Mansjoer dkk, 2000).  
e. Pre eklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi
terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan
darah normal.
B. EPIDEMIOLOGI dan KLASIFIKASI
Klasifikasi Preeklampsia Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
Kriteria preeklampsia ringan :
a) Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya enam jam
pada dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.
b) Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.
c) Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.
 Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa impending
eclampsia dan preeklampsia berat dengan impending eclampsia.
Kriteria preeklampsia berat :
a. Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada
dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil
sudah dirawat di rumah sakit dan telah menjalani tirah baring.
b. Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin sewaktu
yang dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.
c. Oliguria < 400 ml / 24 jam.
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
e. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala persisten,
skotoma, dan pandangan kabur.
f. Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya
kapsula glisson.
g. Edema paru dan sianosis.
h. Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.
i. Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm3)
j. Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta.
k. Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.
C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
1. Etiologi
terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Terdapat
banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab preeclampsia tetapi tidak
ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.Tetapi, ada beberapa faktor
yang berperan, yaitu :
 Peran Prostasiklin dan Tromboksan Pada preeklampsia dijumpai kerusakan
pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel
endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin
meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul
vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Perubahan
aktivitas tromboksan memegang peranan sentral terhadap ketidakseimbangan
prostasiklin dan tromboksan. Hal ini mengakibatkan pengurangan perfusi
plasenta sebanyak 50%, hipertensi, dan penurunan volume plasma.
 Peran Faktor Imunologis, Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan
pertama karena pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking
antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia
terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti
dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
 Peran Faktor Genetik. Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik
pada penderita preeklampsia adalah peningkatan Human leukocyte antigen
(HLA). Menurut beberapa peneliti,wanita hamil yang mempunyai HLA
dengan haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi
menderita preeklampsia dan pertumbuhan janin terhambat.
 Disfungsi endotel. Bahwa Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki
peranan pada terjadinya preeklampsia. Kerusakan endotel vaskular pada
preeklampsia dapat menyebabkan penurunan produksi prostasiklin,
peningkatan aktivitas agregasi trombosit dan fibrinolisis, kemudian diganti
oleh trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III
sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivitas trombosit menyebabkan pelepasan
tromboksan A2 dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan
endotel.
2. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.
Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya
dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh
mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk
mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan
oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis
Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Patofisiologi pre eklamsi-eklamsi setidaknya berkaitan dengan perubahan
fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi
peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi penurunan resistensi vaskular
sistemik (systemic vascular resistance[SVRI]), peningkatan curah jantung, dan
penurunan tekanan osmotik koloid.
Pada pre eklamsi volume plasma yang beredar menurun sehingga terjadi
hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat
organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta.
Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan
sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.
Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensifitas terhadap tekanan
peredaran darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidakseimbagan
antara prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2.
Selain kerusakan endotelial vasospasme arterial menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut
menurunkan volume intravaskular, mempredisposisi pasien yang mengalami pre
eklamsi mudah mengalami edema paru.
Hubungan sistem imun dengan pre eklamsi menunjukkan bahwa faktor-
faktor imunologi memainkan peran penting dalam pre eklamsi. Keberadaan
protein asing, plasenta, atau janin bisa membangkitkan respon imunologis lanjut.
Teori ini didukung oleh peningkatan insiden pre eklamsi pada ibu baru dan ibu
hamil dari pasangan baru (materi genetik yang berbeda).
Predisposisi genetik dapat merupakan faktor imunologi lain. Frekuensi pre
eklamsi dan eklamsi pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat eklamsi,
yang menunjukkan suatu gen resesif autoso yang mengatur respon imun
maternal.
Patofisiologi preeklampsia mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) dengan
menginduksi edema otak dan meningkatkan resistensi otak. Komplikasi meliputi
nyeri kepala, kejang, dan gangguan penglihatan (skotoma) atau perubahan
keadaan mental dan tingkat kesadaran. Komplikasi yang mengancam jiwa ialah
eklampsia atau timbul kejang (Bobak, dkk., 2005).
D. MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis preeklamsia ditegakan berdasarkan adanya dua dari 3 gejala, yaitu
penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa
kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan
dan muka. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
atau tekanan diastolic > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30
menit. Tekanan diastolic pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai
sebagai bakal preeklamsia. Protenuria bila terdapat sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24
jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan + 1 atau 2 atau kadar protein protein ≥ 1g/l
dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2
kali dengan jarak waktu 6 jam.
Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala berikut:
1.    Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg.
2.    Proteinuria + ≥ 5g/24 jam atau 3 dengan tes celup.
3.    Oliguria < 400 ml dalam 24 jam.
4.    Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
5.    Nyeri epigastrium dan ikterus.
6.    Edema paru atau stenosis.
7.    Trombositopenia.
8.    Pertumbuhan janin terlambat.
Diagnosis eklamsia ditegakan berdasarkan gejala-gejala preeklamsia disertai
kejang atau koma, sedangkan bila terdapat gejala preeklamsia berat disertai salah satu
atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium dan kenaikan tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien tersebut
menderita impending preeklamsia
E. PENATALAKSANAAN PREEKLAMSIA
a) Penanganan 
Upaya pengobatan ditujukan untuk mencegah kejang, memulihkan organ vital
pada keadaan normal, dan melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya pada
ibu dan bayi.
Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4 , dalam infuse Dextrosa
5% dengan kecepatan 15-20 tetes per menit. Dosis awal MgSO4  2 g intravena
dalam 10 menit selanjutnya 2 g/jam dalam drip infuse sampai tekanan darah stabil
140-150/90-100 mmHg. Ini diberikan sampai 24 jam pasca persalinan atau
dihentikan 6 jam pasca persalinan ada perbaikan nyata ataupun tampak tanda-
tanda intoksikasi. Sebelum memberikan MgSO4 perhatikan reflek patella,
pernapasan 16 kali/menit. Selama pemberian parhatikan tekanan darah, suhu,
perasaan panas, serta wajah merah. Berikan nefidipine 3-4 x 10 mg oral (dosis
maksimum 80 mg/hari), tujuannya adalah untuk penurunan tekanan darah 20%
dalam 6 jam. Periksa tekanan darah, nadi, pernapasan tiap jam. Pasang kateter
kantong urin setiap 6 jam.
PE Berat memerlukan antikonvulsi dan antihipertensi serta dilanjutkan dengan
terminasi kehamilan.
Tujuan terapi pada PE :
1. Mencegah kejang dan mencegah perdarahan intrakranial
2. Mengendalikan tekanan darah
3. Mencegah kerusakan berat pada organ vital
4. Melahirkan janin yang sehat
Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36 minggu atau
bila terbukti sudah adanya maturasi paru atau terdapat gawat janin.
Penatalaksanaan kasus PEB pada kehamilan preterm merupakan bahan
kontroversi.Pertimbangan untuk melakukan terminasi kehamilan pada PEBerat
pada kehamilan 32 – 34 minggu setelah diberikan glukokortikoid untuk
pematangan paru.
Pada PEBerat yang terjadi antara minggu ke 23 – 32 perlu pertimbangan untuk
menunda persalinan guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
Terapi pada pasien ini adalah :
 Dirawat di RS rujukan utama (perawatan tersier)
 MgSO4
 Antihipertensi
 Kortiskosteroid
 Observasi ketat melalui pemeriksaan laboratorium
 mengakhiri kehamilan bila terdapat indikasi
Terminasi kehamilan sedapat mungkin pervaginam dengan induksi persalinan
yang agresif. Persalinan pervaginam sebaiknya berakhir sebelum 24 jam. Bila
persalinan pervaginam dengan induksi persalinan diperkirakan melebihi 24jam,
kehamilan sebaiknya diakhiri dengan SC
1) Penanganan Umum .
Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi
sampai tekanan diastolik antara 90-100 mmHg
2) Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih ·
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
3) Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan
proteinuria Infus cairan dipertahankan 1,5 - 2 liter/24 jam
4) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
5) Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
6) Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi
merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan
pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
7) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak
terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
 Anti Konvulsan (MgSO4) 3. Anti Hipertensi
a) Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat
diulang sampai 8 kali/24 jam
b) Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg
sublingual Nifedipin 10 mg sublingual. preeklamsia Berat Eklamsia
Ringan Rawat RS:
c) Anti konvulsan MgSO4
d) Oksigen
e) Anti hipertensif Rawat RS: MgSO4, Oksigen, Anti hipertensif istirahat
Gejala berkurang progresif KU stabil Induksi Persalinan Rawat jalan
Pertimbangkan persalinan pervaginam Stabil SC Gagal Berhasil
Pervaginam.
F. PENCEGAHAN
Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan
dengan penyebab yang sama. Pencegahan yang dimaksud ialah upaya untuk mencegah
terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang berisiko terjadinya preeklampsia
(Prawirohardjo, 2008). Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat
mengurangi angka kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur
dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan
urin untuk menetukan proteinuria.
Untuk mencegah kejadian preeklampsia ringan dapat dilakukan nasehat tentang
dan berkaitan dengan preeklampsia :
 Diet makanan. Makanan tinggi protein, rendah karbohidrat, cukup vitamin,
rendah lemak. Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna.
 Cukup istirahat. Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti
bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk
atau berbaring kea rah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta
tidak mengalami gangguan.
 Pengawasan antenatal. Bila terjadi perubahan peraan dan gerak janin dalam
rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan
perhatian :
 Uji kemungkinan preeklampsia :
a. Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
b. Pemeriksaan tinggi fundus uteri
c. Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema
d. Pemeriksaan protein dalam urine
e. Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati,
gambaran darah umum, dan pemeriksaa retina mata.
 Penilaian kondisi janin dalam rahim 
a) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
b) Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin,
pemantauan air ketuban
c) Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi (Curtis, 1999).
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang
tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia.
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit
Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan
23% hipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan
kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum
diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau
destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan
pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina;
hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69
kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia
merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk
eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-
sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP. yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low
platelet.
9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembeng-
kakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat
kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular
coogulation).
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis preeklamsia berat dimana tekanan
darah pasien 180/100mmHg dengan adanya proteinuria +1 .
Penatalaksanaan preeklamsia diberikan langsung setelah dilakukan penegakan
diagnosis. Pada pasien ini masih dilakukan pemantauan untuk menentukan janin di
pertahankan sampai aterm atau di terminasi pada usia kehamilan saat ini.
Jika kondisi membaik perlu pemantauan secara rutin kondisi ibu.
a) Rencana terminasi kehamilan perlu di pertimbangkan untuk menyelamatkan
kondisi ibu dari komplikasi preeklamsia yang bisa menyebabkan kematian.
b) Evaluasi TTV dan produksi urin menjadi tolak ukur dan alat evaluasi keadaan
pasien. · Penyebab preeklamsia dewasa ini masih belum ditemukan secara
pasti.
c) Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante Natal
Care secara teratur di RS atau Bidan.
d) Pemeriksaan USG minimal 3x selama kehamilan, 1x pada setiap trimester
untuk mendeteksi dini adanya kelainan pada kehamilannya dan untuk
pemantauan kesejahteraan janin.
e) Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan untuk dapat melakukan
pemantauan kesejahteraan janinnya sendiri dengan cara yang sederhana,
misalnya menghitung gerakan janin, sehingga bila terjadi penurunan
kesejahteraan janin dapat di deteksi dini.
ASUHAN KEPERAWATAN pada PASIEN dengan PEB
A. Pengkajian
Penyakit hipertensi pada kehamilan dapat terjadi tanpa ada tanda peringatan
atau gejala yang timbul secara bertahap. Tujuan utama penatalaksanaan ialah
mengindentifikasi sedini mungkin semua ibu yang berisiko mengalami preeklamsia.
Oleh karena itu, setiap wanita dikaji untuk menemukan adanya faktor-faktor etiologi
selama kunjungan prenatal pertama. Pada setiap kunjungan berikutnya, ibu akan dikaji
untuk memeriksa apakah ibu mengalami gejala yang mengarah keawitan atau
terjadinya preeklamsia. Faktor-faktor seperti: paritas, usia dan lokasi geografis
perlu dipertimbangkan. Wanita yang baru menjadi ibu atau ibu dengan pasangan
baru ternyata enam sampai delapan kali lebih mudah terkena preeklamsia dari pada
ibu multipara. Kondisi obstetrik yang berkaitan dengan peningkatan massa plasenta,
seperti gestasi multijanin dan mola hidatidosa, penyakit pembuluh darah kolagen,
penyakit ginjal dan diabetes mellitus membuat resiko preeklamsia menjadi lebih
tinggi.
Data yang dikaji pada ibu hamil dengan Preeklampsia adalah Perawat
memeriksa formulir pendaftaran dan catatan prenatal ibu. Pada saat perawat dan ibu
hamil meresa nyaman, perawat dapat memulai wawancara untuk mengklarifikasi,
memperluas atau melengkapi formulir. Riwayat kesehatan dibaca kembali, terutama
jika terdapat diabetes mellitus, penyakit ginjal dan hipertensi. Riwayat keluarga
preeklamsia atau penyakit hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit kronis lain.
Riwayat sosial dan pengalaman memberi informasi tentang status perkawinan ibu,
status gizi, keyakinan budaya, tingkat aktivitas dan kebiasaan yang berhubungan
dengan kesehatan seperti: merokok, penggunaan obat dan alkohol.
1. Data subyekti
a. Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35
tahun.
b. Riwayat kesehatan ibu sekarang: terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur.
c. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya: penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM.
d. Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia
sebelumnya.
e. Pola nutrisi: jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan.
f. Psiko sosial spiritual: Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya
2. Data Obyektif
a) Inspeksi: edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
b) Palpasi: untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema.
c) Auskultasi: mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.
d) Perkusi: untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian
SM ( jika refleks + )
e) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 6 jam.
f) Berat badan: peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.
g) Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: protein urin dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, Hb menurun, BJ urine meningkat, serum
kreatin meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.
b. USG: menentukan usia gestasi dan mendeteksi retardasi pertumbuhan
intrauterus(IUGR).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada ibu dengan preeclampsia berat adalah:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik,
perubahan permeabilitas kapiler
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena.
c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan engan interupsi aliran darah.
d. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnbya perfusi
darah ke plasenta.
e. Resiko tinggi terjadinya trauma ibu berhubungan dengan penurunan fungsi
organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi yang tidak adekuat
g. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan dan tindakan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
C. Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, atau mengurangi
masalah klien (Hidayat, 2004). Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam
membuat suatu proses keperawatan, pada saat menentukan tahap perencanaan,
keterampilan yang perlu dimiliki perawat adalah berbagai pengetahuan dan
menterampilkan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai
dan keperawatan klien, batasan praktek keperawatan, dan peran dari tenaga kesehatan
lainnya. Kemampuan dalam memecahkan masalah mengambil keputusan, menulis
tujuan serta memilih dan membuat strategi keperawatan serta kemampuan dalam
melaksanakan kerja sama dengan tingkat kesehatan lain.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah:
1) Penentuan prioritas diagnosa
a. Tingkat Kegawatan (mengancam jiwa) adalah Penentuan
prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa) yang
dilatar belakangi dari prinsip pertolongan pertama yaitu dengan
membagi beberapa prioritas diantaranya prioritas tinggi, sedang, dan
rendah. Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam
kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu dilakukan tindakan
terlebih dahulu seperti masalah bersihan jalan nafas. Prioritas
sedang menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak
mengancam hidup klien seperti masalah hygienis perseorangan.
Prioritas rendah menggambarkan situasi yang tidak berhubungan
dengan langsung dengan prognosis dari suatu penyakit yang secara
spesifik seperti masalah kurang pengetahuan atau lainnya.
b. Kebutuhan Maslow Maslow menentukan prioritas diagnosis yang
akan direncanakan berdasarkan kebutuhan diantaranya kebutuhan
fisiologis, keselamatan, dan keamanan, mencintai dan memiliki
harga diri dan aktualisasi diri. Prioritas diagnosa yang akan
direncanakan, Maslow membagi urutan tersebut berdasarkan urutan
kebutuhan dasar manusia diantaranya: Kebutuhan fisiologi, melipuli
respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan, perawatan kulit,
mobilitas, eliminasi. Kebutuhan keamanan dan keselamatan
meliputi lingkungan kondisi tempat tinggal, perlindungan, pakaian,
bebas dari infeksi dan rasa takut. Kebutuhan mencintai dan dicintai
meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, sosialisasi dalam
kelompok, berhubungan antar manusia. Kebutuhan harga diri
meliputi masalah respek dari keluarga, perasaan menghargai diri
sendiri. Kebutuhan aktualisasi diri meliputi masalah kepuasan
terhadap lingkungan.
c. Penentuan tujuan dan hasil yang diharapkan Tujuan
merupakan hasil yang ingin dicapai
adalah untuk mengatasi masalah diagnosis keperawatan
yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah diagnosis keperawatan
dengan kata lain tujuan merupakan sinonim dari kriteria hasil
(Hidayat, 2004). Kriteria hasil adalah tujuan dan sasaran realita dan
dapat diukur dimana klien diharapan untuk mencapainya. Kriteria
hasil menggambarkan meteran untuk mengukur hasil akhir asuhan
keperawatan. Setiap kriteria hasil membuat kata kerja yang dapat
diukur untuk memudahkan proses evaluasi. Kata kerja yang dapat
diukur menunjukkan tindakan yang dapat dilihat, didengar atau
dirasakan oleh perawat. Pada tahap evaluasi, yaitu tahap terakhir
proses keperawatan, perawat kembali menuliskan kriteria hasil
untuk mengevaluasi apakah klien telah berhasil mencapai hasil
tersebut.

d. Penentuan rencana tindakan Langkah dalam tahap


perencanaan
Perencanaan ini dilaksanakan setelah menentukan tujuan dan
kriteria hasil yang diharapkan dengan menentukan rencana tindakan
apa yang akan dilaksanakan dalam mengatasi masalah klien. Dalam
membuat rencana keperawatan, perawat harus mengetahui juga
tentang instruksi atau perintah tentang tindakan keperawatan apa
yang akan dilakukan dari perawat primer (membuat asuhan
keperawatan )
Terdapat empat tipe instruksi yang digunakan di dalam rencana tindakan yaitu:
1. Instruksi diagnostik
Instruksi ini menilai kemungkinan klien ke arah percepatan kriteria hasil
dengan observasi secara langsung. Instruksi diagnostik dapat digunakan
untuk mengumpulkan informasi dalam upaya untuk mengisi informasi
yang kurang.
2. Instruksi terapeutik
Menggambarkan tindakan yang dilakukan oleh perawat secara langsung
untuk mengurangi, memperbaiki dan mencegah kemungkinan masalah.
3. Instruksi penyuluhan
Digunakan untuk meningkatkan perawatan diri klien dengan membantu
klien memperoleh tingkah laku individu yang mempermudah pemecahan
masalah.
4. Tipe rujukan
Menggambarkan peran perawat sebagai koordinator dan manager dalam
perawatan klien dalam anggota tim kesehatan. Selain tipe tersebut diatas
ada beberapa tipe jenis lain dalam menentukan rencana tindakan seperti
tindakan yang sifatnya delegasi (pelimpahan tugas), edukasi (pendidikan),
observasi (sifatnya pencegahan), suportif (sifatnya pemberian dukungan),
rehabilitasi (sifatnya membantu untuk mandiri), higienis yang bersifat
membantu untuk menjaga kebersihan diri.

Rencana keperawatan pada pasien dengan pre-eklampsia adalah:

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik,


perubahan permeabilitas kapiler, retensi garam dan air.
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan
volume cairan seimbang.
Kriteria evaluasi    :   
a.    Tidak terdapat tanda-tanda edema.
b.    Hasil laboratorium hematokrit dalam batas normal.
c.    Menggunakan pemahaman tentang kebutuhan akan pemantauan peningkatan
tekanan darah, protein dan urine.
Rencana tindakan :
a.    Pantau masukan dan pengeluaran cairan setiap hari.
b.    Timbang berat badan secara rutin.
c.    Pantau tanda-tanda vital, catat eaktu pengisian kapiler.
d.    Kaji ulang masukan diit dari protein dan kalori, berikan informasi sesuai dengan
kebutuhan.
e.    Perhatikan tanda-tanda edema berlebihan atau berlanjut.
f.    Kaji distensi vena jugularis.
g.    Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan diet rendah garam.
h.    Kolaborasi dalam pemberian antidiuretik.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena.
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
curah jantung kembali normal.
Kriteria hasil    :
a.    Tekanan darah dalam batas normal.
b.    Klien tidak mengeluh pusing dan lebih nyaman.
Rencana tindakan:
a.    Pantau TD dan Nadi secara teratur.
b.    Lakukan tirah baring pada klien dengan posisi miring kiri.
c.    Kolaborasi dalam pemberian obat antihipertensi sesuai kebutuhan.
d.    Pantau efek samping obat hipertensi.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi aliran darah.
Tujuan    : Setelah dilakukan  tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
perfusi jaringan optimal.
Kriteria evaluasi    :
a.    Tidak ada penurunan frekuensi jantung.
b.    Dapat melahirkan dengan cara normal.
Rencana tindakan:
a.    Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas janin.
b.    Tinjau ulang tanda-tanda abrupsi plasenta.
c.    Evaluasi pertumbuhan janin, ukur kemajuan fundus.
d.    Pantau denyut jantung janin sesuai dengan indikasi.
4. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke
plasenta.
Tujuan    :    Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi
cedera pada janin.
Kriteria hasil    :
a.    DJJ dalam batas normal.
b.    TTV ibu dalam batas normal.
Rencana tindakan    :
a.    Pantau tekanan darah Ibu.
b.    Lakukan tirah baring pada idu dengan posisi miring kiri.
c.    Monitor DJJ secara teratur.
d.    Kolaborasi dalam pemberian obat antihipertensi sesuai kebutuhan.
5. Resiko tinggi terjadinya trauma ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ
(vasospasme dan peningkatan tekanan darah).
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
tidak terjadi trauma pada Ibu.
Kriteria hasil    :
a.    TD dalam batas normal.
b.    Tidak ada sakit kepala, gangguan penglihatan.
c.    Tidak terjadi kejang berulang.
d.    Berpartisifasi dalam memodifikasi lingkungan untuk melindungi diri.
Rencana tindakan    :
a.    Pantau tanda-tanda vital
b.    Kaji tanda-tanda perubahan fungsi otak.
c.    Kaji tingkat kesadaran klien.
d.    Kaji tanda eklamsi (hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi dan respirasi,
nyeri epigastrium dan oliguri).
e.    Tutup kamar atau ruangan: batasi pengunjung, tingkatkan waktu istirahat.
f.    Kolaborasi pemberian obat: Diazepam sesuai indikasi.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekuat
Tujuan    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nutrisi terpenuhi.
Kriteria evaluasi    :
a.    Berat badan kilen kembali normal.
b.    Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan diit individu
c.    Tidak terdapat mual dan muntah.
Rencana tindakan     :
a.    Kaji status nutrisi klien.
b.    Berikan informasi tentang perubahan berat badan normal pada kehamilan.
c.    Berikan makanan dalam bentuk hangat.
d.    Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering.
e.    Kolaborasikan untuk pemberian obat anti emetic.
7. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan dan tindakan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Tujuan    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x30 menit diharapkan
pengetahuan bertambah.
Kriteria evaluasi`:
a.    Mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit.
b.    Klien tidak cemas.
Rencana tindakan :
a.    Berikan informasi tentang tanda dan gejala yang mengindentifikasi kondisi yang
memburuk.
b.    Berikan informasi tentang jaminan protein adekuat dalam diit klien dengan
kemungkinan atau pre-eklamsia ringan.
c.    Pertahankan agar klien dapat informasi tentang kondisi kesehatan, hasil tes, dan
kesejahteraan janin.
D. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan dengan
melaksanakann berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini, perawat harus
mengetahui berbagai hal di antaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada
klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang
hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien. Dalam
pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis
mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008: 122).
E. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada
tahap ini adalah memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
mengembalikan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini
terdiri dari 2 kegiatan yaitu:
1. Evaluasi formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan
intervensi dengan respon segera.
2. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis
status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada
tahap perencanaan. Di samping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur suatu
tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah tujuan
tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagian.
3. Tujuan tercapai
Tujuan dikatakan tercapai bila klien telah menunjukan perubahan dan
kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
4. Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara
keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya,
seperti klien dapat makan sendiri tetapi masih merasa mual. Setelah makan
bahkan kadang-kadang muntah
5. Tujuan tidak tercapai
Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukan adanya perubahan kearah
kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Winknjosastro H. 2016, Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan lima. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 1999. 357-8,
785-790.

Cunningham, FG. 2015, Williams Obstetrics 21 st Edition. McGraw Hill.USA.


1073-1078, 1390-94, 1475-77

De Cherney, Alan. Nathan,Lauren. Current. 2010, Obstetry & Gynecology.LANGE.


Diagnosis and Treatment. Page 173-4, 201

Scott, James. Disaia, Philip. Hammond, B. charles, Danforth, 2015, Buku Saku
Obstetri dan Ginekologi. Cetakan pertama, Jakarta ; Widya Medika.

Wardhani, dyah P, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-4. Media
aeusclapius: Jakarta 15

Huda Amin, Kusuma H, 2009, NANDA NIC-NOC.2013 Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Jilid I Yogyakarta:MediaAction
Obgynacea 2009.

Huda Amin, Kusuma H, 2009, NANDA NIC-NOC.2013 Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Jilid 2 Yogyakarta:MediaAction
Obgynacea 2009.

Prawirohardjo, Sarwono.(2010).Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo
Rustam Mochtar.2011. Sinopsis Obstetri Fisiologi/ Patologi1 Diterjemahkan oleh
Sofian, Amru Jakarta : EGC

Wiknjosastro, Bambang.(2008).Keperawatan Maternitas.Jakara: Salemba


Medika

Anda mungkin juga menyukai