Anda di halaman 1dari 12

JURNAL SAMUDRA EKONOMIKA, VOL. 1, NO.

2 OKTOBER 2017

Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum Dan Sesudah Program Relokasi
Di Kota Langsa (Studi Kasus Pada Pedagang Kaki Lima Di Lapangan Merdeka)

Puti Andiny1, Agus Kurniawan2


Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Samudra
Langsa Aceh
e-mail: putiandiny@unsam.ac.id
e-mail: aguskurniawan@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan pendapatan PKL
sebelum dan sesudah adanya program relokasi serta menganalisis persepsi PKL terhadap
kebijakan yang di terapkan pemerintah terkait program relokasi. Data yang digunakan adalah
data sekunder dan primer yang bersumber dari hasil penelitian dengan responden sebanyak
83 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode non
probability sampling dengan metode sampling jenuh , analisis dilakukan dengan
menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan pendapatan PKL sebelum dan sesudah adanya program relokasi. Kemudian
sebagian besar para PKL tidak setuju terhadap kebijakan yang di terapkan pemerintah terkait
program relokasi.

Kata Kunci: Pendapatan, Pedagang Kaki Lima, Relokasi

1. PENDAHULUAN Salah satu sektor informal di perkotaan yang mudah


Perkembangan jumlah penduduk kota ditemui adalah pedagang kaki lima, dengan kegiatan
cendrung pesat seiring dengan daya tarik kota yang usaha seperti warung nasi, penjual koran dan
lebih tinggi dibandingkan desa. Dari waktu ke majalah, penjual rokok, penjual makanan kecil dan
waktu urbanisasi terus terjadi bahkan cenderung minuman, dan lain-lainnya. Mereka dapat dijumpai
tidak bisa dibendung karena desa ternyata tidak bisa di pinggir-pinggir jalan yang ramai dilewati
memberikan peluang semenarik kota oleh masyarakat atau di dekat gedung-gedung
pandangan sebagian besar penduduknya. Tetapi perkantoran, sekolah dan perguruan tinggi.
perkembangan kota sebagai tujuan penduduk dari Eksistensi mereka sangat jelas terlihat
desa tersebut tidak serta merta bisa mengimbangi khususnya di hari-hari dan jam kerja. Mereka
kecepatan kebutuhan pekerjaan. Sektor industri menyediakan barang kebutuhan sehari-hari bagi
yang diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang golongan ekonomi menengah ke bawah dengan
masuk ke kota tersebut ternyata belum mampu juga harga yang terjangkau oleh golongan tersebut. Dari
menyerap tambahan calon pekerja tersebut. kebutuhan makan dan minum, kebutuhan alat tulis,
Hal itu dikarenakan tidak semua calon rokok, atau koran dan majalah, dan lainnya. Bahkan
pekerja tersebut memiliki skill (keterampilan) yang tidak jarang konsumen sektor informal ini juga
cukup untuk masuk ke sektor industri, ataupun berasal dari golongan ekonomi atas, yang berusaha
alasan keterbatasan daya tampung sektor industri itu menghemat pengeluaran atau alasan praktis karena
sendiri. Oleh karena para migran calon pekerja kedekatan lokasi kantor dengan tempat berjualan
harus tetap dapat survive(bertahan) hidup di kota, sektor informal tersebut.
maka mereka memilih sektor informal sebagai Selama ini, sektor formal dan sektor
sektor pilihan mata pencaharian, yang relatif lebih informal bejalan dengan pertumbuhannya masing-
mudah dimasuki oleh mereka dengan kemampuan masing. Sektor informal menjadi penyangga dari
yang dimiliki. transformasi stuktur ketenagakerjaan yang
Di perkotaan, sektor informal ini bisa unbalance. Ketika disadari bahwa sektor
dengan mudah dilihat keberadaan dan eksistensinya. informalpun mampu memberikan kontribusi yang
berarti, baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun

Puti Andiny dan Agus Kurniawan: Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum dan Sesudah Program Relokasi di Kota Langsa 192
JURNAL SAMUDRA EKONOMIKA, VOL. 1, NO.2 OKTOBER 2017

kapasitas output nya, maka cara pandangan terhadap 1. Untuk mengetahui perbedaan pendapatan
sektor ini mulai diubah. Sektor informal bukan lagi pedagang kaki lima (PKL) sebelum dan sesudah
hanya sebagai tempat penampungan, tetapi juga adanya program relokasi.
menjadi alternatif yang komplementer terhadap 2. Untuk mengetahui persepsi PKL terhadap
sektor formal. kebijakan pemerintah terkait program relokasi.
Dalam kesehariannya terlihat dan dapat
dirasakan bahwa sektor informal memiliki peranan 2. KAJIAN KEPUSTAKAAN
penting dalam memberikan sumbangan bagi Pengertian Sektor Informal
pembangunan perkotaan, karena sektor informal di Istilah sektor informal dikemukakan oleh
samping memenuhi kebutuhan masyarakat sehari- Keith Hart dalam Manning (1996) yang bermula
hari juga mampu menyerap cukup banyak tenaga dari penggambaran kehidupan angkatan kerja
kerja sehingga dapat mengurangi problem perkotaan yang berada di luar pasar tenaga kerja
pengangguran di perkotaan dan membantu yang terorganisir. Pengertian dari sektor pekerja
meningkatkan penghasilan kaum miskin di yang kurang terorganisir itu mencakup pengertian
perkotaan. yang seringkali diistilahkan secara umum dengan “
Selain itu, sektor informal melalui kewajiban usaha sendiri”. Terdapat banyak definisi/deskripsi
iuran retribusi dan iuran lainnya ikut memberikan tentang sektor informal menurut para ahli, di
kontribusi bagi pendapatan pemerintahan kota.Saat antaranya:
ini pemerintah kota langsa sedang gencar-gencarnya 1. Keith Hart (1971), Sektor informal adalah sektor
melakukan pembangunan dan penataan ruang usaha yang memiliki beberapa ciri, yakni:
terbuka hijau (RTH). Adapun salah satu tindakan a. Bersifat padat karya.
pemerintah dalam penataan RTH yaitu merelokasi b. Bersifat kekeluargaan.
pedagang kaki lima di lapangan merdeka ke jalan c. SDM memiliki pendidikan formal rendah.
Cut Nyak Dhien. Pemerintah Kota Langsa melalui d. Skala usaha Kecil.
Disperindagkop akan mengosongkan pedagang kaki e. Tidak ada proteksi pemerintah.
lima (PKL) yang berjualan di lapangan f. Keahlian dan keterampilan rendah.
merdeka.Bagi pedagang kaki lima yang selama ini g. Usaha mudah dimasuki.
berjualan di lapangan merdeka akan di relokasi ke h. Kondisi usaha relatif tidak stabil.
Central Bisnis Domistik (CBD)‎‎yang telah dibangun i. Tingkat penghasilan rendah.
oleh pemerintah di jalan Cut Nyak Dhien, tepatnya 2. Kartini Sjahrir (1985), membuat garis besar
di jalan depan kantor Bea Cukai Langsa. kegiatan sektor informal ke dalam enam kategori
Pengosongan lapangan merdeka dari para pedagang yakni:
kaki lima bertujuan untuk menata keindahan RTH a. Sektor perdagangan, terdiri dari penjual
Kota Langsa dan itu sudah tercantum dalam makanan, penjual barang bekas, penjual obat-
peraturan wali kota (perwal). obat tradisional, penjual air dan makelar.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh b. Sektor jasa, terdiri dari pembantu rumah
peneliti pada beberapa pelaku usaha di lokasi tangga, pelayan toko dan rumah makan.
penelitian, bahwa pendapatan pelaku usaha di c. Sektor industri pengolahan, terdiri dari
lapangan merdeka mengalami penurunan setelah pengrajin dan buruh kasar.
adanya program relokasi ke jalan Cut Nyak Dhien. d. Sektor angkutan, terdiri dari pengemudi
Hal demikian juga di sampaikan oleh Kasie becak, pengemudi taksi dan tukang ojek.
Kerjasama Perdagangan Disperindagkop & Ukm e. Sektor bangunan, terdiri dari kuli bangunan.
Kota langsa, Bapak Edy Zulfani, S.E. Beliau f. Sektor perbankan, misalnya rentenir.
mengatakan “terjadi penurunan pendapatan pelaku 3. Todaro dan Smith (2003), ciri-ciri sektor
usaha di lapangan merdeka setelah adanya program informal adalah sebagai berikut:
relokasi ke jalan Cut Nyak Dhien” (Selasa,04 April a. Bidang kegiatannya bervariasi dan berskala
2017). kecil.
Adapun tujuan penelitian dari penelitian ini b. Banyak menggunakan tenaga kerja dan usaha
adalah : dimiliki oleh perorangan.
c. Teknologi sangat sederhana.

Puti Andiny dan Agus Kurniawan: Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum dan Sesudah Program Relokasi di Kota Langsa 193
JURNAL SAMUDRA EKONOMIKA, VOL. 1, NO.2 OKTOBER 2017

d. Beroperasi seperti halnya perusahaan keunggulan lain sektor informal, yang selama ini
monopoli persaingannya dalam menghadapi terbukti bisa membuat mereka tetap bertahan
penurunan pemasukan. walaupun persaingan di sektor formal termasuk
e. Tenaga kerja tidak pernah mengalami barang impor sangat tinggi. Keahlian khusus
pendidikan formal. tersebut biasanya dimiliki pekerja atau
f. Tidak mempunyai keterampilan kkusus. pengusaha secara turun temurun, dari generasi
g. Tidak ada jaminan keselamatan kerja. ke genersi ataupun jika dari pendidikan adalah
h. Motivasi kerja hanya untuk kelangsungan hasil pelatihan dan pendampingan dari lembaga
hidup. yang berwenang.
i. Pendatang baru di desa/kota karena gagal di 3. Menyerap Banyak Tenaga Kerja
sektor formal. Sektor informal yang umumnya adalah usaha
j. Tinggal di permukiman sederhana dan skala kecil bersifat padat karya. Artinya sektor
kumuh. informal mampu menyerap tenaga kerja relatif
k. Produktivitas dan pendapatan lebih rendah besar. Sementara itu jenis sektor informal cukup
dari usaha-usaha besar. banyak dan beragam, sehingga kemampuan
sektor ini menyerap tenaga kerja yang kurang
Kekuatan Sektor Informal berpendidikanpun cukup besar. Keterampilan
Menurut Feriyanto (2014) ada beberapa pekerja lebih diutamakan dalam sektor informal
kekuatan sektor informal, yaitu: karena usaha di sektor ini tidak membutuhkan
1. Memiliki Daya Tahan dan Goncangan Ekonomi persyaratan pendidikan formal tetapi betul-betul
Bertahannya sektor informal dari goncangan berdasarkan kemampuan dalam menghasilkan
ekonomi telah membuka mata banyak pihak barang dan jasa yang berkualitas.
untuk memperhatikan dan menaruh perhatian 4. Permodalan
pada sektor informal sebagai jaring pengaman Semua kegiatan bisnis membutuhkan modal
bagi perekonomian jika terjadi kondisi yang kerja. Besar kecilnya modal ini akan
buruk pada perekonomian. Selain itu, relatif menentukan daya tahan dan perkembangan
kuatnya daya tahan sektor informal selama krisis usaha itu. Kebanyakan pengusaha di sektor
juga dimungkinkan karena tingginya motivasi informal menggantungkan modal kerjanya dari
pengusaha disektor tersebut dalam modal tabungan, pinjaman atau mengumpulkan
mempertahankan kelangsungan usahanya. Para dari beberapa orang yang berminat. Baru dalam
wirausaha memiliki motivasi kuat untuk terus perkembangan usahanya jika terlihat memiliki
bertahan dalam bisnis ini, karena alasan usaha prospek baik akan bisa memperoleh tambahan
ini menjadi sumber pendapatannya yang modal kerja dari lembaga keuangan bukan bank
menopang penghidupan dirinya, keluarga dan atau bank, lembaga swasta atau pemerintah.
pekerjanya. Mempertahankan usaha sektor
informal ini berati juga mempertahankan Kelemahan Sektor Informal
hidupnya, oleh karenanya sektor informal ini Disamping keunggulan-keunggulan yang
harus tetap diupayakan dapat bertahan hidup dimiliki sektor informal, sektor ini juga memiliki
walupun terjadi goncangan ekonomi sebesar dan kelemahan-kelemahan yang perlu diantisipasi.
sekuat apapun. Adapun kelemahan-kelemahan yang menjadi
2. Dimilikinya Keahlian Khusus penghambat perkembangan sektor informal menurut
Bila dicermati semua produk (barang dan jasa) Feriyanto (2014) di antaranya adalah:
yang dihasilkan sektor informal lebih 1. Lemahnya akses ke lembaga keuangan
mengandalkan keahlian khusus yang diperoleh Pada awal usahanya sektor informal masih
bukan dari pendidikan formal. Misalnya untuk mengandalkan modal sendiri di dalam
menghasilkan makanan yang enak di warung menjalankan usahanya. Semakin berkembangnya
makanan, bisa diperoleh dengan memasak begitu usaha sektor informal semakin membutuhkan
pula untuk menghasilkan barang kerajinan yang tambahan dana untuk bisa berkembang semakin
menarik juga unik juga hanya didasarkan dari baik. Tetapi hal ini biasanya tidak mudah
dimilikinya keterampilan khusus yang bukan dilakukan karena lemahnya akses sektor
berasal dari pendidikan formal. Di sinilah

Puti Andiny dan Agus Kurniawan: Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum dan Sesudah Program Relokasi di Kota Langsa 194
JURNAL SAMUDRA EKONOMIKA, VOL. 1, NO.2 OKTOBER 2017

informal ke lembaga keuagan resmi, baik bank jasa yang dihasilkannya. Sedangkan Menurut
umum atau Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Rahardja dan Manurung (2010), pendapatan adalah
2. Lemahnya akses ke pemerintah total penerimaan (uang dan bukan uang) seseorang
Sektor informal memang identik dengan usaha atau rumah tangga selama periode tertentu.
sederhana yang di dalam menjalankan usahanya Kemudian menurut Samuelson dan Nordhaus
tidak memiliki surat izin usaha dan sejenisnya. (2005), pendapatan merupakan hasil berupa uang
Pemilik usaha kurang menguasai peraturan atau hal materi lainnya yang dicapai dari
perundangan yang berlaku, sehingga seringkali penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas.
menjadi lawan petugas penertiban karena lokasi Sedangkan pendapatan rumah tangga adalah total
usahanya menggunakan lokasi yang menganggu pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam
lalu lintas atau ketertiban umum. bentuk uang yang diperoleh baik sebagai gaji atau
3. Pengetahuan minim mengenai manajemen bisnis upah usaha rumah tangga atau sumber lain.
Manajemen sektor informal adalah manajemen Menurut Rahardja dan Manurung (2010),
yang sederhana. Biasanya sektor informal sumber penerimaan rumah tangga, yaitu:
dijalankan dengan manajemen keluarga. Pemilik 1. Pendapatan dari Gaji dan Upah
sekaligus menjadi pengelola usaha, keuangan, Gaji dan upah adalah balas jasa terhadap
produsen dan sekaligus pemasaran. Ketika usaha kesedian menjadi tenaga kerja. Besar gaji/upah
berkembang barulah dilibatkan anggota keluarga seseorang secara teoritis sangat tergantung dari
untuk membantu usahanya. produktivitasnya. Ada beberapa faktor yang
4. Penyediaan bahan-bahan baku yang murah dan mempengaruhi produktivitas, diantaranya:
kontinyu 2. Keahlian (Skill)
Sebuah usaha termasuk sektor informal harus Keahlian adalah kemampuan teknis yang
memiliki sumber bahan baku yang murah dan dimiliki seseorang untuk mampu menangani
kontinyu, agar usahanya bisa tetap eksis. Tetapi pekerjaan yang dipercayakan.
keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki sektor 3. Mutu Modal Manusia (Human Capital)
informal, baik lemahnya akses ke lembaga Mutu modal manusia adalah kapasitas
keuangan dan pemerintah telah menjadikan pengetahuan, kaeahlian dan kemampuan yang
sektor ini seringkali kesulitan ketika harga bahan dimiliki seseorang baik karena bakat bawaan
baku tidak stabil. Harga yang cenderung tinggi (inborn) maupun hasil pendidikan dan latihan.
akhirnya menjadikan kemampuan sektor ini 4. Kondisi Kerja (working Condition)
memperoleh bahan baku menjadi terganggu Kondisi kerja adalah lingkungan dimana
karena modal yang dimiliki seringkali tidak bisa seseorang bekerja.
menjangkau harga bahan baku yang naik 5. Pendapatan dari Aset Produktif
tersebut. Aset produktif adalah aset yang memberikan
5. Kurang dikuasainya teknologi baru pemasukan atas balas jasa penggunanya. Ada
Sektor informal sering diidentikan dengan dua kelompok aset produktif, pertama aset
teknologi sederhana. Tetapi dengan finansial (financial assets), seperti deposito yang
berkembangnya usaha di sektor informal ini menghasilkan pendapatan bunga, saham yang
serta perkembangan teknologi yang ada akhirnya menghasilkan deviden dan keuntungan atas
menuntut sektor ini dapat menggunakan modal (capital gain) bila diperjual belikan.
teknologi yang tidak lagi sederhana. Hal ini Kedua, aset bukan finansial (real assets), seperti
terkait dengan tuntutan konsumen dalam rumah rumah yang memberikan penghasilan
perbaikan kualitas produk, ataupun kualitas seawa.
pelayanan. Tetapi perkembangan teknologi yang 6. Pendapatan dari Pemerintah (Transfer Payment)
sangat cepat seringkali tidak dapat tertangani Pendapatan dari pemerintah atau penerimaan
oleh sektor informal ini dengan baik. pemerintah (transfer payment), adalah
pendapatan yang diterima bukan sebagai balas
Pendapatan jasa atas input yang diberikan. Di negara-negara
Menurut Murni dan Amaliawiati (2012) yang telah maju, penerimaan transfer diberikan
pendapatan adalah hasil berupa uang yang diterima dalam bentuk tunjangan penghasilan bagi para
suatu perusahaan atas penjualan barang-barang dan penganggur (unemployment compensation),

Puti Andiny dan Agus Kurniawan: Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum dan Sesudah Program Relokasi di Kota Langsa 195
JURNAL SAMUDRA EKONOMIKA, VOL. 1, NO.2 OKTOBER 2017

jaminan sosial bagi orang-orang miskin dan dari responden terpilih pada lokasi penelitian. Data
berpendapatan rendah (social security). primer berupa data yang diperoleh dari observasi
dan penyebaran kuesioner.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Populasi dan Sampel
pendapatan menurut Rahardja dan Manurung Populasi dalam penelitian ini adalah para
(2010), adalah sebagai berikut: pedagang kaki lima di Lapangan Merdeka Kota
1. Keuletan bekerja Langsa yang berjumlah 83 pelaku usaha
Pengertian keuletan dapat disamakan dengan (Disperindagkop & Ukm: 2017).Kemudian sampel
ketekunan, keberanian untuk menghadapi segala adalah bagian dari populasi yang akan diteliti.
macam tantangan. Bila saat menghadapi Teknik pengambilan sampel yang diambil adalah
kegagalan tersebut dijadikan sebagai bekal untuk dengan teknik non probability sampling dengan
meniti ke arah kesuksesan dan keberhasilan. metode sampling jenuh yaitu pengambilan seluruh
2. Kesempatan kerja yang tersedia populasi untuk di jadikan sampel (Sugiyono,
Semakin banyak kesempatan kerja yang tersedia 2009:85). Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini
berarti semakin banyak penghasilan yang bisa adalah 83 pelaku usaha.
diperoleh dari hasil kerja tersebut.
3. Kecakapan dan keahlian Metode Analisis Data
Dengan bekal kecakapan dan keahlian yang Metode analisis data dalam penelitian ini
tinggi akan dapat meningkatkan efisien dan adalah metode pendekatan deskriptif kualitatif.
efektifitas yang pada akhirnya berpengaruh pula Penelitian kualitatif adalah suatu proses menemukan
terhadap penghasilan. keterangan mengenai apa yang ingin di ketahui
4. Motivasi melalui observasi dan wawancara pada apa yang
Motivasi atau dorongan juga mempengaruhi diteliti.
jumlah penghasilan yang diperoleh, semakin
besar dorongan seseorang untuk melakukan Definisi operasional variabel
pekerjaan, semakin besar pula penghasilan yang 1. Sektor informal adalah suatu usaha yang kurang
diperoleh. terorganisir dan tidak memiliki izin usaha.
5. Banyak sedikitnya modal yan digunakan 2. Pendapatan pedagang adalah pendapatan bersih
Besar kecilnya usaha yang dilakukan seseorang yang di ukur dalam satuan rupiah (Rp).
sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya modal 3. Pedagang kaki lima adalah orang yang
yang digunakan. melakukan kegiatan atau usaha kecil dan
menempati pinggiran jalan (trotoar) untuk
3. METODE PENELITIAN berdagang.
Penelitian ini di lakukan di Kota Langsa, 4. Program relokasi adalah suatu program yang
yaitu menganalisis pendaptan pedagang kaki lima dilakukan pemerintah untuk menciptakan ruang
sebalum dan sesudah program relokasi di Kota terbuka hijau (RTH) dengan jalan memindahkan
Langsa. pedagang kaki lima ke tempat yang telah
ditentukan.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dibagi menjadi 4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
dua, yaitu: Hasil
1. Data Kualitatif yaitu data yang bersifat teori- a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
teori yang diperoleh dari berbagai sumber seperti Kelamin
buku-buku, jurnal dan berbagai refensi yang Responden pada penelitian ini adalah
mendukung data sekunder. pedagang kaki lima di Jln. Cut Nyak Dhien yang
2. Data Kuantitatif yaitu data yang berupa angka- berjumlah 83 Pelaku Usaha. Karakteristik
angka yang diperoleh dari hasil penelitian responden berdasarkan jenis kelamin seperti yang
langsung. ditunjukkan pada Tabel 1.
Sumber data pada penelitian ini adalah data Berdasarkan Tabel 1 dapat dijelaskan
primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung bahwa dari 83 responden, 59 orang (71,1%)

Puti Andiny dan Agus Kurniawan: Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum dan Sesudah Program Relokasi di Kota Langsa 196
JURNAL SAMUDRA EKONOMIKA, VOL. 1, NO.2 OKTOBER 2017

diketahui bahwa responden yang berjenis kelamin Tabel 3. Tingkat Pendidikan


laki-lakidan 24 orang (28,9%) diketahui bahwa Tingkat Jumlah Persentase %
responden yang berjenis kelamin Perempuan. Dari Pendidikan (orang)
data tersebut di ketahui bahwa para PKL lebih SD 10 12,0
banyak berjenis kelamin laki-laki daripada SMP 5 6,0
perempuan. SMA 60 72,3
Tabel 1. Jenis Kelamin Responden Sarjana 8 9,6
Jenis Kelamin Jumlah Persentase % Total 83 100
(orang) Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017)
Laki-laki 59 71,1
Perempuan 24 28,9 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa
Total 83 100 dari 83 responden, 60 orang (72,3%) adalah
Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017) responden dengan pendidikan SMA, 10 orang
(12,0%) di antaranya merupakan responden dengan
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia pendidikan SD,8 orang (9,6%) adalah responden
Karakteristik responden berdasarkan usia dengan pendidikan S.1/Sarjana dan 5 orang (6,0%)
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 berikut: adalah responden dengan pendidikan SMP. Adapun
Tabel 2. Umur Responden responden yang paling banyak adalah yang tingkat
Umur Jumlah Presentase % pendidikannya SMA yaitu 60 orang (72,3%).
(orang) Hal ini dikarenakan responden tidak
< 25 Tahun 5 6,0 mempunyai biaya untuk melanjutkan pendidikan
25 – 30 Tahun 20 24,1 sampai universitas. Sedangkan responden
31-35 Tahun 15 18,1 berdasarkan tingkat pendidikan yang terendah
36-40 Tahun 27 32,5 adalah yang pendidikan nya SMP yaitu 5 orang
> 40 Tahun 16 19,3 (6,0%).
Total 83 100
Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017) d. Karakteristik Responden Berdasarkan
Kepemilikan Usaha
Berdasarkan Tabel 2 dapat dijelaskan Karakteristik responden berdasarkan
bahwa dari 83 responden, 27 orang (32,5%) orang kepemilikan usaha seperti yang di tunjukkan pada
adalah responden yang berusia 36 s/d 40 tahun, 20 Tabel 4 berikut:
orang (24,1%) adalah responden yang berusia 25 s/d Tabel 4. Status Kepemilikan Usaha
30 tahun, 16 orang (19,3%) orang adalah responden Status Kepemilikan Jumlah Presentase
yang berusia > 40 tahun, 15 orang (18,1%) adalah Usaha (orang) %
responden yang berusia 31 s/d 35 tahun dan 5 orang Sewa 3 3,6
(6,0%) adalah responden yang berusia < 25 tahun. Milik Sendiri 80 96,4
Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan Total 83 100
bahwa dalam mengelola usahanya, responden di Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017)
pengengaruhi oleh faktor umur. Dimana mereka
yang berumur relatif muda (usia produktif) akan Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa
lebih tinggi tingkat produksinya jika dibandingkan dari 83 responden, 80 orang (96,4%) adalah
dengan umur tua (usia non produktif). Disamping responden dengan status pemilikan usaha milik
memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dan sendiri, dan3 orang (3,6%) adalah responden
cenderung cepat menerima hal-hal yang bersifat dengan status pemilikan usaha sewa. Dari data
baru dan berani menanggung resiko dalam usaha. tersebut di jelaskan bahwa berdasarkan kepemilikan
usahanya 80 orang adalah milik sendiri dan 3 orang
c. Karakteristik Responden Berdasarkan menyewa. Hal ini di karenakan mereka adalah
Tingkat Pendidikan pendatang baru yang berjualan di Jln. Cut Nyak
Karakteristik responden berdasarkan tingkat Dhien sehingga mereka harus menyewa.
pendidikan seperti yang di tunjukkan pada Tabel 3
berikut: 1. Karakteristik Aktivitas Pelaku Usaha

Puti Andiny dan Agus Kurniawan: Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum dan Sesudah Program Relokasi di Kota Langsa 197
JURNAL SAMUDRA EKONOMIKA, VOL. 1, NO.2 OKTOBER 2017

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Berdasarkan hasil penelitian, dapat di


Usaha Perhari simpulkan bahwa jenis dagangan yang di
Karakteristik responden berdasarkan lama perdagangkan oleh PKL dapat di bagi menjadi 2
usaha perhari seperti yang di tunjukkan pada Tabel jenis dagangan yakni, makanan / minuman. Adapun
5 berikut: dagangan yang di jual dengan jenis ini di antaranya,
Tabel 5. Lama Usaha Perhari nasi, bubur, sate, pisang molen, jamur krispy, mie
Lama Usaha Jumlah Persentase aceh, jagung susu coklat, air kelapa es cappucino
Perhari (Orang) % cincau, aneka jus, es teler,es krem dan minuman
1 – 5 Jam 13 15,7 botol. Kemudian jenis daganagan yang lain adalah
6 – 10 Jam 64 77,1 rokok, obat-obatan dan pulsa.
11 – 15 Jam 5 6,0
16 – 24 Jam 1 1,2 c. Karakteristik Responden Berdasarkan Status
Total 83 100 Lapak
Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017) Karakteristik responden berdasarkan status
lapak seperti yang di tunjukkan pada Tabel 7
Berdasarkan Tabel 5 dapat dijelaskan berikut:
bahwa dari 83 responden, 64 orang (77,1%) adalah Tabel 7. Status Lapak
responden dengan lama usaha perhari 6 – 10 jam, Jenis Jumlah Persentase %
13 orang (15,7%) adalah responden dengan lama Dagangan (orang)
usaha perhari 1 – 5 jam, 5 orang (6,0%) adalah Sewa 83 100
responden dengan lama usaha perhari 11 – 15 jam Milik Sendiri - -
dan 1 orang (1,2%) adalah responden dengan lama Total 83 100
usaha perhari 16 – 24 jam. Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017)
Berdasarkan hasil penelitian dapat di
simpulkan bahwa waktu berdagang PKL bervariasi. Berdasarkan Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa dari
Hal ini di sesuaikan dengan izin usaha yang di total 83 responden, bahwa 83 orang (100,0%)
berikan oleh Disperindagkop & UKM Kota Langsa adalah responden yang status lapak sewa. Hal ini
dan berdasarkan jenis dagangan yang di jual oleh dikarenakan tempat yang di gunakan oleh para PKL
para PKL di Jln. Cut Nyak Dhien. di sediakan oleh Pemerintah, sehingga mereka harus
menyewa.
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Dagangan d. Karakteristik Responden Berdasarkan
Karakteristik responden berdasarkan Jenis Sarana Fisik Berdagang
Dagangan seperti yang di tunjukkan pada Tabel 6 Karakteristik responden berdasarkan sarana
berikut: fisik berdagang seperti yang di tunjukkan pada
Tabel 6. Jenis Dagangan Tabel 8 berikut:
Jenis Dagangan Jumlah Persentase Tabel 8. Sarana Fisik Berdagang
(orang) % Sarana Fisik Jumlah Persentase %
Makanan/Minuman 81 97,6 Berdagang (orang)
Rokok, Obat-obatan, 2 2,4 Jongkok/Meja 5 6,0
Pulsa Gerobak 71 85,5
Total 83 100 Kios 2 2,4
Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017) Lain-lain 5 6,0
Total 83 100
Berdasarkan Tabel 6 dapat dijelaskan Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017)
bahwa dari 83 responden, 81 orang (97,6%) adalah
responden yang jenis dagangannya Berdasarkan Tabel 8 dapat dijelaskan
makanan/minuman dan 2 orang (2,4%) adalah bahwa dari 83 responden, 71 orang (85,5%) adalah
responden yang jenis dagangannya rokok, obat- responden dengan sarana fisik Gerobak, 5 orang
obatan dan pulsa. (6,0%) adalah responden dengan sarana fisik
jongkok/Meja, 5 orang (6,0%) adalah responden

Puti Andiny dan Agus Kurniawan: Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum dan Sesudah Program Relokasi di Kota Langsa 198
JURNAL SAMUDRA EKONOMIKA, VOL. 1, NO.2 OKTOBER 2017

dengan Sarana Fisik Lain-lain dan 2 orang (2,4%) responden yang jumlah tenaga kerja 2 orang, 23
adalah responden dengan Sarana Fisik Kios. orang (27,7%) adalah responden yang jumlah
Adapun yang paling dominan adalah PKL yang tenaga kerja 1 orang, 7 orang (8,4%) adalah
berjualan dengan menggunakan gerobak yaitu 71 responden yang jumlah tenaga kerja 3 orang, 5
orang (85,5%) dan yang paling sedikit adalah PKL orang (6,0%) adalah responden yang jumlah tenaga
yang berjualan di kios yaitu hanya 2 orang (2,4%). kerja 5 orang dan 3 orang (3,6%) adalah responden
Berdasarkan hasil penelitian dapat yang jumlah tenaga kerja > 5 orang.
disimpulkan bahwa responden melakukan usahanya Karakteristik responden berdasarkan jumlah
tidak seperti orang yang bekerja disektor informal. tenaga kerja seperti yang di tunjukkan pada Tabel
Mereka melakukan usahanya sesuai dengan jenis 10 berikut:
barang atau jasa yang dihasikan. Rata-rata PKL Tabel 10. Jumlah Tenaga Kerja
menggunakan peralatan gerobak dorong dan Jumlah Tenaga Jumlah Persentase
biasanya di lengkapi dengan tenda yang setiap saat Kerja (orang) %
bisa dibuka dan di tutup. 1 orang 23 27,7
2 orang 45 54,2
e. Karakteristik Responden Berdasarkan Biaya 3 orang 7 8,4
Sewa Lapak 5 orang 5 6,0
Karakteristik responden berdasarkan sarana > 5 orang 3 3,4
fisik berdagang seperti yang di tunjukkan pada Total 83 100
Tabel 9 berikut: Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017)
Tabel 9. Biaya Sewa Lapak
Biaya Sewa Lapak Jumlah Persentase Berdasarkan hasil penelitian dapat
(orang) % disimpulkan bahwa jumlah tenaga kerja yang di
< Rp 2.000 11 13,3 pekerjakan oleh responden bervariasi jumlahnya.
> Rp 2.000 – Rp 3.000 7 8,4 Hal ini di sebabkan oleh jenis dagangan yang di
> Rp 3.000 – Rp 4.000 5 6,0 perdagangkan, ada reponden yang pengunjungnya
> Rp 4.000 – Rp 5.000 47 56,6 ramai sehingga harus mempekerjakan tenaga kerja
> Rp 5.000 13 15,7 lebih dari satu orang atau lebih, dan ada juga
Total 83 100 responden dengan pengunjung yang tidak begitu
Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017) ramai, sehingga hanya membutuhkan satu orang
tenaga kerja saja.
Berdasarkan Tabel 9 dapat dijelaskan bahwa
dari 83 responden, 47 orang (56,6%) adalah g. Karakteristik Responden Berdasarkan Upah
responden yang membayar sewa lapak >Rp 4000- Tenaga Kerja
Rp 5000, 13 orang (15,7%) adalah responden Karakteristik responden berdasarkan upah
membayar sewa lapak >Rp 5000, 11 orang (13,3%) tenaga kerja seperti yang di tunjukkan pada Tabel
adalah responden yang membayar sewa lapak <Rp 11 berikut:
2000, 7 orang (8,4%) adalah responden yang Tabel 11. Upah Tenaga Kerja
membayar sewa lapak >Rp 2000-Rp 3000 dan 5 Upah Tenaga Kerja Jumlah Persentase
orang (6,0%) adalah responden yang membayar (orang) %
sewa lapak >Rp 3000-Rp 4000. Rp 10.000 – Rp 20.000 14 16,9
Berdasarkan hasil penelitian dapat di >Rp 20.000 – Rp 40.000 40 48,2
simpulkan bahwa responden berjualan dengan status >Rp 40.000 – Rp 60.000 17 20,5
lapak sewa, sehingga mereka harus membayar biaya >Rp 60.000 – Rp 80.000 8 9,6
sewa kepada pemerintah yang telah menyediakan >Rp 80.000 – Rp 100.000 4 4,8
tempat berdagang bagi para PKL. Total 83 100
Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017)
f. Karakteristik Responden Berdasarkan
Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Tabel 11 dapat dijelaskan
Berdasarkan Tabel 10 dapat dijelaskan bahwa dari 83 responden, 40 orang (48,2%) adalah
bahwa dari 83 responden, 45 orang (54,2%) adalah responden yang memberi upah tenaga kerja >Rp

Puti Andiny dan Agus Kurniawan: Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum dan Sesudah Program Relokasi di Kota Langsa 199
JURNAL SAMUDRA EKONOMIKA, VOL. 1, NO.2 OKTOBER 2017

20.000-Rp 40.000, 17 orang (20,5%) adalah Berdasarkan hasil penelitian dapat di


responden yang memberi upah tenaga kerja >Rp simpulkan bahwa tempat berdagang dan kebersihan
40.000-Rp 60.000, 14 orang (16,9%) adalah merupakan tanggung jawab pemerintah, sehingga
responden yang memberi upah tenaga kerja Rp PKL harus membayar biaya kebersihan kepada
10.000-Rp 20.000, 8 orang (9,6%) adalah responden pemerintah yang telah menyediakan tempat
yang memberi upah tenaga kerja >Rp 60.000-Rp berdagang dan menciptakan suasana yang bersih
80.000 dan 4 orang (4,8%) adalah responden yang dan nyaman bagi para PKL untuk berdagang.
member upah tenaga kerja >Rp 80.000-Rp 100.000.
Berdasarkan hasil penelitian dapat i. Karakteristik Responden Berdasarkan Biaya
disimpulkan bahwa upah tenaga kerja yang di Listrik
berikan oleh responden bervariasi jumlahnya. Hal Karakteristik responden berdasarkan biaya
ini di sebabkan oleh jenis dagangan yang di listrik seperti yang di tunjukkan pada Tabel 13
perdagangkan, ada reponden yang pengunjungnya berikut:
ramai sehingga pendapatan yang di hasilkan juga Tabel 13. Biaya Listrik
relatif tinggi. Hal ini yang menyebabkan responden Biaya Kebersihan Jumlah Persentase
memberi upah tenaga kerja lebih tinggi dari pada (orang) %
responden dengan pengunjung yang tidak begitu < Rp 3.000 7 8,4
ramai, karena pendapatan yang di hasilkannya tidak > Rp 3.000 – Rp 4.000 6 7,2
begitu tinggi. > Rp 4.000 – Rp 5.000 38 45,8
> Rp 5.000 32 38,6
h. Karakteristik Responden Berdasarkan Biaya Total 83 100
Kebersihan Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017)
Karakteristik responden berdasarkan biaya
kebersihan seperti yang di tunjukkan pada Tabel 12 Berdasarkan Tabel 13 dapat dijelaskan
berikut: bahwa dari 83 responden, 38 orang (45,8%) adalah
Tabel 12. Biaya Kebersihan responden yang mengeluarkan untuk biaya listrik
Biaya Kebersihan Jumlah Persentase >Rp 4000-Rp 5000, 32 orang (38,6%) adalah
(orang) % responden yang mengeluarkan untuk biaya listrik
< Rp 1.000 25 30,1 >Rp 5000, 7 orang (8,4%) adalah responden yang
> Rp 1.000 – Rp 2.000 22 26,5 mengeluarkan untuk biaya listrik >Rp 3000-Rp
> Rp 2.000 – Rp 3.000 7 8,4 4000 dan 6 orang (7,2%) adalah responden yang
> Rp 3.000 – Rp 4.000 4 4,8 mengeluarkan untuk biaya listrik >Rp 3000-Rp
> Rp 4.000 – Rp 5.000 16 19,3 4000.
> Rp 5.000 9 10,8 Berdasarkan hasil penelitian dapat
Total 83 100 disimpulkan bahwa setiap responden harus
Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017) membayar biaya listrik kepada Pemerintah guna
kelancaran saat berdagang. Karena listrik yang di
Berdasarkan Tabel 12 dapat dijelaskan gunakan responden adalah listrik yang di sediakan
bahwa dari 83 responden, 25 orang (30,1%) adalah oleh pemerintah, sehingga para PKL di kenakan
responden yang mengeluarkan untuk biaya biaya listrik.
kebersihan <Rp 1000, 22 orang (26,5%) adalah
responden yang mengeluarkan untuk biaya j. Karakteristik Responden Berdasarkan
kebersihan >Rp 1000-Rp 2000, 16 orang (19,3%) Jumlah Pembeli
adalah responden yang mengeluarkan untuk biaya Karakteristik responden berdasarkan jumlah
kebersihan >Rp 4000-Rp 5000, 9 orang (10,8%) pembeli seperti yang di tunjukkan pada Tabel 14.
adalah responden yang mengeluarkan untuk biaya Berdasarkan Tabel 14 dapat dijelaskan
kebersihan >Rp 5000, 7 orang (8,4%) adalah bahwa dari 83 responden, 42 orang (50,6%) adalah
responden yang mengeluarkan untuk biaya responden yang jumlah pembeli dalam per/harinya
kebersihan >Rp 2000-Rp 3000, dan 4 orang (4,8%) >50-250 orang, 24 orang (28,9%) adalah responden
adalah responden yang mengeluarkan untuk biaya yang jumlah pembeli dalam per/harinya >250-450
kebersihan >Rp 3000-Rp 4000. orang, 13 orang (15,7%) adalah responden yang

Puti Andiny dan Agus Kurniawan: Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum dan Sesudah Program Relokasi di Kota Langsa 200
JURNAL SAMUDRA EKONOMIKA, VOL. 1, NO.2 OKTOBER 2017

jumlah pembeli dalam per/harinya < 50 orang dan 4 Berdasarkan Tabel 15 dapat dijelaskan
orang (4,8%) adalah responden yang jumlah bahwa dari 83 responden, 46 orang (55,4%) adalah
pembeli dalam per/harinya > 450 orang. responden yang jumlah pendapatannya >Rp
Tabel 14. Jumlah Pembeli 500.000-Rp 1.000.000, 13 orang (15,7%) adalah
Biaya Kebersihan Jumlah Persentase responden yang jumlah pendapatannya <Rp
(orang) % 500.000, 10 orang (12,0%) adalah responden yang
< 50 orang 13 15,7 jumlah pendapatannya >Rp 1.000.000-Rp
> 50 orang – 250 orang 42 50,6 1.500.000, 7 orang (8,4%) adalah responden yang
> 250 orang – 450 orang 24 28,9 jumlah pendapatannya >Rp 1.500.000-Rp
2.000.000, 4 orang (4,8%) adalah responden yang
> 450 orang 4 4,8
jumlah pendapatannya >Rp 3.000.000 dan 3 orang
Total 83 100
(3,6%) adalah responden yang jumlah
Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017) pendapatannya >Rp 2.000.000-Rp 2.500.000.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebelum adanya program
disimpulkan bahwa jumlah pembeli bervariasi relokasi pendapatan para PKL di lapangan merdeka
jumlahnya. Hal ini di sebabkan oleh jenis dagangan relatif tinggi. Hal ini di karenakan tempat berdagang
yang di perdagangkan, ada PKL yang pembelinya terpusat dan strategis, sehingga banyak pembeli dan
ramai karena PKL telah memiliki langganan tetap. pengunjung. Adapun pendapatan PKL yang
Adapun PKL yang pembelinya tidak begitu ramai di terendah sebelum adanya program relokasi adalah
karenakan apa yang di jual tidak sesuai dengan apa Rp 100.000-Rp 500.000 / hari dan pendapatan
yang dicari atau yang dibutuhkan oleh tertinggi adalah diatas Rp 3.000.000. Sementara
pengunjung/pembeli. pendapatan PKL sesudah relokasi dapat di lihat
pada Tabel 16 berikut ini :
Pembahasan Tabel 16. Pendapatan Pedagang Kaki Lima
Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum Program Relokasi
Sebelum dan Sesudah Program Relokasi
Pendapatan PKL Jumlah Persentase
Implementasi kebijakan pemerintah dalam
Sesudah Program (orang) (%)
penertiban PKL di Kota Langsasaat ini dirasa masih
Relokasi
belum optimal. Meskipun pada realitanya sudah
< Rp 500.000 46 55,4
banyak kebijakan yang mengatur tentang lokasi
>Rp 500.000 – 1.000.000 26 31,3
PKL, namun kebijakan tersebut belum sepenuhnya
>Rp 1.000.000 - 1.500.000 7 8,4
dapat mengatur permasalahan PKL. Sejak di
> Rp 3.000.000 4 4,8
relokasi ke Jln. Cut Nyak Dhien, PKL merasa
Total 83 100
kurang puas dengan kebijakan yang diterapkan
Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017)
pemerintah. Karena para PKL mengalami
penurunan pendapatan. Untuk lebih jelasnya dapat
Berdasarkan Tabel 16 dapat dijelaskan
dilihat pada Tabel 15 berikut ini :
bahwa dari 83 responden, 46 orang (55,4%) adalah
Tabel 15. Pendapatan Pedagang Kaki Lima
responden yang jumlah pendapatannya <Rp
Sebelum Program Relokasi
500.000, 26 orang (31,3%) adalah responden yang
Pendapatan PKL Jumlah Persentase
jumlah pendapatannya >Rp 500.000-Rp 1.000.000,
Sebelum Program (orang) (%)
7 orang (8,4%) adalah responden yang jumlah
Relokasi
pendapatannya >Rp 1.000.000-Rp 1.500.000, dan 4
< Rp 500.000 13 15,7
orang (4,8%) adalah responden yang jumlah
>Rp 500.000 – 1.000.000 46 55,4
pendapatannya >Rp 2.000.000.
>Rp 1.000.000 - 1.500.000 10 12,0
Berdasarkan hasil penelitian dapat
>Rp 1.500.000 – 2.000.000 7 8,4
disimpulkan bahwa pendapatan PKL sesudah
>Rp 2.000.000 – 2.500.000 3 3,6
adanya program relokasi ke Jln. Cut Nyak Dhien
> Rp 3.000.000 4 4,8
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh
Total 83 100 beberapa faktor, diantarnya adalah lokasi yang
Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017) kurang strategis, fasilitas yang disediakan kurang

Puti Andiny dan Agus Kurniawan: Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum dan Sesudah Program Relokasi di Kota Langsa 201
JURNAL SAMUDRA EKONOMIKA, VOL. 1, NO.2 OKTOBER 2017

memadai dan tempat yang kurang nyaman. Rp 1.600.000 – Rp 2.000.000. Dengan demikian
Sehingga pengunjung/pembeli kurang nyaman terdapat perbedaan pendapatan sebelum dan
untuk belanja dan bersantai, dan memilih ketempat sesudah adanya program relokasi ke Jln. Cut Nyak
yang lain yang lebih nyaman. Hal ini sangat Dhien.
berpengaruh terhadap pendapatan PKL, karena
pendapatan tergantung pada ramai atau tidaknya Bentuk Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya
pengunjung/pembeli. Adapun pendapatan PKL Mengatasi Masalah Pedagang Kaki Lima
setelah adanya program relokasi ke Jln. Cut Nyak Hasil penelitian atas jawaban responden
Dhien yang terendah adalah Rp 100.000-Rp pada kuesioner dapat di lihat pada Tabel 17 berikut
500.000/ hari dan pendapatan yang tertinggi adalah ini:

Tabel 17. Pendapat Terhadap Kebijakan Pemerintah


No Pendapat Terhadap Kebijakan SP P KP TP
Pemerintah F % F % F % F %
1 Pemerintah menyediakan lokasi berjualan 7 8,4 17 20,5 37 44,6 22 26,5
bagi PKL
2 Pemerintah menyediakan sarana dan 7 8,4 17 20,5 37 44,6 22 26,5
prasarana
3 Adanya peraturan dan larangan pemerintah 7 8,4 17 20,5 37 44,6 22 26,5
yang bertujuan agar aktivitas PKL berjalan
lancar
Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017)

Berdasarkan Tabel 17 dapat di lihat bahwa memadai dan tempat yang kurang nyaman.
pertanyaan mengenai pemerintah menyediakan Sehingga pengunjung/pembeli susah untuk belanja
lokasi berjualan bagi PKL pada kategori “sangat dilokasi baru. Dengan demikian maka terjadi
puas” 7 responden (8,4%), “puas” 17 responden penurunan pendapatan PKL yang di relokasi ke
(20,5%), “kurang puas” 37 responden (44,6%) dan Jalan Cut Nyak Dhien.
“tidak puas” 22 responden (26,5%). Kemudian
untuk pertanyaan pemerintah menyediakan sarana Persepsi Terhadap Kebijakan Pemerintah
dan prasarana pada kategori “sangat puas” 7 Terkait Program Relokasi PKL Ke Jln. Cut Nyak
responden (8,4%), “puas” 17 responden (20,5%), Dhien. Hasil penelitian atas jawaban responden
“kurang puas” 37 responden (44,6%) dan “tidak pada kuesioner dapat dilihat pada Tabel 18 berikut
puas” 22 responden (26,5%). Sedangkan untuk ini:
pertanyaan adanya peraturan dan larangan Tabel 18. Persepsi PKL Terhadap Kebijakan
pemerintah yang bertujuan agar aktifitas PKL Pemerintah
berjalan lancar pada kategori “sangat puas” 7 Persepsi PKL Jumlah Persentase
responden (8,4%), “puas” 17 responden (20,5%), Terhadap Kebijakan (orang) (%)
“kurang puas” 37 responden (44,6%) dan “tidak Pemerintah
puas” 22 responden (26,5%). Setuju 37 44,6
Berdasarkan hasil penelitian menurut Tidak Setuju 46 55,4
pendapat responden terhadap kebijakan Total 83 100
Pemerintah, mengenai Pemerintah menyediakan Sumber: Hasil Penelitian, (diolah, Juni 2017)
lokasi berjualan bagi PKL, Pemerintah
menyediakan sarana dan prasarana dan adanya Berdasarkan Tabel 18 dapat dijelaskan
peraturan dan larangan Pemerintah yang bertujuan bahwa dari 83 responden, 46 orang (55,4%) adalah
agar aktivitas PKL berjalan dengan lancar. Maka responden yangmengatakan “tidak setuju”
hasil tersebut bisa dikatakan bahwa responden lebih berdasarkan kebijakan pemerintah terkait program
banyak menyatakan “Kurang Puas” terhadap relokasi pedagang kaki lima dan 37 orang (44,6%)
kebijakan Pemerintah, dikarenakan lokasi yang adalah responden yang mengatakan “setuju”
disediakan kurang strategis, fasilitas kurang berdasarkan kebijakan pemerintah terkait program

Puti Andiny dan Agus Kurniawan: Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum dan Sesudah Program Relokasi di Kota Langsa 202
JURNAL SAMUDRA EKONOMIKA, VOL. 1, NO.2 OKTOBER 2017

relokasi pedagang kaki lima ke Jln. Cut Nyak 6. REFERENSI


Dhien.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Arikunto, Suharsimi. (2009). Metode Penelitian.
persepsi PKL terhadap kebijakan Pemerintah terkait Yogyakarta: Andi.
program relokasi, sebagian besar PKL mengatakan Disperindagkop & UKM Kota Langsa 2017. Data
“tidak setuju” terhadap kebijakan pemerintah. Hal Pedagang Kaki Lima di Lapangan
ini dikarenakan lokasi yang disediakan kurang Merdeka. Arsip Daerah: Tidak
strategis, fasilitas kurang memadai dan tempat yang Dipublikasikan.
kurang nyaman. Sehingga pendapatan PKL Feriyanto, Nur. (2014). Ekonomi Sumber Daya
mengalami penurunan setelah adanya program Manusia. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
relokasi. Adapun PKL yang mengatakan “setuju” Karuniawan, Mochammad Hatta. (2015). Analisis
terhadap kebijakan Pemerintah, mereka mengatakan Dampak Sosial Ekonomi Relokasi
hanya bisa mengikuti apa yang di terapkan Pedagang Kaki Lima (Gelanggang Olah
Pemerintah karena tidak ada pilihan lain meskipun Raga (GOR) Kabupaten Sidoarjo). JKMP (
pendapatan mereka mengalami penurunan. ISSN. 2338-445X), Vol.3, No.1, Hal. 1-116.
Mulyadi S. (2008). Ekonomi Sumber Daya
5. PENUTUP Manusia. Jakarta: PT Raja Grafindo.
1. Dari hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa Purnomo, Rochmat Aldy. (2016). Dampak Relokasi
terdapat perbedaan pendapatan PKL sebelum Terhadap Lingkungan Sosial Pedagang
dan sesudah adanya program relokasi ke Jln Cut Kaki Lima di Pusat Kuliner Pratistha Harsa
Nyak Dhien. Adapun pendapatan PKL setelah di Purwokerto. Jurnal Ekuilibrium vol.11,
reloksi menjadi menurun. No.1, Hal. 1-9.
2. Mengenai persepsi PKL terhadap kebijakan Raharja Pratama, Mandala Manurung. (2010). Teori
Pemerintah terkait program reloksi ke Jln. Cut Ekonomi Mikro. Jakarta: Lembaga Penerbit
Nyak Dhien bahwa sebagian besar PKL Universitas Indonesia.
menyatakan tidak setuju terhadap program Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif,
relokasi. Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2009). Analisis penelitian Deskriptif
Kualitatif, Kabupaten Buleleng; Bali.

Puti Andiny dan Agus Kurniawan: Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Sebelum dan Sesudah Program Relokasi di Kota Langsa 203

Anda mungkin juga menyukai