Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HUKUM BISNIS

“HUKUM JAMINAN”

Disusun oleh :

Alfonsius Ligori Ama Tuwa


2017110017

Prodi akuntansi

Universitas tribuwana tunggadewi_malang

2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya
makalah Hukum Bisnis tentang Hukum Jaminan.

Saya meyusun makalah ini sedemikian rupa agar kita semua lebih memahami dan
mendalami mengenai Hukum Jaminan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, kritik dan saran atas perbaikan
makalah ini sangat Saya harapkan untuk menyempurnakan tugas-tugas dimasa yang akan
datang.

Malang, 02 mei 2019

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................
C. Tujuan .....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian, Asas dan Ruang Lingkup Hukum Jaminan...........................
1. Pengertian Hukum Jaminan...............................................................
2. Asas-asas dalam Hukum Jaminan......................................................
3. Ruang Lingkup dan Hukum Jaminan.................................................
B. Lembaga Jaminan.....................................................................................
1. Gadai .................................................................................................
2. Jaminan Fidusia..................................................................................
3. Hipotek...............................................................................................
4. Hak Tanggungan................................................................................
C. Jaminan Utang..........................................................................................
1. Pengertian jaminan utang...................................................................
2. Prinsip-prinsip Yuridis atas Jaminan Utang.......................................
3. Sistem Pengikatan Jaminan Utang.....................................................
4. Gugatan Perdata Utang Piutang.........................................................

BAB III PENTUP


A. Kesimpulan..............................................................................................
B. Saran.........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan sehari-hari, orang perorangan maupun suatu badan hukum


memerlukan uang untuk membiayai usaha mereka, namun demikian kadang-kadang mereka
tidak mempunyai uang yang cukup. Karena itu terkadang mereka terpaksa meminjam kepada
orang atau badan hukum lainnya yang mempunyai dana yang cukup.
Manusia dalam menjalani kehidupannya membutuhkan berbagai hal untuk memenuhi
kebutuhan. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut setiap individu harus mendapatkannya
dengan melakukan pembelian, meminjam atau pun dengan sistem barter. Untuk membeli dan
meminjam saat ini memang sangat sering dilakukan dan dimungkinkan terjadi. Untuk barter
memang mungkin terjadi tetapi saat ini sistem tersebut jarang sekali dipergunakan. Seperti
yang kita ketahui manusia dalam usaha pemenuhan kebutuhan sehari-hari setiap orang
memiliki berbagai cara sesuai dengan perkembangan kehidupan saat ini, misalnya pinjam-
meminjam. Ketika terjadi hubungan pinjam meminjam maka timbul hak dan kewajiban,
ketika terjadi wan prestasi maka disinilah timbulnya pemikiran mengenai apa yang
dinamakan jaminan.

B.     RUMUSAN MASALAH


1) Apa yang dimaksud dengan Hukum Jaminan? Serta apa saja asas-asas dan ruang lingkup
dari Hukum Jaminan tersebut?
2) Apa sajakah yang termasuk dalam Lembaga Jaminan?
3) Apakah yang dimaksud dengan Jaminan Utang?

C.    TUJUAN PENULISAN


1) Untuk mengetahui pengertin, asas dan ruang lingkup Hukum Jaminan
2) Untuk mengetahui tentang
3) Lembaga Jaminan dan apa saja yang termasuk ke dalam Lembaga Jaminan
4) Untuk mengetahui tentang Jaminan Utang.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN, ASAS DAN RUANG LINGKUP HUKUM JAMINAN


1. Pengertian Hukum Jaminan
Istilah “jaminan” berasal dari kata”jamin” yang berarti tanggung, sehingga
istilah”jaminan”dapat diartikan tanggungan. Jaminan adalah suatu yang diberikan kepada
kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban
yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.
Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidsstelling atau security of law.
Dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang lembaga hipotek dan jaminan
lainnya, yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada tanggal 20 sampai dengan 30 juli 1977,
disebutkan bahwa hukum jaminan, meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan maupun
jaminan perorangan. Pengertian jaminan ini mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian.
Definisi ini menjadi tidak jelas, karena yang dilihat hanya dari penggolongan jaminan.

Pengertian hukum jaminan dari berbagai pendapat para ahli :


a.  Prof. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan
Hukum jaminan adalah hukum mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan
pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai
jaminan.
b.  J satrio
Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang
seorang kreditor terhadap debitor.
c.  Salim H.S
Hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan
pembebebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.
d. Prof. M. Ali Mansyur
Hukum jaminan adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara kreditor dan
debitor yang berkaitan dengan pembebanan jaminan atas pemberian kredit.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan menjadi hukum jaminan adalah peraturan hukum
yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan dengan penerima jaminan dengan
menjaminkan benda- benda sebagai jaminan atau dengan kata lain Hukum Jaminan adalah
keseluruhan dari kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan
penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan 
fasilitas/kredit.

2.  Asas-asas dalam Hukum Jaminan


a.) Asas publicitet : asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotik
harus didaftarkan.
b.) Asas specialitet : bahwa hak tanggungan, hak fidusia dan hak hipotik  hanya dapat
dibebankan atas percil atau atas barang – barang yang sudah terdaftar atas nama orang
tertentu.
c.) Asas tak dapat dibagi – bagi : asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan
dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotik dan hak gadai walaupun telah
dilakukan pembayaran sebagian.
d.) Asas inbezittstelling yaitu barang jaminan ( gadai ) harus berada pada penerima gadai.
e.) Asas horizontal yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan.

3.   Ruang Lingkup dalam Hukum Jaminan


a. Jaminan Umum dan Jaminan Khusus

Jaminan umum adalah jaminan dari pihak editor yang terjadi by the operation of law
dan merupakan mandatory rule; setiap barang bergerak ataupun tidak bergerak milik debitor
menjadi tanggungan utangnya kepada kreditor. Dasar hukumnya adalah pasal 1131 KUH
Perdata. Dengan demikian, apabila seorang debitor dalam keadaan wanprestasi, maka lewat
kewajiban umum ini kreditor dapat minta pengadilan untuk menyita dan melelang seluruh
harta debitor – kecuali jika atas harta tersebut ada hak-hak lain yang bersifat preferensial.

Jaminan khusus yaitu setiap jaminan utang yang bersifat kontraktual, yakni yang
terbit dari perjanjian tertentu.

b. Jaminan Pokok dan Jaminan Tambahan


Sebagaimana diketahui bahwa kredit diberikan kepada debitor berdasarkan
“kepercayaan” dari kreditor akan kesanggupan pihak debitor untuk membayar kembali
utangnya kelak.

Sementara itu, jaminan yang bersifat kontraktual berupa jaminan atas barang hanya
dipandang sebagai jaminan tambahan atas jaminan pokok.

c. Jaminan Kebendaan dan Jaminan Perorangan

Jaminan kebendaan adalah jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan


benda tertentu. Jaminan kebendaan juga dapat diartikan sebagai jaminan yang objeknya
berupa barang baik yang bergerak maupun tidak bergerak yang khusus diperuntukkan untuk
menjamin utang debitor kepada kreditor apabila di kemudian hari utang tersebut tidak dapat
di bayar oleh debitor.

Sedangkan Jaminan perorangan adalah jaminan yang hanya mempunyai hubungan


langsung dengan pihak pemberi jaminan, bukan terhadap benda tertentu. Jaminan perorangan
dapat diklasifikasikan kepada tiga golongan, yakni :

1) Garansi pribadi (personal guarantee)


2) Jaminan perusahaan (corporate guarantee)
3) Garansi bank (bank guarantee).

d. Jaminan Regulatif dan Nonregulatif

Jaminan regulatif adalah jaminan kredit yang kelembagaannya sendiri sudah di atur
secara eksplisit dan sudah mendapat pengakuan dari perundang-undangan yang berlaku.

Jaminan non regulatif adalah bentuk-bentuk jaminan yang tidak diatur khusus dalam
berbagai perundang-undangan dan dilaksanakan dalam praktik. Jaminan nonregulatif ini ada
yang berbentuk kebendaan seperti pengalihan tagihan dagang, pengalihan tagihan asuransi,
dan sebagainya; ada juga yang semata-mata hanya bersifat kontraktual seperti kuasa menjual
dan sebagainya.

e. Jaminan Konvensional dan Jaminan Nonkonvensional

Suatu jaminan kredit dikatakan konvensional jika pranata hukum tentang jaminan
tersebut sudah lama dikenal dalam sistem hukum kita baik yang telah diatur dalam UU
seperti KUH Perdata, hukum adat, ataupun tidak diatur dalam perundang-undangan dan
bukan berasal dari hukum adat tetapi sudah lama dilaksanakan dalam praktik.
Jaminan nonkonvensional yaitu bentuk-bentuk jaminan yang meskipun sudah
dilaksanakan secara luas tapi eksistensinya dalam sistem hukum jaminan masih terbilang
baru sehingga pranatanya masih belum sempat di atur dengan rapi.

f. Jaminan Eksekutorial Khusus dan Jaminan Noneksekutorial Khusus

Jaminan eksekutorial khusus yaitu jika hukum menyediakan cara tertentu bagi
kreditor untuk melakukan eksekusi jaminan ketika terjadi kredit macet seperti pada hipotek,
hak tanggungan atas tanah, gadai, kuasa jual, akta pengakuan utang, pengalihan tagihan
debitor dan sebagainya.

Jaminan noneksekutorial khusus adalah jaminan kredit yang tidak mempunyai cara-
cara khusus dalam hal eksekusinya. Jika hendak dieksekusi, maka harus tunduk kepada
eksekusi yang berlaku umum yaitu lewat pengadilan biasa dengan prosedur biasa. Yang
termasuk ke dalam jaminan ini yaitu garansi personal dan garansi perusahaan.

g. Jaminan Serah Benda, Jaminan Serah Dokumen dan Jaminan Serah Kepemilikan Konstruktif

Jaminan serah benda adalah jaminan kredit yang benda jaminannya secara fisik
diserahkan oleh debitor ke dalam kekuasaan kreditor, sementara kepemilikan benda tersebut
tetap di tangan debitor. Contoh jaminan kredit jenis ini yaitu pada gadai saham atau gadai
tanah versi hukum adat.

Jaminan serah dokumen yaitu jaminan kredit yang tidak diserahkan benda jaminannya
secara fisik ke dalam kekuasaan pihak kreditor tetapi tetap dikuasai bahkan diambil hasil oleh
pihak debitor. Contohnya pada hipotek atau pada hak tanggungan.

Jaminan serah kepemilikan konstruktif yaitu kepemilikan benda jaminannya yang


diserahkan oleh debitor kepada kreditor, namun hanya secara konstruktif belaka sementara
kekuasaan dan hak untuk menikmati hasil atas benda jaminan tersebut tetap berada pada
debitor. Contonya jaminan fidusia.

B.     LEMBAGA JAMINAN


1. Gadai

Gadai merupakan suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang
bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau oleh seseorang lain atas
namanya dan memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari
barang tersebut secara didahulukan dari orang-orang yang berpiutang lainnya.
Gadai adalah suatu hak kebendaan yang bersifat assessoir yang diberikan oleh pihak
pemberi gadai (debitor) kepada pemegang gadai (kreditor) sebagai jaminan atas pembayaran
utang. Gadai menurut pasal 1196 KUH Perdata adalah sebuah hak atas benda bergerak milik
orang lain yang maksudnya bukanlah untuk memberikan kepada orang yang berhak-gadai
(penerima gadai) itu nikmat dari benda tersebut, tetapi hanyalah untuk memberikan
kepadanya suatu jaminan tertentu bagi pelunasan suatu piutang dan itu adalah jaminan yang
paling kuat dari pada jaminan yang dimilikinya berdasarkan pasal 1177.

Gadai juga merupakan jaminan sebagaimana diatur dalam pasal 1150 KUH Perdata.
Menurut pasal tersebut gadai merupakan pemberian jaminan benda bergerak di mana benda
tersebut diserahkan oleh debitor dalam kekuasaan kreditor, dan kreditor dapat mengambil
pelunasan piutangnya dari barang tersebut secara didahulukan dari kreditor-kreditor lainnya.
Yang dimaksudkan dengan benda bergerak dalam Pasal 509 KUH Perdata adalah benda-
benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan di samping itu, juga
terdapat barang bergerak karena ketentuan undang-undang misalnya hak pakai, hak atas
bunga, bukti saham, kupon-kupon obligasi dan lain-lain.

2. Jaminan Fidusia

Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia; Undang-
undang No. 42 Tahun 1999 sudah menggunakan istilah fidusia. Istilah fidusia sendiri dalam
bahasa Indonesia juga disebut dengan “penyerahan hak milik secara kepercayaan”.

Jaminan fidusia adalah suatu jaminan utang yang bersifat kebendaan (baik utang yang
telah ada maupun utang yang akan ada), yang pada prinsipnya memberikan barang bergerak
sebagai jaminannya (tetapi dapat diperluas terhadap barang-barang tidak bergerak) dengan
memberikan penguasaan dan penikmatan atas objek jaminan utang tersebut kepada debitor
(dengan jalan pengalihan hak milik atas benda objek jaminan tersebut kepada kreditor)
kemudian pihak kreditor menyerahkan kembali penguasaan dan penikmatan atas benda
tersebut kepada debitornya secara kepercayaan (fiduciary). Berdasarkan Undang-undang
Nomor 42 Tahun 1999 Fidusia adalah hak jaminan atas barang yang bergerak baik yang
berwujud maupun tidak berwujud dan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat
dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksudkan dalam UU No. 4 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan.
3. Hipotek

Hipotek pada umumnya diatur dalam pasal 1162 sampai dengan 1232 KUH Perdata.
Menurut pasal 1162 KUH Perdata yang dimaksudkan dengan hipotek adalah suatu hak
kebendaan atas barang tidak bergerak yang dijadikan pelunasan dalam suatu perikatan. Istilah
hipotek berasal dari hukum Romawi hypotheca yang berarti “pembebanan”, sedangkan dalam
bahasa Belanda disebut onderzetting.

Hipotek adalah suatu hak kebendaan yang merupakan perjanjian assessoir (ikutan)
dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan utang, dan berobjekkan benda tidak bergerak
yang tidak diserahkan penguasaan atas benda tersebut ke dalam kekuasaan kreditor, dan juga
kepada pemegang hipotek diberikan hak preferensi untuk didahulukan pembayarannya dari
kreditor lainnya. Sebagai suatu hak kebendaan, hipotek mengikuti bendanya ke manapun
benda tersebut dipindahtangankan.

Menurut pasal 1209 ayat 1, hipotik itu adalah tak dapat dibagi. Maksudnya, hipotik
tersebut tetap meletak atas benda yang terikat seluruhnya meskipun sudah ada pelunasan
utangnya untuk sebagian.

4. Hak Tanggungan

Hak tanggungan adalah suatu hak kebendaan yang harus dibuat dengan akta otentik
dan di daftarkan serta bersifat assessoir dan eksekutorial yang diberikan oleh debitor kepada
kreditor sebagai jaminan atas pembayaran utang-utangnya yang berobjekkan tanah dengan
atau tanpa segala sesuatu yang ada di atas tanah tersebut, yang memberikan hak prioritas atas
pemegangnya untuk mendapat pembayaran utang terlebih dahulu dari pada kreditor lainnya
meskipun tidak harus yang mendapat pertama, yang dapat dieksekusi melalui pelelangan
umum atau bawah tangan atas tagihan-tagihan dari pihak kreditor pemegang hak tanggungan,
dan yang mengikuti benda objek jaminan ke manapun objek hak tanggungan tersebut
dialihkan.

Pasal 57 dari UU No. 5 Tahun 1960 menyatakan:

“Selama undang-undang mengenai hak tanggungan yang tersebut dalam pasal 51


belum terbentuk, maka yang berlaku adalah hypotheek yang tersebut dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata Indonesia dan credietverband yang tersebut dalam S. 1908 no. 542,
sebagaimana yang telah diubah dengan S. 1937.
C.    JAMINAN UTANG
1.      Pengertian Jaminan Utang

Jaminan utang adalah pemberian keyakinan kepada pihak kreditor atas pembayaran
utang-utang yang telah diberikannya kepada debitor, di mana hal ini terjadi karena hukum
ataupun terbit dari suatu perjanjian yang bersifat assessoir terhadap perjanjian pokoknya-
berupa perjanjian yang menerbitkan utang-piutang.

2. Prinsip-prinsip Yuridis atas Jaminan Utang


a.       Prinsip Teritorial

Prinsip teritorial menentukan bahwa barang jaminan yang ada di Indonesia hanya
dapat dijadikan utang sejauh perjanjian utangnya atapun pengikatan hipoteknya dibuat di
Indonesia. Prinsip ini hanya berlaku terhadap jenis jaminan hipotek saja; tidak ada
ketentuan yang memberlakukan prinsip teritorial tersebut untuk jenis jaminan-jaminan
lain. Berlakunya prinsip tersebut didasarkan pada ketentuan dalam pasal 1173 KUH
Perdata yang melarang pembukuan atas hipotek yang terbit berdasarkan suatu perjanjian
yang dibuat di luar negeri, kecuali ada traktat yang menetukan sebaliknya.

b.      Prinsip Assessoir

Prinsip lain dari jaminan uang adalah prinsip assessoir. Maksudnya adalah setiap
perjanjian jaminan utang merupakan buntutan/ikutan dari perjanjian pokok, yaitu
perjanjian kredit itu sendiri. Prinsip ini merupakan prinsip umum terhadap setiap jenis
jaminan kredit, apapun bentuk dan jenis jaminan kredit tersebut. Dalam Undang-undang
Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 Pasal 10 ayat (1) dengan tegas ditentukan berlakunya
asas Assessoir.

c.       Prinsip Hak Preferensi

Prinsip ini menyatakan bahwa pada umumnya pihak kreditor yang telah diberi
jaminan kredit oleh debitor akan mempunyai hak atas jaminan pelunasan utang tersebut,
artinya harus didahulukan dari pihak kreditor lainnya. Prinsip preferensi ini tidak hanya
berlaku pada jaminan kredit, tetapi dalam beberapa hal juga terhadap jaminan utang yang
bukan kredit.

3. Sistem Pengikatan Jaminan Utang


a.       Pengikatan Jaminan Di Bawah Tangan
Pada umumnya, pengikatan jaminan utang dibenarkan jika dibuat hanya di bawah
tangan, kecuali untuk jenis-jenis jaminan tertentu. Bahkan jaminan umumnya tidak
dilarang untuk dibuat secara lisan. Hanya saja, demi menjaga kepastian hukum dan
memiliki kekuatan pembuktian, pengikatan jaminan umumnya dibuat secara tertulis.

b.      Pengikatan Jaminan dengan Akta yang Notarial

Pengikatan jaminan utang dalam banyak hal tidak disyaratkan dengan akta notaris.
Namun, pihak-pihak yang berkepentingan dapat membuatnya. Akan tetapi, ada juga akta
jaminan utang yang memang disyaratkan dibuat oleh notaris yang ditunjuk oelh undang-
undang seperti “akta pengakuan utang” yang bersifat eksekutorial.

c.       Pengikatan Jaminan dengan Akta Pejabat Non-Notaris

Akta autentik merupakan akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang
berwenang. Pejabat yang berwenang tersebut mencakup notaris dan pejabat-pejabat lain
selain notaris. Misalnya, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Pendaftar dan
Pencatat Balik Nama Kapal dan notaris sebagai pembuat akta jaminan fidusia.

4. Gugatan Perdata Utang Piutang

Penyelesaian sengketa di pengadilan dilakukan jika ada suatu perkara. Untuk


mengajukan perkara utang piutang ke pengadilan, kreditur harus membuat surat gugatan
yang ditujukan kepada ketua pengadilan negeri. Pada dasarnya, sesuai dengan ketentuan
pasal 8 angka 3 Rv, surat gugatan berisi tiga hal, yaitu para pihak yang berperkara, posita
dan tuntutan.

Pokok gugatan yang dapat dituntut oleh penggugat adalah:

a.       Perjanjian utang piutang sah menurut hukum


b.      Perbuatan tergugat dinyatakan telah melakukan wanprestasi
c.       Tergugat dituntut untuk membayar utang dan bunganya
d.      Tergugat dihukum membayar biaya perkara

Agar tergugat dapat dipaksa membayar secepatnya dalam hukum acara perdata
dikenal putusan serta merta yaitu putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun
ada perlawanan, banding ataupun kasasi.

Untuk dapat mengajukan putusan serta-merta, dasar hukumnya adalah pasal 180
HIR/Pasal 191 R.Bg., dengan syarat-syarat sebagai berikut :

 Ada surat autentik yang menurut undang-undang mempunyai kekuatan sebagai bukti
 Ada putusan yang mempunyai kekuatan pasti sebelumnya yang menguntungkan pihak
penggugat dan ada hubungannya dengan pihak yang bersangkutan.

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara
pemberi jaminan dengan penerima jaminan dengan menjaminkan benda- benda sebagai
jaminan.

Yang termasuk ke dalam lembaga jaminan antara lain : Gadai, fidusia, dan hipotek.

Jaminan utang adalah pemberian keyakinan kepada pihak kreditor atas pembayaran
utang-utang yang telah diberikannya kepada debitor, di mana hal ini terjadi karena hukum
ataupun terbit dari suatu perjanjian yang bersifat assessoir terhadap perjanjian pokoknya-
berupa perjanjian yang menerbitkan utang-piutang

B.     SARAN

Demikianlah yang dapat kami paparkan mengenai materi Hukum Jaminan. Tentunya
masih banyak kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan kemampuan kami kelompok
10 dalam menulis makalah ini.
Kami berharap agar pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada kami kelompok 10 demi kesempurnaannya makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kami khususnya dan juga para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Martono, H.K. dan Agus Pramono. 2013. Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional.
Jakarta: _____Rajawali Pers.
Supramono, Gatot. 2013. Perjanjian Utang Piutang. Jakarta: Kencana.
Fuady, Munir. 2013. Hukum Jaminan Utang. Jakarta: Erlangga.
Vollmar, H.F.A. 1996. Pengantar Studi Hukum Perdata. terj. Jakarta: Raja Grafindo.
Subekti, R. 1999. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Balai Pustaka

Anda mungkin juga menyukai