Dengan mengucapkan puji dan syukur, penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Oleh karena itu, penulis
berhasil menyusun sebuah Makalah.
Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas Mata
Kuliah Belajar dan Pembelajaran Bidang Studi II.
Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Rimbi
Paulina Dewi, M.Pd. Selaku Dosen Pengampu mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Bidang
Studi II. Tak lupa juga penulis berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam proses pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah
ini. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Cover
Kata pengantar.....................................................................................................................1
Daftar isi...............................................................................................................................2
Bab 1 Pendahuluan..............................................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................4
Bab 2 Pembahasan...............................................................................................................5
Bab 3 Penutup....................................................................................................................24
3.1 Kesimpulan......................................................................................................24
Daftar pustaka....................................................................................................................25
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Hal ini menyababkan adanya teori – teori pembelajaran menjadikan bekal sebagai arahan
pada pendidik dalam menjalani proses belajar mengajar dengan karater siswa yang beraneka
ragam, unik dan berbagai ciri. Maka penulisan makalah ini memuat berbagai teori – teori
pembelajaran yang dikemas secara konsep yang praktis sehingga lebih memahami akan
maksud istilah yang ada yaitu berisi pembelajaran menurut aliran kognitif dan menurut aliran
kontruktivisme.
Pendalaman pendidik akan perannya bertugas sebagai fasilitator kurang dimengerti untuk
guru sekarang ini karena pemahaman konsep pembelajaran dari berbagai aliran kurang
dipahami sehingga pelaksanaan pembelajaran berlangsung kurang efektif dan efisien. Hal ini
berpengaruh pada peserta didik dalam penciptaan iklim belajar yang baik, menyenangkan,
dan yang diinginkannya tetapi tetap mengacu pada kompetensi yang harus dicapai dalam
pembelajaran.
3
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
4
BAB 2
PEMBAHASAN
Teori kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih
mementikan proses belajar daripada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif
mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.
Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai
stimulus dan respon, model belajar kognitif merupakan salah satu bentuk teori yang sering di
sebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkahlaku
seseorang di tentukan oleh presepsi dan pemaham yang tidak selalu dapat terlihat , sebagai
tingkahlaku yang nampak.
Teori kognitif juga menekankan bahwa-bagian dari satu situasi saling berhubungan
dengan seluruh konteks situasi tersebut . Memisah-misah atau berbagi bagi situasi / materi
pelajaran menjadi terpisah pisah akan kehilangan makna. Teori ini berpanda bahwa belajar
merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengelolahan informasi
emosi dan aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang mengakibatkan proses
berfikir yang sangat kompleks. Proses belajar antara lain mencangkup pengaturan stimulus
dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman
pengalaman sebelumnya. Dalam peraktek, pembelajaran teori kognitif antara lain tampak
dalam rumusan rumusan seperti: “ Tahap- tahap perkembangan” yang di temukan oleh J.
Piaget, Advance organizer Oleh Ausubel, pemahaman konsep oleh bruner , Hirarki belajar
oleh Gagne: “Webteaching” oleh Norman dan sebagainya. Berikut akan di uraikan lebih rinci
beberapa pandangan mereka.
Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut piaget , perkembangan
kognitif merupakan suatu proses genetik , yaitu proses yang di dasarkan atas mekanisme
biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang maka
makin kompleks lah susunan sel saraf nya dan makin meningkat pula kemampuannya ketika
5
individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan
lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam
struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat
didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental
anak yang berbeda usia akan berbeda secara kualitatif.
Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu
asimilasi dan akomondasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang di pahami sesuai
dengan struk kognitif yang ada sekarang, sementara akomondasi adalah proses perubahan
struktur kognitif sehingga dapat di pahami. Dengan kata lain, apabila individu menerima
informasi pengalaman baru maka informasi tersebut akan di modifikasi sehingga cocok
dengan strukur kognitif yang telah di punyainya. Proses ini di sebut asimilasi. Sebaliknya,
apabila struktur kognitif yang sudah di milikinya yang harusdi sesuaikandengan informasi
yang di terma, maka hal ini di sebut akomondasi.
Asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik kognitif
atau suatu ketidak seimbangan antara apa yang telah di ketahui dengan apa yang sudah di
lihat atau di alaminya sekarang. Proses ini akan mempengaruhi struktur kognitif. Menurut
Piget, proses belajar terjadi jika mengikuti tahap-tahap, asimilasi, akomondasi, dan
ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau
penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah di miliki individu. Proses
akomondasi merupakan proses penyesuaian kedalam sesuatu yang baru. Sedangkan pros
ekuilibrasi adalah proses berkesinambungan antara asimilasi dan akomondasi.
Agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga
stabilitas mental dalam dirinya maka di perlukan proses penyeimbangan yaitu
menyeimbangkan antara lingkungan dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya, maka
proses ini yang di sebut ekuilibrasi. Tanpa proses ekuilibrasi perkembangan kognitif
seseorang akan mengalami gangguan dan tidak teratur (Disorganized). Hal ini misalnya
6
tanpak pada cara berbicara yang tidak runtut, berbelit-belit,terputus-putus tidak logis ,dsb.
Adaptasi akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan di dalam struktur kognitif.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada pengguanaan symbol atau bahasa tanda,
dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu
preoperasional dan intuitif.
- Preoperasioal (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam
mengembangkan konsepnya, walaupun masuh sangat sederhana. Maka sering terjadi
kesalahan dalam memahami objek. Karakteristik tahap ini adalah :
2) Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
5) Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak daapt menjelaskan perbedaan
antara deretan.
7
- Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan
berdasarkan pada kesan yang agak abstrak. Dalam menarik kesimpulan sering tidak
diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah dapat
mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutam bagi mereka yang memiliki pengalaman
yang luas. Karakterisitk tahap ini adalah:
1) Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori objek, tetapi kurang disadarinya.
2) Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks.
4) Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah
objek yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak kekekalan masa pada usia 5 tahun,
kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia 7 tahun. Anak memahami
bahwa jumlah objek adalah tetap sama meskipun objek itu dikelompokkan dengan cara yang
berbeda.
Ciri kelompok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-
aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah
memiliki kecakapan berfikit logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat
konkret. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran
yang ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi
ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis
dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe
hipothetico-de-ductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik
kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak
sudah dapat :
8
2) Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua kemungkinan
penyebabnya, misalnya C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat merumuskan beberapa
kemungkinan.
4) Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap ini mula-mula
Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations paling lambat pada usia
15 tahun. Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya menemukan bahwa banyak
siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya telah melampaui, belum dapat melakukan
formal-operations.
Jerome Bruner (1966) adalah seorang pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam
studi perkembangan fungsi kognitif. Ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagai
berikut :
d. Interaksi secara sistematis antara pembimbing , guru atau orang tua dengan anak
diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.
e. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi
antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa
diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
9
f. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa
alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang
berurutan dalam berbagai situasi.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan
oleh caranya melihat lingkungan, yaitu, enactive, icomic, dan symbolic.
3) Tahap simboik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak
yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan berlogika. Dalam
memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui symbol-simbol bahasa, logika,
mataematika, dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak
symbol. Semakin matang seseorang dalam proses berfikirnya., semakin dominan sistem
simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan enaktif dan ikomik.
Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih
diperlukannyasistem enaktif dan ikomik dalam proses belajar.
10
1. Nama
4. Rentangan Karakteristik
5. Kaidah
Menurut bruner, pembelajran yang selama ini di berikan di sekolah lebih banyak
menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan
berfikir intuitif. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep arti dan hubungan ,
melalui proses intuitif untuk akhirnya, sampai pada suatu kesimpulan (Discofery lesrning).
Teori-teori yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar
menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermagna untuk siswa. Materi yang di pelajari di
asimilasikan di hubungkan pada pengetahuan. Yang telah di miliki siswa dalam struktur
kognitif.
a) Struktur kognitif
Merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan
unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual. Teori kognitif
banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan
baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
b) Subsumtive sequence
Dikatakan bahwa pengetahuan diorganisasi dalam ingatan seseorang dalam struktur hirarkhis.
Ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, inclusif, dan abstrak membawahi
pengetahuan yang lebih spesifik dan konkret. Demikian juga pengetahuan yang lebih umum
dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh seseorang, akan dapat memudahkan perolehan
pengetahuan baru yang lebih rinci. Gagasannya mengenai cara mengurutkan materi pelajaran
dari umum ke khusus, dari keseluruhan ke rinci yang sering disebut sebagai subsumtive
sequence menjadikan belajar lebih bermakna bagi siswa.
c) Advance organizers
11
Dikembangkan oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi tentang struktur kognitif di
dalam merancang pembelajaran. Penggunaan advance organizers sebagai kerangka isi akan
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, karena
merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa
yang dipelajari, dan hubungannya dengan materi yang telah ada dalam struktur kogntif siswa.
Jika ditata dengan baik, advanced organizers akanmemudahkan siswa mempelajari materi
pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarnya.
d) Skemata
Berdasarkan pada konsepsi organisasi kognitif seperti yang dikemukakan oleh Ausubel
tersebut, dikembangkanlah oleh para pakar teori kognitif suatu model yang lebih eksplisit
yang disebut dengan skemata. Sebagai struktur organisasional, skemata berfungsi untuk
mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah, atau sebagai tempat
mengaitkan pengetahuan baru. Atau dapat dikatakan bahwa skemata memiliki fungsi ganda,
yaitu :
2) Sebagai kerangka atau tempat untuk mengkaitkan atau mencantolkan pengetahuan baru.
12
2.2 Teori belajar kontruktivisme
Langkah strategis bagi perwujudan tujuan diatas adalah adanya layanan ahli
pendidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi. Student active learning atau
pendekatan cara belajar siswa aktif di dalam pengelolaan kegiatan belajarmengajarnyang
mengakui sentralitas peranan siswa didalam proses belajar, adalahlandasan yang kokoh bagi
terbentuknya manusia-manusia masa depan yang diharapkan. Pilihan tersebut bertolak dari
kajian-kajian kritikal dan empirik di samping pilihan masyarakat (Raka Joni, 1990).
Penerapan ajaran tut wuri handayani merupakan wujud nyata yang bermakna bagi
manusia masa kini dalam rangka menjemput masa depan. Untuk melaksanakannya
diperlukan penanganan yang memberikan perhatian terhadap aspek strategis pendekatan yang
tepat ketika individu belajar. Dengan kata lain, pendidikan ditantang untuk memusatkan
perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki karakteristik diatas. Kajian
terhadap teori belajar kontruktivistik dalam kegiatan belajar dan pembelajaran
memungkinkan menuju kepada tujuan tersebut.
13
2.2.2 Konstruksi pengetahuan
Seperti telah diuraikan pada bab pendahuluan, untuk memperbaiki pendidikan terlebih
dahulu harus mengetahui bagaimana manusia belajar dan bagaimana cara mengajarnya.
Kedua kegiatan tersebut dalam rangka memahami cara manusia mengkonstruksi
pengetahuannya tentang objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai selama
kehidupannya. Manusia akan mencari dan menggunakan hal-hal atau peralatan yang dapat
membantu memahami pengalamannya. Demikian juga, manusia akan mengkonstruksi dan
membentuk pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan seseorang merupakan konstruksi dari
dirinya. Pada bagian ini akan dibahas teori belajar konstruktivistik kaitanya dengan
pemahaman tentang apa pengetahuan itu, proses mengkonstruksi pengetahuan, serta
hubungan antara pengetahuan, realitas, dan kebenaran.
Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) mengemukakan bahwa ada beberapa
kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; 1)
kemampuan mengingat dan mengucapkan kembali pengalaman, 2) kemampuan
membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan 3)
kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu daripada lainnya.
14
kognitif yang dimilikinya. Proses dan hasil konstruksi pengetahuan yang telah dimiliki
seseorang akan menjadi pembatas konstruksi pengetahuan yang akan datang. Pengalaman
akan fenomena yang baru menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan
pengetahuan. Keterbatasan pengalaman seseorang pada suatu hal juga akan membatasi
pengetahuannya akan hal tersebut. Pengetahuan yang telah dimiliki orang tersebut akan
membentuk suatu jaringan struktur kognitif dalam dirinya.
Proses belajar konstruktivistik. Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari
pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar
ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya
melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur
kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya daripada segi perolehan
pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “... constructing and
restructuring of knowledge and skills (schemata) within the individual in a complex network
of increasing conceptual consistency...”. Pemberian magnet terhadap objek dan pengalaman
oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui
interaksi dalam jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun di
luar kelas. Facebook itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa
dalam proses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan
belajarnya bahkan pada ujung kerja atau presentasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem
penghargaan dari luar seperti nilai, ijazah, dan sebagainya.
15
tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima
dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.
Peranan guru. Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu
agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak
mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau
cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara
yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemampuannya.
Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi;
16
menyampaikan pengetahuan tersebut. Realitas dunia dan strukturnya dapat dianalisis dan
diuraikan, dan pemahaman seseorang akan dihasilkan oleh proses-proses eksternal dari
struktur dunia nyata tersebut, sehingga pelajar merupakan asimilasi objek-objek nyata.
Tujuan para perancang dan guru-guru tradisional adalah menginterpretasikan kejadian-
kejadian nyata yang akan diberikan kepada para siswanya.
17
tingkat “ penemuan” pada taksonomi Merrill, atau “strategi kognitif” dari Gagne, serta
“sintesis” pada taksonomi Bloom. Juga mengkonstruksi pengalaman siswa, dan mengarahkan
evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif.
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajara yang
berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi persepsual, dan prosese intelektual.
Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan.
Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran,
tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristic.
Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan,
agara belajar lebih bermakana bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya. Mereka
mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2) Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama
jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3) Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman
dapat terjadi dengan baik.
4) Untuk menarik minat dan menigkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau
informasi beru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
5) Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6) Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar makna,
informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan
apa yang telah diketahui siswa.
18
7) Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi,
persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal dan sebagainya.
4. Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut, misalnya penelitian,
memecahkan masalah, diskusi, stimulasi, dan sebagainya.
2. Melakukan identifikasi karakteristtik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya).
4. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh ke
generalisasi).
19
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari sederhana ke kompleks, dari konkret ke abstrak, atau
dari tahap enaktif, ikonik, sampai ke simbolik.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi, gaya belajar, dan
sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk
konsep-konsep inti.
4. Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan
dipelajari siswa.
Secara konseptual proses pembelajaran jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan
sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri mahasiswa,
melainkan sebagai pemberian makna oleh setiap kejadian sebagai pemberian makna oleh
siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutakhiran struktur kognitifnya. Dalam proses pembelajaran ini melibatkan: peran siswa,
peran guru, sarana pembelajaran, dan evaluasi.
1) Peranan siswa
Menurut pandangan konstruktivistik belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan individu yang belajar. Ia harus aktif
melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang
hal-hal yang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk
menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Dengan
20
istilah lain dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya kendali belajar sepenuhnya ada
pada siswa.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang memiliki
kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu pengetahuan yang baru. Bagi
kontruktivistik, kegiatan belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk menemukan
sesuatu dan membangun sendiri pengetahuannya, bukan merupakan proses mekanik
untuk mengumpulkan fakta. Siswalah yang bertanggungjawab atas hasil belajarnya.
Siswa yang membuat penalaran atas apa yang dipelajari dengan cara mencari makna,
membandingkannya dengan apa yang telah diketahui serta menyelesaikan
ketidaksamaan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang diperlukan dalam
pengalaman baru.
2) Peranan Guru
Dalam pembelajaran konstruktivistik, guru atau pendidik berperan membantu agar
proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Pendidik tidak
mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri. Dosen dituntut untuk lebih memahami jalan
fikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Menurut prinsip pembelajaran
konstruktivistik, seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator
yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik yaitu;
a) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab,
memberi pembelajaran atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.
b) Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan
siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasannya dan
mengkomunikasikan ide ilmiah mereka, menyediakan sarana secara produktif
menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar
siswa. Guru perlu menyemangati siswa dan menyediakan pengalaman konflik.
c) Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa berjalan atau
tidak. Guru mempertanyakan apakah pengetahuan mahasiswa dapat diberlakukan
untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi
hipotesis dan kesimpulan siswa.
Menurut Paulina Pannen dkk (1991) agar faktor dosen berperan optimal dalam
pembelajaran.
21
a) Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti hal-hal yang
sudah diketahui dan dipikirkan siswa
b) Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan di kelas bersama
sehingga siswa sungguh terlibat
c) Guru perlu mengerti pengalaman belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan
siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di tengah
siswa
d) Diperlukan keterlibatan guru bersama siswa yang sedang belajar dan dosen perlu
menumbuhkan kepercayaan mahasiswa bahwa mereka dapat belajar. e) Dosen perlu
mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai
pemikiran siswa karena kadang kala siswa berfikir berdasarkan pengandaian yang
belum tentu diterima oleh guru.
3) Sarana belajar
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan
belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala
sesuatu seperti bahan, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan untuk
membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan
pendapat dan pemikirannya sendiri tentang sesuatu yang dihadapi.
4) Evaluasi Belajar
Evaluasi belajar pada pandangan konstruktivistik menggunakan goal free evaluation,
yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik.
Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik memerlukan
proses pengalaman kognitif bagi tujuan konstruktivistik.
Brooks & Brooks 1993 (dalam Paulina Pannen 2001) situasi pembelajaran
konstruktivistik dalam kelas sebagai berikut:
a. Ruang lingkup pembelajaran disajikan secara utuh, dengan penjelasan tentang
keterkaitan antarbagian, dengan penekanan pada konsep-konsep utama.
b. Pertanyaan siswa dan konstruksi jawaban siswa adalah penting.
c. Kegiatan pembelajaran berlandaskan beragam sumber informasi primer dan
materimateri yang dapat dimanipulasi langsung oleh siswa.
d. Siswa dilihat sebagai pemikir yang mampu menghasilkan teori-teori tentang dunia
dan kehidupan.
22
e. Guru bersikap interaktif dalam pembelajaran, menjadi mediator dari lingkungan
bagi siswa dalam proses belajar
f. Guru mencoba mengerti persepsi siswa agar dapat melihat pola pikir siswa dan
apa yang sudah diperoleh siswa untuk pembelajaran selanjutnya.
g. Penilaian terhadap proses belajar siswa merupakan bagian integral dalam
pembelajaran, dilakukan melalui observasi dosen terhadap hasil kerja mahasiswa
melalui pameran karya siswa, dan portofolio.
h. Lebih banyak siswa belajar dalam kelompok.
23
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Teori belajar kognitif merupakan teori yang menyatakan bahwa belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Belajar adalah melibatkan proses berfikir
yang sangat kompleks. Pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya sangat menentukan hasil
belajar. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru
beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
24
DAFTAR PUSTAKA
https://journal.uny.ac.id/Sumarsih/2009/Pendidikan-Akuntansi-Indonesia.pdf
25