Anda di halaman 1dari 48

Perbandingan penyajian laporan keuangan bank syariah di

Indonesia sebelum dan setelah adanya PSAK no. 59


(studi kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia dan PT. Bank
Syariah Mandiri)

Oleh:
Budi Santoso
NIM.F0300023

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Prinsip Islam Dalam Bidang Ekonomi

1. Islam Sebagai Agama Yang Lengkap Dan Universal

Islam merupakan agama yang tidak hanya berkaitan dengan

masalah ritual, akan tetapi Islam adalah sebagai suatu sistem yang

komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah

pembangunan ekonomi serta industri perbankan sebagai salah satu motor

penggerak roda perekonomian.

Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan

amanah Allah kepada khalifah di muka bumi (manusia) agar dipergunakan

sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Untuk mencapai tujuan suci


tersebut, Allah memberi petunjuk melalui para Rasul-Nya yang berupa

aqidah, akhlak, dan syariah. Aqidah dan Akhlak bersifat konstan, sedangkan

syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban

umat.

Syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh Rasul

terakhir mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh

atau komprehensif, tetapi juga universal (hal ini karena tidak ada syariah lain

yang datang untuk menyempurnakannya). Komprehensif berarti syariah Islam

merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial

(muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan

hubungan manusia dan Khaliqnya. Adapun muamalah diturunkan untuk

menjadi aturan main manusia dalam kehidupan sosial. Universal berarti,

syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai Hari

Akhir nanti. Selain fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan muslim dan

non-muslim (Antonio, 1999).

Islam sebagai sistem hidup lengkap dan universal digambarkan

oleh Antonio (1999) sebagai berikut.


ISLAM IS A COMPREHENSIF WAY OF LIVE

ISLAM

AQIDAH SYARIAH AKHLAQ

MUAMALAH IBADAH

SPECIAL RIGHT PUBLIK RIGT

CRIMINAL CIVIL INTERIOR EXTERIOR


LAWS LAWS AFFAIRS AFFAIR

INTERNATIONAL
RELATION

ADMINISTRATIVE ECONOMY CONSTITUENCY

FINANCE

LEASING INSURANCE BANKING MORTGAGE VENTURE


CAP
2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Dalam Ikatan Akuntan Indonesia (2002b) disebutkan bahwa

prinsip ekonomi Islam antara lain sebagai berikut.

a. Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya.

b. Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money).

c. Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas.

d. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif.

e. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang.

f. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.

3. Transaksi Terlarang Dalam Islam

Dalam Karim (2003) dijelaskan bahwa dalam ushul fiqh dikenal

dua kaidah hukum asal dalam syariat, yaitu dalam Ibadah itu semua tidak

boleh kecuali yang ada ketentuannya dalam Al-Quran dan Hadits. Sedangkan

dalam Muamalah semua itu boleh kecuali ada larangannya. Jadi dalam

muamalah, semua transaksi diperbolehkan kecuali yang diharamkan.

Penyebab terlarangnya sebuah transaksi menurut Islam disebabkan oleh hal-

hal sebagai berikut.


a. Haram zatnya/haram li-dzatihi

Transaksi yang terlarang karena obyek yang ditransaksikan,

walaupun jual belinya sah, misalnya minuman keras, NARKOBA,

bangkai, daging babi dll.

b. Haram selain zatnya/haram li-ghairihi

Haram li-ghairihi meliputi hal-hal sebagai berikut.

1) Melanggar prinsip “An taraddin minkum” (Tadlis)

Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan

antara kedua belah pihak. Mereka memiliki informasi yang sama

sehingga tidak ada yang merasa dicurangi/ditipu karena ada sesuatu

yang unknown to one party. Unknown to one party ini dalam fiqh

disebut tadlis yang dapat terjadi dalam empat hal berikut ini.

o Kuantitas.

o Kualitas.

o Harga.

o Waktu pemyerahan.

2) Melanggar prinsip “Laa tazhlimuna Wa Laa tuzhlamun”, meliputi hal-

hal sebagai berikut.

a) Rekayasa pasar dalam supply (ikhtikar)

Terjadi apabila seorang produsen mengambil keuntungan

di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply

sehingga harga akan naik.


b) Rekayasa pasar dalam demand (Bai’ Najasy)

Terjadi apabila seorang produsen menciptakan

permintaaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap

suatu produk sehingga harga jual akan naik.

c) Taghrir (Gharar)

Hal ini akan terjadi ketika terjadi incomplete information

karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang

bertransaksi. Gharar ini terjadi ketika kita mengubah sesuatu yang

seharusnya pasti menjadi sesuatu yang tidak pasti. Gharar dapat

terjadi dalam empat hal berikut ini.

o Kuantitas.

o Kualitas.

o Harga.

o Waktu penyerahan.

d) Riba

Dalam ilmu fiqh pada dasarnya ada tiga macam riba, yaitu

sebagai berikut.

ü Riba Fadl

Riba Fadl disebut juga riba buyu, yaitu riba yang

timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi

kriteria sama kualitasnya, sama kuantitasnya dan sama waktu

penyerahannya. Pertukaran semacam ini mengandung gharar

yaitu ketidakjelasan bagi kedua pihak akan masing-masing


barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat

menimbulkan tindakan dzalim terhadap salah satu pihak,

kedua pihak dan pihak-pihak lain.

Contoh:

Ketika kaum Yahudi kalah dalam perang Khaibar

maka harta mereka diambil sebagai rampasan perang

(ghanimah) termasuk di antaranya perhiasan yang terbuat dari

emas dan perak. Tentu saja itu bukan gaya hidup kaum

muslimin yang sederhana, oleh karena itu orang Yahudi

berusaha membeli perhiasannya yang terbuat dari emas dan

perak tersebut yang akan dibayar dengan uang terbuat dari

emas (dinar) dan uang yang terbuat dari perak (dirham). Jadi

sebenarnya yang akan terjadi bukan jual beli tetapi pertukaran

barang sejenis. Emas ditukar emas, perak ditukar perak.

Perhiasan perak dengan berat setara dengan 40 dirham dijual

oleh kaum muslimin pada kaum Yahudi seharga 2 atau 3

dirham. Jadi muncul ketidakjelasan (gharar) akan nilai uang

perak.

Dalam perbankan konvensional riba fadl dapat

ditemui dalam transaksi jual beli valuta asing yang tidak

dilakukan dengan cara tunai (spot). Riba fadl dalam pasar

modal dapat ditemukan pada pertukaran efek sejenis dengan

nilai nominal yang berbeda.


ü Riba Nasi’ah

Disebut juga riba dhuyun yaitu riba yang timbul

akibat hutang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung

muncul bersama resiko dan hasil usaha muncul bersama biaya.

Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban

menanggung beban hanya karena berjalannya waktu, padahal

dalam bisnis selalu ada kemungkinan untung dan rugi dan

memastikan sesuatu di luar wewenang manusia adalah bentuk

kedzaliman.

Contoh:

Dalam perbankan konvensional riba nasi’ah dapat

ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran

bunga deposito, tabungan, giro. Riba nasi’ah dalam pasar

modal dapat ditemukan pada fixed income securities.

ü Riba Jahiliyah

Adalah hutang yang dibayar melebihi dari pokok

pinjaman karena si peminjam tidak mampu mengembalikan

dana pinjaman (pada waktu yang telah ditetapkan). Hal ini

dilarang karena melanggar kaidah setiap pinjaman yang

mengambil manfaat adalah riba. Pada jaman jahiliyah para

kreditur apabila hutang sudah jatuh tempo akan berkata kepada

debitur, lunaskan hutang anda sekarang atau anda tunda

pembayaran itu dengan tambahan (tafsir Qurtubi, 2/1157).


Dalam perbankan konvensional riba jahiliyah dapat

ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit.

c. Tidah sah/tidak lengkap akadnya, meliputi hal-hal sebagai berikut.

1) Rukun dan syarat tidak terpenuhi

Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi

dan pada umumnya ada tiga, yaitu sebagai berikut.

o Pelaku.

o Objek.

o Ijab-Kabul.

2) Ta’alluq

Ta’alluq terjadi apabila kita dihadapkan pada dua akad yang

saling dikaitkan dan berlakunya akad pertama tergantung pada akad

kedua.

3) Two in One

Merupakan kondisi suatu transaksi yang diwadahi oleh dua

akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai

akad mana yang harus digunakan. Two in one terjadi apabila semua

dari ketiga faktor di bawah ini terpenuhi.

o Objek sama.

o Pelaku sama.

o Jangka waktu sama.


B. Perbankan Syariah

1. Sejarah Perbankan Syariah

Perbankan adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

utama yaitu; fungsi pengumpulan dana (funding), fungsi penyaluran dana

(financing), dan pelayanan jasa (Muhammad, 2001). Di dalam sejarah

perekonomian kaum muslimin, fungsi-fungsi bank telah dikenal sejak jaman

Rasulullah SAW. Fungsi-fungsi tersebut adalah menerima titipan harta,

meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan keperluan bisnis, serta

melakukan pengiriman uang (Karim, 2003).

Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya

oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir

sebelum rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayyidina Ali ra. untuk

mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya. Dalam konsep ini

yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut.

Seorang sahabat Rasulullah, Zubair bin Awwam, memilih tidak

menerima titipan harta. Beliau lebih suka menerimanya dalam bentuk

pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda:

pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman beliau mempunyai

hak untuk memanfaatkannya; kedua, karena bentuknya pinjaman, maka ia

berkewajiban mengembalikannya secara utuh. Sahabat lain, Ibnu Abbas

tercatat melakukan pengiriman uang ke Kufah. Juga tercatat Abdullah bin

Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang ke adiknya Misab bin

Zubair yang tinggal di Irak.


Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan dengan

meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling

tidak berlangsung dua kali setahun. Bahkan di zaman Umar bin Khatab ra.

beliau menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang

berhak. Dengan cek ini kemudian mereka mengambil gandum di Baitul Mal

yang ketika itu diimpor dari Mesir. Pemberian modal untuk modal kerja

berbasis bagi hasil seperti mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah,

telah dikenal sejak awal di antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

Di jaman Bani Abbasiyah, Jihbiz populer sebagai suatu profesi

penukaran uang. Pada jaman itu mulai diperkenalkan uang jenis baru yang

disebut fulus yang terbuat dari tembaga. Sebelumnya uang yang digunakan

adalah dinar (terbuat dari emas) dan dirham (terbuat dari perak). Dengan

munculnya fulus, timbul kecenderungan di kalangan para gubernur untuk

mencetak fulus-nya masing-masing, sehingga beredar banyak jenis fulus

dengan nilai yang berbeda-beda. Keadaan inilah yang mendorong munculnya

profesi baru yaitu profesi penukaran uang. Dijaman itu, Jihbiz tidak saja

melakukan penukaran uang namun juga menerima titipan dana, meminjamkan

uang dan jasa penerimaan uang. Bila di jaman Rasulullah SAW satu fungsi

perbankan dilaksanakan oleh satu individu, maka di jaman Bani Abbasiyah

ketiga fungsi utama perbankan dilakukan oleh satu individu Jihbiz

(Afzalurrahman, 1997).
2. Pengertian Bank syariah

Secara umum orang berpendapat bahwa bank syariah adalah bank

yang di dalamnya tidak ada pembayaran/penerimaan bunga atau bahkan ada

yang mengatakan bank syariah adalah Exotic product (hanya untuk muslim,

anggapan ini salah). Pada dasarnya bank syariah dapat diartikan bank yang

kinerjanya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (Muhammad, 2003).

Penggunaan kata syariah tidak terlepas dari asal-usul sistem perbankan

syariah yang pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari

kelompok ekonom dan praktisi perbankan muslim yang menginginkan agar

kegiatan transaksi keuangan dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan

prinsip-prinsip syariah Islam yang berlandaskan pada Al-Quran dan Sunnah,

khususnya berkaitan dengan praktik riba, kegiatan yang bersifat spekulatif,

yang serupa dengan perjudian (maysir), ketidakjelasan (gharar) dan

pelanggaran prinsip keadilan dalam bertransaksi, serta keharusan penyaluran

pembiayaan dan investasi pada kegiatan usaha yang etis dan halal secara

syariah. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002b), bank syariah adalah bank

yang berasaskan antara lain pada asas kemitraan, keadilan, transparansi, dan

universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip

syariah.

3. Prinsip Operasional Perbankan Syariah

Bank Syariah sebagai lembaga perantara keuangan juga harus

melaksanakan mekanisme penghimpunan dan penyaluran dana secara


seimbang, yaitu harus sesuai dengan ketentuan perbankan yang berlaku.

Untuk itulah harus ada kejelasan sistem operasional perbankan. Secara umum,

konsep sistem operasional bank syariah adalah sebagai berikut.

Pertama, bank syariah sebagai penghimpun dana dari pihak

surplus dana, yaitu pihak yang mempercayakan uangnya kepada bank untuk

disimpan dan dikelola sesuai hukum syariah. Dana yang dimaksud adalah

dana dari pihak pertama (pemodal dan pemegang saham), dana pihak kedua

(pinjaman dari bank dan bukan bank, atau pinjaman dari Bank Indonesia), dan

dana pihak ketiga (nasabah).

Kedua, bank syariah sebagai penyalur dana bagi pihak yang

membutuhkan, baik berupa kredit atau pembiayaan. Secara umum,

pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah meliputi tiga kerangka (aqad),

yaitu pembiayaan yang beraqad jual-beli, pembiayaan yang beraqad syarikah

(kerjasama atau kongsi) dan pembiayaan yang beraqad hasan (kebajikan)

(Muhammad, 2000).

Menurut Antonio (1999), ada beberapa prinsip yang melandasi

produk-produk bank syariah yang sudah ditawarkan kepada masyarakat, yaitu

seperti berikut ini.

a. Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository)

Dalam fiqh Islam prinsip titipan dikenal dengan prinsip al

wadiah. Al wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke

pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga

dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.


Landasan Syariah

› Al Quran

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat

(titipan), kepada yang berhak menerima” (Q.S. An Nisa: 58).

“Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendakalah

yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (hutang) dan hendaklah ia

bertaqwa kepada Tuhannya” (Q.S. Al Baqarah: 283).

› As Sunnah

Dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya

dan jangan membalas khianat kepada orang yang mengkhianatimu” (H.R.

Abu Dawud dan Tirmidzi).

› Ijma’

Para tokoh ulama Islam sepanjang zaman telah melakukan ijma’ terhadap

legitimasi al-wadiah karena kebutuhan manusia.

Jenis Al-Wadiah

Al-wadiah ada dua macam yaitu sebagai berikut.

1) Wadiah yad amanah.

Pada prinsipnya adalah bahwa harta yang dititipkan tidak boleh

dimanfaatkan oleh yang dititipi.


2) Wadiah yad dhamanah.

Pada prinsipnya adalah pihak yang dititipi bertanggung jawab atas

keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan

tersebut.

Dalam aplikasi perbankan, bank sebagai penerima simpanan

dapat memanfaatkan al-wadiah yad dhamanah untuk tujuan current

account (giro) dan saving account (tabungan berjangka).

b. Prinsip Bagi Hasil (Profit-Sharing).

Secara umum prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat

dilakukan dalam empat akad utama, yaitu musyarakah, mudharabah,

muzara’ah, dan musaqah.

1) Al Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation)

Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau

lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak

memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan

dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Landasan Syariah

o Al Quran

“Maka mereka bersyarikat pada sepertiga” (Q.S. An Nisa: 12).

“Dan sesungguhnya kebanykan dari orang-orang yang

bersyarikat itu sebagian mereka berbuat dzalim kepada sebagian

yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal

shalih” (Q.S. Shad:24).


o As Sunnah

Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah berkata: “Sesungguhnya Allah

Azza Wa Jalla berfirman: ‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang

bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya”

(H.R. Abu Dawud).

o Ijma’

Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi

musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat

dalam beberapa elemen.

Dalam aplikasi perbankan, musyarakah digunakan untuk

pembiayaan proyek yang nasabah dan bank sama-sama menyediakan

dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai,

nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah

disepakati untuk bank. Pada lembaga lain musyarakah diterapkan

dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk

jangka waktu tertentu, setelah itu bank melakukan divestasi atas

sahamnya.

2) Al Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment)

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak

di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal,

sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan dibagi

berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal

selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola.


Landasan Syariah

o Al Quran

“Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka

bumi mencari sebagian karuia Allah” (Q.S. Al Muzammil: 20).

“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di

muka bumi dan carilah karunia Allah” (Q.S. Al Jumuah: 10).

o As Sunnah

Dari Shalih bin Suhaib bahwa Rasulullah bersabda: “Tiga hal

yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual-beli secara tangguh,

mudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk

keperluan rumah, bukan untuk dijual” (H.R. Ibnu Majah).

o Ijma’

Para shahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan

harta yatim secara mudharabah.

Jenis Mudharabah

a) Mudharabah Muthlaqah

Merupakan akad kerjasama antara shahibul maal dan mudharib

yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi

jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.

b) Mudharabah Muqayyadah

Si mudharib dalam jenis ini dibatasi dengan batasan jenis usaha,

waktu, dan tempat usaha. Adanya pembatasan ini mencerminkan


kecenderungan umum dari shahibul maal dalam memasuki jenis

dunia usaha.

Dalam perbankan mudharabah diterapkan pada produk-

produk pembiayaan dan penghimpunan dana. Pada sisi pembiayaan,

mudharabah diterapkan pada hal-hal sebagai berikut.

ü Pembiayaan modal kerja.

ü Investasi khusus (sumber dana khusus dengan penyaluran

khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul

maal).

Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah diterapkan pada

hal-hal sebagai berikut.

ü Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk

tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan qurban.

ü Deposito biasa.

3) Al Muzara’ah (Harvest-Yield Profit Sharing)

Al muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara

pemilik lahan dengan penggarap, yaitu dengan cara pemilik lahan

memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan

dipelihara dengan imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen.

Landasan Syariah

o Al Hadits

“Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah pernah

memberikan tanah Khaibar kepada penduduknya (waktu itu


mereka masih Yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian

hasil buah-buahan dan tanaman.”

o Ijma’

Sayidina Ali, Saad bin abi Waqash, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul

Aziz, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, dan keluarga Ali

melakukan muzara’ah, begitu juga seluruh penduduk Madinah.

4) Al Musaqah (Plantation Management Fee, Based on Certain Portion

of Yield)

Al musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari al

muzara’ah di mana si penggarap hanya bertanggung jawab atas

penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak

atas nisbah tertentu dari hasil panen.

Landasan Syariah

Ø Al Hadits

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah pernah memberikan tanah dan

tanaman kurma di Khaibar kepada Yahudi Khaibar untuk

dipelihara dengan mempergunakan peralatan dan dana mereka.

Sebagai imbalan, mereka memperoleh persentase tertentu dari

hasil panen.

Ø Ijma’

Hal ini merupakan ijma’ sukuti (konsensus dari umat).


c. Prinsip Jual-Beli (Sale and Purchase)

Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama

dalam fiqih muamalah Islamiah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa

mencapai belasan jika tidak puluhan. Sungguhpun demikian dari sekian

banyak itu ada tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan

sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi

dalam perbankan syariah yaitu bai’ al murabahah, bai’ as salam dan bai’

al istishna.

1) Bai’ Al Murabahah (Deferred Payment Sale)

Bai’ al murabahah adalah jual beli barang pada harga asal

dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ al

murabahah penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan

menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Misalnya

pedagang eceran membeli komputer dari grosir dengan harga Rp.

10.000.000,00 kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp.

750.000.00 dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rp.

10.750.000.00.

Landasan Syariah

o Al Qur’an

“ Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

riba” (Q.S. Al Baqarah : 275).


o Al Hadits

Dari Suhaib Ar Rumi r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “

Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual-beli secara

tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum

dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (H.R.

Ibnu Majah)

Aplikasi Dalam Perbankan

Murabahah umumnya dapat diterapkan pada produk

pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik

maupun luar negeri, seperti melalui letter of credit (L/C). Skema ini

paling banyak digunakan karena sederhana dan tidak terlalu asing bagi

yang sudah biasa bertransaksi dengan dunia perbankan pada

umumnya.

Kalangan perbankan syariah di Indonesia banyak

menggunakan murabahah secara berkelanjutan (roll over/overgreen)

seperti untuk modal kerja. Padahal, sebenarnya murabahah adalah

kontrak jangka pendek dengan sekali akad (one short deal).

Murabahah tidak tepat diterapkan untuk skema modal kerja. Akad

mudharabah lebih sesuai untuk skema tersebut. Hal ini mengingat

prinsip mudharabah memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi.


2) Bai’ as Salam (In-front Payment Sale)

Dalam pengertian yang sederhana bai’as salam berarti

pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari sementara

pembayaran dilakukan di muka.

Landasan Syariah

o Al Quran

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah

tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, maka

tuliskanlah” (Q.S. Al Baqarah: 282).

Dalam kaitan ayat tersebut di atas Ibnu Abbas

menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai’as

salam, hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau: “saya bersaksi

bahwa salaf (salam) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu

telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya.”

Ia lalu membaca ayat tersebut di atas.

o Al Hadits

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW datang ke

Madinah yang pada waktu itu penduduknya melakukan salaf

(salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan

tiga tahun. Beliau berkata:

“Barang siapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia

melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas

pula, untuk jangka waktu yang diketahui.”


Dari Shuhaib ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara

tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum

dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (H.R.

Ibnu Majah).

Aplikasi Dalam Perbankan

Bai’ as salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi

petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan.

Barang yang dibeli oleh bank adalah seperti padi, jagung, dan cabai

dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut

sebagai simpanan atau inventory, maka dilakukan akad bai’ as salam

kepada pembeli kedua, misalnya kepada bulog, pedagang pasar induk,

dan grosir. Inilah yang dalam perbankan Islam dikenal sebagai salam

pararel.

Bai’ as salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan

barang industri, misalnya produk garmen (pakaian jadi) yang ukuran

barang tersebut sudah dikenal umum. Caranya, saat nasabah

mengajukan pembiayaan untuk pembiayaan bahwa bank memesan

dari pembuat garmen tersebut dan membayarnya pada waktu

pengikatan kontrak. Bank kemudian mencari pembeli kedua. Pembeli

tersebut bisa saja rekanan yang telah direkomendasikan oleh produsen

garmen tersebut. Bila garmen itu telah selesai diproduksi, produk


tersebut diantarkan kepada rekanan tersebut. Rekanan kemudian

membayar kepada bank, baik secara mengangsur maupun tunai.

3) Bai’ al Istishna (Purchase by Order or Manufacture)

Transaksi bai’ al istishna merupakan kontrak penjualan

antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat

barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha

melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut

spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli

akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem

pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan,

atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.

Mengingat bai’ al Istishna merupakan lanjutan dari bai’ as

salam, maka secara umum landasan syariah yang berlaku pada bai’ as

salam juga berlaku pada bai’ al istishna.

d. Prinsip Sewa (Operational Lease and Financial Lease)

Prinsip sewa dalam bank Islam ada dua yaitu, Al-ijarah dan Al-

ijarah al-muntahia bit-Tamlik.

1) Ijarah (Operational Lease)

Al-ijarah (Operasional Lease) adalah akad pemindahan hak

guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa

diikuti pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.

Landasan Syariah

o Al Quran
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka

tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran

menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan

ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”

(Q.S. Al Baqarah: 233).

o Al Hadits

Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah bersabda: “Berikanlah upah

pekerja sebelum keringatnya kering” (H.R. Ibnu Majah).

2) Al-ijarah al-muntahia bit-Tamlik (Financial Lease with Purchase

Option)

Al-ijarah al-muntahia bit-Tamlik (Financial Lease with

Purchase Option) adalah jenis perpaduan antara kontrak jual beli dan

sewa atau akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang

ditangan penyewa. Dalam aplikasi perbankan, al-ijarah berbentuk

leasing baik bentuk operating lease maupun financial lease.

e. Prinsip Jasa (Fee-Based Services).

Prinsip ini terdiri dari lima bagian yaitu, al-wakalah, al-kafalah,

al-hawalah, ar-rahn, dan al-qardh.

1) Al-wakalah (Deputyship)

Al-wakalah (Deputyship) adalah pelimpahan kekuasaan oleh

seseorang dalam hal-hal yang diwakilkan.


2) Al-kafalah (Guaranty)

Al-kafalah (Guaranty) merupakan jaminan yang diberikan

oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban

pihak kedua atau yang ditanggung. Dengan kata lain kafalah berarti

mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan

berpegang pada tanggungjawab orang lain sebagai penjamin.

3) Al-hawalah (Transfer Service)

Al-hawalah (Transfer Service) adalah pengalihan utang dari

debitur kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Kontrak

hawalah dalam bank Islam diterapkan dalam factoring (anjak

piutang), post-dated check (bank sebagai juru tagih tanpa terlebih

dahulu membayar piutang) dan bill discounting.

4) Ar-rahn (Mortgage)

Ar-rahn (Mortgage) adalah menahan salah satu harta pemilik

peminjam sebagai jaminan (collateral) atas pinjaman yang

diterimanya. Dengan kata lain ar-rahn adalah jaminan utang atau

gadai.

5) Al-qordh (Soft and Benevolent Loan)

Al-qordh (Soft and Benevolent Loan) adalah pemberian harta

kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau

meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Aplikasi perbankan

prinsip ini dapat berwujud produk pelengkap bagi nasabah yang


terbukti loyal dan produk penyumbang usaha kecil atau sektor sosial.

Produk ini terkenal dengan istilah al-qordh al-hasan.

Menurut Idat (2002), skema penghimpunan dana dan penyaluran dana

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diterapkan oleh perbankan syariah

dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Menurut Wiroso (2002), alur operasi bank syariah dapat digambarkan

sebagai berikut.

Gambar Alur Operasi Bank Syariah

NASABAH PEMBIAYAAN

Giro P
Wadiah O
L * Murabahah
L JUAL-BELI * Lainnya
Tabungan N
mudharabah G

D
Deposito A
mudharabah N * Mudharabah
A BAGI HASIL * Musyarakah
* Lainnya
Sumber
dana lain

Bagi Hasil
PROFIT
PORSI NASABAH DISTRIBUTION
Margin
PORSI BANK

JASA-JASA
Kiriman Uang, Inkaso, Garansi Bank, dll.
4. Perkembangan Bank syariah

Bank syariah modern diawali di Mesir, yaitu sejak pendirian Mit

Ghamr Bank pada tahun 1963. Bank pedesaan yang beroperasi tanpa bunga

dan sejalan dengan prinsip-prinsip syariah ini dinilai berhasil. Kemudian pada

tahun 1965 di Karachi Pakistan, juga didirikan bank syariah. Sejak pendirian

bank syariah di Pakistan, bank-bank syariah mulai bermunculan di negara-

negara teluk (Antonio, 1999).

Menurut Idat (2002) perkembangan perbankan syariah terbagi

dalam tiga tahapan periodisasi, yaitu sebagai berikut.

a. Tahap pengembangan kerangka konseptual (1950-1975)

Pada tahap ini banyak dilakukan diskusi, seminar, dan kajian-kajian oleh

para ekonom, bankir, dan ahli hukum riba.

b. Tahap eksperimentasi (1975-1990)

Pada tahapan ini muncul inisiatif dari kalangan swasta untuk

mempraktikkan konsepsi perbankan syariah, misalnya pendirian Dubai

Islamic Bank dan Dar Al-Maal Al-Islami di Uni Emirat Arab pada tahun

1975. Kemudian pada tahun 1980, Pakistan menerapkan sistem perbankan

syariah secara menyeluruh.

c. Tahap penetrasi pasar dan perluasan wilayah operasi (1990-sekarang)

Pada periode ketiga ini, keberhasilan dan stabilitas perkembangan bank-

bank syariah telah menarik perhatian untuk didirikannya bank syariah di

negara-negara lain, termasuk di Indonesia (yaitu tahun 1992, tertinggal

jika dibandingkan dengan Malaysia yaitu tahun 1983).


Perkembangan perbankan syariah di Indonesia secara umum

menurut Mooduto (2003) adalah dimulai pada tahun 1990, tepatnya pada saat

diadakan lokakarya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyepakati untuk

mendirikan bank syariah. Kemudian pada tahun 1992 keluar UU No. 7/1992

yang memberi kesempatan operasi bank bagi hasil, dan berdirinya Bank

Muamalat sebagai bank syariah pertama sebagai hasil konggres MUI. Pada

tahun 1998 terbit UU No. 10/1998 yang berisi bahwa Bank Indonesia

mengakui keberadaan bank syariah dan bank konvensional dan

memperkenankan bank konvensional untuk membuka kantor cabang syariah.

Selanjutnya pada tahun 1999 terbit UU No. 23/1999 yang menyatakan bahwa

Bank Indonesia bertanggung jawab terhadap pengaturan dan pengawasan

perbankan termasuk bank syariah. Selain itu, Bank Indonesia berwenang

untuk menetapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah. Pada tahun

ini berdiri bank syariah kedua, yaitu Bank Syariah Mandiri dan dibukanya

Unit Usaha Syariah pertama, yaitu Bank IFI syariah.

Pada tahun 2000 Bank Indonesia menyusun peraturan perbankan

syariah dan Bank Indonesia mengenalkan instrumen pasar uang syariah.

Selanjutnya pada tahun 2002 Bank Indonesia menyempurnakan jaringan

kantor dengan menerbitkan PBI No. 4/1/2002 yang mengatur: (1) konversi

Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum Syariah, (2) konversi Kantor

Cabang Konvensional menjadi Kantor Cabang Syariah, (3) koversi Kantor

Cabang Pembantu atau Kantor Kas menjadi Kantor Cabang Syariah, (4)

membuka Kantor Cabang Pembantu Syariah di Kantor Cabang Konvensional,


(5) membuka Unit Syariah di Kantor Cabang Konvensional. Dalam periode

1992-1998 di Indonesia terdapat hanya 1 Bank Umum Syariah dan 78 BPRS,

kemudian dalam krisis ekonomi dan moneter di kurun 1997-1998 bank

syariah masih dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan

dengan lembaga perbankan konvensional.

Sampai saat ini di Indonesia sudah terdapat 10 bank yang

beroperasi berdasarkan sistem syariah, yaitu yang terdiri dari 9 bank lokal,

yaitu: 2 Bank Umum Syariah (PT. Bank Muamalat Indonesia dan PT. Bank

Syariah Mandiri) dan 7 Unit Usaha Syariah di bawah Bank konvensional,

yaitu: PT. Bank IFI, PT. Bank Negara Indonesia, PT. Bank Jabar, PT. Bank

Rakyat Indonesia, PT. Bank Danamon, PT. Bank Bukopin, dan PT. Bank

Internasional Indonesia, ditambah lagi dengan satu bank asing yang membuka

divisi syariah, yaitu Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC)

yang sebelumnya telah membuka divisi syariah di Uni Emirat Arab, Inggris,

Amerika Serikat, Saudi Arabia, dan Iran (Modal, 2003i). Menurut Bank

Indonesia (2003b), perkembangan jaringan perbankan syariah di Indonesia

dapat dilihal pada Tabel 1.2.

Perkembangan aset perbankan syariah di Indonesia, menurut Bank

Indonesia (2003b) dapat dilihat pada Tabel 1.3. Perkembangan perbankan

syariah yang pesat serta pelajaran yang diberikan oleh krisis keuangan yang

terjadi pada tahun 1997, telah memunculkan harapan pada sebagian

masyarakat bahwa pengembangan ekonomi syariah merupakan suatu solusi


bagi peningkatan ketahanan ekonomi nasional dan untuk memenuhi

kebutuhan umat Islam (Mooduto, 2003).

C. Standar Akuntansi

Menurut Ahmad Belkaoui, sebagaimana dikutip Sofyan Syafri

Harahap (2002b), ada empat alasan pentingnya standar akuntansi, yaitu sebagai

berikut.

1. Dapat menyajikan informasi tentang posisi keuangan, prestasi dan kegiatan

perusahaan. Informasi yang disusun berdasarkan standar akuntansi yang lazim

diharapkan mempunyai sifat jelas, konsisten, terpercaya dan dapat

diperbandingkan.

2. Memberi pedoman dan peraturan bekerja bagi akuntan publik agar mereka

dapat melaksanakan tugas dengan hati-hati, independen dan dapat

mengabdikan keahliannya dan kejujurannya melalui penyusunan laporan

akuntan setelah melalui pemeriksaan akuntan.

3. Memberikan database kepada pemerintah tentang berbagai informasi yang

dianggap penting dalam perhitungan pajak, peraturan tentang perusahaan,

perencanaan dan pengaturan ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi dan

tujuan-tujuan makro lainnya.

4. Dapat menarik perhatian para ahli dan praktisi di bidang teori dan standar

akuntansi. Semakin banyak standar yang dikeluarkan semakin banyak

kontroversi dan semakin bergairah untuk berdebat, berpolemik dan melakukan

penelitian.
D. Standar Akuntansi Perbankan Syariah

Standar akuntansi merupakan kunci sukses Bank Syariah dalam

melayani masyarakat di sekitarnya, sehingga harus menyajikan informasi yang

cukup, dapat dipercaya, dan relevan bagi para penggunanya, namun tetap dalam

konteks syariah Islam (Triyuwono 2002). Langkah pengembangan standar

akuntansi keuangan bank syariah telah dimulai pada tahun 1987, studi tersebut

mendorong terbentuknya Accounting and Auditing Organization for Islamic

Financial Institutions pada 1991. Sejak didirikan, organisasi ini terus

mengembangkan standar keuangan (Harahap, 2002a).

Pada tanggal 1 Mei 2002 secara resmi Dewan Standar Akuntansi

Keuangan telah mengeluarkan PSAK No. 59 yang terdiri dari dua unsur, yaitu

sebagai berikut.

1. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah.

2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Akuntansi Perbankan

Syariah.

Yang pertama memberikan kerangka dasar dalam menyusun dan

menyajikan laporan keuangan bank syariah sedangkan yang kedua merupakan

standar teknis dalam pencatatan, penyajian, pelaporan, pengungkapan, pengakuan

segala transaksi yang berkaitan dengan kegiatan keuangan bank syariah

(Triyuwono, 2002).

Selama ini, penyusunan laporan keuangan bank syariah menggunakan

PSAK No. 31 akuntansi perbankan dengan penyesuaian berbagai istilah. Tetapi

mulai 1 Januari 2003, semua bank syariah di Indonesia harus menyusun laporan
keuangnnya berdasarkan PSAK No. 59 akuntansi perbankan syariah. Dengan

terbitnya PSAK No. 59 ini, perbankan syariah di Indonesia sangat terbantu dalam

menyiapkan laporan keuangan (Yanto, 2002).

PSAK No. 59 Akuntansi Perbankan Syariah berisi tentang aturan

perlakuan akuntansi (pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan)

transaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas bank syariah (Ikatan Akuntan

Indonesia, 2002a).

E. Pelaporan Keuangan Bank Syariah

Laporan keuangan perbankan syariah adalah informasi yang

menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan aktivitas

operasi bank yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan (Arief, 2002). Tujuan

pelaporan keuangan perbankan syariah yang disebutkan dalam Bank Indonesia

(2003a) adalah sebagai berikut.

1. Pengambilan keputusan investasi dan pembiayaan.

2. Menilai prospek arus kas.

3. Informasi atas sumber daya ekonomi.

4. Informasi terhadap kepatuhan bank terhadap prinsip syariah.

5. Informasi untuk menentukan zakat bank.

6. Informasi untuk mengevaluasi pemenuhan bank terhadap tanggung jawab

amanah dalam mengelola dana dan investasi, serta tingkat keuntungan

investasi.

7. Informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank.


Acuan yang digunakan dalam penyusunan pedoman laporan keuangan

perbankan syariah didasarkan pada acuan yang relevan. Adapun acuan tersebut

adalah sebagai berikut.

1. Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

2. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Umum,

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Perbankan Syariah,

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Umum, Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan Perbankan Syariah (PSAPS), dan Interpretasi Pernyataan

Standar Akuntansi Keuangan (ISAK).

3. Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic Financial

Institutions yang diterbitkan oleh AAOIFI Bahrain pada tahun 2001.

4. International Accounting Standards (IAS), Statement of Financial Accounting

Standards (SFAS), sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

5. Peraturan perundang-undangan yang relevan dengan laporan keuangan.

6. Praktik-praktik akuntansi yang berlaku umum, sepanjang tidak bertentangan

dengan prinsip syariah.

Dalam penyusunan PSAK 59, IAI mereferensi dari Accounting and

Auditing Standards for Islamic Financial Institutions (AASIFI) yang diterbitkan

oleh Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions

(AAOIFI) pada tahun 1998 yang berpusat di Manama Bahrain, hal ini dilakukan

mengingat semakin mendesaknya kebutuhan akan standar akuntansi untuk

perbankan syariah di Indonesia. Sebelum PSAK 59 disusun, bank syariah


menggunakan PSAK 31 tentang Akuntansi Perbankan yang tentu saja kurang

sesuai dengan karakteristik bank syariah.

Dalam kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan

Bank Syariah, disebutkan bahwa tujuan akuntansi keuangan bank syariah adalah

sebagi berikut.

a. Menentukan hak dan kewajiban pihak terkait, termasuk hak dan kewajiban

yang berasal dari transaksi yang belum selesai dan atau kegiatan ekonomi lain,

sesuai prinsip syariah yang berlandaskan pada konsep kejujuran, keadilan,

kebajikan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis Islami.

b. Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai laporan

untuk pengambilan keputusan.

c. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan

kegiatan usaha.

Sedangkan Tujuan laporan keuangan bank syariah pada dasarnya sama

dengan tujuan laporan keuangan yang berlaku secara umum dengan tambahan,

antara lain, menyediakan:

a. informasi kepatuhan bank terhadap prinsip syariah, serta informasi

pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan

bagaimana pendapatan tersebut diperoleh serta penggunaannya,

b. informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab bank

terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikan pada tingkat

keuntungan yang layak, dan informasi mengenai tingkat keuntungan investasi

yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi terikat, dan


c. informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank, termasuk pengelolaan dan

penyaluran zakat.

Dari ketiga tujuan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan

akuntansi menurut PSAK 59 adalah penyedian informasi. Perbedaannya dengan

akuntansi konvensional, PSAK 59 tidak hanya menyediakan informasi yang

berkaitan dengan pengambilan keputusan ekonomi tetapi juga informasi yang

berkaitan dengan kepatuhan terhadap prinsip syariah (Ratmono, 2003).

Berdasarkan kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank

Syariah, IAI menyusun PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah. Dalam

aspek penyajian, Ikatan Akuntan Indonesia (2002a) merekomendasikan tujuh

elemen laporan keuangan bank syariah yaitu sebagai berikut.

a. Neraca.

Laporan posisi keuangan (neraca) bank syariah yang disusun berdasar

PSAK 59 memiliki karakteristik yang berbeda dengan neraca bank

konvensional. Karakteristik pertama dapat dilihat dari unsur-unsur neraca

bank syariah yang meliputi aktiva, kewajiban, investasi tidak terikat, dan

ekuitas. Sedangkan untuk bank konvensional, unsur-unsur neraca hanya

meliputi aktiva, kewajiban, dan ekuitas. Jadi, persamaan akuntansi perbankan

syariah adalah sebagai berikut:

Aktiva = Kewajiban + Investasi Tidak Terikat + Ekuitas


b. Laporan Laba Rugi.

Seperti halnya neraca, Laporan Laba Rugi juga mencerminkan peran

bank syariah selaku investor dan manajer investasi. Peran bank syariah selaku

investor bisa dilihat dari adanya pos pendapatan bagi hasil mudharabah dan

musyarakah. Sedangkan peran bank syariah sebagai manajer investasi

berkaitan dengan adanya pos hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak

terikat. Pos inilah yang membedakan Laporan Laba Rugi menurut PSAK 59

dengan Laporan Laba Rugi yang digunakan bank syariah sebelum adanya

PSAK 59. Pos tersebut ditujukan untuk pemilik investasi tidak terikat dan

tidak dapat diperlakukan sebagai beban.

c. Laporan Arus Kas.

Laporan Arus Kas disajikan sesuai PSAK 2 tentang Laporan Arus Kas

dan PSAK 31 tentang Akuntansi Perbankan.

d. Laporan Perubahan Ekuitas.

Laporan Perubahan Ekuitas disajikan sesuai dengan PSAK 1 tentang

Penyajian Laporan Keuangan.

e. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat (Mudharabah Muqayyadah).

Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana

investasi terikat dan sejenisnya yang dikelola bank sebagai manajer investasi

berdasarkan akad mudharabah muqayyadah atau sebagai agen investasi.

Mudharabah muqayyadah adalah akad mudharabah dimana shahibul maal

mempercayakan sejumlah modal kepada mudharib dengan memberikan

batasan mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.


Investasi terikat bukan merupakan aktiva maupun kewajiban bank

karena bank tidak mempunyai hak untuk menggunakan atau mengeluarkan

investasi tersebut serta bank tidak memiliki kewajiban mengembalikan atau

menanggung resiko investasi. Dalam hal bank bertindak sebagai manajer

investasi, bank mendapatkan keuntungan sebesar nisbah atas keuntungan

investasi. Jika terjadi kerugian, imbalan yang diterima sebesar jumlah yang

disepakati tanpa memperhatikan hasil investasi.

Laporan perubahan dana investasi terikat memisahkan dana investasi

terikat berdasarkan sumber dana dan memisahkan investasi berdasarkan

jenisnya.

f. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS).

Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah

(ZIS) merupakan laporan yang menunjukkan sumber dan penggunaan dana

ZIS selama suatu jangka waktu tertentu, serta saldo dana ZIS pada tanggal

tertentu. Laporan Sumebr dan Penggunaan Dana ZIS menunjukkan peran

bank syariah sebagai pengemban fungsi sosial yaitu amil zakat. Laporan ini

merupakan laporan yang memberikan informasi agar para pemakai laporan

keuangan dapat mengevaluasi aktivitas bank syariah dalam pengelolaan dana

ZIS.

Unsur dasar laporan ini meliputi sumber dana, penggunaan dana

selama jangka waktu tertentu, serta saldo dana ZIS pada tanggal tertentu.

Sumber dana ZIS berasal dari bank dan pihak lain yang diterima bank untuk
disalurkan kepada yang berhak. Penggunaan dana ZIS berupa penyaluran

kepada yang berhak sesuai dengan prinsip syariah.

g. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan.

Seperti halya Laporan Sumber dan Penggunaan dana ZIS, Laporan

Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan juga menunjukkan peran bank

syariah sebagai pengemban fungsi sosial. Laporan ini merupakan laporan yang

menunjukkan sumber dan penggunaan dana Qardhul Hasan selama suatu

jangka waktu tertentu serta saldo pada tanggal tertentu. Laporan ini

merupakan laporan yang bertujuan untuk memberikan informasi agar para

pemakai dapat mengevaluasi aktivitas dalam mengelola dana Qardhul Hasan.

Qardhul Hasan merupakan pinjaman atau sumbangan tanpa imbalan

yang memungkinkan peminjam untuk menggunakan dana tersebut selama

jangka tertentu dan wajib mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir

periode yang disepakati. Sumber dana Qardhul Hasan berasal dari bank atau

luar bank, antara lain dapat berupa infag, shadaqah, denda atau pendapat non

halal. Dana Qardhul Hasan harus disalurkan kepada yang berhak sesuai

syariah dan diupayakan agar dalam penyalurannya berfungsi sebagai dana

bergulir untuk pinjaman sosial.


F. Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah

Menurut Bank Indonesia (2003b), penyajian laporan keuangan

perbankan syariah adalah sebagai berikut.

Laporan keuangan bank terdiri atas delapan elemen, yaitu sebagai

berikut.

1. Neraca.

2. Laporan laba rugi.

3. Laporan arus kas.

4. Laporan perubahan ekuitas.

5. Laporan perubahan dana investasi terikat.

6. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah.

7. Laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan.

8. Catatan atas laporan keuangan.

1. Neraca

Unsur-unsur neraca meliputi aktiva, kewajiban, investasi tidak

terikat dan ekuitas. Penyajian aktiva pada neraca mencakup, tetapi tidak

terbatas pada pos-pos aktiva berikut.

o Kas.

o Penempatan pada Bank Indonesia.

o Giro pada bank lain.

o Penempatan pada bank lain.

o Efek-efek.
o Piutang:

Ø piutang murabahah,

Ø piutang salam,

Ø piutang istishna,

Ø piutang pendapatan ijarah,

o Pembiayaan mudharabah.

o Pembiayaan musyarakah.

o Persediaan (aktiva yang dibeli untuk dijual kembali kepada klien).

o Aktiva yang diperoleh untuk ijarah.

o Aktiva istishna dalam penyelesaian (setelah dikurangi termin istishna).

o Penyertaan.

o Investasi lain.

o Aktiva tetap dan akumulasi penyusutan.

o Aktiva lain.

Dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK lainnya, penyajian

pada neraca mencakup, tapi tidak terbatas pada pos-pos kewajiban investasi

tidak terikat, dan ekuitas berikut.

· Kewajiban.

· Kewajiban segera.

· Simpanan:

ü giro wadiah,

ü tabungan wadiah.

· Simpanan bank lain:


ü giro wadiah,

ü tabungan wadiah.

· Kewajiban lain:

ü hutang salam,

ü hutang istishna.

· Kewajiban kepada bank lain.

· Pembiayaan yang diterima.

· Keuntungan yang sudah diumumkan tetapi belum dibagikan.

· Hutang pajak.

· Hutang lainnya.

· Pinjaman subordinasi.

· Investasi Tidak Terikat.

· Investasi tidak terikat dari bukan bank:

ü tabungan mudharabah,

ü deposito mudharabah.

· Investasi tidak terikat dari bank:

ü tabungan mudharabah,

ü deposito mudharabah.

· Ekuitas.

· Modal disetor.

· Tambahan modal disetor.

· Saldo laba (rugi).


Pembiayaan mudharabah mutlaqah yang diterima bank syariah

disajikan dalam neraca pada unsur investasi tidak terikat di antara unsur

kewajiban dan ekuitas. Investasi tidak terikat adalah dana yang diterima oleh

bank dengan kriteria sebagai berikut.

1. Bank mempunyai hak untuk menggunakan dan menginvestasikan dana,

termasuk hak untuk mencampur dana dimaksud dengan dana lainnya.

2. Keuntungan dibagikan sesuai dengan nisbah yang disepakati.

3. Bank tidak memiliki kewajiban secara mutlak untuk mengembalikan

dan tersebut jika mengalami kerugian.

Dana wadiah yad-dhamanah disajikan sebagai kewajiban. Selain

itu, qardh yang sumber dananya dari intern bank (modal Bank) disajikan pada

aktiva lainnya sebagai pinjaman qardh. Sedangkan qardh yang sumber

dananya dari ekstern (dana kebajikan yang diterima oleh bank) disajikan

dalam laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan.

2. Laporan Laba Rugi

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam PSAK lainnya,

penyajian dalam laba laporan rugi mencakup, tetapi tidak terbatas pada pos-

pos pendapatan dan beban sebagai berikut.

· Pendapatan operasi utama.

· Pendapatan dari jual-beli:

Ø pendapatan marjin murabahah:

ü pendapatan bersih salam pararel,


ü pendapatan bersih istishna perarel,

Ø pendapatan dari sewa:

ü pendapatan bersih ijarah,

Ø pendapatan dari bagi hasil:

ü pendapatan bagi hasil mudharabah,

ü pendapatan bagi hasil musyarakah,

Ø pendapatan operasi utama lainnya.

· Hak pihak ketiga atas bagi hasil insvestasi tadak terikat.

· Pendapatan operasi lainnya.

· Pendapatan non operasi.

· Beban operasi.

· Zakat.

· Pajak.

3. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas disajikan sesuai sengan PSAK 2: Laporan Arus

Kas dan PSAK 31: Akuntansi Perbankan.

4. Laporan Perubahan Ekuitas

Laporan perubahan ekuitas disajikan sesuai dangan PSAK 1:

Penyajian Laporan Keuangan.


5. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat

Laporan perubahan dana investasi terikat memisahkan dana

investasi terikat berdasarkan sunber dana dan memisahkan investasi

berdasarkan jenisnya. Bank syariah menyajikan laporan perubahan dana

investasi terikat sebagai komponen utama laporan keuangan, yang

menunjukkan hal-hal berikut.

a. Saldo awal dana investasi terikat.

b. Jumlah unit investasi pada setiap jenis investasi dan nilai per unit pada

setiap periode.

c. Dana investasi yang diterima dari unit investasi yang diterbitkan bank

syariah selama periode laporan.

d. Penarikan atau pembelian kembali unit investasi selama periode laporan.

e. Keuntungan atau kerugian dana investasi terikat.

f. Bagian bagi hasil milik bank dari keuntungan investasi terikat jika bank

syariah berperan sebagai pengelola dana atau imbalan bank jika bank

syariat berperan sebagai agen investasi.

g. Beban administrasi dan beban tidak langsung lainnya yang dialokasikan

oleh bank ke dana investasi terikat.

h. Saldo akhir dana investsi terikat.

i. Jumlah umit investasi pada setiap jenis investasi dan nilai per unit pada

akhir periode.

Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana

investsi terikat dan sejenisnya yang dikelola oleh bank sebagai manajer
investasi bardasarkan mudharabah muqayyadah atau sebagai agen investasi.

Investasi terikat bukan merupakan aktiva maupun kewajiban bank karena

bank tidak mempunyai hak untuk menggunakan atau mengeluarkan investasi

tersebut serta bank tidak mempunyai kewajiban mengembalikan atau

menanggung resiko investasi.

6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infak, dan Shadaqah

Bank syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan zakat,

infak, dan shadaqah sebagai komponen utama laporan keuangan, yang

menunjukkan hal-hal berikut.

a. Sumber dana zakat, infak, dan shadaqah yang berasal dari penerimaan.

1) Zakat dari bank syariah.

2) Zakat dari pihak luar bank syariah.

3) Infak.

4) Shadaqah.

b. penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah untuk hal-hal berikut.

1) Fakir.

2) Miskin.

3) Hamba sahaya (riqab).

4) Orang yang terlilit hutang (gharim).

5) Orang yang baru masuk Islam (muallaf).

6) Orang yang berjihad (fii sabiilillah).

7) Orang yang dalam perjalanan (ibnusabil).


8) Amil.

c. Kenaikan atau penurunan sumber dana zakat, infak, dan shadaqah.

d. Saldo awal dana penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah.

e. Saldo akhir dana penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah.

Zakat adalah sebagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh

muzaki (pembayar zakat) untuk diserahkan kepada mustahiq (penerima zakat).

Pembayaran zakat dilakukan apabila nisab dan haul-nya terpenuhi dari harta

yang memenuhi kriteria wajib zakat. Pada prinsipnya wajib zakat adalah

shahibul maal. Bank dapat bertindak sebagai amil zakat.

Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak,

dan shadaqah meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka

waktu, serta saldo dana zakat, infak, dan shadaqah pada tanggal tertentu.

Sumber dana zakat, infak, dan shadaqah berasal dari bank dan pihak lain yang

diterima bank untuk disalurkan kepada yang berhak. Penggunaan dana zakat,

infak, dan shadaqah berupa penyaluran kepada yang berhak sesuai dengan

prinsip syariah.

Saldo dana zakat, infak, dan shadaqah adalah dana zakat, infak, dan

shadaqah yang belum dibagikan pada tanggal tertentu.

7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan

Bank Syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana

qardhul hasan sebagai komponen utama laporan keuangan, yang

menunjukkan hal-hal berikut.


a. Sumber dana qardhul hasan yang berasal dari penerimaan.

1) Infak.

2) Shadaqah.

3) Denda.

4) Pendapatan non-halal.

b. Penggunaan dana qardhul hasan adalah untuk hal-hal berikut.

1) Pinjaman.

2) Sumbangan.

c. Kenaikan atau penurunan sumber dana qardhul hasan.

d. Saldo awal dana penggunaan dana qardhul hasan.

e. Saldo akhir dana penggunaan dana qardhul hasan.

Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan

meliputi sumber, penggunaan dana qardhul hasan selama suatu jangka waktu,

serta saldo dana qardhul hasan pada tanggal tertentu.

Sumber dana qardhul hasan berasal dari bank atau dari luar bank.

Sumber dana qardhul hasan dari luar berasal dari infak dan shadaqah dari

pemilik, nasabah, atau pihak lainnya. Penggunaan dana qardhul hasan

meliputi pemberian pinjaman baru selama jangka waktu tertentu dan

pengembalian dana qardhul hasan temporer yang disediakan pihak lain.

Anda mungkin juga menyukai