INTERNASIONAL
DI NEGARA NON KONVENSI: INDONESIA
Oleh: Yogi Prastia (101170019)
A. Pendahuluan
Sebagai salah satu negara yang memiliki letak strategis secara geografis,
Indonesia sering kali dijadikan sebagai tempat persinggahan para Imigran. Tujuan
dan motif para Imigran yang datang dari bermacam- macam negara tersebut pun
berbeda-beda. Semakin terbuka lebarnya akses lalu lintas antar negara saat ini
menyebabkan meningkatnya mobilitas manusia antar suatu negara ke negara lain.
Hal itulah yang kemudian menimbulkan permasalahan baru bagi tiap negara yang
dijadikan tempat persinggahan para Imigran yang menganggap dirinya
merupakan Pengungsi ataupun pencari suaka untuk mendapatkan perlindungan
dari konflik yang terjadi di Negaranya masing-masing. Umumnya permasalahan
yang timbul tersebut berkaitan mengenai Kedaulatan Negara dan juga Hak Azasi
Manusia.
Istilah Pengungsi atau pencari suaka memiliki definisi legal dalam hukum
internasional, tepatnya di dalam hukum tentang hubungan internasional, dan juga
di dalam undang-undang dasar negara Republik Indonesia. Pada dasrnya,
pengungsi yang datang ke Indonesia haruslah melalui keimigrasian negara
Indonesia. dalam artian lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah negara
Republik Indonesia diatur mekanismenya dalam sistem keimigrasian tersebut. 6
Selain harus melalui keimigrasian, pengungsi atau pencari suaka harus memiliki
D. Analisis Permasalahan
Pada dasarnya pemerintah Indonesia mengalami kesulitan dalam hal
penanganan pengungsi, meskipun secara Undang-undang dan Konvensi Indonesia
tidak mempunyai kepentingan apapun berkaitan dengan pengungsi. Dengan
belum menjadi pihak pada Konvensi Tahun 1951 dan Protokol 1967, maka
Pemerintah Indonesia juga tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan
penentuan status pengungsi atau yang biasa disebut dengan “Refugee Status
Determination”(RSD), sehingga pengaturan permasalahan mengenai pengungsi
ditetapkan oleh UNHCR (Badan PBB yang mengurusi soal pengungsi) sesuai
dengan mandat yang diterimanya berdasarkan Statuta UNHCR Tahun 1950.10
11 UNHCR Indonesia. “UNHCR telah berdiri di Indonesia sejak tahun 1979, saat ini
berkantor pusat di Jakarta dan memiliki perwakilan di Medan, Tanjung Pinang,
Surabaya, Makassar, Kupang dan Pontianak,” https://www.unhcr.org/id/unhcr-di-indonesia,
diakses pada 12 Desember 2018, pukul 04.58 Wib.
12 International Organization For Migration. Sejarah IO Indonesia,
https://indonesia.iom.int/id/iom-indonesia/sejarah-iom-indonesia , diakses pada 12 Desember
2018, pukul 17.00 Wib.
13 Suaka Journal, Indonesian Civil Society Network For Refugee Protection Refugees
And Asylum Seekers In Indonesia, 2015
JUMLAH PENGUNGSI DI INDONESIA DARI TAHUN KE
TAHUN
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
Pengungsi Internasional
Jika dilihat dari aspek hukum internasional, merupakan hak dan kewajiban
Indonesia sebagai negara merdeka untuk menerapkan kedaulatannya dan
menentukan apakah Indonesia mau atau tidak menerima seseorang atau
sekelompok pengungsi yang masuk ke wilayah teritori Indonesia. Tindakan
tersebut merupakan langkah preventif atau sebagai bentuk pertahanan negara dari
gangguan asing, demi melindungi dan menjaga stabilitas ekonomi juga politik
negara, terutama bagi Indonesia sebagai negara berkembang.
16 Tabel dan data yang tercantum didalam diolah Penulis secara pribadi.
korban perdagangan orang dan
penyeludupan manusia.
Pasal 87:
(1) Korban perdagangan orang dan
Penyelundupan Manusia yang berada di
Wilayah Indonesia ditempatkan di dalam
Rumah Detensi Imigrasi atau di tempat lain
yang ditentukan.
(2) Korban perdagangan orang dan
Penyelundupan Manusia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mendapatkan
perlakuan khusus yang berbeda dengan
Deteni pada umumnya.
Pasal 88:
Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk
mengupayakan agar korban perdagangan
orang dan Penyelundupan Manusia yang
berkewarganegaraan asing segera
dikembalikan ke negara asal mereka dan
diberikan surat perjalanan apabila mereka
tidak memilikinya.
7 Peraturan Dirjen Imigrasi Nomor: Pada bagian menimbang, secara jelas
IMI-1489.UM.08.05 Tahun 2010 disebutkan bahwa latar belakang diterbitkan
Tentang penanganan imigran ilegal peraturan Dirjen Imigrasi adalah bahwa
dalam perkembangannyakedatangan dan
keberadaan orang asing sebagai imigran
ilegal yang kemudian menyatakan dirinya
sebagai pencari suaka dan pengungsi. Isi
peraturan dirjen menyangkut penangann
pencari suaka dan pengungsi.
8. Pasal 2006, 221 dan 223 Peraturan Ketentuan-ketentuan yang ada pada PP
Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 mengatur tentang pendetensian pengungsi
tentang Keimigrasian (imigran ilegal) hinggal 10 tahun. PP
Tersebut mengatur bahwa, hingga 10 Tahun
pendetensian mereka dapat dikeluarkan
dengan kewajiban melaporkan selama enam
bulan sekali dan kewajiban melaporkan
kekantor imigrasi apabila ada perubahan
status dan pekerjaan mereka.
Berdsarkan tabel di atas, ada beberapa hal yang dapat dikaji. Pertama
walaupun tidak ada peraturan tentang pencari suaka dan pengungsi yang
komprehnsif, peraturan perundang-undangan di Indonesia membuka ruang bagi
pengungsi atau pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. Bahkan kata pengungsi
muncul dalam Undang-undang Hubungan Luar Negeri yang menegaskan
“Pengungsi dari Luar Negeri” berbeda dengan pengungsi yang ada didalam negeri
(internally displaced person). Namun sayangnnya kata pengungsi belum
didifinisikan dalam undang-undang ini.
Kedua, berbagai peraturan diatas menguatkan bahwa prinsip non-
reffoulement menjadi komitmen yang secara hukum diakui Pemerintah Indonesia,
sebagaimana juga termaktub dalam Convention Againts Torture (CAT) yang telah
dirativikasi oleh Indonesia. Ketiga, Instrumen hukum terkini yaitu UU
Keimigrasian, sayangnya tidak menyinggung pengungsi secara eksplisit dalam
ketentuannya. Padahal UU Keimigrasian dapat mengatur tentang pengungsi dalam
substansi materinya. Undang-undang keimigrasian menggunakan istilah korban
penyeludupan orang dan perdagangan manusia arena sebagian besar pencari suaka
dan pengungsi adalah sekaligus sebagai korban penyeludupan dan perdagangan
manusia.17
E. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, makadapat disimpukan bahwa kebanyakan
pengungsi yang datang ke Indonesia merupakan pengungsi yang sedang
mengalami konflik di Negaranya masing-masing. Dengan belum diratifikasinya
konvensi-konvensi 1951 dan Protokol 1967 bukan menjadikan alasan bagi
Inddonesia untuk tidak melindungi Hak asasi manusi terhadap pengungsi yang
datang ke Indonesia. Jika dilihat dari sudut Internasional, merupakan hak dan
kewajiban Indonesia sebagai negara merdeka untuk menerapkan kedaulatannya
dan menentukan apakah Indonesia mau atau tidak menerima seseorang atau
sekelompok pengungsi yang masuk ke wilayah teritori Indonesia.