Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN

KANKER SERVIKS

Disusun Oleh:

NAMA : NOOR EKAYUNITASARI

NIM : 1020183150

KELAS :C

SEMESTER : 4

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN 2019/2020

Jalan Ganesha l Purwosari Kudus, Jawa Tengah, 59316 | Email: umkudus.ac.id


1. DEFINISI

Kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim dengan pembelahan sel
yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan yang
bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ketempat yang jauh (metastasis) (Wuto, 2008
dalam Padila, 2012).

Kanker leher rahim sering juga disebut kanker mulut rahim, merupakan salah satu
penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada wanita (Edianto, 2006 dalam Padila, 2012).

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat
dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal
disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997 dalam Padila, 2012).

2. ETIOLOGI

Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan
predisposisi yang menonjol, antara lain

1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual


Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan
seksusal semakin besar, mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap
masih terlalu muda.

2.Jumlah Kehamilan dan Partus

Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin
sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.

3. Jumlah Perkawinan

Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan bergant-ganti pasangan


mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.

4. Infeksi Virus

Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma (HPV) atau virus
kondiloma akuminata diduga sebagai faktor penyebab kanker serviks.

5. Soal Ekonomi

Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah


mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan
perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas
makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.

6. Hygiene dan Sirkumsisi

Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis
tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.

7. Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)

Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian


AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi serviks
yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat
sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks (Padila, 2012).
8. Radioterapi dan Pap Smear

Karsinoma sel skuamosa adalah salah satu akibat tidak efektifnya radioterapi
sebagai pengobatan utama dalam kasus adenocarcinoma. Meningkatnya penggunaan
tes Pap untuk deteksi dini penyakit ini tapi masih merupakan salah satu penyebab
utama morbiditas kanker terkait di negara-negara berkembang karena kurangnya
program skrining (Rubina Mukhtar, 2015)

3. MANIFESTASI KLINIS
1. Perdarahan

Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang


perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal perdarahan
terjadi lambat.

2. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada perdarahan.

Pada stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih banyakdisertai infeksi


sehingga cairan yang keluar berbau (Padila, 2012).

Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015:

1. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.


Terkadang bercampur darah.
2. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.
3. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh
darah dan semakin lam semakin sering terjadi.
4. Perdarahan pada wanita menopause
5. Anemia
6. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang
menyebabkan obstruksi total.
7. Nyeri
a. Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam
berkemih, nyeri di daerah di sekitar panggul.
b. Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi
pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan
sebagainya.
Menurut Ricci (2009), tersangka kanker serviks stadium lanjut antara lain

a. Nyeri panggul,
b. Nyeri pinggul,
c. Nyeri kaki,
d. Penurunan berat badan,
e. Anoreksia,
f. Kelemahan dan kelelahan,(Dedeh Sri Rahayu,2015)

Menurut Rubina Mukhtar tahun 2015 menyatakan bahwa tanda dan gejala Ca.
Serviks adalah perdarahan vagina abnormal seperti pendarahan pasca menopause,
menstruasi tidak teratur, menstruasi berat, metrorhagia menyakitkan, atau perdarahan
postcoital. Keputihan abnormal adalah keluhan utama dari sekitar 10% dari pasien; debit
mungkin berair, bernanah, atau berlendir. Gejala panggul atau nyeri perut dan saluran
kencing atau rektum terjadi dalam kasus-kasus lanjutan. Nyeri panggul mungkin hasil
dari loco penyakit regional invasif atau dari penyakit radang panggul hidup
berdampingan.

4. PATOFISIOLOGI

Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar
antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi
invasif adalah 3 – 20 tahun.

Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya


perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma
mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan
hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks,
jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau
vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal
zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada
molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol
pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Brunner & Sudart, 2010)

Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar


junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel
ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel
kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia,
aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri
eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam
kanalis serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium
uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan displasia
dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium
eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks,
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari
cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa
disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah.
Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses
metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru
yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar.
Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.

Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam
nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga
menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi tersebut dapat
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut
displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan
karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat
displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker.
(Sjamsuhidajat,1997 dalam Prawirohardjo,2010).

5. PATHWAY
(Doengoes, 2015)

6. INTERVENSI

1. Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dan kematian sel.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria :
a. pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0- 3.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas, dan skala nyeri.
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar: relaksasi, distraksi, imajinasi,message.
c. Awasi dan pantau TTV.
d. Berikan posisi yang nyaman.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional :
a. Mengetahui tingkat nyeri pasien dan menentukan tindakan yang akan dilakukan
selanjutnya.
b. Mengurangi rasa nyeri.
c. Mengetahui tanda kegawatan.
d. Memberikan rasa nyaman dan membantu mengurangi nyeri.
e. Mengontrol nyeri maksimum.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah karena
proses eksternal Radiologi .

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi


dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil :

a. Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas.


b. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
c. Berat badan klein normal.
d. Hasil hemoglobin dalam batas normal.
Intervensi :

a. Kaji status nutrisi pasien


b. Ukur berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
c. Dorong Pasien untuk makan - makanan tinggi kalori, kaya protein
d. dan tetap sesuai diit ( Rendah Garam ).
e. Pantau masukan makanan setiap hari.
f. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering.
Rasional :
a. Untuk mengetahui status nutrisi
b. Memantau peningkatan BB.
c. Kebutuhan jaringan metabolik adequat oleh nutrisi.
d. Identifikasi defisiensi nutrisi.
e. Agar nutrisi terpenuh
3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pengeluaran pervaginam ( darah,
keputihan ).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pasien
tidak terjadi penyebaran infeksi dan dapat menjaga diri
dari infeksi .
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda - tanda infeksi pada area sekitar serviks
b. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
c. Tidak terjadi nasokomial hilang, baik dari perawat ke pasien, pasien
d. keluarga, pasien ke pasien lain dan klien ke pengunjung.
e. Tidak timbul tanda - tanda infeksi karena lingkungan yang buruk
f. .Hasil hemoglobin dalam batas normal, dilihat dari leukosit.
Intervensi :
a. Kaji adanya infeksi disekitar area serviks.
b. Tekankan pada pentingnya personal hygiene.
c. Pantau tanda - tanda vital terutama suhu.
d. Berikan perawatan dengan prinsip aseptik dan antisepik.
e. Tempatkan klien pada lingkungan yang terhindar dari infeksi.
f. Koloborasi pemeberian antibiotik.
Rasional :
a. Mengurangi terjadinya infeksi.
b. Agar tidak terjadi penyebaran infeksi.
c. Mencegah terjadinya infeksi.
d. Membantu mempercepat penyembuhan.
e. Mencegah terjadinya infeksi.

4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pengobatan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan hilang atau berkurang.

Kriterial hasil :
a. Pasien mengatakan perasaan cemasnya hilang atau berkurang.
b. Terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien.
c. Pasien tampak rileks, tampak senang karena mendapat perhatian.
d. Keluarga atau orang terdekat dapat mengenai dan mengklarifikasi rasa takut.
e. Pasien mendapat informasi yang akurat, serta prognosis danpengobatan dan klien
mendapat dukungan dari terdekat.

Intervensi :
a. Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Beri
lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk mendiskusikan
perasaan atau menolak untuk bicara.
b. Pertahankan bentuk sering bicara dengan pasien, bicara dengan menyentuh
klien.
c. Bantu pasien atau orang terdekat dalam mengenali dan mengklarifikasi rasa
takut.
d. Beri informasi akurat, konsisten mengenai prognosis, pengobatan serta
dukungan orang terdekat.
Rasional :
a. Memberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketakutannya.
b. Membantu mengurangi kecemasan.
c. Meningkatkan kepercayaan klien.
d. Meningkatkan kemampuan kontrol cemas.
e. Mengurangi kecemasan.

5. Resiko tinggi kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan efek dari prosedur
pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan intergritas
kulit.

Kriteria hasil :
a. Pasien atau keluarga dapat mempertahankan keberhasilan pengobatan tanpa
mengiritasi kulit.
b. Pasien dan keluarga dapat mencegah terjadi infeksi atau trauma kulit.
c. Pasien keluarga beserta TIM medis dapat meminimalkan trauma pada area
terapi radiasi.
d. Pasien, keluarga beserta tim medis dapat menghindari dan mencegah cedera
dermal karena kulit sangat sensitif selama pengobatan dan setelahnya.
Intervensi :
a. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan.
b. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit yang kering
dari pada menggaruk.
c. Tinjau protokol perawatan kulit untuk pasien yang mendapat terapi radiasi.
d. Anjurkan memakai pakaian yang lembut dan longgar pada, biarkan pasien
menghindari penggunaan bra bila ini memberi tekanan.
Rasional :
a. Mempertahankan kebersihan kulit tanpa mengiritasi kulit.
b. Membantu menghindari trauma kulit.
c. Efek kemerahan dapat terjadi pada terapi radiasi.
d. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit.
6. Resiko injuri berhubungan dengan kelemahan dan kelelehan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi cedera atau injuri.

Kriteria hasil :
a. Pasien dapat meningkatkan keamanan ambulasi.
b. Pasien mampu menjaga keseimbangan tubuh ketika akan melakukan aktifitas.
c. Pasien mampu meningkatkan posisi fungsional pada ektremitas.
Intervensi :
a. Intruksikan dan bantu dalam mobilitas secara tepat.
b. Anjurkan untuk berpegangan tangan atau minta bantuan pada keluarga dalam
melakukan suatu kegiatan.
c. Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan alat bantuan.
Rasional :
a. Membantu mengurangi kelelahan.
b. Membantu pasien untuk melakukan kegiatan.
c. Membantu mempercepat penyembuhan.

7. Gangguan pola seksual berhubungan dengan metaplasia penyakit.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien mampu
mempertahankan aktifitas seksual pada tingkat yang diinginkan bila mungkin.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu memahami tentang arti seksualitas, seksualitas dapat
diungkapkan dengan bentuk perhatian yang diberikan seseorang.
Intervensi :
a. Kaji masalah- masalah perkembangan daya hidup.
b. Catat pemikiran pasien/ orang- orang yang berpengaruh bagi pasien mengenai
seksualitas
c. Evaluasi faktor- faktor budaya dan religius/ nilai dan konflik- konflik yang
muculberikan suasana yang terbuka dalam diskusi mengenai masalah
seksualitas.
d. Tingkatkan keleluasaan diri bagi pasien dan orang- orang yang penting bagi
pasien.
Rasional :
a. Faktor- faktor seperti menoupose dan proses penuan remaja dan dewasa awal
yang perlu masukan dalam pertimbangan mengenai seksualitas dalam penyakit
yang perawatan yang lama.
b. Untuk memberikan pandangan bahwa keterbatasan kondisi lingkungan akan
berpengaruh pada kemampuan seksual tetapi mereka takut untuk menanyakan
secara lansung. untuk mempengaruhi persepsi pasien terhadap masalah
seksual yang muncul.
c. Apabila masalah- masalah diidentifikasikan dan di diskusikan maka
pemecahan masalah dapat ditemukan
d. Perhatikan penerimaan akan kebutuhan keintiman dan tingkatkan makna
terhadap pola interaksi yang telah dibina

8. Resti terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan pervaginan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan syok berkurang atau tidak terjadi
syok.
Kriterial hasi :
a. pasien tidak mengalami anemia
b. Tanda - tanda vital stabil.
c. Pasien tidak tampak pucat.
Intervensi :
a. Kaji adanya tanda terjadi syok
b. Observasi KU
c. Observasi TTV
d. Monitor tanda pendarahan
e. Check hemoglobin dan hematokrit

Rasional :
Mengetahui adanya penyebab syok
a. Memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi
pendarahan sehingga segera diketahui tanda syok.
b. TTV normal menandakan keadaan umum baik.
c. perdarahan cepat diketahui dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok.
d. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien
sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

(Doengoes, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

1.Bilotta, Kimberly A. J. 2011. Kapita Selekta Penyakit: Implikasi Keperawatan. Jakarta:


EGC.
2.Brunner & Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
3.Mukhtar, Rubina., et al. 2015. Prevalence of Cervical Cancer in Developing Country:
Pakistan. US: Global Journal.

4.Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Publishing.

5. Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Media.
6. Prawirohardjo, sarwono, 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina pustaka.

7.Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.
8. Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba medika

Anda mungkin juga menyukai