Disusun Oleh:
Farmasi 3D
Kelompok 2 :
Adinda Nur Octavia 31118182 Kinanti Andriani P 31118169
Ajeng Dian A 31118161 Lula Darojatul A 31118171
Alia Wahyuni 31118185 Mariah Ulfah 31118176
Asep Saeful M 31118166 Mentari Kiki N 31118165
Dede Rina R 31118187 Nita Agustiani 31116179
Devi Andriani 31118162 Ramdan Bastian 31118150
Dina Lestari 31118193 Riska Prolina 31118181
Dini Sri Anjani 31118172 Sagita Wulandari 31118170
Eva Widiawati 31118180 Siti Salma S 31118189
Finda Sari 31118156 Waffa Nabillah 31118177
Hielmy Ihsan F 31118168 Wildan Ramdani 31118155
DAFTAR ISI...................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan...................................................................................................................2
2.3 Kegunaan Secara Empiris Tanaman Jahe Emprit (Zingiber officinale var.
rubrum).................................................................................................................6
2.5 Antioksidan..........................................................................................................9
3.5 Evaluasi Antioksidan Sediaan Serbuk Jahe Emprit dengan Metode DPPH......19
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
aktif yang terkandung dalam tanaman. Zat aktifnya dalam jahe emprit salah
satunya mengandung komponen fenolik aktif seperti sogaol, gingerol dan
gingerone yang memiliki efek antioksidan di atas Vitamin E dan sebagai
antikanker (Hidayat dan Rodame, 2015).
Inovasi minuman herbal yang kami buat yaitu minuman herbal yang
terbuat dari sari jahe emprit tanpa pengawet dan pewarna buatan. Yang
berkhasiat :
1.3 Tujuan
2
3. Untuk mengetahui proses pembuatan minuman herbal jahe emprit
(Zingiber officinale var. rubrum)
4. Untuk mengetahui cara melakukan melakukan uji evaluasi minuman
herbal jahe emprit (Zingiber officinale var. rubrum)
5. Untuk mengetahui cara melakukan uji antioksidan dengan metode DPPH
terhadap jahe emprit (Zingiber officinale var. rubrum)
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Tanaman jahe emprit
Salah satu varietas dari jahe yaitu jahe emprit, jahe emprit dikenal
dengan nama Latin Zingiber officinale var. amarum, memiliki rimpang
dengan bobot berkisar antara 0.5-0.7 kg/rumpun. Struktur rimpang kecil-kecil
dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya
dapat mencapai 11 cm dengan antara 6-30 cm dan diameter antara 3.27-4.05
cm. Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini
selalu dipanen setelah berumur tua. Akar yang keluar dari rimpang berbentuk
bulat. Panjang dapat mencapai 26 cm dan diameternya berkisar antara 3.91-
5.90 cm. Akar yang banyak dikumpulkan dari satu rumpun dapat mencapai 70
g lebih banyak dari akar jahe besar (Hapsoh, 2008).
5
pada jahe. Minyak tidak menguap disebut oleoresin yang merupakan senyawa
pemberi rasa pedas dan pahit (Setiawan, 2015). Kandungan utama minyak
jahe emprit adalah zingiberene dengan total kandungan 30% – 35% dari total
minyak atsiri. Komponen bioaktif yang terkandung dalam ekstrak jahe antara
lain gingerol, shogaol, diarilheptanoid dan curcumin. Senyawa fenol pada
jahe merupakan bagian dari komponen oleoresin yang dapat berpengaruh
dalam sifat pedas jahe. Senyawa terpenoid merupakan komponen tumbuhan
yang memiliki bau, dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan
minyak atsiri. Monoterpenoid merupakan biosintesa senyawa terpenoid yang
biasa disebut senyawa “essence” dan memiliki bau yang spesifik. Senyawa
monotepenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran,
spasmolitik, dan bahan pemberi aroma makanan dan parfum (Kusumaningati,
2009). Senyawa-senyawa metabolit sekunder golongan fenolik, flavonoid,
terpenoid, dan minyak atsiri yang terdapat pada sari jahe (Nursal dkk., 2006).
6
Sejak dulu jahe dipercaya secara turun-temurun memunyai beberapa
khasiat, seperti mengatasi mual, mabuk diperjalanan, gangguan usus dan
pencernaan, keracunan makanan serta radang sendi. Untuk mengatasi radang
sendi, jahe dipercaya bisa menggantikan aspirin dan obat sejenis lainnya. Di
Indonesia, jamu-jamu ekstrak jahe yang dipromosikan, bisa mengatasi
rematik.
2.4 Standarisasi Tanaman Jahe Emprit
1. Susut Pengeringan
Timbang seksama 1-2 gram simplisia dalam botol timbang dangkal
bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105℃ dan di tara.
Ratakan bahan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol
hingga merupakan lapisan setebal lebih kurnag 5-10 mm, masukan dalam
oven , buka tutupnya, keringkan pada suhu 105℃ hingga bobot tetap.
Sebelum setiap pengeringan biarkan botol dalam keadaan tertutup
mendingin dalam desikator hingga suhu ruang (Depkes RI, 2009).
Bobot awal−Bobot akhir
Susut Pengeringan = x 100 %
Bobot awal
Susut Pengeringan Tidak lebih dari 10 %
2. Penetapan Kadar Abu
Penetapan Kadar Abu Sebanyak 2 - 3 gram simplisia jahe emprit
(Zingiber officinale var. amarum) yang telah ditimbang dimasukkan
kedalam silika yang telah dipijar dan ditara, diratakan. Dipijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang, jika
dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas,
saring melalui kertas saring bebas abu. Sisa kertas saring dipijarkan
dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap lalu ditimbang.
Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara
(DepKes RI, 2000).
( Bobot cawan+Bobot abu )−Bobot cawan
Kadar abu= ( Bobot simplisia )x 100 %
7
3. Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, didihkan dengan
25 mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan. Kemudian disaring melalui krus kaca masir atau
kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, lalu dipijarkan hingga
bobot tetap dan timbang. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (DepKes RI, 2000).
8
diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata
yang telah ditara. Residu dipanaskan pada suhu 150°C hingga bobot
tetap. Kadar dihitung dalam persen senyawa yang larut dalam etanol
(95%). Dihitung terhadap ekstrak awal (DepKes RI, 1989)
Kadar sari larut etanol
¿ ( (Bobot cawanBobot
isi)−(Bobot cawankosong)
simplisia ) x 100 %
Kadar sari larut etanol tidak kurang dari 4,3%-5,7%
2.5 Antioksidan
Jahe emprit (Zingiber officinale var Amarum) merupakan bahan alami
yang banyak mengandung komponen fenolik aktif seperti sogaol, gingerol
dan gingerone yang memiliki efek antioksidan di atas Vitamin E dan sebagai
antikanker (Hidayat dan Rodame, 2015).
Radikal bebas adalah suatu senyawa yang memiliki elektron tidak
berpasangan pada orbital terluarnya sehingga menyebabkan senyawa tersebut
sangat reaktif untuk mencari pasangannya melalui penyerangan dan
pengikatan elektron yang berada di sekitarnya. Reaksi ini dalam tubuh dapat
menimbulkan reaksi berantai yang mampu merusak struktur sel, jika tidak
dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung,
katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya. Antioksidan adalah
suatu senyawa yang dapat memperlambat proses oksidasi dari radikal bebas,
sehingga dapat melindungi sel - sel dari kerusakan yang disebabkan oleh
molekul tidak stabil yang dikenal sebagai radikal bebas. Senyawa ini bekerja
dengan cara mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal bebas atau
disebut senyawa yang bersifat oksidan, yaitu dengan cara pengikatan oksigen
dan pelepasan hidrogen. Proses oksidasi penting untuk metabolisme tubuh,
tetapi jika molekul yang dihasilkan jumlahnya berlebihan dapat merusak
kesehatan seperti merusak sel yang mengoksidasi DNA, sehingga dapat
berakibat berlangsungnya mutasi gen. Berdasarkan mekanisme kerjanya
antioksidan diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu Antioksidan Primer
9
(Antioksidan Endogenus), Antioksidan Sekunder (Antioksidan Eksogenus)
dan Antioksidan Tersier (Musarofah, 2015).
Antioksidan diperlukan untuk meredam aktivitas radikal bebas, dikenal
sebagai senyawa yang dapat mendonorkan elektronnya (pemberi atom
hidrogen) kepada radikal bebas, sehingga menghentikan reaksi berantai dan
mengubah radikal bebas menjadi bentuk yang stabil (Hamid, et.al., 2010).
Musarofah (2015) menyatakan bahwa target utama radikal bebas adalah
protein, asam lemak tak jenuh, liporotein dan unsur DNA termasuk
karbohidrat. Reaksi berantai pada pembentukan radikal bebas melalui tiga
tahap, yaitu:
1. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas.
Persamaan Reaksi : RH→R* + H*
2. Tahap propagasi adalah perpanjangan rantai radikal.
Persamaan Reaksi : R* + O2→ ROO*ROO* + RH→ROOH +R*
3. Tahap terminasi ialah bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain
atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah.
Persamaan Reaksi : R* + R* → R – R
ROO* + R* → ROOR
ROO* + ROO* → ROOR + O2
Dalam melawan bahaya radikal bebas baik radikal bebas eksogen
maupun endogen, tubuh manusia telah mempersiapkan penangkal berupa
sistem antioksidan yang terdiri dari 3 golongan yaitu : (Anonim, 2012)
10
3. Antioksidan Tersier atau repair enzyme yaitu antioksidan yang berfungsi
memperbaiki jaringan tubuh yang rusak oleh radikal bebas, antioksidan
tersebut adalah Metionin sulfosida reduktase, Metionin sulfosida
reduktase, DNA repair enzymes, protease, transferase dan lipase.
Berdasarkan sumbernya antioksidan yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
11
Gambar Mekanisme Antioksidan Endogen Sebagai Pertahanan Tubuh
Gambar menerangkan mekanisme pertahanan tubuh yang diperankan
oleh antioksidan endogen. Enzim superoksida dismutase (SOD) akan
mengubah radikal superoksida (O2-٠) yang dihasilkan dari respirasi serta
yang berasal dari lingkungan, menjadi hidrogen peroksida (H 2O2), yang masih
bersifat reaktif. SOD terdapat di dalam sitosol dan mitokondria.5 Peroksida
dikatalisis oleh enzim katalase dan glutation peroksidase (GPx). Katalase
mampu menggunakan sartu molekul H2O2 sebagai substrat elektron donor dan
satu molekul H2O2 menjadi substrat elektron akseptor, sehingga 2 molekul
H2O2 menjadi 2 H2O dan O2. Di dalam eritrosit dan jaringan lain, enzim
glutation peroksidase (GPx) mengkatalisis destruksi H2O2 dan lipid
hidroperoksida dengan menggunakan glutation tereduksi (GSH), melindungi
lipid membran dan hemoglobin dari serangan oksidasi oleh H2O2, sehingga
mencegah terjadinya hemolisis yang disebabkan oleh serangan peroksida.
GSH akan dioksidasi menjadi GS-SG. Agar GSH terus tersedia untuk
membantu kerja enzim GPx, maka GS-SG ini harus direduksi lagi menjadi
GSH. Fungsi ini diperankan oleh enzim glutation reduktase (GRed).
H2O2 yang tidak dikonversi menjadi H2O, dapat membentuk radikal
hidroksil reaktif (OH٠) apabila bereaksi dengan ion logam transisi (Fe 2+/Cu+).
OH٠ bersifat lebih reakif dan berbahaya karena dapat menyebabkan
kerusakan sel melalui peroksidasi lipid, protein dan DNA. Di pihak lain,
tubuh tidak mempunyai enzim yang dapat mengubah OH٠ menjadi molekul
yang aman bagi sel.
Tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas bila jumlahnya tidak
berlebihan, dengan mekanisme pertahanan antioksidan endogen. Bila
antioksidan endogen tidak mencukupi, tubuh membutuhkan antioksidan dari
12
luar. Berbagai tanaman maupun obat sintetis dapat berperan sebagai
antioksidan, antara lain bawang-bawangan, spirulina dan N-asetil sistein
(NAC).
Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi, yakni fungsi utama
sebagai pemberi atom hidrogen (antioksidan primer) yang dapat memberikan
atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya
ke bentuk yang stabil. Fungsi kedua yaitu memperlambat laju autooksidasi
dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai
autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk yang lebih stabil
(Musarofah, 2015). Potensi antioksidan dinyatakan dengan nilai konsentrasi
hambat 50 % (IC50). Semakin kecil IC50 menunjukkan semakin tinggi
aktivitas antioksidan suatu senyawa atau zat.
Tabel Tingkat Kekuatan Antioksidan
Intensita
IC50
s
Sangat
Aktif > 50
Aktif 50-100
Sedang 101-250
Lemah 251-500
Tidak > 500
Aktif
(Sumber: Sandhiutami, dkk., 2014)
Metode yang sering digunakan untuk menentukan aktivitas antioksidan
pada umumnya yaitu metode DPPH (1,1 - Difenil - 2 - Pikrilhidrazil). DPPH
merupakan suatu radikal bebas yang stabil dan tidak membentuk dimer akibat
delokalisasi dari elektron bebas pada seluruh molekul (Molyneux, 2004).
Antolovich, et.al. (2001) menyatakan bahwa intensitas warna dari hasil uji
diinterpretasikan sebagai IC50, yaitu jumlah antioksidan yang diperlukan
untuk menurunkan konsentrasi awal DPPH sebesar 50 %. Pada metode ini
tidak diperlukan substrat sehingga memiliki keuntungan, yaitu lebih
sederhana dan waktu analisis yang lebih cepat, namun untuk hasil optimum
13
diperlukan ketelitian yang baik. Apak, et.al. (2007) menyebutkan metode
DPPH memiliki kelemahan yaitu kurang sensitif untuk mengukur aktivitas
antioksidan selain dari senyawa fenol.
14
BAB III
METODE
1. Alat
- Timbangan
- Pisau
- Parutan
- Penyaring
- Wadah
- Wajan
- Kompor
- Botol Kemasan
- Tisue
- Handskun
- Gelas Ukur
2. Bahan
- Jahe Emprit
- Air
- Gula Aren
3.2 Preparasi Simplisia dan Pembuatan Serbuk
Sampel dari rimpang jahe emprit (Zingiber officinale var. amarum)
berawal dari pengumpulan bahan yang didapatkan di pasar Cikurubuk blok
A1, dengan jumlah sebanyak 5 kg. Rimpang jahe emprit yang telah didapat,
dibersihkan (dicuci) kemudian ditiriskan dan ditimbang. Kemudian dikupas
kulitnya dengan menggunakan pisau, kemudian diangin-anginkan dengan
tujuan untuk mengurangi kelembaban. Selanjutnya, jahe emprit diparut.
Setelah diparut, direbus dengan air. Selanjutnya, rebusannya disaring
sebanyak 3 kali penyaringan. Kemudian dicampurkan dengan gula aren yang
sudah dilarutkan dengan filtrat jahe emprit lalu disaring sabanyak satu kali
15
penyaringan. Setelah itu, campuran tersebut dituangkan ke dalam wajan dan
dipanaskan kembali di atas kompor dengan api sedang untuk menghindari
gosong. Pengemasan dilakukan setelah minuman jahe emprit tersebut tidak
begitu panas, minuman jahe emprit dapat disajikan sesuai selera.
Bahan dibersihkan
Bahan dikupas
Pengumpulan jahe (dicuci) lalu
dengan
emprit ditiriskan dan
menggunakan pisau
ditimbang
Campuran tersebut
Campurkan filrat
dituangkan kedalam
jahe emprit dengan wajan, dan
gula aren yang Kemudian tunggu
panaskan diatas
sudah dilarutkan hingga hangat
kompor dalam api
dan saring
sedang, dan diaduk
sebanyak 1 kali
hingga homogen
16
b) Analisis Mikroskopik
Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang
derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia
yang diuji berupa serbuk simplisia yang diletakkan di atas objek
gelas yang ditetesi kloralhidrat 70% atau air dan diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran yang sesuai untuk melihat fragmen
pengenal dalam bentuk sel, isi sel atau jaringan secara jelas.
Hasilnya difoto dengan menggunakan kamera HD, dan
didokumentasikan.
B. Analisis Fitokimia
Analisis Fitokimia atau penapisan fitokimia dari simplisia basah ini
bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder golongan
alkaloid, flavonoid, fenol, tanin, karotenoid, steroid/triterpenoid, saponin
dan kuinon. Pengujian golongan-golongan senyawa metabolit sekunder
dapat dilakukan dengan cara (Farnsworth, 1966; Thaipong 2006;
Harborne,1987) :
a) Alkaloid
Simplisia dibasakan dengan amonia kemudian ditambahkan
kloroform, lalu digerus kuat-kuat. Kemudian filtrat ditambahkan
asam klorida 2 N. Campuran dikocok kuat-kuat hingga terdapat dua
lapisan. Lapisan asam dipipet, kemudian dibagi menjadi tiga bagian:
Filtrat 1 : Diteteskan larutan pereaksi mayer. Adanya endapan
atau kekeruhan berwarna putih menunjukkan adanya senyawa
kimia golongan alkaloid.
Filtrat 2 : Diteteskan larutan pereaksi Dragendorff. Adanya
endapan atau kekeruhan berwarna kuning jingga menunjukkan
adanya senyawa kimia golongan alkaloid.
Filtrat 3 : Digunakan sebagai blanko (Farnsworth, 1966).
b) Flavonoid
17
Simplisia didalam air, dipanaskan, kemudian disaring. Filtrat yang
diperoleh dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan
serbuk magnesium dan asam klorida 2 N. Campuran dipanaskan
diatas pengangas air, lalu disaring. Filtrat ditambahkan amil alkohol,
lalu dikocok kuat-kuat. Adanya flavonoid ditandai dengan
terbentuknya warna kuning hingga merah pada lapisan amil alcohol.
c) Senyawa Tanin
Simplisia didalam air, dipanaskan dan disaring, kemudian filtrat
dibagi 3 bagian:
Filtrat 1: Diteteskan larutan pereaksi besi (III) klorida. Adanya
warna biru hingga hitam menunjukkan adanya senyawa
golongan tanin.
Filtrat 2: Diteteskan larutan gelatin 1%. Adanya senyawa tanin
ditandai dengan terjadinya endapan berwarna putih.
Filtrat 3: Diteteskan larutan steasny. Adanya senyawa tanin
ditandai dengan terjadinya endapan berwarna merah muda.
d) Kartenoid
Simplisia diekstraksi dengan pelarut n-heksana, kemudian disaring.
Filtrat diteteskan pada cawan penguap dan diuapkan diatas penangas
air. Hasil pengeringan ditetesi dengan anisaldehid 10% kemudian
dipanaskan. Terbentuknya warna kemerahan menunjukkan adanya
karotenoid.
e) Steroid / Triterpenoid
Simplisia diekstraksi dengan eter. Filtrat ditempatkan dalam cawan
penguap, dibiarkan menguap hingga kering. Hasil pengeringan
ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Dan nnati akan
terjadinya warna hijau/ biru/ merah/ ungu menunjukkan adanya
senyawa steroid/triterpenoid.
f) Saponin
18
Simplisia didalam air, diapanaskan, kemudian disaring. Filtrat
dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu dikocok kuat-kuat secara
vertikal kurang lebih 5 menit. Terbentuknya busa yang mantap dan
tidak hilang selama 10 menit denga tinggi busa minimum 1 cm
menunjukkan adanya saponin.
g) Kuinon
1. pH
Uji pH merupakan salah satu parameter yang penting karena nilai pH
yang stabil dari larutan menunjukan bahwa proses distribusi dari larutan
menunjukan bahwa proses distribusi dari bahan aktif dalam sediaan
merata. Pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan pH meter atau
dapat menggunakan indicator universal (Depkes RI 1995).
2. Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat ada tidaknya partikel yang
tidak terlarut pada sediaan. Pengujian ini dilihat secara visual apakah
sediaan telah tercampur homogen atau tidak.
3. Viskositas
Tujuan untuk menjamin sediaan memeriksa kesesuaian viskositas
dari spekulasi yang telah di tentukan. Pengukuran viskositas dilakukan
dengan menempatkan sampel dalam viscometer brokfield hingga spindle
terendam dan kecepatan yang akan digunakan di atur, viscometer
brokfield dijalankan kemudian viskositas dari sediaan akan terbaca
(supriana, 2000).
19
3.5 Evaluasi Antioksidan Sediaan Serbuk Jahe Emprit dengan Metode
DPPH
20
konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50 %
radikal bebas DPPH (Meisara, 2012).
21
BAB IV
A. Uji Organoleptis
Uji organoleptis ini bertujuan untuk memastikan karakteristik dari
jahe emprit (Zingiber officinale var. amarum) dilihat dari bentuk, warna,
rasa, aroma.
22
kecil, lebih besar dari pada jahe merah tetapi lebih kecil dari pada jahe
gajah. Bentuknya agak piph, seratnya lembut dan aromanya tidak tajam
(Santoso,1989).
Gambar 3. Varietas jahe
C. Uji Mikroskopik
Jahe emprit memiliki ciri khas mikroskopik yaitu diantaranya
parenkim, sel minyak, amilum, dan sel gabus (Dyah mellawati, 2010).
23
Dan terbukti hasil uji mikroskopik yang telah kami lakukan hasilnya
sesuai dengan literature.
Keterangan Gambar
a. Sel gabus
b. Sel minyak
c. Parenkim
d. Amilum
b
c
D. Skrining fitokimia
24
Setelah dilakukan standarisasi bahan baku kemudian dilakukan uji
kandungan senyawa zat aktif dari rimpang jahe emprit, rimpang jahe
memiliki metabolit sekunder yaitu golongan fenol, flavonoid, terpenoid,
saponin, kuinon, dan tannin (Purwani,2011). Pengujiannya dengan uji
skrining fitokimia didapatkan hasil yaitu :
25
teridentifikasi dalam sampel dengan penampakan endapan merah bata
(Robinson, 1991).
Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar dan larut dalam
pelarut polar seperti metanol, etanol, dan air (Nurhasnawati dan Sa’adah,
2015). Sampel sari rimpang jahe emprit menghasilkan indikasi positif
dengan pembentukan warna pink. Indikasi positif sampel rendah, hal ini
bisa terjadi karena proses pemanasan kurang maksimal.
Uji saponin dilakukan dengan metode Forth, yaitu hidrolisis saponin
dalam air. Hasil uji saponin pada sampel rimpang jahe emprit
menunjukan hasil positif dengan terbentuknya busa stabil setelah
ditambahkan air dan dikocok. Timbulnya busa pada uji ini menunjukan
adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam
air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya
(Nurhasnawati dan Sa’adah, 2015).
Pemeriksaan senyawa terpenoid menunjukan hasil negatif. Hal ini
disebabkan terpenoid merupakan senyawa yang bersifat nonpolar
sehingga lebih tersari pada pelarut nonpolar.
Hasil uji fenolik pada sampel sari rimpang jahe emprit dengan
menambahkan larutan FeCl3 menunjukan penampakan kontras warna
kuning coklat kehijauan. Sagar (2009) Reaksi antara senyawa fenolik
yang bereaksi dengan FeCl3 membentuk kompleks berwarna ungu, biru,
hijau bahkan merah tergantung tergantung dari struktur senyawa fenolik
yang bereaksi. Terbentuknya warna tersebut akibat hasil reaksi antara Fe
dari FeCl3 dengan gugus hidroksil dari senyawa polifenol sehingga
membentuk kompleks yang berwarna.
Steroid teridentifikasi negatif dalam percobaan ini disebabkan
senyawa steroid tidak terekstrak sempurna didalam pelarut etanol dan air.
Menurut (Ergina ddk, 2014) senyawa steroid cenderung bersifat nonpolar
sehingga hanya dapat terekstrak oleh pelarut nonpolar.
Tanin merupakan golongan polihidroksi fenol (polifenol) yang dapat
dibedakan dari fenol lain karena dapat mengendapkan protein Dari hasil
26
pengujian senyawa tanin dari minuman jahe emprit yang didasarkan pada
uji warna menggunakan 2 pereaksi yaitu larutan FeCl 3 dan larutan
gelatin. Dan pada larutan jahe emprit ini tidak mengandung senyawa
tanin. Hal ini kemungkinan disebabkan pada minuman jahe ini tidak
dapat bereaksi dengan pereaksi gelatin maupun FeCl 3 dan pada penelitian
ini menggunakan larutan sehingga senyawa yang terkandung
didalamnya mudah menguap sehingga tidak mengandung tanin
(Robinson, 1991).
Kuinon adalah senyawa berwarna yang terdiri atas 2 gugus karbonil
dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon,
yang berkonjugasi dengan 2 ikatan rangkap karbon – karbon. Dari hasil
pengujian kuinon minuman jahe emprit yang didasarkan pada uji warna
terjadi perubahan warna menjadi kuning. Hal ini menunjukkan bahwa
minuman jahe emprit mengandung senyawa kuinon (Robinson, 1991).
Tabel 6. Formula
Formula 1
Jahe 7
Emprit
(sari+air) L
Gula 9
aren 1
0
g
r
a
m
Hasil : Kurang baik ( rasa pedes dan pahit, warna hijau tua)
27
Setelah dilakukan standarisasi bahan baku dan skrining fitokimia tahap
selanjutnya ialah pembuatan produk minuman instan herbal jahe emprit.
Dilakukan pencucian terlebih dahulu yang bertujuan untuk menghilangkan
zat pengotor dalam rimpang jahe emprit. Selanjutnya diangin-anginkan
supaya mengurangi kadar air, kadar air yang berlebih membuat produk tidak
tahan lama. Kemudian dikupas, dan di parut supaya memperlebar luas
permukaan dari rimpang jahe emprit dan memudahkan dalam penyariannya
supaya menghasilkan sari yang lebih banyak. Pembuat sari jahe emprit
dilakukan dengan cara parutan rimpang jahe emprit direbus dengan air dalam
panci dengan perbandingan ( 1:5) yiatu 1350 mg (1,35 kg) rimpang Jahe
emprit segar dalam 7 L air, hal ini supaya mengurangi rasa pedas yang cukup
kuat dari jahe emprit tersebut. Penambahan gula aren bertujuan dalam
pengawetan alami sediaan minuman instan kami ini. Gula aren yang kami
masukan yaitu sebanyak 910 gram dan dilarutkan dengan dari sari jahe
emprit dan disaring sebanyak 1 kali penyaringan, lalu dimasukan kesari jahe
emprit yang sedang direbus setelah itu disaring kembali sebanyak 3 kali
penyaringan. Penyaringan ini bertujuan untuk mengurangi pati yang ada pada
jahe emprit. Kemudian dikemas dalam botol kemasan 250 ml dan diberi
label.
4.3 Evaluasi Produk minuman instan jahe emprit (Z. officinale var.
amarum)
A. Uji Organoleptis
Pada evaluasi uji organoleptis minuman dilakukan dengan menilai
perubahan rasa, bau dan warna. Data diperoleh dari hasil penelitian dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
28
Tabel 7. Uji Organoleptis
P Pengamatan l K
ar hari ke- i es
a t i
m e m
et r p
er a ul
t a
u n
r
B Aro Aro Aro A H
au ma ma ma r as
jahe jahe jahe o il
m p
a e
j n
a g
h uj
e ia
R Peda Peda Peda P n
as s- s- s- e or
a man man man d g
is is is a a
s n
- ol
p e
a pt
h is
i m
t in
W Cok Cok Cok C u
ar at at at o m
na k a
l n
a ja
t h
e
e
m
pr
it
u
nt
u
k
29
b
a
u
d
a
n
w
ar
n
a
se
su
ai
d
e
n
g
a
n
lit
er
at
ur
se
d
a
n
g
k
a
n
u
nt
u
k
ra
sa
n
y
a
b
er
b
e
d
a.
30
H
al
in
i
di
k
ar
e
n
a
k
a
n
p
a
d
a
p
e
n
el
iti
a
n
in
i
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n
g
ul
a
ar
e
n
se
b
a
31
n
y
a
k
9
1
0
m
l
se
hi
n
g
g
a
m
a
ni
s
y
a
n
g
di
ti
m
b
ul
k
a
n
le
bi
h
te
ra
sa
.
Pada pengamatan hari ke-1 minuman sari jahe emprit memiliki bau
aroma jahe, rasa nya pedas-manis dan untuk warnanya berwarna coklat
serta tidak terbentuk endapan. Namun, untuk pengamatan di hari ke-2
32
dan ke-3 minuman sari jahe emprit terdapat endapan (tidak homogen)
sedangkan untuk bau, rasa dan warna tidak berubah.
B. Homogenitas
Pada uji homogenitas semua sediaan yang diuji tidak memiliki
gumpalan dan endapan dalam larutan. Hal ini karena tidak terdapat
perbedaan sifat antara bahan dan zat aktif yang digunakan. Saat uji
dilakukan pastikan sediaan yang akan diuji tersebut sudah homogen atau
tercampur merata (Lachman dkk, 1994).
C. Viskositas
Suatu jenis cairan yang mudah mengalir, dapat dikatakan memiliki
viskositas yang rendah, dan sebaliknya bahan yang sulit mengalir
dikatakan memiliki viskositas yang tinggi (Samdara et al., 2008).
Rp Cp %
m
10 960, 2.4
0
20 500, 2,5
0
30 360, 2,7
33
0
50 232, 2,9
0
10 148, 3,7
0 0
Spindle 5
Rpm Cp %
10 760,0 1,9
20 380,0 1.9
30 253,3 1,9
50 160,0 2,0
100 84,0 2,1
34
Semakin sedikit rasio air dan dengan metode pengecilan ukuran
diparut dalam pembuatan minuman sari jahe maka nilai pH yang
dihasilkan akan cenderung menurun. Hal ini disabebkan karena air yang
digunakan dalam proses pembuatan minuman sari jahe merupakan air
minum yang sesuai dengan standar SNI 01-3553-1996, dimana pHnya
berkisar antara 6.50-8.50. Sehingga, nilai pH yang dihasilkan dari
minuman sari jahe cenderung netral. Selain itu tingginya rasio air dapat
mengurangi pH pada minuman sari jahe, karena penambahan air dapat
menurunkan konsentrasi keasaman dari asam yang terkandung pada
medium. pH minuman tradisional berbasis jahe memiliki pH optimum
yaitu 5-7. Dapat dikatakan pH minuman sari jahe sudah memenuhi
kriteria minuman berbasis jahe. Dan terbukti pH minuman jahe emprit
kami memiliki pH 7,09 sesuai dengan literature.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Laporan kegiatan
Hari/tanggal Kegiatan
Minggu 8 November 2020 Pengumpulan rimpang jahe emprit.
Selasa, 10 November 2020 Perajangan dan pembuatan sari rimpang jahe emprit.
Rabu, 11 November 2020 Pembuatan minuman antioksidan jahe emprit.
Kamis, 12 November 2020 Evaluasi produk
2
Hasil pengupasan kemudian diangin-anginkan.
3
Proses penimbang gula aren
3.
4
3. Evaluasi simplisia basah Jahe emprit
a. Mikroskopik
Keterangan Gambar
e. Sel gabus
f. Sel minyak
g. Parenkim
h. Amilum
b
c
5
b. Skrining fitokimia
Uji Teori Praktikum Gambar
Alkaloid + +
Mayer
Dragendorf
Flavonoid + +
Saponin + +
Polifenol + +
6
Kuinon + +
Kartenoid - -
Blanko
Sampel
Tanin
Tanin + Steany
7
Tanin + Fecl3
Tanin + Gelatin 1%
c. Viskositas sari
Rpm Cp %
10 960,0 2.4
20 500,0 2,5
30 360,0 2,7
50 232,0 2,9
100 148,0 3,7
Hasil : Kurang baik ( rasa pedes dan pahit, warna hijau tua)
5. Evaluasi Produk
Organoleptik Warna : Coklat
Bau : Khas aromatik
Rasa : Pedas manis
8
Homogenitas Terdispersi homogen
Ph 7,09
Viskositas
Spindle 5
Rpm Cp %
10 760,0 1,9
20 380,0 1.9
30 253,3 1,9
50 160,0 2,0
100 84,0 2,1