Anda di halaman 1dari 6

Buletin Veteriner Udayana Volume 8 No.

2: 145-150
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2016

Prevalensi Pasteurella multocida Pada Sapi Bali Di Bali


(PREVALENCE OF Pasteurella multocida IN BALI CATTLE IN BALI)

I Nengah Kerta Besung, Ketut Tono PG, Aida Louis Tenden Rompis,
I Gusti Ketut Suarjana

Laboratorium Bakteriologi Veteriner Universitas Udayana,


Jln. PB. Sudirman Denpasar-Bali, Email: kerta_besung@unud.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi Pasteurella multocida pada sapi bali di
Bali. Sebanyak 300 ekor sapi sampel diambil dari usap hidung untuk diisolasi dan identifikasi
terhadap kuman P. multocida. Sampel tersebut berasal dari kabupaten Badung, Denpasar, Gianyar,
dan Bangli. Sampel ditumbuhkan pada media agar darah. Koloni yang terpisah diidentifikasi
berdasarkan morfologi, pewarnaan Gram, Triple sugar Iron Agar, Methyl Red-Voger Proskauer
(MRVP), Simmnons Citrate agar, Sulphid Indol Motility,uji gula gula, dan uji katalase. Kuman
yang mencirikan P. multocida dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebanyak 15 ekor mengidap kuman P. multocida yang tersebar di Kabupaten Badung 5 ekor (5%),
Denpasar 4 ekor (8%), Gianyar 4 ekor (8%), dan Bangli 2 ekor (2%).
Kata kunci: Pasteurella multocida, sapi bali, prevalensi

ABSTRACT

This study aims to determine the prevalence of Pasteurella multocida in bali cattle in Bali. A
total of 300 cows were taken from nasal swabs for isolation and identification of bacteria
P.multocida. The samples came from Badung, Denpasar, Gianyar, and Bangli . Samples were
grown on blood agar media. Separate colonies were identified by morphology, Gram stain, , Triple
sugar Iron Agar, Methyl Red-Voger Proskauer (MRVP), Simmnons Citrate agar, Sulphid Indol
Motility, sugars test and catalase test. Germs that characterizes P. multocida analyzed
descriptively. The results showed that as many as 15 samples suffer from P. multocida bacteria
spread in Badung 5 cattle (5%) , Denpasar 4 cattle (8%) , Gianyar 4 cattle (8%), and Bangli 2
cattle (2%).
Keywords: Pasteurella multocida, bali cattle, prevalence

PENDAHULUAN Putra (2006); Ashari dan Januari


(2007) melaporkan pada tahun 2001
Pasteurellosis adalah penyakit ternak di Aceh teridentifikasi positif
bakterial yang menyerang ternak sapi, penyakit SE sekitar 67,03%, tahun 2002
kerbau, babi, kambing, unggas, sapi, dan sekitar 46,4% sedangkan pada tahun
kerbau. Pasteurellosis dikenal dengan 2004 teridentifikasi sekitar 3,02%.
nama penyakit ngorok atau septicaemia Setiawan dan Sjamsudin (1988)
epizootica (SE) atau haemoragic menyatakan bahwa kerbau dan sapi
septichaemia (HS) yang disebabkan oleh sangat peka terhadap penyakit SE. Ashari
kuman P. multocida type B:2 (tipe Asia) dan Juarini (2007) menyatakan bahwa
dan type E:2 (tipe Afrika) (Chancellor et kematian ternak Aceh Barat sebanyak
al., 1996). Lebih lanjut dinyatakan bahwa 10% karena penyakit SE dan kematian
penyakit ngorok yang terdapat di dari penyakit ini diasumsikan rata-rata
Indonesia disebabkan oleh P. multocida tiap tahun minimal sebesar 6%.
B: 2, bersifat akut, dan pada umumnya Hewan yang sembuh dari penyakit
menjadi penyebab kematian pada hewan. SE dapat bertindak sebagai karier.
145
Buletin Veteriner Udayana Besung et al.

Menurut Putra (2006) hewan karier dapat lesi pneumonik pada paru-paru tanpa
menjadi sakit dan atau menjadi sumber disertai oleh bakteri P. multocida.
penularan pada hewan peka lainnya yan Kuman P. multocida dapat hidup
berkaitan dengan penurunan kondisi secara normal di dalam saluran
tubuh misalnya akibat adanya stres. pernafasan bagian atas. Jika kondisi
Pengobatan terhadap infeksi yang tubuh menurun, maka kuman ini akan
disebabkan oleh bakteri dapat dilakukan bersifat pathogen dan menimbulkan
dengan pemakaian antibiotik yang tepat. gejala penyakit seperti napsu makan
Antibiotik dapat menghambat menurun, penurunan berat badan, bulu
pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) atau kusam dan berdiri, oedem, dan diare. Jika
menghancurkan sel-sel bakteri penyakit berlanjut dapat menimbulkan
(bakterisida). kematian.
Pasteurella multocida memegang Dalam mendeteksi kejadian SE
peranan penting dalam menimbulkan untuk isolasi dan identifikasi kuman
penyakit pada saluran pernapasan sapi. mengalami hambatan. Kendala utama
Peranannya tidak hanya sebagai adalah pengambilan organ sampel berupa
penyebab primer, tetapi juga sebagai trachea. Tentunya trachea ini diperoleh
penyebab sekunder terhadap organisme dari sapi yang sudah mati. Sedangkan
lain. Infeksi oleh kuman tersebut disebut sapi yang masih hidup tidak
pasteurellosis yang penyakitnya dapat dimungkinkan diambil tracheanya,
berjalan secara subklinis atau bergabung kecuali sapinya dibunuh. Dengan
dengan pneumonia dan septikemia dari demikian pengambilan sampel tidak bisa
beberapa perubahan yang akan dilakukan pada sapi yang hidup.
mengakibatkan kematian, kondisi tubuh Penelitian ini bertujuan untuk
menurun dan laju pertumbuhan terhambat mendeteksi kuman SE dengan usapan
(Taylor, 1989). Penyakit pernapasan ini hidung dan mulut, sebagai upaya
merupakan hasil suatu interaksi kompleks memudahkan pengambilan sampel untuk
dari beberapa agen infektif (virus, bakteri isolasi dan identifikasi kuman.
dan lain lain), prosedur tatalaksana dan Disamping itu penelitian ini sangat
kondisi lingkungan (Farrington, 1986). P. penting dilakukan sebagai dasarpemetaan
multocida merupakan bakteri Gram kejadian penyakit SE.
negatif yang umum ditemukan pada lesi
METODE PENELITIAN
paru-paru akibat penyakit enzootic
pneumonia yang disebabkan oleh Isolasi Kuman
Mycoplasma hyopneumoniae (Osborne et Sebanyak 300 sampel yang
al., 1981). digunakan pada penelitian ini melalui
Di samping itu, gabungan infeksi usapan hidung dan mulut. Sampel
antara Bordetella bronchiseptica dan P. diambil pada peternakan sapi rakyat di
multocida tipe D akan menimbulkan Kabupaten Badung 100 sampel,
penyakit yang disebut atrophic rhinitis. Denpasar, 50 sampel, Gianyar 50 sampel,
Infeksi campuran tersebut akan Bangli 100 sampel. Sampel diambil
menimbulkan atropi lebih hebat pada dengan cara melakukan usapan pada
tulang turbinate (conchae), jika hidung dan mulut selanjutnya
dibandingkan dengan infeksi oleh ditempatkan pada media transpor Trypton
masing-masing kuman tersebut (Kielstein Soya broth (kaldu TS). Sampel
et al., 1986; Chen et al., 1989). Fuentes dimasukkan ke dalam boks berisi es dan
dan Pijoan (1987) dalam percobaannya siap untuk diperiksa. Semua sampel
membuktikan bahwa infeksi virus ditanam pada media umum agar darah
pseudorabies tidak dapat menimbulkan dan media selektif Mac Conkey Agar,
146
Buletin Veteriner Udayana Volume 8 No. 2: 145-150
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2016

kemudian diinkubasi selama 24 jam Kuman yang mencirikan P. multocida


dalam suhu inkubator 37o C. Koloni yang ditabulasikan sesuai dengan asal sampel.
terpisah diidentifikasi berdasarkan Gambar 1. menunjukkan bahwa
morfologi, pewarnaan Gram, uji Triple secara keseluruhan sampel yang diambil
sugar Iron Agar (TSIA), uji Methyl Red- dari usap hidung dan mulut sapi bali dari
Voger Proskauer (MRVP), uji Simmnons berbagai kabupaten di Bali terinfeksi P.
Citrate agar, ujiSulphid Indol Motility multocida sebanyak 15 sampel (5%).
(SIM), uji gula gula, dan uji katalase. Sampel tersebut berasal dari Badung 5
Dari isolat yang teridentifikasi P. ekor (5%), Denpasar 4 ekor (8%),
multocida dikoleksi dan ditabulasikan. Gianyar 4 ekor (8%), dan Bangli 2 ekor
(2%). Hasil ini membuktikan bahwa
Analisis Data
pengambilan sampel dapat dilakukan
Data yang diperoleh berupa jumlah melalui usap hidung maupun usap mulut.
kuman yang menciri P. multocida pada
masing-masing kabupaten dianalisis 5

Jumlah sapi yang terinfeksi


secara deskriftip yaitu persentase jumlah
sampel positif P. multocida dibagi 4
dengan total sampel. 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
2
Dari 300 sampel yang ditanam pada
media agar darah, terlihat semuanya 1
mengandung beberapa jenis bakteri. Hal 0
ini ditandai dengan tumbuhnya beberapa Badung Denpasar Bangli Gianyar
koloni kuman pada media agar darah.
Sedangkan pada media selektif sangat Gambar 1. Hasil tabulasi P. multocida
sedikit yang tumbuh. Ciri-ciri kuman pada sapi baliberdasarkan asal sampel
yang tumbuh pada media agar darah Adanya kuman yang tinggal secara
antara lain: koloninya kecil sampai besar, normal pada saluran nafas sapi akan
tidak berwarna, ada yang menghemolisa berakibat buruk pada perkembangan sapi
darah dan ada yang tidak menghemolisa tersebut. Kuman sewaktu-waktu akan
darah. bersifat patogen, jika kondisi induk
Koloni yang tidak menghemolisa semangnya menurun. Pada peralihan
darah dan tidak tumbuh pada media musim dari musim panas ke musim
selektif dilanjutkan dengan pewarnaan penghujan, akan terjadi penurunan
Gram dengan ciri kuman tampak batang kondisi tubuh. Akibatnya kuman yang
kecil bipolar dan bersifat Gram negatif. ada pada saluran nafas akan berkembang
Kemudian dilakukan uji oksidase dan menjadi patogen, dengan menimbulkan
katalase yang ditunjukkan dengan adanya gangguan kesehatan seperti kondisi tubuh
gas pada uji katalase dan perubahan menurun, demam, napsu makan menurun
warna pada kertas oksidase. dan penurunan berat badan. Penyakit
Kuman yang bereaksi positif yang ditimbulkan dikenal dengan nama
terhadap katalase dan oksidase Septicaemia Epizootica (SE) atau
dilanjutkan dengan uji Triple sugar Iron Haemorrhagic Septicaemia (HS).
Agar (TSIA), Methyl Red-Voger Di Indonesia penyakit ini dikenal
Proskauer (MRVP), Simmnons Citrate sebagai penyakit ngorok. Septicaemia
agar (SCA), Sulphid Indol Motility Epizootica merupakan salah satu
(SIM), dan uji berbagai karbohidrat penyakit menular pada ruminansia
seperti laktose, glukose dan galaktose. terutama pada ternak sapi dan kerbau

147
Buletin Veteriner Udayana Besung et al.

yang bersifat akut dan fatal (Jaglic et al., menimbulkan lesi pneumonik pada paru-
2006). Situasi penyakit ini secara umum paru (Martinez et al., 1988; Hall et al.,
berjangkit di beberapa Negara Asia dan 1988).
Afrika, termasuk di Indonesia masih Pengobatan terhadap infeksi yang
bersifat endemis dan terkadang mewabah disebabkan oleh bakteri dapat dilakukan
(Benkirane and Alwis, 2002). Penyakit dengan pemberian antibiotik. Antibiotik
ini secara ekonomis sangat merugikan. dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Selain akibat kematian yang ditimbulkan (bakteriostatik) atau menghancurkan sel-
juga karena turunnya produktifitas ternak, sel bakteri (bakterisida) (Brunner dan
hilangnya tenaga kerja, dan tingginya Gillespie, 1977). Penggunaan dosis
biaya untuk penanggulangannya (Farooq antibiotik yang kurang tepat dan
et al., 2007). pemakaian yang terlalu sering akan
P. multocida dibagi menjadi menimbulkan keadaan yang disebut
berbagai serotipe dan masing-masing dengan resisten (Brander et al., 1991;
serotipe akan menggambarkan sifat Boogard et al., 2001).
penyakitnya. Berdasarkan sistem Carter, SE adalah penyakit bakteri primer
identifikasi serotipe dengan metode uji dan secara teoritis bisa diobati secara
hemaglutinasi tidak langsung membagi P. efektif dengan berbagai antibiotik yang
multocida ke dalam 5 tipe antigen kapsul, tersedia saat ini. Namun, pengobatan
yaitu tipe A, B, D, E dan F, sedangkan dibatasi oleh sejumlah pertimbangan
menurut sistem Heddleston, dengan praktis. Sapi dapat disembuhkan hanya
metode gel diffusion precipitin test jika mereka telah terinfeksi pada tahap
kuman ini dibagi menjadi 16 tipe antigen dini. Di peternakan yang terorganisir
somatik, yaitu tipe 1 sampai 16 (Rimler dengan baik, adanya deteksi dini kejadian
dan Rhoades, 1988). penyakit melalui pemeriksaan rutin
Pada babi tercatat ada 3 tipe antigen dengan mengukur suhu rektal, maka
kapsul, yaitu A, B dan D, tetapi tipe A pengobatan dapat efektif.
lebih umum dijumpai pada kasus Biasanya infeksi dapat ditanggulangi
pneumonik walaupun tipe lain dapat juga dengan pemberian kemoterapi
dijumpai, terutama tipe D (Taylor, 1989). streptomisin atau oksitetrasiklin yang
Menurut Farrington (1986) penyakit diberikan secara intramuskular dengan
primer yang disebabkan oleh P. dosis cukup tinggi. Preparat penisilin
multocida tipe B pernah dilaporkan, maupun ampisilin juga banyak
walaupun kasus ini diasosiasikan dengan digunakan. Sering pengobatan diberikan
pasteurellosis septikemia akut dengan kombinasi antara streptomisin
(haemorrhagic septicaemia) pada sapi dengan penisilin. Namun demikian dalam
dan kerbau di negara tropis di Asia. pemberian antibiotik maupun kemoterapi
Hemoragik septikemia pada babi perlu dipertimbangkan terjadinya
adalah istilah yang tidak tepat untuk resistensi. Pilihan obat yang tepat, diikuti
infeksi Pasteurella pada babi secara dengan pemberian tepat dosis dan lama
umum, sebab lesi-lesi yang menyertainya pemberian akan terhindar dari kejadian
tidak berarti dan tidak selalu ditemukan resistensi kuman.
pada penyakitnya, akan tetapi P. Upaya yang harus ditempuh agar
multocida tipe B2 telah mewabah pada terbebas dari infeksi SE ini adalah
babi di India dalam bentuk akut dengan cara vaksinasi pada sapi sehat.
septikemia (Verma, 1988). Pada Vaksinasi dilakukan secara menyeluruh
percobaan P. multocida tipe A hasil pada sapi yang terancam. Vaksinasi juga
isolasi dari kasus klinis pneumonia, dilakukan berulang secara rutin setiap
setelah diinokulasikan pada anak babi tahun, baik pada sapi dewasa maupun

148
Buletin Veteriner Udayana Volume 8 No. 2: 145-150
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2016

sapi dara. Jika terjadi infeksi segera resistence of faeccal eschericjia colli
ditangani dengan pemberian antibiotika. in poultry. Poultry famer and poultry
slaughterers. J Antimicrob
SIMPULAN DAN SARAN Chemoteraphy, (47): 761-771.

Simpulan Brander GC, Pugh DM, Baywater RJ,


Jenkins WL. 1991. Veterinary
Berdasarkan hasil penelitian dapat Applied Pharmacology and
disimpulkan bahwa prevalensi kuman P. Therapeutics. 5th Ed.The English
multocida dari usap hidung dan mulut Book Society. Bailliere Tindal,
pada sapi di Bali didapatkan sebesar 5% London.
(15 ekor) yang menyebar di Kabupaten
Badung 5%, Denpasar 8%, Gianyar 8%, Brunner DW, Gillespie JH. 1977.
dan Bangli 2%. Hagan’s Infectious Diseases of
Domestic Animals. 2nd Ed. Cornell
Saran University Press, Ithaca, London.
Perlu dilanjutkan isolasi P. Chancellor R, Priadi A, Natalia L,
multocida melalui usap tenggorokan, dan Syamsudin A. 1996. Tinjauan
vaksinasi harus dilakukan secara Penyakit Ngorok atau Septicaemia
kontinyu dan menyeluruh terhadap sapi Epizootica (SE). In: Prosiding
bali agar infeksi tidak terjadi. Seminar Nasional Peternakan dan
UCAPAN TERIMAKASIH Veteriner, Cisarua, Bogor: 12-20.
Melalui kesempatan ini penulis Chen C, Lu CC, Lai JS, Chang TG,
mengucapkan terimakasih yang sebesar- Chan IP. 1989. Experimental
besarnya kepada: Menteri Pendidikan induction of swine atrophic rhinitis
Nasional yang telah mendanai penelitian by Bordetella bronchiseptica,
ini, Rektor Universitas Udayana dan Pasteurella multocida and their
Ketua LPPM Universitas Udayana yang combined infection . J Chin Soc Vet
telah mengusulkan penelitian ini. Ucapan Sci, 15(2) :129-137 .
terimakasih juga kami tujukan kepada Farooq U, Hussain M, Irshad H, Badar
Dekan FKH Unud yang telah menyetujui N, Munir R, Ali Q. 2007. Status
penelitian ini. Terimakasih juga kami Haemorrhagic Sept icaemia Based
tujukan kepada para mahasiswa FKH On Epidemiology In Pakistan.
Unud yang telah membantu dalam Pakistan J Vet. 27(2): 67-72.
pengambilan sampel.
Farrington DO. 1986. Pneumonic
DAFTAR PUSTAKA pasteurellosis . In Diseases ofSwine.
Ashari, Januari E. 2007. Kelestarian 6th Ed. Edited by Leman AD. The
(Herd Survival) Ternak Kerbau di Iowa State University Press, Ames,
Aceh Barat Provinsi Nangroe Aceh Iowa, USA.
Darussalam (NAD). Balai Penelitian Fuentes MC, Pijoan C. 1987. Pneumonia
Ternak. Bogor. in pigs induced by intranasal
Benkirane A, De Alwis MCL. 2002. challenge exposure with
Haemorrhagic Septicaemia, Its pseudorabies virus and Pasteurella
Significance, Prevention and Control multocida. Am J Vet Res, 48(10) :
in Asia. Vet Med-Czech, 47(8): 234- 1446-1448.
240. Hall WF, Bane DP, Kilroy CR, ExSorlie
Boogard AE, London N, Driseen C, DL. 1988. A model for the induction
Stobberigh EE. 2001. Antibiotic
149
Buletin Veteriner Udayana Besung et al.

of Pasteurella multocida.Can J Vet Saskatchewan swine and an


Res, 54: 238-243. investigation of the microbiology of
Jaglic Z, Kucerova Z, Nedbalcova K, the affected lungs. Can Vet J, 22: 82-
Kulich P, Alexa P. 2006. 85 .
Characterisation of Pasteurella Putra, G.A.A. 2006. Situasi Penyakit
multocida isolated from rabbits in Hewan Menular Strategis pada
the Czech Republic. Veterinarni Ruminansia Besar: Surveilans dan
Medicina, 51(5): 278-287. Monitoring. Balai Penyidikan Dan
Kielstein P, Bocklisch H, Orthy G. 1986. Pengujian Veteriner Regional VI
Pasteurella multocida as a causal Denpasar, Bali.
agent of infectious atrophic rhinitis Rimler RB, Rhoades KR. 1988.
in swine. Monatshefte fur Veterinari- Pasteurella multocida: Pasteurella
Medizin, 41(2): 46-50. and Pasteurellosis. Adlam C and
Martinez A, Fuentes O, Bulnes C, Rutter JM Ed. Academic Press,
Pedroso M. 1988. Experimental London.
reproduction of pneumonia Setiawan ED, Sjamsudin A. 1988. Isolasi
(Pasteurella multocida type A) in dan identifikasi Pasteurella
swine. Revista de Salud Animal, multocida dari sapi Bali di Kupang,
10(2): 98-105. Nusa Tenggara Timur. Balai
Ndima, Kielstein P, Bocklisch H, Penelitian Penyakit Hewan, Jakarta.
OrthyG. 1986. Pasteurella multocida Taylor DJ. 1989. Pig Diseases. 5th Ed.
as a causal agent of infectious The Bukington Press (Cambridge)
atrophic rhinitis in swine. Ltd. Foxton, Cambridge.
Monatshefte fur Veterinari- Medizin, Verma ND. 1988 . Pasteurella multocida
41(2): 46-50. B:2 in haemorrhagic septicaemia
Osborne AD, Saunders JR, Sebunya TK. outbreak in pigs in India. Vet Rec,
1981. An abattoir survey of the 123(2): 63.
incidence of pneumonia in
.

150

Anda mungkin juga menyukai