A. DEFINISI
Gagal jantung, sering disebut juga gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah
gagal jantung kongestif paling sering digunakan kalau terjadi gagal jantung jantung sisi kiri dan sisi
kanan (Brunner & Syddarth, 2017).
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung
tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Arif Mansjoer, 2016).
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien dikarenakan adanya kelainan
fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompadarah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan (Smeltzer & Bare, 2016).
B. ETIOLOGI
Etiologi gagal jantung kongestif menurut Brunner & Suddarth, 2015 sebagai berikut:
1.Kelainan pada otot jantung
2. Aterosklerosis coroner
3. Hipertensi sistemik
4. Penyakit jantung lain
5. Faktor sistemik
C. PATOFISIOLOI
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan Co= HR
x SV dimana curah jantung (Co:Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x
Volume sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom.Bila curah jantung berkurang. Sistem
saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang tergantung pada 3
faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan hukum starling pada jantung yang menyatakan bahwa
jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung), (2) Kontraktilita (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium), (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole)
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung dan
secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau
afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang
jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan
memyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi
dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan
tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan
sirkulasi sistemik.Akhirnyatekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan
dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau
penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena yang
meningkatkan volume darah sentral yang meningkatkan preload. Salah satu efek penting penurunan
cardiac output adalah penurunab aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang
akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sistem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi,
menimbulkan peningkatan resistensi vaskulr perifer selanjutnya dan peningkatan afterload ventrikel kiri
sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi, dan juga
bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan paptida
natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi
terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Congestive Heart Failure (CHF) menurut NHFA, 2016 sebagai berikut:
1. Sesak nafas saat beraktifitas muncul pada sebagian besar pasien, awalnya sesak dengan aktifitas berat,
tetapi kemudian berkembang pada tingkat berjalan dan akhirnya saat istirahat
2. Ortopnea, pasien menopang diri dengan sejumlah bantal untuk tidur. Hal ini menunjukkan bahwa
gejala lebih cenderung disebabkan oleh Congestive Heart Failure (CHF), tetapi terjadi pada tahap
berikutnya
3. Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) juga menunjukkan bahwa gejala lebih cenderung disebabkan
oleh Congestive Heart Failure (CHF), tetapi sebagian besar pasien dengan (CHF) tidak memiliki PND
4. Batuk kering dapat terjadi, terutama pada malam hari. Pasien mendapatkan kesalahan terapi untuk
asma, bronkitis atau batuk yang diinduksi ACEi
5. Kelelahan dan kelemahan mungkin jelas terlihat, tetapi umum pada kondisi yang lain
6. Pusing atau palpitasi dapat menginduksi aritmia
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul
1. Stroke
2. Penyakit katup jantung
3. Infark miokard
4. Emboli pulmonal
5. Hipertensi
F. PENATALAKSANAAN
Dasar penatalaksanaan pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) adalah:
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan farmakologis
3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik diet dan istirahat (Mansjoer
& Triyanti, 2017).
Penatalaksanaan gagal jantung menurut Amin & Hardi, 2016 dibagi atas:
1. Terapi non farmakologi
2. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi yang dapat diberikan antara lain golongan diuretik,ACEI, beta bloker, ARB, glikosida
jantung, vasodilator, agonis beta, serta bipiridin.
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG
1. Pengkajian
a. Identitas Klien : Nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan,
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien gagal jantung mengeluh sesak nafas dan kelemahan saat beraktifitas,
pasien secara PQRST. Biasanya pasien akan mengeluh sesak nafas dan kelemahan saat
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama penyakit yang mendukung munculnya
penyakit saat ini. Pada pasien gagal jantung sebelumnya pernah menderita nyeri dada, hipertensi,
iskemia miokardium, infark miokard, diabetes melitus, dan hiperlipimedia. Pasien gagal jantung
biasanya juga memiliki riwayat penggunaan obat-obatan pada masa yang lalu dan masih relevan
dengan kondisi saaat ini. Obat-obatan tersebut meliputi obat diuretik, nitrat, penghambat beta, serta
antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang
timbul.
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran pasien dengan gagal jantung biasanya baik atau composmentis (GCS 14-15) dan
2) Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan
aktivitas.
3) Sirkulasi
jantung, endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda : TD : mungkin rendah (gagal pemompaan), tekanan nadi : mungkin sempit,
menunjukan penurunan volume sekuncup, irama jantung : disritmia, misal fibrilasi atrium,
apikal : PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri, bunyi jantung : S3
(gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, murmur sistolik
dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi, nadi : nadi perifer
berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi nadi sentral mungkin kuat, misal
nadi jugularis, karotis, abdominal terlihat, warna : kebiruan, pucat, atau sianotik, punggung
kuku pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat, hepar : pembesaran/dapat teraba,
refleks hepatojugularis, bunyi napas : krekels, ronkhi, edema mungkin dependen, umum atau
4) Integritas Ego
tersinggung.
5) Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.
6) Makanan/cairan
garam/makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein, penggunaan diuretik.
Tanda : Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen (asites) serta edema (umum,
8) Neurosensori
9) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku melindungi diri.
10) Pernapasan
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan bantal, batuk dengan/tanpa
oksigen.
sputum, sputum : mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal), bunyi
napas : mungkin tidak terdengar, fungsi mental : mungkin menurun, kegelisahan, letargi,
11) Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot, kulit lecet.
Tanda : Kehilangan keseimbangan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan yang mana didukung oleh
penyebab serta tanda-tanda dan gejalanya. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gagal
jantung :
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuan oksien,
kelelahan.
3. Intervensi Keperawatan
Merupakan tahap ketiga proses keperawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien
berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu prioritas masalah, menetapkan tujuan, menetapkan kriteria hasil,
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan.Jenis tindakan pada implementasi ini terjadi dari tindakan rujukan atau
ketergantungan.Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan
tindakan keperawatan. Yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu
yang dilaksanakan.
Hal ini sangat membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi
aspek legal.Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi
dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisi saat
ini. Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknik
sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses membandingkan efek atau hasil suatu tindakan keperawatan
dengan normal atau kriteria tujuan yang sudah dibuat merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.