Anda di halaman 1dari 8

Program Studi Diploma III

KeperawatanTanjungkarang

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN
KESEIMBANGAN SUHU TUBUH AKIBAT PATOLOGI SISTEM
TUBUH DENGAN DIAGNOSA MEDIS THYPOID

NamaMahasiswa : ………………………………………………………………..

Semester / TA : …………………….. / 2020/2021


2020

LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KEPERAWATANMEDIKAL BEDAH

A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI DIAGNOSA MEDIS
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Bruner and Sudart, 2001).
Demam thypoid adalah infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran
(Mansjoer, 2000)

A.3. ETIOLOGI
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri salmonella typhi
adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan
mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks
lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat
(aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan
fakultatif anaerob pada suhu 15-41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor
pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman
yang terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.

A.3. TANDA & GEJALA


Masa tunas 7-14 hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal ( gejala awal tumbuhnya
penyakit/gejala yang tidak khas )
·                Perasaan tidak enak badan
·                Nyeri kepala
·                Pusing
·                Diare
·                Anoreksia
·                Batuk
·                Nyeri otot
·                Muncul gejala klinis yang lain
Demam berlangsung 3 minggu. Minggu pertama: demam ritmen, biasanya menurun pagi hari,
dan meningkat  pada sore dan malam hari dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri
kepala, anorexia dan mual, batuk, epistasis, diare, perasaan tidak enak di perut. Minggu kedua :
demam, bradikardi,. Minggu ketiga: demam mulai turun secara berangsur-angsur, gangguan
pada saluran pencernaan, lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor, hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan, gangguan
pada kesadaran, kesadaran yaitu apatis-samnolen. Gejala lain ”RESEOLA” ( bintik-bintik
kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit ) ( Kapita selekta, kedokteran, jilid 2 ).
A.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG & HASILNYA SECARA TEORITIS
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid menurut Corwin (2000)
antara lain:
1.    Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi pada berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat
leukositanis tidak ada komplikasi berguna untuk febris typhoid.
2.    Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid, kenaikan
SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
3.    Biakan Darah
Bila biakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menutup
kemungkinan akan terjadi febris typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung
pada beberapa faktor, yaitu :
a)   Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b)   Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
c)    Vaksinasi di masa lampau.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
d)   Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
4.    Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
·      Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
·      Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
·      Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)

Pada orang normal, aglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai 1/10 sedangkan
aglutinin H normal bisa 1/80 atau 1/160.
1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal tetap
ditemukan positif karena setiap waktu semua orang selalu terpapar kkuman Salmonella.
Tes widal dikatakan positif jika H 1/800 dan O 1/400. Dari ketiga aglutinin tersebut
hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya
makin besar klien menderita typhoid.

A.4. PENATALAKSANAAN MEDIS


Penatalaksanaan terapi demam tifoid, penggunaan antibiotik untuk menghentikan dan
memusnahkan penyebaran bakteri.  Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol,
ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III.
Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.  Kloramfenikol
diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau
intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diber
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat
belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari,
terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis
(tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali
sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang
diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan
fluoroquinolon.
A.6. PATHWAY (Dibuatskemahinggamunculmasalahkeperawatan )

Salmonella typhosa

Saluran pencernaan

diserap usus halus

bakteri masuk aliran


darah sistemik

kelenjar limfoid usus endotoksin


Hati dan limfa

tukak
hepatosplenomo hipertermi

Perdarahan dan
perforasi Mual muntah berdrest

Motilitas usus
Intake tidak adekuat
perdarahan

konstipasi
Resiko Defisit nutrisi
Resiko defisit
nutrisi
nyeri

dehidrasi

Syok
hipovolemik
B. ASUHAN KEPERAWATAN
B.1. DAFTAR DX KEPERAWATAN YG MUNGKIN MUNCUL PADA KASUS(Minimal 3
diagnosisKeperawatan) &DEFINISI MASALAH KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
(Lihat buku SDKI, SLKI dan SIKI)

1) Diagnosis Keperawatan : hipertermi berhubungan dengan infeksi salmonella typhi


Definisi : suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
DS & DO Ygmendukung :
Ds: -
Do: suhu tubuh diatas normal, kulit merah, kejang, takikardia, takipnea, kulit terasa
hangat.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh
normal/terkontrol dengan riteria hasil : Terjadi penurunan suhu tubuh 
Rencana Intervensi (monitoring, terapeutik, kolaboratif, health education)
1. Monitor suhu tubuh
2. Monitor kadar elektrolit
3. Longgarkan atau lepaskan pakaian
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari
6. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
7. Anjurkan tirah baring
8. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

2) Diagnosis Keperawatan : resiko defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia


Definisi : berisiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
DS & DO Ygmendukung :
Ds: menyatakan mual, menyatakan ingin muntah, menyatakan tidak nafsu makan
Do: badan tampak lemah,
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Pasien mampu
mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat dengan kriteria hasil : Nafsu makan
meningkat, Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang
diberikan.
Rencana Intervensi (monitoring, terapeutik, kolaboratif, health education)
1. Monitor asupan dan keluaran makanan dan cairan serta kebutuhan kalori
2. Timbang berat badan secara rutin
3. Diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik
4. Berikan penguatan positif terhadap keberhasilan target dan perubahan prilaku
5. Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan situasi pemicu
pengeluaran makanan
6. Anjurkan pengaturan diet yang tepat
7. Anjurkan keterampilan koping untuk
8. Kolaborasikan dengan ahli gizi tentang target berat badan, kebutuhan kalori dan
pilihan makanan.

3) Diagnosis Keperawatan : resiko ketidakseimbanagan cairan berhubungan muntah


Definisi : berisiko mengalami penurunan, peningkatan, atau percepatan perpindahan
cairan dari intravaskuler, interstisial atau intraselular
DS & DO Ygmendukung :
Ds: mengeluh muntah
Do: turgoer kulit jelek crt , 2 detik
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi
gangguan keseimbangan cairan dengan Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat, Wajah
tidak nampak pucat

Rencana Intervensi (monitoring, terapeutik, kolaboratif, health educ-ation)


1. monitor status hidrasi
2. monitor berat badan harian
3. monitor pemeriksaan lab
4. monitor status hemodinamik
5. catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam
6. berikan asupan cairan
7. berikan cairan intravena
8. kolaborasi pemberian diuretik
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunners & Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan, Edisi 8, Penerbit EGC, Jakarta.
2. Doengoes, Marilyn E., (2002), Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Tujuan Perawatan Pasien, Edisi III, EGC, Jakarta.
3. Evelyn C., Pearce, (2002), Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
4. Nursalam, (2001), Proses Dokumentasi Keperawatan, Edisi I, Salemba Medika, Jakarta.
5. Pengertian Demam Tipoid. Diambil tanggal 8 Juni 2012  http://sehat-
jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html
6. Definisi Typoid. Diambil pada tanggal 8 Juni 2012. Asuhan Keperawatan dengan Demam Tipoid.
Diambil tanggal 9 Juni 2012. http://denfirman.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-
typoid.html
7. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan. Diambil pada tanggal 9 Juni
2012.http://blogs.unpad.ac.id/haqsbageur/2010/03/26/anatomi-dan-fisiologi-sistem-
pencernaan-manusia/
8. Sudoyo, Aru W., (2006) , Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III, FKUI, Jakarta.
9. Tarwono, Wartonah, (2004), Kebutuhan Dasar Manusi dan Proses Keperawatan, Salemba
Medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai