Anda di halaman 1dari 3

KETIKA HAK DIRAMPAS KARENA IDENTITAS

(Studi Kasus: Pengorganisasian buruh perempuan yang memiliki orientasi


seksual berbeda “Lesbian”)
OLEH:
YOGI PRASTIA-101170019

Suara dibalik bilik ruangan yang tidak terlalu luas itu seolah menyambut
kedatangan bagi setiap orang yang sedang berkunjung ke rumah itu. suara yang
memancar yang memberikan informasi dan pengetahuan tentang diri dan hak
perempuan buruh, inspirasi dari tokoh perempuan, kehidupan rumah tangga, anak
dan lingkungan itu disiarkan melalui Radio Komunitas Marsinah yang mengudara
pada frekuensi 106 FM.

Dihari yang sama, ketua Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) itu sangat
bersemangat dalam penyampaian informasi yang yang tanyakan. FBLP
melakukan pengorganisasian terhadap buruh-buruh perempuan yang memiliki
orientasi seksual berbeda (lesbian) dan teman-teman LGBT lainnya, ujar
perempuan 39 tahun tersebut. Alasan pengorganisasian yang dilakukan bukan
tanpa alasan, maraknya tindakan diskriminasi yang dialami oleh buruh perempuan
terutama yang memiliki orientasi seksual berbedaa (lesbian) ini menjadi salah
satu alasan mengapa mereka harus diperhatikan secara lebih. Kasus kekerasan dan
diskriminasi berbasis gender yang sering terjadi nyatanya belum mendapat
perhatian yang serius dari pemerintah, faktanya pemerintah bearada diurutan ke
dua pelaku diskriminasi khususnya kepada kaum LGBT.

Dalam sektor pekerjaan, buruh perempuan yang memiliki orientasi seksual


bebeda yaitu lesbian sering mendapatkan diskriminasi baik secara verbal ataupun
bentuk yang lainnya. Diskriminasi sering kali dilakukan oleh atasan yang
memimpin sebuah perusahaan ataupun mandor yang berjaga dan mengawasi
karyawan yang sedang bekerja. Tindakan yang dilkukanpun bermacam-macam
mulai dari perkataan bahkan tindakan fisik.
“Mana bisa kamu haid, penampilan aja kayak laki-laki...”
“Kamu koq pakainya kayak laki-laki..? disini pakaiannya harus sesuai ya!!”
“Perempuan kok sukanya sama perempuan, apa bisa puas!!”
Beberapa perkataan diatas sangat lumrah dikalangan buruh perempuan, bahkan
yang sangat tragis adalah ketika pihak atasan mengetahui bahwa perempuan tersebut
adalah lesbian, makan perempuan itu langsung diberhentikan dari pekerjaannya. Tidak
hanya sebatas itu saja, dalam pencarian pekerjaan mereka juga masih mendapatkan
ketidakadilan seperti tidak diterima kerja karena penampilan seperti laki-laki, tidak
diterima kerja jika tidak menggunakan rok, bahkan hal yang kecilpun dapat menjadi
alasan prusahaan untuk tidak menerima mereka bekerja. Yulia Rustinawati salah seorang
penggiat Hak Asazi manusi dari komunitas arus pelangi memaparkan bahwa sejak januari
hingga maret 2016, terdapat 142 kasus penangkapan, penyerangan, dikriminasi,
pengusiran, penyekapan, bahkan pmerkosaan terhadap kelompok LGBT terutam lesbian
dan waria.

Situasi semakin tidak kondusif ketikan banyaknya komunitas-komunitas yang


anti terhadap LGBT, dampak yang kemudian mereka rasakan adalah ketakutan yang yang
membuat mereka tidak berani untuk menunjukan ekspresi atau identitas asli yang ada
pada diri mereka masing-masing. Tidak hanya itu, hal lain yang dirasakan oleh para
lesbian ini adalah dikucilkan di lingkungan sosial, masyarakat seakan enggan menerima
dan berintraksi kepada mereka. Sering kali perlakuan yang tidak mengenakan harus
dialami oleh seperti diusir di lingkungan tempat tinggal, diejek, dihina, bahkan
diperlakukan secara tidak pantas.

Dikriminasi yang muncul nyatanya belum menampkkan solusi dan peran


pemerintah, Dalam hal diskriminasi pemerintah dirasa sangat lamban menagani
kasus tersebut. Perlindungan hak asasi manusia terhadap komunitas lesbian, gay,
biseksual, dan transgender (LGBT) disebut terhambat ketiadaan sinergi antara
instansi pemerintah akibatnya, kelompok tersebut masih rentan terhadap aksi
kesewenang-wenangan yang dilakukan.
“Pemerintah adalah yang kedua dalam melakukan diskriminasi, kami
sering kali tidak mendapatkan hak yang seharusnya kami dapatkan. Polisi
juga semenah-menah dalam penggeledahan dan penggerbekan yang
mereka lakukan, kami dilkukan seperti binatang.!!!”
Raut wajah perempuan-perempuan ini seolah membutuhkan keadilan dan
titik terang, terkadang mereka merasa sendiri ditengah keramaian yang ada,
merasa tidak didengarkan, merasa terhina, dan bahkan merasa putus asa. Tentunya
mereka berharap pemerintah seharusnya berperan penting dalam pemenuhan hak-
hak kaum minoritas LGBT di Indonesia. Sehingga aksi kesewenangan yang
dilakukan oleh masyarakat kareana kurangnya pemahaman tentang pentingnya
kesetaraan gender dapat berkurang. Berkaca dari dari berbagai bentuk
diskriminasi yang dialami, maka pemerintah perlu mengelurkan kebijakan yang
tegas untuk melindungi kaum minoritas ini. Karena, kaum minoritas LGBT di
Indonesia merupakan bentuk keberagaman.

Anda mungkin juga menyukai