Anda di halaman 1dari 48

PROPOSAL

PRAKTIKUM BAHAN ALAM FARMASI


MINUMAN JAHE EMPRIT (Zingiber Officinale Var. Rubrum)

Disusun Oleh:
Farmasi 3D
Kelompok 2 :
Adinda Nur Octavia 31118182 Kinanti Andriani P 31118169
Ajeng Dian A 31118161 Lula Darojatul A 31118171
Alia Wahyuni 31118185 Mariah Ulfah 31118176
Asep Saeful M 31118166 Mentari Kiki N 31118165
Dede Rina R 31118187 Nita Agustiani 31116179
Devi Andriani 31118162 Ramdan Bastian 31118150
Dina Lestari 31118193 Riska Prolina 31118181
Dini Sri Anjani 31118172 Sagita Wulandari 31118170
Eva Widiawati 31118180 Siti Salma S 31118189
Finda Sari 31118156 Waffa Nabillah 31118177
Hielmy Ihsan F 31118168 Wildan Ramdani 31118155

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2

1.3 Tujuan...................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jahe Emprit (Zingiber officinale var. rubrum).....................................4

2.2 Kandungan Senyawa dan Khasiat Jahe Emprit....................................................5

2.3 Kegunaan Secara Empiris Tanaman Jahe Emprit (Zingiber officinale var.
rubrum).................................................................................................................6

2.4 Standarisasi Tanaman Jahe Emprit.......................................................................7

2.5 Antioksidan..........................................................................................................9

BAB III MEOTODE

3.1 Alat dan Bahan...................................................................................................14

3.2 Preparasi Simplisia dan Pembuatan Serbuk.......................................................14

3.3 Evaluasi Simplisia Basah...................................................................................15

3.4 Evaluasi Produk dan Uji Stabilitas.....................................................................18

3.5 Evaluasi Antioksidan Sediaan Serbuk Jahe Emprit dengan Metode DPPH......19

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu jenis tanaman yang


termasuk kedalam suku Zingiberaceae. Nama Zingiber berasal dari bahasa
Sansekerta “singabera dan Yunani “Zingiberi” yang berarti tanduk, karena
bentuk rimpang jahe mirip dengan tanduk rusa. Officinale merupakan bahasa
latin (officina) yang berarti digunakan dalam farmasi atau pengobatan
(Janson, 1981).
Jahe emprit dikenal dengan nama Latin Zingiber officinale var. rubrum,
memiliki rimpang dengan bobot berkisar antara 0.5-0.7 kg/rumpun. Struktur
rimpang kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih
kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan antara 6-30
cm dan diameter antara 3.27-4.05 cm. Ruasnya kecil, agak rata sampai agak
sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Akar yang
keluar dari rimpang berbentuk bulat. Panjang dapat mencapai 26 cm dan
diameternya berkisar antara 3.91-5.90 cm. Akar yang banyak dikumpulkan
dari satu rumpun dapat mencapai 70 g lebih banyak dari akar jahe besar
(Hapsoh, 2008).
Selama ini, selain untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, jahe
Indonesia diekspor ke beberapa negara pengguna dalam bentuk segar dan
simplisia. Pada tahun 2007 pasar ekspor jahe Indonesia mencapai 18 negara,
dengan pengimpor terbesar adalah Malaysia, Jepang, Singapura, dan
Bangladesh (BPS, 2007).
Pemanfaatan jahe di Indonesia sendiri cukup tinggi, salah satunya
dimanfaatkan sebagai produk jahe instan, contohnya seperti minuman herbal.
Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang
bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal dipercaya memiliki khasiat yang
bermanfaat untuk penyembuhan penyakit. Khasiat tersebut berasal dari bahan

1
aktif yang terkandung dalam tanaman. Zat aktifnya dalam jahe emprit salah
satunya mengandung komponen fenolik aktif seperti sogaol, gingerol dan
gingerone yang memiliki efek antioksidan di atas Vitamin E dan sebagai
antikanker (Hidayat dan Rodame, 2015).

Inovasi minuman herbal yang kami buat yaitu minuman herbal yang
terbuat dari sari jahe emprit tanpa pengawet dan pewarna buatan. Yang
berkhasiat :

 Meningkatkan daya tahan tubuh


 Mengeluarkan detox dari dalam tubuh
Minuman herbal ini sangat cocok dikonsumsi pada kondisi pandemi
seperti saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara preparasi simplisia basah jahe emprit (Zingiber officinale


var. rubrum)?
2. Bagaimana cara melakukan karakterisasi jahe emprit (Zingiber officinale
var. rubrum)?
3. Bagaimana proses pembuatan minuman herbal jahe emprit (Zingiber
officinale var. rubrum)?
4. Bagaimana cara melakukan uji evaluasi minuman herbal jahe emprit
(Zingiber officinale var. rubrum)?
5. Bagaimana cara melakukan uji antioksidan dengan metode DPPH terhadap
jahe emprit (Zingiber officinale var. rubrum)?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui cara preparasi simplisia basah jahe emprit (Zingiber


officinale var. rubrum)
2. Untuk mengetahui cara melakukan karakterisasi jahe emprit (Zingiber
officinale var. rubrum)

2
3. Untuk mengetahui proses pembuatan minuman herbal jahe emprit
(Zingiber officinale var. rubrum)
4. Untuk mengetahui cara melakukan melakukan uji evaluasi minuman
herbal jahe emprit (Zingiber officinale var. rubrum)
5. Untuk mengetahui cara melakukan uji antioksidan dengan metode DPPH
terhadap jahe emprit (Zingiber officinale var. rubrum)

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jahe Emprit (Zingiber officinale var. rubrum)

Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu jenis tanaman yang


termasuk kedalam suku Zingiberaceae. Nama Zingiber berasal dari bahasa
Sansekerta “singabera dan Yunani “Zingiberi” yang berarti tanduk, karena
bentuk rimpang jahe mirip dengan tanduk rusa. Officinale merupakan bahasa
latin (officina) yang berarti digunakan dalam farmasi atau pengobatan
(Janson, 1981).
Jahe termasuk tanaman tahunan, berbatang semu, dan berdiri tegak
dengan ketinggian mencapai 0,75 m. Secara morfologi, tanaman jahe terdiri
atas akar, rimpang, batang, daun, dan bunga. Perakaran tanaman jahe
merupakan akar tunggal yang semakin membesar seiring dengan umurnya,
hingga membentuk rimpang serta tunas-tunas yang akan tumbuh menjadi
tanaman baru. Akar tumbuh dari bagian bawah rimpang, sedangkan tunas
akan tumbuh dari bagian atas rimpang (Janson, 1981).
Klasifikasi tanaman jahe (Zingiber officinale rosc) dalam dunia tanaman
adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber officinale rosc
Varietas : Zingiber officinale var. Officinale (jahe gajah), Zingiber
officinale var. amarum (jahe emprit), Zingiber officinale
var. rubrum (jahe merah).

4
Tanaman jahe emprit
Salah satu varietas dari jahe yaitu jahe emprit, jahe emprit dikenal
dengan nama Latin Zingiber officinale var. amarum, memiliki rimpang
dengan bobot berkisar antara 0.5-0.7 kg/rumpun. Struktur rimpang kecil-kecil
dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya
dapat mencapai 11 cm dengan antara 6-30 cm dan diameter antara 3.27-4.05
cm. Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini
selalu dipanen setelah berumur tua. Akar yang keluar dari rimpang berbentuk
bulat. Panjang dapat mencapai 26 cm dan diameternya berkisar antara 3.91-
5.90 cm. Akar yang banyak dikumpulkan dari satu rumpun dapat mencapai 70
g lebih banyak dari akar jahe besar (Hapsoh, 2008).

Tinggi tanaman jika diukur dari permukaan tanah sekitar 40-60 cm


sedikit lebih pendek dari jahe besar. Bentuk batang bulat dan warna batang
hijau muda hampir sama dengan jahe besar, hanya penampilannya lebih
ramping dan jumlah batangnya lebih banyak. Kedudukan daunnya berselang
seling dengan teratur. Warna daun hijau muda dan berbentuk lancet. Jumlah
daun dalam satu batang 20-30 helai. Panjang daun dapat mencapai 20 cm
dengan lebar daun rata-rata 25 cm (Hapsoh, 2008).

2.2 Kandungan Senyawa dan Khasiat Jahe Emprit

Jahe memiliki kandungan minyak menguap (volatile oil), minyak tidak


menguap (nonvolatile oil), dan pati. Minyak yang menguap disebut minyak
atsiri. Minyak tersebut banyak dimanfaatkan dibidang pangan. Minyak atsiri
berwarna kuning, sedikit kental, dan merupakan senyawa pemberi aroma khas

5
pada jahe. Minyak tidak menguap disebut oleoresin yang merupakan senyawa
pemberi rasa pedas dan pahit (Setiawan, 2015). Kandungan utama minyak
jahe emprit adalah zingiberene dengan total kandungan 30% – 35% dari total
minyak atsiri. Komponen bioaktif yang terkandung dalam ekstrak jahe antara
lain gingerol, shogaol, diarilheptanoid dan curcumin. Senyawa fenol pada
jahe merupakan bagian dari komponen oleoresin yang dapat berpengaruh
dalam sifat pedas jahe. Senyawa terpenoid merupakan komponen tumbuhan
yang memiliki bau, dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan
minyak atsiri. Monoterpenoid merupakan biosintesa senyawa terpenoid yang
biasa disebut senyawa “essence” dan memiliki bau yang spesifik. Senyawa
monotepenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran,
spasmolitik, dan bahan pemberi aroma makanan dan parfum (Kusumaningati,
2009). Senyawa-senyawa metabolit sekunder golongan fenolik, flavonoid,
terpenoid, dan minyak atsiri yang terdapat pada sari jahe (Nursal dkk., 2006).

2.3 Kegunaan Secara Empiris Tanaman Jahe Emprit (Zingiber officinale


var. rubrum)
Secara empiris, jahe emprit diketahui berkhasiat merangsang kelenjar
pencernaan sehingga baik untuk membangkitkan nafsu makan. Minyak jahe
yang berisi gingerol, berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan muntah.
Jahe segar yang ditumbuk halus juga dapat digunakan sebagai obat luar untuk
mengatasi mulas. Rimpang jahe emprit umumnya digunakan sebagai rempah,
namun jahe juga bisa digunakan sebagai obat khususnya obat herbal seperti
sakit perut dan masuk angina. Rimpang jahe juga diolah menjadi jamu (obat
tradisional) yang dipercaya dapat menyebmbuhkan berbagai penyakit
degenerative, penurunan imunitas dan penurunan vutalitas (Setyaningrum dan
Saparinto,2014).
Komponen kimia yang paling banyak terkandung dalam minyak atsiri
jahe emprit yaitu camphene. Enam komponen utama minyak atsri jahe emprit
dari paling banyak camphene, curcumene, eucalyptol, citral, zingiberene, dan
borneol (Supriyanto dan Cahyono, 2012).

6
Sejak dulu jahe dipercaya secara turun-temurun memunyai beberapa
khasiat, seperti mengatasi mual, mabuk diperjalanan, gangguan usus dan
pencernaan, keracunan makanan serta radang sendi. Untuk mengatasi radang
sendi, jahe dipercaya bisa menggantikan aspirin dan obat sejenis lainnya. Di
Indonesia, jamu-jamu ekstrak jahe yang dipromosikan, bisa mengatasi
rematik.
2.4 Standarisasi Tanaman Jahe Emprit
1. Susut Pengeringan
Timbang seksama 1-2 gram simplisia dalam botol timbang dangkal
bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105℃ dan di tara.
Ratakan bahan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol
hingga merupakan lapisan setebal lebih kurnag 5-10 mm, masukan dalam
oven , buka tutupnya, keringkan pada suhu 105℃ hingga bobot tetap.
Sebelum setiap pengeringan biarkan botol dalam keadaan tertutup
mendingin dalam desikator hingga suhu ruang (Depkes RI, 2009).
Bobot awal−Bobot akhir
Susut Pengeringan = x 100 %
Bobot awal
Susut Pengeringan Tidak lebih dari 10 %
2. Penetapan Kadar Abu
Penetapan Kadar Abu Sebanyak 2 - 3 gram simplisia jahe emprit
(Zingiber officinale var. amarum) yang telah ditimbang dimasukkan
kedalam silika yang telah dipijar dan ditara, diratakan. Dipijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang, jika
dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas,
saring melalui kertas saring bebas abu. Sisa kertas saring dipijarkan
dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap lalu ditimbang.
Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara
(DepKes RI, 2000).
( Bobot cawan+Bobot abu )−Bobot cawan
Kadar abu= ( Bobot simplisia )x 100 %

Kadar Abu total tidak lebih dari 4,2 % - 5%

7
3. Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, didihkan dengan
25 mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan. Kemudian disaring melalui krus kaca masir atau
kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, lalu dipijarkan hingga
bobot tetap dan timbang. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (DepKes RI, 2000).

Kadar abu= ( ( Bobot cawan+Bobot abu )−Bobot cawan


Bobot simplisia ) x 100 %
Kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 2% - 3,2 %
4. Kadar Sari Larut Air
Sebanyak 5,0 gram simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100
mL air kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali
dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam.
Disaring, diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal
berdasar rata yang telah ditara. Residu dipanaskan pada suhu 105°C
hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen senyawa yang larut
dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal (DepKes RI, 1989).
Air – Kloroform LP : Campur 2,5 ml kloroform P dengan air
secukupnya hingga 1000 ml, kocok hingga larut. (Materia Medika
Indonesia Jilid IV)

Kadar sari larut air ¿ ( (Bobot cawanBobot


isi)−(Bobot cawankosong)
simplisia ) x 100 %
Kadar sari larut air tidak lebih dari 15,6%-15,8%
5. Kadar Sari Larut Etanol
Sebanyak 5,0 gram simplisia di maserasi selama 24 jam dengan 100
mL etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali
dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam.
Disaring cepat untuk menghindarkan penguapan etanol, kemudian

8
diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata
yang telah ditara. Residu dipanaskan pada suhu 150°C hingga bobot
tetap. Kadar dihitung dalam persen senyawa yang larut dalam etanol
(95%). Dihitung terhadap ekstrak awal (DepKes RI, 1989)
Kadar sari larut etanol

¿ ( (Bobot cawanBobot
isi)−(Bobot cawankosong)
simplisia ) x 100 %
Kadar sari larut etanol tidak kurang dari 4,3%-5,7%
2.5 Antioksidan
Jahe emprit (Zingiber officinale var Amarum) merupakan bahan alami
yang banyak mengandung komponen fenolik aktif seperti sogaol, gingerol
dan gingerone yang memiliki efek antioksidan di atas Vitamin E dan sebagai
antikanker (Hidayat dan Rodame, 2015).
Radikal bebas adalah suatu senyawa yang memiliki elektron tidak
berpasangan pada orbital terluarnya sehingga menyebabkan senyawa tersebut
sangat reaktif untuk mencari pasangannya melalui penyerangan dan
pengikatan elektron yang berada di sekitarnya. Reaksi ini dalam tubuh dapat
menimbulkan reaksi berantai yang mampu merusak struktur sel, jika tidak
dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung,
katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya. Antioksidan adalah
suatu senyawa yang dapat memperlambat proses oksidasi dari radikal bebas,
sehingga dapat melindungi sel - sel dari kerusakan yang disebabkan oleh
molekul tidak stabil yang dikenal sebagai radikal bebas. Senyawa ini bekerja
dengan cara mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal bebas atau
disebut senyawa yang bersifat oksidan, yaitu dengan cara pengikatan oksigen
dan pelepasan hidrogen. Proses oksidasi penting untuk metabolisme tubuh,
tetapi jika molekul yang dihasilkan jumlahnya berlebihan dapat merusak
kesehatan seperti merusak sel yang mengoksidasi DNA, sehingga dapat
berakibat berlangsungnya mutasi gen. Berdasarkan mekanisme kerjanya
antioksidan diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu Antioksidan Primer

9
(Antioksidan Endogenus), Antioksidan Sekunder (Antioksidan Eksogenus)
dan Antioksidan Tersier (Musarofah, 2015).
Antioksidan diperlukan untuk meredam aktivitas radikal bebas, dikenal
sebagai senyawa yang dapat mendonorkan elektronnya (pemberi atom
hidrogen) kepada radikal bebas, sehingga menghentikan reaksi berantai dan
mengubah radikal bebas menjadi bentuk yang stabil (Hamid, et.al., 2010).
Musarofah (2015) menyatakan bahwa target utama radikal bebas adalah
protein, asam lemak tak jenuh, liporotein dan unsur DNA termasuk
karbohidrat. Reaksi berantai pada pembentukan radikal bebas melalui tiga
tahap, yaitu:
1. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas.
Persamaan Reaksi : RH→R* + H*
2. Tahap propagasi adalah perpanjangan rantai radikal.
Persamaan Reaksi : R* + O2→ ROO*ROO* + RH→ROOH +R*
3. Tahap terminasi ialah bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain
atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah.
Persamaan Reaksi : R* + R* → R – R
ROO* + R* → ROOR
ROO* + ROO* → ROOR + O2
Dalam melawan bahaya radikal bebas baik radikal bebas eksogen
maupun endogen, tubuh manusia telah mempersiapkan penangkal berupa
sistem antioksidan yang terdiri dari 3 golongan yaitu : (Anonim, 2012)

1. Antioksidan Primer yaitu antioksidan yang berfungsi mencegah


pembentukan radikal bebas selanjutnya (propagasi), antioksidan tersebut
adalah transferin, feritin, albumin.

2. Antioksidan Sekunder yaitu antioksidan yang berfungsi menangkap


radikal bebas dan menghentikan pembentukan radikal bebas, antioksidan
tersebut adalah Superoxide Dismutase (SOD), Glutathion Peroxidase
(GPx) dan katalase.

10
3. Antioksidan Tersier atau repair enzyme yaitu antioksidan yang berfungsi
memperbaiki jaringan tubuh yang rusak oleh radikal bebas, antioksidan
tersebut adalah Metionin sulfosida reduktase, Metionin sulfosida
reduktase, DNA repair enzymes, protease, transferase dan lipase.
Berdasarkan sumbernya antioksidan yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. Antioksidan yang sudah diproduksi di dalam tubuh manusia yang dikenal


dengan antioksidan endogen atau enzim antioksidan (enzim Superoksida
Dismutase (SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan Katalase (CAT).

2. Antioksidan sintetis yang banyak digunakan pada produk pangan seperti


Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil galat
dan Tert-Butil Hidroksi Quinon (TBHQ).

3. Antioksidan alami yang diperoleh dari bagian-bagian tanaman seperti


kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari seperti
vitamin A, vitamin C, vitamin E dan senyawa fenolik (flavonoid).
Antioksidan sintetis sudah banyak digunakan di masyarakat baik pada
minuman maupun makanan kemasan yang dijual di pasaran seperti Butil
Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propil Galat (PG) dan
Tert-Butil Hidrosi Quinon (TBHQ). Menurut hasil penelitian Amarowicz et
al. (2000) menyatakan bahwa penggunaan bahan sintetis ini dapat
meningkatkan risiko penyakit kanker. Studi epidemiologi menunjukkan
bahwa adanya peningkatan konsumsi antioksidan alami yang terdapat dalam
buah, sayur, bunga dan bagianbagain lain dari tumbuhan dapat mencegah
penyakit-penyakit akibat stress oksidatif seperti kanker, jantung, peradangan
ginjal dan hati.
Antioksidan bersifat sangat mudah dioksidasi, sehingga radikal bebas
akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi molekul lain dalam sel dari
kerusakan akibat oksidasi oleh radikal bebas atau oksigen reaktif.

11
Gambar Mekanisme Antioksidan Endogen Sebagai Pertahanan Tubuh
Gambar menerangkan mekanisme pertahanan tubuh yang diperankan
oleh antioksidan endogen. Enzim superoksida dismutase (SOD) akan
mengubah radikal superoksida (O2-٠) yang dihasilkan dari respirasi serta
yang berasal dari lingkungan, menjadi hidrogen peroksida (H 2O2), yang masih
bersifat reaktif. SOD terdapat di dalam sitosol dan mitokondria.5 Peroksida
dikatalisis oleh enzim katalase dan glutation peroksidase (GPx). Katalase
mampu menggunakan sartu molekul H2O2 sebagai substrat elektron donor dan
satu molekul H2O2 menjadi substrat elektron akseptor, sehingga 2 molekul
H2O2 menjadi 2 H2O dan O2. Di dalam eritrosit dan jaringan lain, enzim
glutation peroksidase (GPx) mengkatalisis destruksi H2O2 dan lipid
hidroperoksida dengan menggunakan glutation tereduksi (GSH), melindungi
lipid membran dan hemoglobin dari serangan oksidasi oleh H2O2, sehingga
mencegah terjadinya hemolisis yang disebabkan oleh serangan peroksida.
GSH akan dioksidasi menjadi GS-SG. Agar GSH terus tersedia untuk
membantu kerja enzim GPx, maka GS-SG ini harus direduksi lagi menjadi
GSH. Fungsi ini diperankan oleh enzim glutation reduktase (GRed).
H2O2 yang tidak dikonversi menjadi H2O, dapat membentuk radikal
hidroksil reaktif (OH٠) apabila bereaksi dengan ion logam transisi (Fe 2+/Cu+).
OH٠ bersifat lebih reakif dan berbahaya karena dapat menyebabkan
kerusakan sel melalui peroksidasi lipid, protein dan DNA. Di pihak lain,
tubuh tidak mempunyai enzim yang dapat mengubah OH٠ menjadi molekul
yang aman bagi sel.
Tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas bila jumlahnya tidak
berlebihan, dengan mekanisme pertahanan antioksidan endogen. Bila
antioksidan endogen tidak mencukupi, tubuh membutuhkan antioksidan dari

12
luar. Berbagai tanaman maupun obat sintetis dapat berperan sebagai
antioksidan, antara lain bawang-bawangan, spirulina dan N-asetil sistein
(NAC).
Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi, yakni fungsi utama
sebagai pemberi atom hidrogen (antioksidan primer) yang dapat memberikan
atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya
ke bentuk yang stabil. Fungsi kedua yaitu memperlambat laju autooksidasi
dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai
autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk yang lebih stabil
(Musarofah, 2015). Potensi antioksidan dinyatakan dengan nilai konsentrasi
hambat 50 % (IC50). Semakin kecil IC50 menunjukkan semakin tinggi
aktivitas antioksidan suatu senyawa atau zat.
Tabel Tingkat Kekuatan Antioksidan
Intensita
IC50
s
Sangat
Aktif > 50
Aktif 50-100
Sedang 101-250
Lemah 251-500
Tidak > 500
Aktif
(Sumber: Sandhiutami, dkk., 2014)
Metode yang sering digunakan untuk menentukan aktivitas antioksidan
pada umumnya yaitu metode DPPH (1,1 - Difenil - 2 - Pikrilhidrazil). DPPH
merupakan suatu radikal bebas yang stabil dan tidak membentuk dimer akibat
delokalisasi dari elektron bebas pada seluruh molekul (Molyneux, 2004).
Antolovich, et.al. (2001) menyatakan bahwa intensitas warna dari hasil uji
diinterpretasikan sebagai IC50, yaitu jumlah antioksidan yang diperlukan
untuk menurunkan konsentrasi awal DPPH sebesar 50 %. Pada metode ini
tidak diperlukan substrat sehingga memiliki keuntungan, yaitu lebih
sederhana dan waktu analisis yang lebih cepat, namun untuk hasil optimum

13
diperlukan ketelitian yang baik. Apak, et.al. (2007) menyebutkan metode
DPPH memiliki kelemahan yaitu kurang sensitif untuk mengukur aktivitas
antioksidan selain dari senyawa fenol.

14
BAB III

METODE

3.1 Alat dan Bahan

1. Alat
- Timbangan
- Pisau
- Parutan
- Penyaring
- Wadah
- Wajan
- Kompor
- Botol Kemasan
- Tisue
- Handskun
- Gelas Ukur
2. Bahan
- Jahe Emprit
- Air
- Gula Aren
3.2 Preparasi Simplisia dan Pembuatan Serbuk
Sampel dari rimpang jahe emprit (Zingiber officinale var. amarum)
berawal dari pengumpulan bahan yang didapatkan di pasar Cikurubuk blok
A1, dengan jumlah sebanyak 5 kg. Rimpang jahe emprit yang telah didapat,
dibersihkan (dicuci) kemudian ditiriskan dan ditimbang. Kemudian dikupas
kulitnya dengan menggunakan pisau, kemudian diangin-anginkan dengan
tujuan untuk mengurangi kelembaban. Selanjutnya, jahe emprit diparut.
Setelah diparut, direbus dengan air. Selanjutnya, rebusannya disaring
sebanyak 3 kali penyaringan. Kemudian dicampurkan dengan gula aren yang
sudah dilarutkan dengan filtrat jahe emprit lalu disaring sabanyak satu kali

15
penyaringan. Setelah itu, campuran tersebut dituangkan ke dalam wajan dan
dipanaskan kembali di atas kompor dengan api sedang untuk menghindari
gosong. Pengemasan dilakukan setelah minuman jahe emprit tersebut tidak
begitu panas, minuman jahe emprit dapat disajikan sesuai selera.

Bahan dibersihkan
Bahan dikupas
Pengumpulan jahe (dicuci) lalu
dengan
emprit ditiriskan dan
menggunakan pisau
ditimbang

Setelah itu hasil


Jahe emprit yang parutan jahe
Dilakukan
sudah dikupas sebanyak 1,35 kg
penyaringan
diangin-anginkan direbus dengan air
sebanyak 3 kali
kemudian diparut sebanyak 7 liter,
sampai mendidih

Campuran tersebut
Campurkan filrat
dituangkan kedalam
jahe emprit dengan wajan, dan
gula aren yang Kemudian tunggu
panaskan diatas
sudah dilarutkan hingga hangat
kompor dalam api
dan saring
sedang, dan diaduk
sebanyak 1 kali
hingga homogen

Setelah itu masukan


kedalam botol
kemasan 250 ml,
tutup rapat dan beri
label.

3.3 Evaluasi Simplisia Basah

A. Karakteristik Fisik Simplisia


a) Analisis Makroskopik
Uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar
atau tanpa menggunakan alat. Cara ini dilakukan untuk mencari ciri
khas simplisia dengan pengamatan secara langsung bentuk, bau,
warna dan rasa simplisia yang diuji.

16
b) Analisis Mikroskopik
Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang
derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia
yang diuji berupa serbuk simplisia yang diletakkan di atas objek
gelas yang ditetesi kloralhidrat 70% atau air dan diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran yang sesuai untuk melihat fragmen
pengenal dalam bentuk sel, isi sel atau jaringan secara jelas.
Hasilnya difoto dengan menggunakan kamera HD, dan
didokumentasikan.
B. Analisis Fitokimia
Analisis Fitokimia atau penapisan fitokimia dari simplisia basah ini
bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder golongan
alkaloid, flavonoid, fenol, tanin, karotenoid, steroid/triterpenoid, saponin
dan kuinon. Pengujian golongan-golongan senyawa metabolit sekunder
dapat dilakukan dengan cara (Farnsworth, 1966; Thaipong 2006;
Harborne,1987) :
a) Alkaloid
Simplisia dibasakan dengan amonia kemudian ditambahkan
kloroform, lalu digerus kuat-kuat. Kemudian filtrat ditambahkan
asam klorida 2 N. Campuran dikocok kuat-kuat hingga terdapat dua
lapisan. Lapisan asam dipipet, kemudian dibagi menjadi tiga bagian:
 Filtrat 1 : Diteteskan larutan pereaksi mayer. Adanya endapan
atau kekeruhan berwarna putih menunjukkan adanya senyawa
kimia golongan alkaloid.
 Filtrat 2 : Diteteskan larutan pereaksi Dragendorff. Adanya
endapan atau kekeruhan berwarna kuning jingga menunjukkan
adanya senyawa kimia golongan alkaloid.
 Filtrat 3 : Digunakan sebagai blanko (Farnsworth, 1966).

b) Flavonoid

17
Simplisia didalam air, dipanaskan, kemudian disaring. Filtrat yang
diperoleh dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan
serbuk magnesium dan asam klorida 2 N. Campuran dipanaskan
diatas pengangas air, lalu disaring. Filtrat ditambahkan amil alkohol,
lalu dikocok kuat-kuat. Adanya flavonoid ditandai dengan
terbentuknya warna kuning hingga merah pada lapisan amil alcohol.
c) Senyawa Tanin
Simplisia didalam air, dipanaskan dan disaring, kemudian filtrat
dibagi 3 bagian:
 Filtrat 1: Diteteskan larutan pereaksi besi (III) klorida. Adanya
warna biru hingga hitam menunjukkan adanya senyawa
golongan tanin.
 Filtrat 2: Diteteskan larutan gelatin 1%. Adanya senyawa tanin
ditandai dengan terjadinya endapan berwarna putih.
 Filtrat 3: Diteteskan larutan steasny. Adanya senyawa tanin
ditandai dengan terjadinya endapan berwarna merah muda.
d) Kartenoid
Simplisia diekstraksi dengan pelarut n-heksana, kemudian disaring.
Filtrat diteteskan pada cawan penguap dan diuapkan diatas penangas
air. Hasil pengeringan ditetesi dengan anisaldehid 10% kemudian
dipanaskan. Terbentuknya warna kemerahan menunjukkan adanya
karotenoid.
e) Steroid / Triterpenoid
Simplisia diekstraksi dengan eter. Filtrat ditempatkan dalam cawan
penguap, dibiarkan menguap hingga kering. Hasil pengeringan
ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Dan nnati akan
terjadinya warna hijau/ biru/ merah/ ungu menunjukkan adanya
senyawa steroid/triterpenoid.

f) Saponin

18
Simplisia didalam air, diapanaskan, kemudian disaring. Filtrat
dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu dikocok kuat-kuat secara
vertikal kurang lebih 5 menit. Terbentuknya busa yang mantap dan
tidak hilang selama 10 menit denga tinggi busa minimum 1 cm
menunjukkan adanya saponin.
g) Kuinon

Simplisia didalam air, dipanaskan, kemudian disaring. Kepada filtrat


ditambahkan larutan KOH 5%. Adanya senyawa kuinon ditandai
dengan terbentuknya warna kuning sampai merah .

3.4 Evaluasi Produk dan Uji Stabilitas

1. pH
Uji pH merupakan salah satu parameter yang penting karena nilai pH
yang stabil dari larutan menunjukan bahwa proses distribusi dari larutan
menunjukan bahwa proses distribusi dari bahan aktif dalam sediaan
merata. Pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan pH meter atau
dapat menggunakan indicator universal (Depkes RI 1995).
2. Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat ada tidaknya partikel yang
tidak terlarut pada sediaan. Pengujian ini dilihat secara visual apakah
sediaan telah tercampur homogen atau tidak.
3. Viskositas
Tujuan untuk menjamin sediaan memeriksa kesesuaian viskositas
dari spekulasi yang telah di tentukan. Pengukuran viskositas dilakukan
dengan menempatkan sampel dalam viscometer brokfield hingga spindle
terendam dan kecepatan yang akan digunakan di atur, viscometer
brokfield dijalankan kemudian viskositas dari sediaan akan terbaca
(supriana, 2000).

19
3.5 Evaluasi Antioksidan Sediaan Serbuk Jahe Emprit dengan Metode
DPPH

1. Metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan suatu


bahan adalah menggunakan radikal bebas 1,1-diphenyl-2- picrylhydrazil
(DPPH). DPPH adalah radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas
dengan cara mendelokasi elektron bebas pada suatu molekul, sehingga
molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas yang lain.
Proses delokasi ini ditunjukkan dengan adanya warna ungu (violet) pekat
yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi dalam pelarut etanol pada
panjang gelombang 520 nm.
2. Metode uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan radikal bebas
DPPH banyak dipilih karena metode ini sederhana, mudah, cepat, peka
dan hanya membutuhkan sedikit sampel. Kapasitas antioksidan pada uji
ini bergantung pada struktur kimia dan antioksidan. Pengurangan radikal
DPPH bergantung pada jumlah grup hidroksil yang ada pada antioksidan,
sehingga metode ini memberikan sebuah indikasi dari ketergantungan
struktural kemampuan antioksidan dari antioksidan biologis. Pengukuran
aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan prinsip
spektrofotometri. Senyawa DPPH (dalam metanol) berwarna ungu tua
terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 517 nm.
3. Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila
senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya untuk
berikatan dengan DPPH membentuk DPPH tereduksi, ditandai dengan
semakin hilangnya warna ungu (menjadi kuning pucat). Antoksidan akan
mendonorkan proton atau hidrogen kepada DPPH dan selanjutnya akan
terbentuk radikal baru yang bersifat stabil atau tidak reaktif (1,1-difenil-
2- pikrilhidrazin). Hal ini dapat dilukiskan dalam persamaan berikut :
DPPH˙ + AH DPPH-H + A˙. Radikal bebas baru, stabil, tidak reaktif.
4. Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian dengan metode
DPPH antara lain adalah IC50 (inhibition concentration), yaitu

20
konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50 %
radikal bebas DPPH (Meisara, 2012).

21
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktek produksi bahan alam farmasi ini dilakukan dengan membuat


minuman instan kesehatan yang terbuat dari bahan dasar rimpang jahe emprit
(Zingiber officinale var. amarum). Sebelum dilakukannya produksi hal pertama
yang dilakukan ialah Standarisasi bahan baku terlebih dahulu dengan uji
organoleptik, makroskopik dan mikroskopik. Hal tersebut bertujuan untuk
memvalidasi bahwa benar bahan baku tersebut ialah jahe emprit (Zingiber
officinale var. amarum).

4.1 Standarisasi Karakteristik Bahan Baku

A. Uji Organoleptis
Uji organoleptis ini bertujuan untuk memastikan karakteristik dari
jahe emprit (Zingiber officinale var. amarum) dilihat dari bentuk, warna,
rasa, aroma.

Tabel 2 . Hasil Uji Organoleptis Bahan baku rimpang jahe emprit

Karakteristik Hasil pengujian Syarat Mutu Kesimpulan


jahe emprit
Bentuk Irisan tipis kecil, Berbentuk utuh/ Hasil pengujian
pipih irisan secara
Rasa Khas Rempah Khas rempah organoleptis jahe
(Pedas) emprit kering
Aroma Khas Aromatis Khas Aromatis sesuai dengan
Warna Putih kehijauan Normal (Putih syarat mutu SNI
kecoklatan sampai 01-3933-1994
hijau kecoklatan)
B. Uji Makroskopik
Jahe emprit mempunyai rimpang relatif kecil, bentuknya agak pipih,
berwarna putih sampai kuning, seratnya agak kasar, aromanya agak
tajam, rasanya pedas, panjang 2,05-4,10 cm, diameter rimpang 1,78-2,90
cm, berat rimpang 0,58-1,78 g. jahe emprit merupakan jahe yang putih

22
kecil, lebih besar dari pada jahe merah tetapi lebih kecil dari pada jahe
gajah. Bentuknya agak piph, seratnya lembut dan aromanya tidak tajam
(Santoso,1989).
Gambar 3. Varietas jahe

Hasil uji makroskopik jahe emprit (Zingiber officinale var. amarum)


ialah warna putih kekuningan, rasa pedas, bau agak tajam, bentuk agak
pipih. Untuk ukurannya ialah
Tabel 3. Hasil Uji Makroskopik

Ukuran Sebelum dikupas (cm) Sesudah dikupas (cm)


Diameter 2,4 1,9
Panjang 2,5 2
Tinggi 4,8 4,7
Berat 1,67 (gram) 0,98 (gram)

Hasil uji makroskopik ini sesuai dengan karakteristik makroskopik dari


rimpang jahe emprit (Zingiber officinale var. amarum), (Santoso,1989).

C. Uji Mikroskopik
Jahe emprit memiliki ciri khas mikroskopik yaitu diantaranya
parenkim, sel minyak, amilum, dan sel gabus (Dyah mellawati, 2010).

23
Dan terbukti hasil uji mikroskopik yang telah kami lakukan hasilnya
sesuai dengan literature.

Tabel 4. Hasil Uji Mikroskopik

Keterangan Gambar
a. Sel gabus
b. Sel minyak
c. Parenkim
d. Amilum

b
c

D. Skrining fitokimia

24
Setelah dilakukan standarisasi bahan baku kemudian dilakukan uji
kandungan senyawa zat aktif dari rimpang jahe emprit, rimpang jahe
memiliki metabolit sekunder yaitu golongan fenol, flavonoid, terpenoid,
saponin, kuinon, dan tannin (Purwani,2011). Pengujiannya dengan uji
skrining fitokimia didapatkan hasil yaitu :

Tabel 5. Hasil Skrining Fitokimia


Senyawa Metabolit Sekunder Hasil Pengujian
Alkaloid +
Flavonoid +
Steroid -
Saponin +
Terpenoid -
Tanin -
Fenol +
Kartenoid -
Kuinon +

Berdasarkan Tabel hasil pengujian secara kualitatif menunjukan


bahwa kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada
sampel sari rimpang jahe emprit (Z. officinale var. amarum) adalah
flavonoid, saponin, fenol, dan kuinon.
Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa oleh karena itu pada
uji alkaloid penambahan HCl perlu dilakukan untuk membentuk garam
sehingga alakolid akan terpisah dengan komponen-komponen lain dari
sel tumbuhan uji yang ikut terekstrak dengan mendistribusikannya ke
fase asam. Garam alkaloid dapat diidentifikasi dengan pereaksi Mayer,
Dragendorff, dan Wagner. Prinsip dari metode uji alkaloid adalah reaksi
pengendapan yang terjadi karena adanya pergantian ligan. Hasil positif
pada pereaksi Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan putih ,
Endapan tersebut terbentuk karena terjadinya ikatan kovalen koordinasi
antara pasangan elektron bebas dari atom nitrogen dengan ion K+ dari
pereaksi Mayer. Sementara pada pereaksi Dragendorf hasil positif

25
teridentifikasi dalam sampel dengan penampakan endapan merah bata
(Robinson, 1991).
Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar dan larut dalam
pelarut polar seperti metanol, etanol, dan air (Nurhasnawati dan Sa’adah,
2015). Sampel sari rimpang jahe emprit menghasilkan indikasi positif
dengan pembentukan warna pink. Indikasi positif sampel rendah, hal ini
bisa terjadi karena proses pemanasan kurang maksimal.
Uji saponin dilakukan dengan metode Forth, yaitu hidrolisis saponin
dalam air. Hasil uji saponin pada sampel rimpang jahe emprit
menunjukan hasil positif dengan terbentuknya busa stabil setelah
ditambahkan air dan dikocok. Timbulnya busa pada uji ini menunjukan
adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam
air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya
(Nurhasnawati dan Sa’adah, 2015).
Pemeriksaan senyawa terpenoid menunjukan hasil negatif. Hal ini
disebabkan terpenoid merupakan senyawa yang bersifat nonpolar
sehingga lebih tersari pada pelarut nonpolar.
Hasil uji fenolik pada sampel sari rimpang jahe emprit dengan
menambahkan larutan FeCl3 menunjukan penampakan kontras warna
kuning coklat kehijauan. Sagar (2009) Reaksi antara senyawa fenolik
yang bereaksi dengan FeCl3 membentuk kompleks berwarna ungu, biru,
hijau bahkan merah tergantung tergantung dari struktur senyawa fenolik
yang bereaksi. Terbentuknya warna tersebut akibat hasil reaksi antara Fe
dari FeCl3 dengan gugus hidroksil dari senyawa polifenol sehingga
membentuk kompleks yang berwarna.
Steroid teridentifikasi negatif dalam percobaan ini disebabkan
senyawa steroid tidak terekstrak sempurna didalam pelarut etanol dan air.
Menurut (Ergina ddk, 2014) senyawa steroid cenderung bersifat nonpolar
sehingga hanya dapat terekstrak oleh pelarut nonpolar.
Tanin merupakan golongan polihidroksi fenol (polifenol) yang dapat
dibedakan dari fenol lain karena dapat mengendapkan protein Dari hasil

26
pengujian senyawa tanin dari minuman jahe emprit yang didasarkan pada
uji warna menggunakan 2 pereaksi yaitu larutan FeCl 3 dan larutan
gelatin. Dan pada larutan jahe emprit ini tidak mengandung senyawa
tanin. Hal ini kemungkinan disebabkan pada minuman jahe ini tidak
dapat bereaksi dengan pereaksi gelatin maupun FeCl 3 dan pada penelitian
ini menggunakan larutan sehingga senyawa yang terkandung
didalamnya mudah menguap sehingga tidak mengandung tanin
(Robinson, 1991).
Kuinon adalah senyawa berwarna yang terdiri atas 2 gugus karbonil
dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon,
yang berkonjugasi dengan 2 ikatan rangkap karbon – karbon. Dari hasil
pengujian kuinon minuman jahe emprit yang didasarkan pada uji warna
terjadi perubahan warna menjadi kuning. Hal ini menunjukkan bahwa
minuman jahe emprit mengandung senyawa kuinon (Robinson, 1991).

4.2 Pembuatan Minuman Antioksidan Jahe Emprit

Tabel 6. Formula
Formula 1
Jahe 7
Emprit
(sari+air) L
Gula 9
aren 1
0

g
r
a
m

Hasil : Kurang baik ( rasa pedes dan pahit, warna hijau tua)

27
Setelah dilakukan standarisasi bahan baku dan skrining fitokimia tahap
selanjutnya ialah pembuatan produk minuman instan herbal jahe emprit.
Dilakukan pencucian terlebih dahulu yang bertujuan untuk menghilangkan
zat pengotor dalam rimpang jahe emprit. Selanjutnya diangin-anginkan
supaya mengurangi kadar air, kadar air yang berlebih membuat produk tidak
tahan lama. Kemudian dikupas, dan di parut supaya memperlebar luas
permukaan dari rimpang jahe emprit dan memudahkan dalam penyariannya
supaya menghasilkan sari yang lebih banyak. Pembuat sari jahe emprit
dilakukan dengan cara parutan rimpang jahe emprit direbus dengan air dalam
panci dengan perbandingan ( 1:5) yiatu 1350 mg (1,35 kg) rimpang Jahe
emprit segar dalam 7 L air, hal ini supaya mengurangi rasa pedas yang cukup
kuat dari jahe emprit tersebut. Penambahan gula aren bertujuan dalam
pengawetan alami sediaan minuman instan kami ini. Gula aren yang kami
masukan yaitu sebanyak 910 gram dan dilarutkan dengan dari sari jahe
emprit dan disaring sebanyak 1 kali penyaringan, lalu dimasukan kesari jahe
emprit yang sedang direbus setelah itu disaring kembali sebanyak 3 kali
penyaringan. Penyaringan ini bertujuan untuk mengurangi pati yang ada pada
jahe emprit. Kemudian dikemas dalam botol kemasan 250 ml dan diberi
label.

4.3 Evaluasi Produk minuman instan jahe emprit (Z. officinale var.
amarum)

Sebelum dipasarkan dilakukan evaluasi sediaan produk minuman instan,


diantaranya uji organoleptik, uji viskositas, uji homogenitas, uji pH, dan uji
antioksidan mengunakan metode DPPH. Pengujian ini bertujuan untuk
menjamin keselamatan dan kelayakan bagi konsumen untuk dikonsumsi.

A. Uji Organoleptis
Pada evaluasi uji organoleptis minuman dilakukan dengan menilai
perubahan rasa, bau dan warna. Data diperoleh dari hasil penelitian dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :

28
Tabel 7. Uji Organoleptis

P Pengamatan l K
ar hari ke- i es
a t i
m e m
et r p
er a ul
t a
u n
r
B Aro Aro Aro A H
au ma ma ma r as
jahe jahe jahe o il
m p
a e
j n
a g
h uj
e ia
R Peda Peda Peda P n
as s- s- s- e or
a man man man d g
is is is a a
s n
- ol
p e
a pt
h is
i m
t in
W Cok Cok Cok C u
ar at at at o m
na k a
l n
a ja
t h
e
e
m
pr
it
u
nt
u
k

29
b
a
u
d
a
n
w
ar
n
a
se
su
ai
d
e
n
g
a
n
lit
er
at
ur
se
d
a
n
g
k
a
n
u
nt
u
k
ra
sa
n
y
a
b
er
b
e
d
a.

30
H
al
in
i
di
k
ar
e
n
a
k
a
n
p
a
d
a
p
e
n
el
iti
a
n
in
i
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n
g
ul
a
ar
e
n
se
b
a

31
n
y
a
k
9
1
0
m
l
se
hi
n
g
g
a
m
a
ni
s
y
a
n
g
di
ti
m
b
ul
k
a
n
le
bi
h
te
ra
sa
.

Pada pengamatan hari ke-1 minuman sari jahe emprit memiliki bau
aroma jahe, rasa nya pedas-manis dan untuk warnanya berwarna coklat
serta tidak terbentuk endapan. Namun, untuk pengamatan di hari ke-2

32
dan ke-3 minuman sari jahe emprit terdapat endapan (tidak homogen)
sedangkan untuk bau, rasa dan warna tidak berubah.

B. Homogenitas
Pada uji homogenitas semua sediaan yang diuji tidak memiliki
gumpalan dan endapan dalam larutan. Hal ini karena tidak terdapat
perbedaan sifat antara bahan dan zat aktif yang digunakan. Saat uji
dilakukan pastikan sediaan yang akan diuji tersebut sudah homogen atau
tercampur merata (Lachman dkk, 1994).

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui tingkat atau perubahan


homogenitas pada sediaan produk yang kemungkinan disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain waktu
penyimpanan dan human error, seperti kurang halus dalam mengayak
butiran dan kurangnya pengadukan (Elfiyani dkk, 2015).

C. Viskositas
Suatu jenis cairan yang mudah mengalir, dapat dikatakan memiliki
viskositas yang rendah, dan sebaliknya bahan yang sulit mengalir
dikatakan memiliki viskositas yang tinggi (Samdara et al., 2008).

Tabel 8. Viskositas sari (Spindle 5)

Rp Cp %
m
10 960, 2.4
0
20 500, 2,5
0
30 360, 2,7

33
0
50 232, 2,9
0
10 148, 3,7
0 0

Tabel 9. Viskositas produk Minuman herbal

Spindle 5

Rpm Cp %
10 760,0 1,9
20 380,0 1.9
30 253,3 1,9
50 160,0 2,0
100 84,0 2,1

Alat uji viskositas yang dipakai adalah menggunakan alat


(Viscometer Model VT-03F. No spindel yang dipakai : spindel no 5,
karena sediaan yang dipakai memiliki bentuk fisik sangat kecil sehingga
sediaan tersebut kental. Hal ini sesuai dengan (Moechtar,1990) bahwa
Penggunaan spindel harus disesuaikan dengan kekentalan suatu bahan
yang akan diuji viskositasnnya. Semakin besar nomor spindle maka
semakin kecil bentuk fisiknya. Spindel nomor 1 untuk cairan dengan
viskositas rendah/encer dan nomor spindel yang lebih besar untuk cairan
yang lebih tinggi viskositasnya atau Lebih kental, Ditekan tombol on
pada bagian belakang, diatur nomor spindle yang akan digunakan yang
disesuaikan dengan kekentalan cairan serta kecepatannya, Ditekan
tombol on pada bagian depan dan dibaca angka yang muncul.

D. Uji pH Minuman Instan Jahe Emprit

34
Semakin sedikit rasio air dan dengan metode pengecilan ukuran
diparut dalam pembuatan minuman sari jahe maka nilai pH yang
dihasilkan akan cenderung menurun. Hal ini disabebkan karena air yang
digunakan dalam proses pembuatan minuman sari jahe merupakan air
minum yang sesuai dengan standar SNI 01-3553-1996, dimana pHnya
berkisar antara 6.50-8.50. Sehingga, nilai pH yang dihasilkan dari
minuman sari jahe cenderung netral. Selain itu tingginya rasio air dapat
mengurangi pH pada minuman sari jahe, karena penambahan air dapat
menurunkan konsentrasi keasaman dari asam yang terkandung pada
medium. pH minuman tradisional berbasis jahe memiliki pH optimum
yaitu 5-7. Dapat dikatakan pH minuman sari jahe sudah memenuhi
kriteria minuman berbasis jahe. Dan terbukti pH minuman jahe emprit
kami memiliki pH 7,09 sesuai dengan literature.

E. Uji Antioksidan metode DPPH

35
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1989. Materia Medika Indonesia, Jilid V. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: 536- 553.
Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak. Direktorat Pengawasan Obat
Dan Makanan. Cetakan Pertama. Jakarta.
Anonim. 2008. Farmakope Herbal Indonesia, edisi 1. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Antolovich, M., P.D. Prenzler, E. Patsalides, S. McDonald and K. Robards .2001.
Methods for Testing Antioxidant Activity. Jurnal The Royal Society of
Chemistry 127 : 183 - 198.
Apak, R., Guclu, K., Demirata B., Ozyurek, M., Celik, S.E., Bektasoglu, B.,
Berker, K.I., and Birsen, D. 2007. Comparative Evaluation of Various Total
Antioxidant Capacity Assay Applied to Phenolic Coumpounds with The
CUPRAC Assay. Molecules 12 : 1496 - 1547.
Fardiaz, 1992. Analisa Mikrobiologi Pangan. Raja Grafindo Persada Kerjasama
dengan PAU antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Fitriyanti,dkk. 2019. Fitokimia dan aktivitas antioksidan kombinasi imbang kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) dan rimpang jahe emprit
(Zingiber officinale var. Rubrum). Jurnal Pendidikan Kimia Universitas
Halu Oleo Vol. 4, 2.
Gordon, M. H. 1990. The Mechanism of Antioxidants Action in Vitro. London.
Elsevier Applied Science.
Hamid, A.A., O.O. Aiyelaagbe, L.A. Usman, O.M. Ameen and A. Lawal .2010.
Antioxidants: Its Medicinal and Pharmacological Applications. African
Journal of Pure and Applied Chemistry. Vol. 4(8), pp. 142- 151ISSN 1996 –
0840.
Hapsoh., H. Yaya, dan J. Elisa. (2010). Budidaya dan Teknologi Pascapanen Jahe.
Medan: Universitas Sumatera Utara Press.
Hernani, & Winarti, C. (2011). Kandungan Bahan Aktif Jahe dan Pemanfaatannya
dalam Bidang Kesehatan. Status Teknologi Hasil Penelitian Jahe, 126-142
Hinneburg I, Damien Dorman H, Hiltunen R. 2006. Antioxidant Activity of
Extracts From Selected Culinary Herbs and Spices. Food Chem., 97: 122-
129.
Ira Uulia.dkk. 2018. PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN JAHE
EMPRIT (Zingiber officinale var Amarum) DAN JAHE MERAH (Zingiber
officinale var Rubrum) DALAM SEDIAAN CAIR BERBASIS BAWANG
PUTIH DAN KORELASINYA DENGAN KADAR FENOL DAN
VITAMIN C. Vol 6 No 1
Kikuzaki, H. and Nakatami, N.1993. Antioxidant Effects of Some Ginger
Constituents. Journal Food science. 58 (6):1407-1410.
Lee, K. W., Lee, H. J., Lee C. Y. 2001. Antioxidant Acticity of Black Tea vs.
Green Tea. Oxford Academic.The Journal of Nutrition, Vol. 132, Issue 4.
Lestari Ayu. Nasrudin. Rahmannpiu. 2020. Senyawa Metabolit Sekunder dan
Aktivitas Antioksidan Seduhan Serbuk Rimpang Jahe Emprit (Zingiber
offinale Var. Rubrum). Jurnal Pendidikan Kimia FKIP UHO, Vol. 5, No.2,
Agustus 2020. Hal. 105.
Mellawati Dyah,dkk. 2010. Pengaruh pemberian ekstrak zat pedas rimpang jahe
emprit yang disari dengan etanol 70% terhadap fagositosis makrofag pada
mencit jantan yang diinfeksi dengan Listeria monocytogenes. Majalah Obat
Tradisional, 15(3), 112 – 120.
Musarofah .2015. Tumbuhan Antioksidan. Bandung : Remaja Rosdakarya. ISBN
978-979-692- 588-9.
Molyneux,P. 2004. The Use of the Stabel Free Radical Diphenylpicrylhyhidrazyl
(DPPH) for entimating Antioxidant Activity. Journal Science of Technology
26 (2): Page 211-219.
Nasrudin. 2018. Aktivitas Hepatoprotektif In Vivo Ekstrak Kulit Akar Senggugu
(Clerodendrum Serratum (L.) Moon) Dan Isolasi Senyawa Antiradikal
DPPH Secara Bioassay Guided Fractionation. Disertasi.Universitas Gadjah
Mada
Rahmadani, S., Sa'diah, S., & Wardatun, S. (2018). Optimasi ekstraksi jahe merah
(Zingiber officinale Roscoe) dengan metode maserasi. Jurnal Online
Mahasiswa (JOM) Bidang Farmasi, 1(1).
Sandhiutami, N.M.D., L. Rahayu, T. Oktaviani dan Lili Y.S.2014. Uji aktivitas
Antioksidan Rebusan Daun Sambang Getih (Hemigraphis bicolor Boerl.)
dan Sambang Solok (Aerva sanguinolenta (L.) Blume) Secara In Vitro.
Jakarta : Universitas Pancasila
Stevi, G., Dewa G., Vanda S. (2012). Aktivitas Antioksidan Ekstra Fenolik dari
Kulit Buah Manggis. Jurnal Teknik Kimia.
Sudewo, B. (2005). Basmih Penyakit dengan Sirih Merah. 22., 35-36. PT
Agromedia.
Suryani, Lilis. 2012. OPTIMASI METODE EKSTRAKSI FENOL DARI
RIMPANG JAHE EMPRIT (Zingiber Officinalle Var. Rubrum).
Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Vol.3 No.4
Wiendarlina, IY & Runi Sukaesih. 2019. Perbandingan Aktivitas Antioksidan
Jahe Emprit (Zingiber officinale var Amarum) dan Jahe Merah (Zingiber
officinale var Rubrum) dalam Sediaan Cair Berbasis Bawang Putih dan
Korelasinya Dengan Kadar Fenol dan Vitamin C. JFFI ; 6(1) 315 – 324
Wulandari, Y. W. (2013). Karakteristik Minyak Atsiri beberapa Varietas Jahe
(Zingiber officinale). Jurrnal Kimia dan Teknologi, 43-50.
Zakaria, F. R., Wiguna, J., Hartoyo A., 2000. Konsumsi Minuman Jahe (Zingiber
officinale var. roscoe) Meningkatkan Aktivitas Sel Natural Killer
Mahasiswa Pesantrean Ulil Albab di Bogor, Buletin Teknologi dan Industri
Pangan, X(2), 40-46, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, IPB.
LAMPIRAN

1. Laporan kegiatan

Hari/tanggal Kegiatan
Minggu 8 November 2020 Pengumpulan rimpang jahe emprit.
Selasa, 10 November 2020 Perajangan dan pembuatan sari rimpang jahe emprit.
Rabu, 11 November 2020 Pembuatan minuman antioksidan jahe emprit.
Kamis, 12 November 2020 Evaluasi produk

2. Pembuatan sari rimpang jahe emprit


Perbandingan Jahe Emprit : air (1:3)
Digunakan 1350 mg (1,35 kg) rimpang Jahe emprit segar dalam 7 L air.
Pencucian rimpang Jahe emprit sebelum dikupas

Proses Pengupasan kulit jahe emprit

2
Hasil pengupasan kemudian diangin-anginkan.

Proses pemarutan rimpang jahe emprit

Proses pembuatan sari jahe emprit

Proses penyaringan sari sebanyak 3x

3
Proses penimbang gula aren

Proses pemanasan sari jahe emprit

Proses penambahan gula aren dan sari rimpang jahe


emprit

Proses pengemasan minuman rimpang jahe emprit

3.

4
3. Evaluasi simplisia basah Jahe emprit
a. Mikroskopik

Keterangan Gambar
e. Sel gabus
f. Sel minyak
g. Parenkim
h. Amilum

b
c

5
b. Skrining fitokimia
Uji Teori Praktikum Gambar
Alkaloid + +

Mayer

Dragendorf
Flavonoid + +

Saponin + +

Polifenol + +

6
Kuinon + +

Kartenoid - -

Blanko

Sampel
Tanin

Tanin + Steany

7
Tanin + Fecl3

Tanin + Gelatin 1%

c. Viskositas sari
Rpm Cp %
10 960,0 2.4
20 500,0 2,5
30 360,0 2,7
50 232,0 2,9
100 148,0 3,7

4. Pembuatan Minuman Antioksidan Jahe Emprit


Formula 1
Jahe Emprit (sari+air) 7L
Gula aren 910 g

Hasil : Kurang baik ( rasa pedes dan pahit, warna hijau tua)

5. Evaluasi Produk
Organoleptik Warna : Coklat
Bau : Khas aromatik
Rasa : Pedas manis

8
Homogenitas Terdispersi homogen
Ph 7,09
Viskositas
Spindle 5
Rpm Cp %
10 760,0 1,9
20 380,0 1.9
30 253,3 1,9
50 160,0 2,0
100 84,0 2,1

6. Uji antioksidan dengan DPPH

Anda mungkin juga menyukai