Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN

MASALAH KOMUNIKASI

DISUSUN OLEH :

Shinta Yeslia Rompis (1714201027)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO

FAKULTAS KEPERAWATAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah Melimpahkan
rahnmat serta hikmatnya, sehingga saya dapat menyelesaikan Asuham Keperawatan yang
berjudul ” Masalah Komuniksi Pada Lansia” tepat pada waktunya.

Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada Semua pihak yang
telah ikut berpartisifasi dalam penyusunan askep ini. Di dalam penyusunan askep ini saya
menyadari masih banyak sekali kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
dari rekan-rekan semua sangat saya harapkan demi kesempurnaan askep selanjutnya.Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi mahasiswa Keperawatan Unpi
Manado. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

 
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….            

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….            

BAB I : PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang……………………………………………… …………….    

B. Tujuan………………………………………………………….. …………   

C. Manfaat …………………………………………………. ……………. …

BAB II : TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Lanjut Usia………………………………………………. ……


B. Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia………..
C. Sekilas Komunikasi…………………………………………………… …..
D. Teknik Umum untuk Berkomunikasi dengan Pasien lanjut usia…………..
E. Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia………….
F. Pendekatan untuk Berkomunikasi…………………………………………
G. Hambatan Komunikasi…………………………………………………….

BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………

B. Saran……………………………………………………………………….      

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

        Dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk lanjut usia berbagai masalah klinis
pada pasien lanjut usia akan menjadi semakin sering dijumpai di praktek klinis. Jumlah
penduduk di Indonesia menurut data Perserikatan Bangsa Bangsa, Indonesia diperkirakan
mengalami peningkatan jumlah warga lanjut usia yang tertinggi di dunia, yaitu 414 %, hanya
dalam waktu 35 tahun (1990-2025), sedangkan di tahun 2020 diperkirakan jumlah penduduk
lanjut usia akan mencapai 25,5 juta. Menurut Lembaga Demografi Universitas Indonesia,
persentase jumlah penduduk berusia lanjut tahun 1985 adalah 3,4 % dari total penduduk, tahun
1990 meningkat menjadi 5,8 % dan di tahun 2000 mencapai 7,4 %,, seperti terlihat pada tabel 1.
(Czeresna, 2006). Dokter yang berpraktek perlu memahami kebutuhan yang unik pada populasi
pasien lanjut usia ini sehingga mereka akan lebih siap berkomunikasi secara efektif selama
kunjungan pasien lanjut usia tersebut (Hingle & Sherry, 2009). Terdapat banyak bukti bahwa
kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya bergantung pada kebutuhan biomedis
akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan
psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia
telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai
bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan
sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang
labil pada pasien lanjut usia (William et al., 2007).

B. Tujuan
 Tujuan umum

perawat dapat memahami dan dapat menarapkan  tentang  aplikasi komunikasi terapeutik
pada lansia.
2 Tujuan khusus
 Untuk mengetahui hambatan komunikasi pada Lansia (lanjut usia).
 Untuk mengetahui konsep dasar keperawatan tentang komunikasi terapeutik pada Lansia. 

C. Manfaat

1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam


penerapan komunikasi terapeutik pada lansia.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang hambatan
komunikasi pada lansia.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Lanjut Usia (Lansia)

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang
menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok
yakni : Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia,
kelompok lansia (65 tahun ke atas), Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia
lebih dari 70 tahun.

Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 katagori, yaitu :

1. Usia lanjut : 60 – 74 tahun


2. Usia tua : 75 -89 tahun
3. Usia sangat lanjut : lebih dari 90 tahun.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia


Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan dengan
komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang terkait usia dan
penurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari interaksi, karena pasien lanjut
usia seringkali ditemani oleh anggota keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada perawatan
pasien dan berpartisipasi dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi
efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia sering hadir dengan masalah
yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu untuk menyelesaikannya.
Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien kemungkinan mengalami satu
penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang kemungkinan memiliki paling tidak 4
penyakit kronis (Vieder et al., 2002). Faktor lain adalah bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih
sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter (Haug & Ory,
1987;Greene et al.,1989). Masalah usia atau dikenal dengan istilah ageism juga merupakan hal
yang lazim dijumpai pada perawatan kesehatan dan secara tidak sengaja berperan terhadap
buruknya komunikasi dengan pasien lanjut usia (Ory et al., 2003)

C. Sekilas Komunikasi
 Kegunaan Komunikasi

Komunikasi berguna untuk pertukaran informasi dan untuk membina hubungan dengan orang
lain, atau dengan kata lain komunikasi merupakan aspek dasar pada hubungan antar manusia dan
merupakan sarana untuk berhubungan dengan orang lain. Pada pasien lanjut usia berbagai bentuk
dari penyakit dan ketidakmampuan dapat berpengaruh terhadap proses komunikasi dan
perawatan kesehatannya, sehingga diperlukan cukup perhatian dan sikap yang baik untuk proses
komunikasi tersebut Sering kali terjadi bahwa baik pihak keluarga maupun medis melupakan
atau tidak memperhatikan berbagai hambatan yang ada untuk tercapainya komunikasi yang
efektif pada pasien lanjut usia yang akhirnya dapat mengakibatkan interpretasi yang keliru
terhadap pesan yang disampaikan maupun yang diterima oleh mereka (Smith & Buckwalter,
1993). 

 Komponen pada proses komunikasi

1. Pembicara : Orang yang menyampaikan pesan.


2. Pendengar : Orang yang menerima pesan.
3. Pesan verbal : Kata kata yang secara aktual diucapkan atau disampaikan.
4. Pesan nonverbal: Kesan yang ditangkap saat kata kata tersebut diucapkan termasuk
ekspresi wajah, tekanan suara, postur dan sikap tubuh dan pilihan kosa kata yang digunakan.
5. Umpan Balik : Respon berupa tanggapan baik verbal maupun non verbal.
6. Konteks : Fisik dan lingkungan sosial atau pengaturan dalam pesan yang dikirim.
7. Persepsi : Kemampuan untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan informasi indrawi
menjadi dimengerti dan bermakna.
8. Evaluasi : Kemampuan untuk menganalisa informasi yang diterima, berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan masa lalu.
9. Transmisi : Ekspresi yang sebenarnya dari informasi dari pengirim kepada penerima
(pesan lisan dan pesan nonverbal) (Smith & Buckwalter, 1993).

D. Teknik Umum untuk Berkomunikasi dengan Pasien lanjut usia

1. Menunjukkan Hormat dan Keprihatinan

Komunikasi pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat kepada pasien dan
memahami serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok manusia yang unik. Untuk
menunjukkan rasa hormat, anda harus menghadapi pasien secara formal dan menyapa dengan

“Bapak” atau “Ibu”, kecuali pasien sebelumnya telah meminta anda untuk memanggil dengan

nama pertamanya, dan hindarkan menggunakan istilah yang merendahkan seperti “manisku”,

“sayangku”, ‘cintaku”. Berkomunikasi yang saling bertatap mata dengan duduk di kursi dan

langsung menatap pasien. Dengan melakukan hal ini, anda menunjukkan perhatian sejati dan

aktif mendengarkan, serta membantu pasien untuk mendengar dan memahami anda secara lebih
baik. Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak pasien akan menyampaikan rasa turut
prihatin dan perhatian (Adelman et al., 2000).

2. Memastikan bahwa Pasien Didengar dan Dipahami


Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif antara pasien lanjut usia dan dokter (Adelman et al., 2000 ; Ory et al., 2003).
Membiarkan pasien lanjut usia untuk berbicara beberapa menit tentang masalahnya tanpa
interupsi akan memberikan lebih banyak informasi daripada riwayat pendukung yang terstruktur
cepat. Merasa sedang diburu-buru akan menyebabkan mereka merasa bahwa mereka sedang 
Tidak didengarkan atau dipahami (Adelman et al., 2000). Penelitian menunjukkan bahwa pasien
lanjut usia dan dokter sering tidak sepaham tentang tujuan dan masalah medis yang dihadapi.
Komunikasi yang buruk dapat mengganggu pertukaran informasi serta menurunkan kepuasan
pasien (Greene et al., 1989).

Pada umumnya, anda harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa berteriak, menggunakan
bahasa dan kalimat yang singkat dan sederhana. Karena pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit
bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter, khususnya penting untuk
sering merangkum dan memancing pertanyaan (Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006).

Strategi Umum Tambahan untuk Memperbaiki Komunikasi dengan Pasien Lanjut Usia

 Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu, karena pasien lanjut
usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang kompleks.

 Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak bercerita dulu kepada
perawat atau asisten kemudian baru kepada anda) untuk meminimalkan frustasi dan
kelelahan pasien.
 Menghindarkan jargon medis.
 Menyederhanakan dan menuliskan instruksi menggunakan diagram, model, dan gambar.
 Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya lebih siap dari
segi waktu dan secara klinis cenderung kurang sibuk.

3. Menghindari Ageism

Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia
adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah yang pertama disampaikan oleh Robert
Butler, direktur pertama the National Institute on Aging, adalah systematic stereotyping dan
diskriminasi terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler, 1969). Ageism adalah hal
yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan dalam tindakan seperti
meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang bersifat merendahkan, hanya
memberikan sedikit edukasi tentang regimen preventif, menawarkan sedikit pengobatan
untukmasalah kesehatan mental, menggunakan panggilan yang bernada menghina,
menghabiskan lebih sedikit masalah psikososial, dan membuat stereotype orang tua (Ory et al.,
2003).

Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia sebagai satu pribadi dengan
riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini memungkinkan anda untuk menemui setiap
pasien lanjut usia sebagai individu yang unik dengan pengalaman seumur hidup yang berharga
bukan orang tua yang tidak produktif dan lemah (Roter, 2000). Juga penting untuk tidak
mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja dijumpai “orang berjiwa
muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa tua” dengan usia 60 tahun. Setiap pasien dan
setiap masalah harus diperlakukan dengan unik.

4. Mengenal Kultur dan Budaya

Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian mengaplikasikannya
dalam komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga merupakan hal penting dalam mempengaruhi
persepsi pasien terhadap baik dan berkualitasnya pelayanan kesehatan yang diberikan dokter
(Ong et al., 1995).

E. Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia

1. Strategi Umum
 Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak penerangan dan menurunkan
kebisingan (mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya penglihatan dan
pendengaran)
 Memanggil pasien dan anggota keluarga dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu” dan
menghindarkan sebutan “manis”, “sayang”, atau “cintaku”
 Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang kalem dan
ekspresi yang menyenangkan.
 Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau bahu.
 Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menit
untuk mengekspresikan masalahnya jika mampu
 Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
 Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
 Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
 Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.

2. Gangguan Kognitif Pasien

 Jangan mengabaikan pasien.


 Bertanyalah dengan pertanyaan sederhana yang hanya memerlukan jawaban “ya” atau
“tidak” dan bahasa tubuh sederhana.
 Ketika melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu persatu.

3. Pertemuan dengan Keterlibatan Pihak Ketiga.

 Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan dengan 3 kursi dalam bentuk segitiga.


 Pada mulanya berikan pertanyaan kepada pasien, kemudian mintalah masukan dari
 pendamping pasien.
 Mintalah pasien dan pendamping pasien untuk mengulang kembali setiap instruksi yang
penting.

F. Pendekatan untuk Berkomunikasi

Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang,
tataplah pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata.
Meminimalkan kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal. Berteriak
akan menghambat komunikasi, mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien
untuk memahami kata-kata anda. Jika suara anda melengking, meredam lengkingan ketika anda
berbicara dapat membantu pasien untuk mendengar anda dengan lebih baik. Ketika memberikan
instruksi untuk medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan untuk bertanya kepada pasien apakah
dia mengerti. Orang dengan gangguan pendengaran mungkin akan menjawab “ya” tanpa
menyadari bahwa mereka belum mendengar apapun atau salah memahami beberapa informasi.
Pendekatan yang lebih baik untuk mengecek pemahaman pasien adalah dengan meminta pasien
untuk mengulang instruksi (Adelman et al., 2000). Akhirnya, karena pendengaran memburuk
dikemudian hari, appointment yang lebih awal umumnya lebih baik (Veras & Mattos, 2007).
Jika tersedia, pengeras suara (alat portable yang memperkuat suara dokter dan memancarkannya
ke headphones yang dipakai oleh pasien) diketahui sangat memudahkan komunikasi dengan
pasien yang mengalami gangguan pendengaran (Fook & Morgan, 2000).

Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan klinik dapat
diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna-warna kontras untuk
membuat objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi yang berada dilantai klinik), dan
menggunakan huruf yang besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan dengan
tulisan harus dicetak paling tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas berwarna.
Direkomendasikan untuk menggunakan dua sumber cahaya, pencahayaan untuk latar belakang
dan lampu tertutup (Roter, 2000).

Ketika membahas rencana pengobatan, ingatlah masalah keamanan potensial yaitu gangguan
penglihatan. Sebagai contoh, pasien lanjut usia kadang-kadang akan meletakkan obatnya dalam
satu wadah dan tergantung pada satu warna untuk mengenalinya. Ini dapat menjadi masalah
keamanan, karena banyak obat yang berwarna putih, biru muda, hijau muda, yang akan terlihat
berwarna abu-abu oleh mata yang telah menua. Warna merah, oranye, dan kuning paling baik
dilihat dan dapat digabungkan kedalam perawatan. Pada contoh lain, pasien yang mengalami
kesulitan memastikan dosis insulin dapat diinstruksikan untuk ditempatkan pada warna merah
diatas meja, yang akan mempermudahnya untuk melihat jarum dan vial. Kertas kontak berwarna
merah dapat dibalutkan pada pegangan untuk berjalan, tongkat atau tabung oksigen untuk
membantu pasien lanjut usia untuk mengambilnya (Adelman et al., 2000).

G. Hambatan Komunikasi
1. Pasien dengan Defisit Sensorik

Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait dengan usia,
keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa 16% –
24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran yang
mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi mereka yang
berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60%
(Chia et al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal
sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara
berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan
akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi
hari)”, pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake
the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al., 2007).

Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa mata
menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang pendek
seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang
mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang diberbagai jarak.
Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman
penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes).
Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk,
dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell,
2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang
terganggu (Chia et al., 2006).

2. Pasien dengan Demensia

Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk berusia
lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi akan
meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2009). Sebagai
akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien
tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformal
lain (Vieder et al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiap
orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver). Penilaian dan
pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu bila
melibatkan caregiver (Roter, 2000).

Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada
stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien
banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan
“anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami
atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).

Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien.
Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan mengingat
kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat
singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).

3. Pasien yang Ditemani oleh Caregiver

Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga, dengan
seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada sepertiga
kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran,
termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar
kasus, caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai
prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka
tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga,
pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu
memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam
perawatan mereka sendiri (Clayman et al., 2005 ; Wolff & Roter, 2008).
 12 Faktor Penghambat Komunikasi Pada Lansia

1. Mendominasi pembicaraan

Karakter lansia yang terkadang merasa lebih tua dan mengerti banyak hal menimbulkan perasaan
bahwa ia mengetahui segalanya. Kondisi seperti ini akan menyebabkan seorang lansia jadi lebih
mendominasi pembicaraan atau komunikasi. Selanjutnya adalah ia tidak akan merasa senang jika
lawan bicaranya memotong pembicaraan yang sedang ia lakukan. Hal ini akan sangat
menyulitkan pembicaraan yang terjadi.

2. Mempertahankan hak dengan menyerang

Kebanyakan lansia memang bersifat agresif. Beberapa dari mereka berusaha untuk
mempertahankan haknya dengan menyerang lawan bicaranya.

Komunikasi yang efektif tentunya tidak akan tercapai jika lansia berada dalam kondisi yang
seperti ini. Bahkan meskipun lawan bicara sudah berusaha keras untuk memberikan pemahaman
bahwa ia mendapatkan haknya, namun lansia terkadang tetap merasa tidak aman sehingga terus
melakukan penyerangan pada lawan bicaranya.

3. Cuek

Cuek oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri saat akan diajak berbicara atau
berkomunikasi. Sikap seperti ini biasanya diikuti dengan perasaan menyepelekan orang lain.

Banyak para lansia yang merasa bahwa komunikasi dengan orang yang lebih muda dibandingkan
dengan dirinya adalah satu kegiatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat sehingga ia akan dengan
mudah menarik diri dari pembicaraan.

4. Kondisi fisik
Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki keterbatasan fisik yang
membuatnya menjadi kesulitan dalam berkomunikasi.

Banyak masalah yang timbul akibat kondisi fisik yang tidak baik pada lansia. Misalnya saja jika
ia memiliki masalah pada pendengaran, tentunya akan menjadi masalah juga dalam komunikasi.
Lansia tersebut akan membutuhkan alat bantu dengar agar ia dapat berkomunikasi dengan baik
dan lancar. Jika ia tidak menggunakan alat bantu dengar, maka lawan bicaranya harus
menggunakan suara keras untuk bisa berbicara dengan lansia tersebut.

Sayangnya hal seperti ini sering disalahartikan oleh lansia sebagai bentuk penghinaan dengan
membentak. Disinilah berbagai masalah baru muncul, maka dari itu sangat dibutuhkan
pengertian dan pemahaman yang baik oleh lawan bicara terhadap kondisi lansia agar komunikasi
yang efektif dapat berjalan dengan baik dan lancar.

5. Stress

Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan lansia adalah depresi atau tingkat
stres yang dialami oleh lansia.

Lansia sangat mudah diserang oleh stres, baik akibat kondisi fisik yang ia alami, maupun faktor
lainnya.

Jika seorang lansia sudah menderita stres, maka ia akan selalu mudah marah dan tidak mau
mendengar apapun yang dikatakan oleh orang lain. Kondisi ini hanya bisa diperbaiki jika sumber
dari beban pikirannya telah diatasi.

6. Mempermalukan orang lain di depan umum

Faktor penghambat komunikasi dengan lansia yang satu ini merupakan salah satu hal yang
banyak dihadapi oleh orang yang berkomunikasi dengan lansia. Lansia yang selalu merasa benar
dan tahu segalanya biasanya juga akan mempermalukan orang lain di depan umum.

Hal ini sering dilakukan untuk menutupi kekurangan yang terdapat dalam diri mereka sendiri.
Jika sudah terjadi, maka biasanya komunikasi akan langsung berhenti dan tidak lagi dilanjutkan
karena lawan bicara sudah merasa tidak nyaman. Meskipun begitu, kebanyakan lansia menyadari
perbuatan mereka ini dan tidak merasa melakukan kesalahan dalam komunikasi yang dilakukan.

7. Tertidur

Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf mereka sehingga banyak dari mereka
yang mungkin akan tertidur ketika diajak berbicara.

Kelelahan yang amat sangat akan membuat mereka yang tadinya begitu bersemangat dalam
berbicara, tiba-tiba tertidur dan tidak mengetahui apapun ketika bangun. Hal ini lebih banyak
terjadi pada lansia yang memiliki riwayat penyakit demensia atau Alzheimer. Lansia dengan
riwayat penyakit tersebut biasanya lebih mudah tertidur, bahkan ketika sedang makan sekalipun.

8. Lupa

Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan lansia akan berkali-kali menanyakan
hal yang sama meskipun sudah dijawab berulang kali.

Jika lawan bicaranya tidak sabar, maka komunikasi yang terjadi pun menjadi tidak lancar.
Menjadi sebuah kewajaran dimana lansia menjadi sangat pelupa, sehingga sangat dibutuhkan
pengertian dan kesabaran dari lawan bicara dalam menghadapi lansia.

9. Gangguan penglihatan

Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya gangguan penglihatan pada lansia.
Gangguan penglihatan yang terjadi bisa berupa rabun jauh, dekat, atau bahkan sulit melihat.

Beberapa bahasa yang menggunakan bahasa tubuh mungkin tidak akan terlalu dimengerti jika
lansia dalam kondisi seperti ini, maka dari itu diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai
kondisi lansia yang diajak berkomunikasi sehingga lawan bicara mengerti apa yang dibutuhkan
lansia agar komunikasi berjalan lancar.
Gangguan penglihatan yang dialami lansia dapat diatasi dengan memberikan kacamata yang
sesuai dengan kondisi matanya. Dengan bantuan alat, maka lansia akan lebih memahami bahasa
tubuh atau komunikasi non verbal yang digunakan oleh lawan bicaranya.

10. Lebih banyak diam

Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih banyak diam biasanya merupakan jenis
lansia yang pasif. Lansia dengan kondisi seperti ini akan menyerahkan setiap topik dan
keputusan dalam sebuah komunikasi pada lawan bicaranya.

Mereka juga akan sulit untuk dimintai pendapat karena lebih banyak mengiyakan dan mengikuti
apa yang dipikirkan oleh lawan bicara.

11. Cerewet

Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet yang dihindari untuk diajak bicara.
Beberapa lansia memang terkesan sangat cerewet.

Hal ini tidak terlepas dari pemikiran mereka untuk selalu menasehati orang yang lebih muda.
Keinginan untuk selalu berbicara juga tidak terlepas dari rasa kesepian dan kebosanan yang
mereka rasakan.

Salah satu cara mengatasi sifat cerewet yang banyak dihindari lawan bicara ini adalah dengan
berusaha menjadi pendengar yang baik. Dengan melihat sikap lawan bicaranya yang menghargai
apa yang ia katakan, maka ia pun akan ikut memberikan kesempatan pada lawan bicaranya untuk
berbicara.

12. Mudah marah

Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa sakit yang dirasakan tentu
saja akan membuatnya tidak nyaman dan menjadi mudah marah, bahkan meskipun tidak ada
penyebabnya.
Rasa mudah marah ini membuat banyak orang menjadi malas untuk melakukan cara
berkomunikasi dengan baik dengan lansia karena akan selalu disalahkan atas segala sesuatu yang
ada.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

 1.  Identitas/Data Biografis Pasien

a.    Nama                                                   :  Ny. A
b.    Umur                                                   :  80 tahun

c.    Pendidikan terakhir                             :  SD

d.   Agama                                                 :  Islam

e.    Status perkawinan                              :  Sudah menikah

f.     Alamat                                                :  Desa Jatimulya RT 4 RW 3 lebaksiu

g.    Telepon                                               -

h.    Jenis kelamin                                       :  Perempuan

i.      Orang yang paling dekat dihubungi         Ny. S

j.      Hubungan dengan usila                        :  Anak Usila  

k.    Alamat                                                   :  Desa Jatimulya RT 4 RW 3 Lebaksiu

l.       Jenis kelamin keluarga                           :  Perempuan

2.   Riwayat Keluarga

a.    Pasangan

1).      Nama                         :  Tn. S

2).      Umur                         :  83 tahun

3).      Pekerjaan                  : Pengangguran

4).      Alamat                       : Desa Jatimulya RT 4 RW 3 Lebaksiu

5).      Hidup/mati                  : Hidup

6).      Kesehatan                   : Mempunyai penyakit hipertensi dan saluran pernafasan

b.    Anak

1).      Nama                    :  Ny. S
2).      Alamat                 :  Desa Jatimulya RT 4 RW 3 Lebaksiu

3).      Hidup/mati           :  Hidup

3.   Riwayat Pekerjaan

Klien mengatakan saat masih muda bekerja sebagai petani dengan suami, sekarang ini klien
hanya tinggal dirumah tidak bekerja seperti sebelumnya dikarenakan kondisi fisiknya yang
semakin melemah serta faktor usia yang semakin tua.

4.  Riwayat Lingkungan Hidup

Klien tinggal di Desa Jatimulya, kondisi rumah cukup bersih, ada ventilasi, ada jendela, kamar
pasien cukup bersih, kamar mandi dan WC tertutup, dan ada tempat pembuangan sampah.

5.  Riwayat Rekreasi

Klien mengatakan bahwa dirinya jarang pergi untuk rekreasi. Waktunya hanya dihabiskan
dirumah untuk berkumpul dengan suami serta anak dan cucunya yang tinggal di depan
rumahnya.

6.   Sumber / Sistem Pendukung yang Digunakan

Klien mengatakan jika dirinya sakit biasanya pergi ke Bidan karena merupakan salah
satu  pelayanan kesehatan yang terdekat dengan rumahnya.

7.   Kebiasaan Ritual

Klien mengatakan sholat 5 waktu, terkadang ikut puasa di bulan Ramadhan dengan penuh, klien
juga ikut pengajian setiap minggunya jika kondisinya sehat.
8.  Status Kesehatan Saat Ini

a.    Obat-obatan

klien mengatakan tidak mengonsumsi obat obatan tertentu, jika klien sakit klien berobat ke
Bidan.

b.    Status Imunisasi

Status imunisasi klien lengkap

c.    Alergi

Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi

d.   Penyakit yang diderita

Klien mengatakan bahwa dirinya sering merasa pusing (nyeri kepala), pusing dirasakan saat
beraktivitas dan hampir sering. Klien mengatakan seperti dipukul-pukul dan menunjukan skala
nyeri 2. Pasien sering memegang kepalanya yang sakit dan tampak lemah. Pasien memgatakan
kalo pendenaran pasien muali berkurang Pandangan kabur saat jalan, kepala seperti berputar-
putar dan terkadang seperti akan jatuh sehingga klien  sangat berhati-hati saat akan berjalan.
Klien mempunyai penyakit hipertensi.

e.    Nutrisi

Klien mengatakan sehari makan 3 kali, makan hanya habis ½ porsi dengan nasi, lauk pauk dan
terkadang tanpa sayuran.

9.  Status Kesehatan Masa lalu

Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang serius, klien hanya mengeluhkan
pusing, pendengaran berkurang, pandangan kabur saat jalan dan terkadang seperti akan jatuh.
Hal ini dirasakan ± 2 tahun yang lalu.

10.  Tinjauan Sistem
1.    Tinjauan sistem

a.    Keadaan umum      : Baik

b.    Kesadaran              : Compos mentis

c.    TTV                        :  TD    : 160/90 mmHg , Nadi  : 90 kali/menit

   Suhu :  37̊C   , RR    :  22 kali/menit

d.   Integumen              : CRT > 2 detik,turgor kulit jelek, kulit sawo matang, kriput

e.    Kepala                    : Mesochepal, tidak ada kelainan

f.     Mata                       : Konjungtiva anemis, sklera an ikterik, bentuk simetris,

                               pandangan kabur, fungsi penglihatan berkurang

g.    Telinga                    : Bentuk simetris, bersih, fungsi pendengaran berkurang

h.    Hidung                    : Bentuk simetris, tidak ada polip

i.      Mulut                      : Bentuk simetris, pengecapan normal

j.      Leher                      : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

k.    Payudara                 : Simetris

l.      Paru-paru                :   I : Bentuk simetris

                                            P : Taxtil fremitus sama, pengembangan dada sama

P : Sonor

     A :Vesikuler, irama teratur

m.  Jantung                       :   I : Bentuk simetris

     P : Ictus cordis teraba di ics 5 dibawah puting susu

                 P : Redup/ pekak

                                               A : Reguler

n.  Gastrointestinal            :    I : Simetris, tidak ada bekas luka


                 A : Bising usus 8 x/ menit

      P : Tidak ada nyeri tekan

                                                P : Timpani

o.    Perkemihan                   :  BAK klien lancar, tidak ada keluhan

p.    Genetalia                       :  Tidak ada keluhan, sudah menopause

q.    Muskuluskeletal            : Cukup kuat untuk berjalan dan membawa barang yang

                                               tidak terlalu berat

r.     System Syaraf Pusat        : Tidak ada keluhan

s.     System endokrin              : Tidak ada keluhan

t.     System immune                : Klien terlihat masih bugar, tidak ada keluhan

u.    System pengecapan          : Fungsi pengecapan berkurang

v.    System penciuman            : Fungsi penciuman berkurang

w.  Psikososial                          : Klien ramah terhadap tetangga

11.     Pengkajian Status Fungsional, Kognitif, Afektif, Psikologis dan Sosial

a.       Pengkajian Status Fungsional

INDEKS KATZ
SKORE KRITERIA

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian


dan mandi
B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi
tersebut

C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu
fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian
dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian,ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian,
berpindah, dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi, tidak dapat diklasifikasikan
sebagai C, D, E, F dan G
Berdasarkan data, maka Ny. A memperoleh skor A. Maka lansia tsb
mempunyai Kemandirian dalam aktivitas sehari-hari.

b.    Pengkajian Status Kognitif dan Afektif

Short Portable Mentol Status Questionnaire (SPMSQ)


Skor No. Pertanyaan Jawaban
+ -
1.                  Tanggal berapa hari ini? 19 Februari  2014
+ 2.                  Hari apa sekarang ini? (hari, Sabtu
tanggal, tahun)
+ 3.                  Apa nama tempat ini? Jatimulya
4.                  Berapa nomor telpon Anda? -
4a. Dimana alamat Anda? (tanyakan
hanya bila klien tidak mempunyai
telepon)
+ 5.                  Berapa umur Anda? 80 tahun
6.                  Kapan Anda lahir? 1935
7.                  Siapa presiden Indonesia Susilo Bambang
sekarang? Yudhoyono
8.                  Siapa presiden sebelumnya? Megawati
Soekarno Putri
9.                  Siapa nama kecil ibu Anda? Siti Saniyah
10.              Kurangi 3 dari 20 dan tetap 17, 14, 11, 8, 5, 2
pengurangan 3 dari setiap angka
baru, semua secara menurun
Jumlah kesalahan total 7
Penilaian SPMSQ

Kesalahan 5 - 7 : fungsi intelektual sedang

Berdasarkan data, maka Ny. A memperoleh kesalahan 6. Maka lansia tsb mempunyai fungsi
intelektual sedang.

c.    Pengkajian Status Psikologis

Skala Depresi Yessavage

Skala Depresi geriatrik Yesavage, bentuk singkat


1.        Apakah pada dasarnya Anda puas dengan kehidupan Anda?(tidak)(ya)

2.        Sudahkah Anda mengeluarkan aktifitas dan minat Anda? (ya) (tidak)

3.        Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda kosong?(ya)(tidak)


4.        Apakah Anda sering bosan?(ya)(tidak)

5.        Apakah Anda mempunyai semangat yang baik setiap waktu?(tidak)(ya)

6.        Apakah Anda takut sesuatu akan terjadi pada Anda?(ya)(tidak)

7.        Apakah Anda merasa bahagia di setiap waktu?(tidak)(ya)

8.        Apakah Anda lebih suka tinggal di rumah pada malam hari, daripada pergi dan
melakukan sesuatu yang baru? (ya)

9.        Apakah Anda merasa bahwa Anda mempunyai lebih banyak masalah dengan
ingatan Anda daripada yang lainnya?(ya) (tidak)

10.    Apakah Anda berfikir sangat menyenangkan hidup sekarang ini?(tidak)(ya)

11.    Apakah Anda merasa saya sangat tidak berguna dengan keadaan Anda sekarang?
(tidak)

12.    Apakah Anda merasa penuh berenergi? (tidak)(ya)

13.    Apakah Anda berfikir bahwa situasi Anda tak ada harapan?(ya)(tidak)

14.    Apakah Anda berfikir bahwa banyak orang yang lebih baik daripada Anda? (ya)

Analisa hasil :

Jika jawaban pertanyaan sesuai indikasi dinilai poin 1. (nilai poin 1 untuk setiap respons yang
cocok dengan jawaban ya atau tidak setelah pertanyaan)

Nilai 5 atau lebih dapat menandakan depresi.

Berdasarkan data, maka  Ny. A memperoleh nilai 3. Maka lansia tsb tidak mengalami depresi.

d.   Pengkajian Status Sosial

APGAR keluarga
No. Fungsi Uraian Skore
1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (teman- 1
teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya 2
membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya
3. Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya menerima 2
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas
atau arah baru
4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya 1
mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-emosi
saya, seperti marah, sedih atau mencintai
5. Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya 2
menyediakan waktu bersama-sama

Analisa hasil :

Skor : 8-10 : fungsi sosial normal

Skor : 5-7   : fungsi sosial cukup

Skor : 0-4   : fungsi sosial kurang/suka menyendiri

Berdasarkan data, maka Ny. A memperoleh nilai 8. Maka lansia tsb mempunyai fungsi sosial
normal.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencendra fisiologis d.d sulit tidur
2. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan d.d merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit d.d mengeluh tidak nyaman

C. Intervensi Keperawatan
 Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis d.d sulit tidur
 Manajemen nyeri
Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal .
 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tenteng nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresor, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi beramin)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
 Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
 Manajemen Energi
Observasi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

 Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit d.d mengeluh tidak nyaman
 Manajemen nyeri
Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal .
 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tenteng nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresor, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi beramin)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

BAB IV

PENUTUP

D. KESIMPULAN
Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan caregiver-
nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang tua tidak hanya
tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada hubungan perawatan
yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi yang efektif antara dokter
– pasien lanjut usia :

 Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan
memungkinkan dokter untuk membuat diagnosis yang lebih akurat.
 Instruksi dan saran dokter akan lebih mungkin untuk ditaati.
 Kemungkinkan untuk melewatkan dosis atau menghentikan obat karena efek samping,
merasakan non efikasi, atau biaya obat dapat diminimalisir.
 Lebih memungkinkan untuk edukasi dalam memanajemen diri sendiri seperti pada pasien
diabetes dengan diet, olah raga, monitoring gula darah, dan perawatan kaki.
 Penurunan biaya tes diagnostik juga dihubungkan dengan komunikasi yang lebih baik antara
dokter dan pasien lanjut usia.

E. SARAN

Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi terapeutik pada lansia agar pemeriksaan
pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini sangat banyak sekali kesahalan. besar harapan saya kepada para
pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini
menjadi lebih sempurna

DAFTAR PUSTAKA

Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients and
                their physicians. Clin Geriatr Med ;16:1–24

Brunner & Suddarth.2001.Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 1.Jakarta : EGC

Setyohadi. I. Alwi., M. Simadibrata.,S. Setiati (editor): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid      
III, edisi IV, hal. 1425 – 1430. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam     Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Majerovitz, S.D., Greene, M.G., Adelman, R.D., Rizzo, C. 1994. The effects of the

presence of a third person on the physician-older patient medical interview. J Am

Geriatr Soc;42:413–9

Stewart, M., Meredith, L., Brown, J.B., Galajda. J. 2000. The influence of older patientphysician
communication on health and health-related outcomes. Clin Geriatr Med ; 16(1) : 25-36

William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the

physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older

patients. Clin Interv Aging 2(3) : 453-67

Anda mungkin juga menyukai