Anda di halaman 1dari 5

PARTISIPASI PUBLIK! MENGAPA PENTING?

“PENGUATAN PARTISIPASI PUBLIK DALAM


PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN”
Oleh: Yogi Prastia (101170019)
Pendahuluan
Dalam sesi perkuliahan yang disampaikan oleh Dr. Bayu Dwi Anggono
yang membahas tentang permasalahan peraturan perundang-undangan, Beliau
menjelskan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi permsalahan dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan, antara lain peraturan perundang-
undangan seolah menjadi obat bagi setiap permasalahan yang ada, hirarki (Urutan
peraturan perundang-undangan), materi muatan yang terkandung, evaluasi, dan
partisipasi publik.1 Dalam tulisan ini, Penulis akan membahas salah satu
permasalahan yang berkaitan dengan partisipasi publik dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan.

Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah bagian dari aktivitas


dalam mengatur masyarakat yang terdiri dari gabungan individu-individu manusia
dengan segaala macam dimensinya.2 Merancang dan membentuk suatu peraturan
perundang-undangan yang dapat diterima masyarakat luas merupakan suatu
pekerjaan yang tidak mudah.3 Kesulitan ini terletak pada kenyataan bahwa
kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan adalah suatu bentuk
komunikasi antara lembaga yang menetapkan yaitu pemegang kekuasaan legislatif
dengan rakyat dalam suatu negara.4

Secara yuridis, partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan


perundang-undangan terakomondir dengan diadopsinya asas keterbukaan dalam
Undang-undang No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-

Disampaikan oleh Dr. Bayu Dwi Anggono, dalam kuliah Ilmu perundang-undangan
1

(Permasalahan Peraturan perundang-undangan) pada 19 September 2018.


2
Satjipto Rahardjo. Penyusunan Undang-undang yang Demokratis, (Semarang:Fakultas
Hukum Undip,1998), hlm 3.
3
Irawan Soejito. Teknik Membuat Undang-undang, (Jakarta:Pradnya Paramita,1993),
hlm. 3.
4
Pierre Andre Cote, The Interpretation of Legislation in Canada, (Les Editions Yvon
Balais, 1991), hlm. 4.
undangan. Dalam hal ini, penjelasan pasal pasal 5 UU No. 12 tahun 2011
menyatakan partisipasi sebagai kondisi dimana pembentukan peraturan
perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, dan
pengesahan atau penetapaan, dan pengundangaan dilakukaan secaara seluruh dan
transparan.5 Artinya, dalam penjelasan undang-undang No. 12 Tahun 2011 secara
tegas harus melibatkan masyarakat dalam proses pembentukan praturan
perundang-undangan. Namun, dalam pelaksanaannya sering kali tidak
mencerminkan kepentingan masyarkat secara luas, melaikan hanya untuk
mengakomondasikan kepentingan elit politik tertentu.

Dalam proses pembentukan undang-undang, di dalamnya terdapat


transformasi visi, misi dan nilai yang diinginkan oleh lembaga pembentuk
undang-undang dengan masyarakat dalam suatu bentuk aturan hukum. Pembentuk
undang-undang sejak awal proses perancangan, telah dituntut agar produk yang
dihasilkan mampu memenuhi berbagai kebutuhan seperti. Pertama, mampu
dilaksanakan; kedua, dapat ditegakkan; ketiga, sesuai dengan prinsip-prinsip
jaminan hukum dan persamaan hak-hak yang diatur, dan keempat, mampu
menyerap aspirasi masyarakat atau melibatkan partisipasi publik.6 Namun, dalam
impelementasinya, proses pembentukan peraturan-perundangan nyatanya tidak
sepenuhnya melibatkaan partisipasi publik, sehingga produk yang dihasilkanpun
tidak menyelesaikan suatu persoalan yang sedang dihadapi.

Partisipasi masyarakat dibidang penyusunan Peraturan Perundang-


undangan pada hakikatnya mengandung makna agar masyarakat lebih berperan
dalam proses pembangunan hukum melalui mekanisme dari bawah ke atas
(bottom up). Partisipasi masyarakat atau publik dapat diartikan sebagai
keikutsertaan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok secaara efektif
dalam penentuan kebijakan publik atau peraturaan perundang-undangan.7

5
Lihat Pasal 5 Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan
6
Journal Volume 9. Legislative Technique as Basis of a Legislative Drafting System
Information & Communications Technology Law, Abindon: June (2000), hlm. 2.
7
Henk Adding. Sourecebook Human Right and Good Govermance, Asialink Project on
Education in Good Governannce and human right, (2010), hlm. 36.
Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undagan
dapat diartikan sebagai partisipasi politik, oleh Huntington dan Nalson, partisipasi
politik dartikan sebagai kegiatan warga negara sipil (Private citizen) yang
bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. 8 Lebih
lanjut, partisipasi puvblik merupakan pelibatan masyarakat dalam proses rencana
pembuatan kebijakan publik atau pembuatan undang-undang merupakan ciri dari
penyelenggara negara demokrasitis.9

Partisipasi Publik, Mengapa penting?

Menurut J.J. Rosseau, partisipasi merupakan bagian dari kedaulatan


rakyat. Didukung juga dalam teori kedaulatan rakyat (Volkssouvereiniteit) yaitu
kedaulatan yang berasal dan dengan persetujuan rakyat. Pemerintah dalam hal ini
pembuat undang-undang merupakan bagiaan dari representasi dari masyarakat,
sehingga jika pemerintah tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang
dibebankan rakyat kepadanya maka rakyat berhak untuk mengganti pemerintahan
yang dipilih dan diangkat.10 Sedangkan dalam teori demokrasi dan partisipasi,
demokrasi bukanah salah satu bentuk pemerintahan yang timbul dengan
sendirinya tapi tumbuh dan berkembang seperti semua lembaga-lembaga
masyarakat.11

Dalam bagian ini, penulis akan memamparkan tentang mengapa partisipasi


publik sangat penting dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Seperti yang telah dipaparkan diatas, bahwa kesempatan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan telah
terakomodasi dalam ketentuan hukum positif yaitu pada Pasal 96 UU No.12

8
Iza Rumesten RS, “Relevansi partisipasi Masyarakat dalam Perancangan Pembentukaan
Peraturan Perundang-undangan yang Responsif,” Jurnal Simbur Cahaya Vol. XVI No. 44 Edisi
Januari 2014.
9
Saut P. Panjaitan, “Jaminan Perlindungan Konstitusional Hak Tiap Orang Untuk
Memperoleh Informasi dan Berkomunikasi,” Jurnal Simbur Cahaya, Vol. XV No. 42 Edisi Mei
2010.
10
Joko Riskiyono. Pengaruh Partisipasi Publik Dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. (Jakarta: Perludem, 2016), hlm. 21.
11
Ibid. hlm. 25.
12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dengan
dianutnya asas keterbukaan dalam undang-undang tersebut, masyarakat berhak
memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Masukan secara lisan atau tertulis dapat dilakukan melalui
Pertama: rapat dengar pendapat umum, Kedua: kunjungan kerja, Ketiga:
sosialisasi. Keempat: seminar, lokakarya, atau diskusi.

Partispasi masyarakat dalam pembahasan rancangan undang-undang juga


merupakan wujud penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan
prinsip-prinsip good governance (pemerintahan yang baik), diantaranya
keterlibatan masyarakat, akuntabilitas, dan transparansi.13 Transparansi dan
partispasi masyarakat dalam pembentukan perundang-undangan adalah menjaga
netralitas. Netralitas yang dimaksudkan disini berarti persamaan, keadilan, dan
perlindungan bagi seluruh pihak terutama masyarakat, mencerminkan suasana
konflik antar kekuatan dan kepentingan dalam masyarakat. Keputusan dan hasil
peran serta mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat dan menjadi
sumber informasi yang berguna sekaligus merupakan komitmen sistem
demokrasi.14

Seidaknya ada empat konsep terkait partisipasi publik dalam pembentukan


peraturan perundang-undangan antara lain:15 Pertama, Partisipasi Sebagai
Kebijakan. Kedua, Partisipasi sebagai strategi. Ketiga, Partisipasi sebagai alat
Komunikasi. dan Keempat, Partisipasi Sebagai alat penyelesaian Sengketa.

Dengan demikian, penyerapan aspirasi masyarakat untuk mewujudkan


perundang-undangan yang menyejahterakan, dapat dilakukan dengan jalan
16
membuka ruang partisipasi seluruh komponen masyarakat. Dengan memahami
12
Lihat Penjelasan Pasal 5 huruf g Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
13
Achamad. Good Government dan Hukum Lingkungan. (Jakarta: ICEL,2001). hlm. 87.
14
Satjipto Rahardjo. Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah.
(Surakarta: Penerbit Muhammadiyah University Press, 1998) hlm. 127
15
Hamzah Halim, Kemal Ridho Syahrul Putra. Cara Praktis Dalam Menyusun dan
Merancang Peraturan Daerah (Suatu Kajian Teoritis dan Manual ): Konsepsi Teoritis Menuju
Artikulasi Empiris. (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2010), hlm. 108.
16
pentingnya aspirasi masyarakat, maka materi muatan akan lebih berpihak untuk
kepentingan rakyat. Adanya penyelewengan terhadap materi muatan yang
ditujukan untuk kepentingan rakyat berarti mengingkari hakikat keberadaan
undang-undang di tengah-tengah masyarakat. Berlakunya undang-undang yang
tidak berpihak pada kepentingan publik akan berbahaya bagi kelangsungan
tatanan hidup masyarakat luas.

Aspirasi masyarakat apabila diakomodir dapat meningkatkan legitimasi,


transparansi, dan responsivitas, serta diharapkan akan melahirkan kebijakan yang
akomodatif. Ketika suatu kebijakan tidak aspiratif, maka dapat muncul
kecurigaan mengenai materi muatan yang dibuat. Sebaliknya, proses
pengambilan kebijakan yang dilakukan dengan cara terbuka dan didukung dengan
informasi yang memadai, akan memberikan kesan bahwa tidak ada sesuatu yang
disembunyikan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.17
Sehingga kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dalam hal ini Legislatif
akan semakin bertambah baik dan produk yang dihasilkanpun mampu
mengakomondir kepentingan masyarakat.

Pada dasarnya pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang merupakan


kelanjutan dari partisipasi aktif masyarakat. Tetapi, bukanlah tujuan akhir. Tujuan
yang sebenarnya adalah memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat
untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang, dengan melakukan monitoring dan
evaluasi sebagai mekanisme mengukur pencapaiannya undang-undang yang telah
dihasilkan. Menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa partisipasi
masyarakat terakomodir dalam materi undang-undang, sepanjang bertujuan untuk
kepentingan dan kesejahteraan umum.

17
Bavitri Susanti. Catatan PSHK tentang Kinerja Legislasi DPR 2005. (Jakarta: Pusat
Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK),2006). hlm. 52.

Anda mungkin juga menyukai