Anda di halaman 1dari 23

Nama : Nabilatasya Maya Titonia

NIM :C1061191088

Fakultas : Pertanian

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Mata Kuliah : Pancasila

Dosen : Dr.H.Mukhlis,M.Si

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Umum
1. Manusia, Pandangan Hidup, dan Lembaga-Lembaga yang Mewujudkan
Pandangan Hidupnya
Nilai luhur adalah tolok ukur kebaikan tentang suatu hal-hal yang bersifat
mendasar dan abadi dalam hidup manusia itu, seperti tentang cita-cita dan tujuan
yang hendak dicapainya dalam kehidupan ini. Nilai luhur ini digunakan oleh
manusia sebagai pandangan hidup. Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman
untuk menata kehidupan pribadi, hubungan antara manusia, dan masyarakat
dengan alam di sekitarnya. Dalam menjalankan pandangan hidup, diperlukan
dibentuknya lembaga-lembaga sebagai sarana dan wadah dalam mewujudkan
terjalannya pandangan hidup di kehidupan masyarakat.
Hubungan kejiwaan antara negara dan rakyatnya dapat dibedakan melalui
kriteria negara secara umum dengan negara kebangsaan secara khusus.
Berdasarkan Konvensi Montevideo tahun 1933 dapat diketahui kriteria negara
secara umum ada tiga syarat, yaitu adanya rakyat, wilayah yang permanen, serta
pemerintah yang mampu melakukan hubungan internasional. Kriteria negara
secara kebengsaan memerlukan syarat tambahan, yaitu adanya tekad dan
semangat kebangsaan seluruh rakyat tersebut untuk membangun masa depan
negara dengan kukuh secara bersama-sama sebagai satu bangsa.
Indonesia sebagai negara yang majemuk, pandangan hidup masyarakat
berproses secara dinamis hingga menjadi pandangan hidup bangsa. Setelah
berdirinya NKRI, pandangan hidup bangsa menjadi pandangan hidup negara.
2. Hubungan antara Pandangan Hidup Masyarakat, Pandangan Hidup Bangsa,
dan Dasar Negara
Antara pandangan hidup masyarakat, pandangan hidup bangsa, dan pandangan
hidup negara terdapat hubungan timbal balik yang bersifat dinamis. Pandangan
hidup bangsa dapat disebut sebagai ideologi nasional, dan pandangan hidup
negara sebagai ideologi negara.
Pada saat ini, proses penjabaran pandangan hidup melalui serangkaian tahap
proyeksi. Pandangan hidup negara diproyeksikan kembali kepada pandangan
hidup bangsa, pandangan hidup bangsa diproyeksikan kembali kepada pandangan
hidup masyarakat dan kepada sikap hidup pribadi. Rangkaian proses proyeksi
pandangan hidup tersebut dilakukan melalui jalur sistem hukum nasional.
Pemerintah terikat oleh kewajiban konstitusional dalam proses penjabaran ini.
Kewajiban konstitusional yaitu kewajiban pemerintah dan penyelenggara negara
lainnya untuk memelihara budi pekerti kemanusia yang luhur dan memegang
teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
B. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan Sebagai Dasar Negara
Pancasila dibahas, dirumuskan, dan diputuskan dalam sidang-sidang Badan
Penyelidik Usahan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) oleh para pendiri negara untuk membentuk
sebuah negara nasional, yaitu NKRI.
Rumusan filosofis Pancasila terdapat dalam Alenia Keempat Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, yang terdiri dari lima sila, yaitu (1)Ketuhanan Yang
Maha Esa; (2)Kemanusiaa yang Adil dan Beradab; (3)Persatuan Indonesia;
(4)Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan; (5)Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Kelima sila tersebut di atas diterangkan dalam Empat Pokok Pikiran yang
tercantum dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Pengertian dan makna
keseluruhan sila tersebut, yaitu (a)sejarah pergerakan kemerdekaan nasional sejak
awal abad ke-20 sampai tahun 1945; (b)rangkaian pembicaraan dalam sidang
BPUPKI dan PPKI dalam tahun 1945; (c)pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945
yang terkait; (d)materi Ketetapan-Ketetapan MPR yang sehubungan.
Dalam Ketetapan No. II/MPR/1978, MPR telah menetapkan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Pada pasal 5 Ketetapan MPR tersebut berisi
untuk menugasi Presiden sebagai Mandataris atau Presiden bersama-sama DPR untuk
mengusahakan agar Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila dapat
dilaksankan sebaik-baiknya dengan tetap berlandaskan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pelaksanaan setiap sila Pancasila dalam pembangunan
nasional telah ditetapkan oleh MPR dalam GBHN tahun1988 dan 1993.
1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
a. Arti Bangsa
Bangsa adalah rakyat yang telah mempunyai kesatuan tekad untuk
membangun masa depan bersama dengan mendirikan sebuah negara yang
akan mengurus terwujudnya aspirasi dan kepentingan bersama mereka secara
adil. Tekad yang kuat untuk membangun masa depan bersama ini disebut
sebagai kesadaran kebangsaan, sedangkan wawasan yang tumbuh dan
berkembang dari keasadarn kebangsaan tersebut dinamakan wawasan
kebangsaan.
Paham kebangsaan dibagi menjadi berwawasan sempit dan
berwawasan luas. Contoh paham kebangsaan yang sempit adalah Fasisme
dan Naziisme yang sangat berbahaya sehingga harus kita tolak. Contoh
paham kebangsaan yang berwawasan luas adalah Pancasila yang terkait erat
dengan kemanusian dan demokrasi.
b. Pentingnya Pandangan Hidup Bangsa
Dalam pandangan hidup bangsa terkandung konsepsi dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan, terkandung dasar pikiran terdalam, dan
gagasan mengenai wujud kehidupan yang baik dan pedoman untuk
memecahkan masalah secara tepat. Pandangan hidup bangsa adalah
kristalisasi dan institusionalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki, yang diyakini
kebenarannya, dan menimbulkan tekad untuk mewujudkannya.
Pandangan hidup bangsa harus berakar pada pandangan hidup
masyarakat. Pandangan hidup masyarakat yang menjadi akar pandangan
hidup bangsa ini juga akan memperoleh dukungan kuat dari rakyat jika
pandangan hidup bangsa tersebut menghormati serta menjamin hak dan
martabatnya sebagai manusia, baik sebagai individu maupun sebagai
masyarakat.
Pancasila merupakan ciri khas kebudayaan bangsa Indonesia yang
bersifat universal. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa memperoleh
dukungan rakayat Indonesia karena kelima sila tersebut berisi intisari dari
nilai-nilai budaya msayarakat Indonesia yang amat majemuk dan berisi cita-
cita moral bangsa yang berfungsi sebagai pedoman dalam beperilaku. Selain
itu, Pancasila yang dilaksankan Undang-Undang Dasar 1945 serta peraturan
perundang-undangan lainnya memnghormati serta menjamin hak dan
martabat kemanusiannya.
c. Pancasila sebagai Hasil Perjanjian Luhur Seluruh Bangsa
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang disepakati pada tanggl
18 Agustus 1945 merupakan perjanjian luhur dari seluruh bangsa. Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa hanya dirumuskan pokok-pokoknya saja
sehingga memungkinkan terjadinya penyesuaian pelaksanannya secara terus
meneru mengikuti perkembangan dinamika masyarakat.
d. Sifat Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Ideologi terbuka adalah pandangan hidup bangsa yang mempunyai
nilai dasar bersifat tetap, namun mampu berkembang secara dinamis.
Ideologi terbuka mempunyai tiga tatanan nilai, yaitu nilai dasar yang
merupakan prinsip yang bersifat abstrak, umum, tidak terikat waktu dan
tempat sehingga bersifat abadi. Nilai dasar selanjutnya dijabarkan menjadi
nilai instrumental yang merupakan arahan kinerja untuk kurun waktu tertentu
dan untuk kondisi tertentu. Lalu, nilai praktis adalah interaksi antara nilai
instrumental dengan dengan situasi konkrit yang memiliki sifat dinamis. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan Pancasila sebagai nilai dasar ideologi negara
tidak boleh berubah, melainkan nilai instrumental dalam pengmalan,
pengembangan, dan pengayaan nilai dasar yang dapat berubah.
2. Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai kekuatan mengikat secara hukum,
yaitu sumber kaidah hukum konstitusional yang mengatur NKRI beserta seleuruh
unsur-unsurnya, baik rakyat, wilayah, dan pemerintah. Pancasila meliputi suasana
kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara. Hal ini
dirangkum dalam empat pokok pikiran yang terdapat dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 tersebut adalah sama dengan Pancasila, UUD 1945
menciptakan pokok-pokok pikiran tersebut dalam pasal-pasalnya.
Pelaksanaan pancasila dilakukan dengan menyusun GBHN setiap lima tahun
dan menyusung undang-undang yang ditugaskan kepada Presiden dengan
persetujuan DPR. Hal ini mengandung makna untuk mengganti perundang-
undangan warisan zaman kolonial dengan perundang-undangan nasional yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sehingga GBHN mengarahkan agar disusun
program legislasi nasional.
BAB II

NEGARA PANCASILA SEBAGAI NEGARA KEBANGSAAN YANG


BERKETUHANAN YANG MAHA ESA

A. Pertumbuhan Kesadaran Kebangsaan

Kesadaran kebangsaan tidaklah timbul segaligus dalam kehidupan rakyat


Indonesia, tetapi tumbuh secara berangsur, bermula pada kalangan terpelajar, kemudian
menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya, kesadaran
kebangsaan tumbuh menjadi bagian dari pandangan hidup bangsa, yang antara lain,
mencakup cita-cita nasional, tujuan nasional, sasaran nasional serta system nasional yang
akan diwujudkan dalam masyarakat.

Pada umumnya, disepakati bahwa tumbuhnya kesadaran kebangsaan ini diawali


dengan terbentuknya organisasi Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908. Sumpah
pemuda tanggal 28 Oktober 1928 menguatkan kesadaran kebangsaan itu, dengan
menyatakan kehendak untuk hidup sebagai satu bangsa, satu nusa, dan satu Bahasa.
Proklamasi kemerdekaan kemerdekaan 1945 merupakan wujud paling nyata dari
meluasnya kesadaraan kebangsaan pada rakyat Indonesia.

B. Sejarah Ringkas Berdirinya Negara RI sebagai Negara Kebangsaan Yang


Berketuhanan Yang Maha Esa

Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus


1944, 3 hari setelah penyerahan kekaisaran Jepang kepada Komando Pasukan Sekutu.
Untuk memperoleh prespektif sejarah yang jelas, perlu kita pahami perkembangan
peristiwa sekitar perang dunia tersebut. Jepang memasuki Perang Dunia II pada tanggal 7
Desember 1941 dengan secara mendadak menyerang kekuatan armada Amerika Serikat
di Pearl Harbour, Hanolulu, Hawai.. Dalam waktu singkat sumber daya alam, bahan
makanan, hingga harta benda rakyat dirampas dan dibawa ke negri mereka. Bersamaan
dengan itu dalam bidang politik mereka membentuk pemerintahan militer, melarang
propaganda pilitik, dan melarang

Proklamasi kemerdekaan tidaklah diumumkan atas persetujuan balatentara


Jepang, tetapi atas desakan rakyat Indonesia sendiri, yang diwakilkan oleh para pemuda.
Pada tanggal 16 Agustus dini hari, Ir. Soekarno sekeluarga serta Drs. Moh. Hatta dibawa
oleh beberapa perwira Peta ata prakarsa para pemuda ke Rengasdengklok, Krawang agar
kedua pemimpin bangsa itu dapat meneruskan pimpinan pemerintah Republik Indonesia
dari sana karena rakyat akan menyerbu kota Jakarta untuk melucuti Jepang. Kenyataan ini
menyatakan bahwa sejak malam tanggal 16 Agustus itu, semua janji Jepang untuk
memerdekakan Indonesia telah batal.

Teks proklamasi disusun dan disetujui serta ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta, atas nama bangsa Indonesia, menjelang dini hari tanggal 17 Agustus
1945 dan dibacakan Ir. Soekarno pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945 di halaman
rumahnya. Pada tanggal 17 Agustus 1945 petang hari, datanglah “utusan” dari
masyarakat Indonesia Bagian Timur, yang berada dalam wilayah kekuasaan Angkatan
laut Jepang, menghadap Drs. Moh. Hatta. Mereka menyatakan bahwa rakyat di daerah itu
berkeberatan sangat terhadap bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan Undang-
Undang Dasaryang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.” Dengan semangat persatuan, keesokkan harinya hari
menjelang Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945,
hal yang pelik ini dapat diselesikan oleh Drs. Moh Hatta bersama empat anggota PPKI,
yakni K.H. Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimedjo dan Mr.
Teuku M. Hasan. Semuanya adalah tokoh-tokoh yang beragama Islam yang menyetujui
dicoretnya tujuh kata tersebut dan diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pada
tanggal 18 Agustus 1945 tersebut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia telah sah
ditetapkan oleh PPKI. Dengan pengesahan tersebut, Pancasila sebagai pendangan hidup
bangsa dan sebagai dasar negara telah menjadi perjanjian luhur dari seluruh bangsa.

Rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar


tersebut telah memberikan sifat khas kepada Negara Kebangsaan Indonesia, yang bukan
merupakan negara sekuler dan juga merupakan negara agama. Negara kebangsaan
Indonesia adalah negara yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu negara kebangsaan yang memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita rakyat yang luhur yang
berarti bahwa negara menjunjung tinggi manusia sebagai pribadi dengan segala hak dan
kewajubannya.
Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa karena Agama dan kepercayaan pada hakikatnya adalah suatu
keyakinan batin yang tercermin dalam hati dan sanubari dan tidak dapat dipaksakan.
Dengan perkataan lain, negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk
agama dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaan itu. Kebebasan beragama
merupakan salah satu hak asasi paling asasi karena langsung bersumberkan martabat
manusia sebagai pribadi dan sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan karena itu bukanlah
pemberian negara, buka pula pemberian golongan. Hak dan kebebasan itu merupakan
pilihan pribadi masing-masing yang disertai dengan tanggung jawab pribadi. Negara
wajib memelihara budi pekerti yang luhur dari setiap warga negara pada umunya dan dari
penyelenggaraan negara pada khususny, berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

Dengan menganut paham kebangsaan dan berwujud negara persatuan, negara


Republik Indonesia menyatu dengan seluruh rakyatnya, dengan tidak membedakan
golongan yang satu dengan golongan yang lain. Negara kebangsaan Indonesia berdiri di
atas golongan dan perseorangan, dan menyatu dengan seluruh rakyat dan tatanan
demokratis, dengan tidak membeda-bedakan golongan satu dengan golongan lain.
Wawasan kebangsaan mengandung arti setiap warga negara mempunyai hak dan
kewajban yang sama terhadap negara dan masyarakat, dan berkedudukan sama terhadap
hokum, pembelaan negara, dan penyelenggara negara.

C. Integrasi Nasional

Proses penyatuan rakyat, wilayah, serta pemerintah dalam ikatan negara kesatuan
Republik Indonesia dinamakan Integrasi Nasional Indonesia. Integrasi nasional ini
berlangsung dalam kerangka sistem hukum, yang dilaksanakan oleh seluruh jajaran
penyelenggara negara, sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing. Sistem hukum
merupakan dasar kelembagaan untuk membentuk system nasional.Integrasi nasional
terancam apabila rakyat serta penyelenggar negara tidak memenuhi hukum, yang
menentukan tugas, hak, wewenang serta tanggung jawabnya masing-masing.
BAB III

LATAR BELAKANG PERLUNYA P-4

PROSES TERJADINYA DAN PERKEMBANGANNYA

A. Pengalaman Sejarah
Sejarah telah menunjukkan bahwa sebelum agama-agama besar dunia, khususnya
agama Hindu, Budha, Islam, dan Kristen masuk ke Indonesia dan mempengaruhi kebudayaan
masyarakat kita, berbagai suku asli telah mengenal nilai-nilai luhur yang akan menjadi unsur-
unsur pembentuk sila-sila Pancasila.

Keterbukaan sikap masyarakat Indonesia untuk bergaul dan menerima unsur-unsur


budaya yang baik dsari berbagai pihak dari negeri asing telah menyebabkan terjadinya
pembauran unsur-unsur kebudayaan itu (akulturasi) membentuk kebudayaan baru yang lebih
kaya. Rembug atau musyawarah yang digunakan di desa-desa untuk memecahkan berbagai
permasal;ahan bersama telah menjadi wahana serta lembaga kebersamaan masyarakat.
Sebagian unsur budaya baru ini bersifat konkret, seperti mode pakaian, teknik pertanian,
arsitektur, jalan raya dan jembatan, serta alat transport modern di darat, dilaut, dan diudara,
rumah sakit, dan badan-badan seperti wawasan tentang masyarakat, bangsa dan negara,

Soekarno dan Hatta beserta rekan-rekannya dalam tahun dua puluhan memelopoti
gerakan nasionalis dengan tujuan mengembangkan perasaan nasionalisme bangsa indonesia
secara keseluruhan sebagai satu kesatuan baru, tanpa memandagng perbedaan kebudayaan,
suku, atau agama yang memang merupakan ciri khas masyarakat Indonesia yang majemuk.
Dengan rintisan gerakan nasionalis itu mulai berproseslah pembangunan bangsa (nation
building) dengan karakter yang khas (character building). Soekarno dan Hatta tertarik dengan
istilah “Indonesia” dan “orang-orang Idonesia” yang secarara simbolik dipandang mampu
menyatukan bangsa Indonesia yang beraneka ragam itu.

Kesadaran tentang arti “Indonesia” dan “orang-orang Indonesia” mencapai puncaknya


dalam Sumpah Pemuda yang berwujud pengakuan terhadap satu tanah air, satu bangsa, dan
satu bahasa Indonesia. Diikrarkan sebagai suatu perjanjian luhur dalam Kongres Pemuda
Indonesia yang Kedua, tanggal 26-28 Oktober 1928 itu, dapat dipandang sebagai embrio dari
Sumpah Bangsa.Penyerbuan Jepang bulan Maret tahun 1942 telah mengakhiri pemerintahan
kolonial Belanda itu. Kemarahan Jepang untuk meneyerbu Indonesia untuk memperoleh
jaminan bahan baku strategis yang diperlukan oleh ekeonomi negerinya seperti minyak bumi,
karet, dan timah..

Penindasan yang dilakukan oleh Jepang justru semakin menyadarkan bangsa


Indonesia akan pentingnya nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dan rasa setia kawan
serta menyadarkan masyarakat Indonesia akan pentingnya demokrasi, pemerintahan
klerakyatan dengan permusyawaratan, yang memang sudah lama berakar dalam masyarakat
Indonesia. Seluruh anggota BPUPKI bersepakat untuk mendirikan negara kebangsaan dan
bukan negara yang berdasarkan agama tertentu. Indonesia bukanlah negara yang sekuler,
yaitu negara yang sama sekali memisahkan dan tidak mengakui peranan agama dalam
kehidupan kenegaraan. Berkat peranan Soekarno dan Hatta, Pancasila diterima secara bukat
sebagai dasar negara dan ideologi bangsa. Negara Republik Indonesia adalah negara yang
berkedaukatan rakyat dan mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.

B. Latar Belakang Perlunya P-4

1. Berbagai Ideologi Golongan Sebelum Orde Baru

a. Ideologi Liberalisme
Dalam proses diplomasi untuk mendapat pengakuan internasional atas eksistensi RI,
dikeluarkan Maklumat Politik tanggal 1 November sebagai kelanjutan yang memuat
kebijaksanaan pemerintah, baik tentang politik luar negeri khususnya terhadap kerajaan
Jepang dan Belanda maupun mengenai politik dalam negeri tentang berbagai suku dalam
bangsa Indonesia Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan negara merdeka
mengalami pasang surut. Dalam mengarungi pasang surut dasar (UUD) yaitu UUD 1945,
Konstitusi RIS, dan UUD sementara 1950. Untuk mempersiapkan Uud yang tetap, telah
diadakan pemilu tahun 1955, yang berhasil membentuk konstituante pada tahun 1956 untuk
menentukan dasar negara.

Konstituante ini berhasil merumuskan kesepakatan mengenai hak asasi manusia dan
beberapa masalah lainnya, tetapi mengalami kemacetan sewaktu membahas dasar negara,
antara dasar negara islam dengan pancasila atau nasionalisme.Kemacetan dalam pengambilan
keputusan tentang dasar negara dapat menimbulkan krisis eksistensi Negara Republik
Indonesia. Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945 dan membubarkan kontituante
membawa kehidupan kenegaraan memasuki periode baru, periode demokrasi terpimpin
antara tahun 1959-1965 yang memberi peranan mengemukakepada ideologi komunisme.

b. Ideologi Koumunisme
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, diberlakukanlah kembali UUD 1945 yang
memuat Pancasila sebagai dasar negara. Seyogiyanya, sejak saat itu pancasila dapat kita
hayati dan kita amalkan secara murni dan konsekwen.

Selama periode 1959-1965 terjadilah penafsiran baru serta terhadap pancasila dan
UUD 1945 yang juga menyimpang dari konsensus nasional 18 Agustus 1945 yang bersumber
dari konsepsi Nasakomyang dicanangkan oleh Presiden Soekarno dan dimanfaatkan oleh
Partai Komunisme Indonesia dengan menafsirkan Pancasila sebagai marxisme yang
diterapkan sesuai dengan kondisi Indonesia. Tantangan besar menjelang tahun 1966 sebagai
puncak gerakan anti pancasila adalah pemberontakan Gerakan 30 September/ Partai Komunis
Indonesia. Partai komunis Indonesia sekali lagi mencoba mendirikan suatu Republik Rakyat
Indonesia. Dengan menggunakan oknum-oknum militer yang dapat dipengaruhinya, PKI
melakukan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh pimpinan TNI-Angkatan Darat di Jakarta dan
Yogyakarta dini hari tanggal 1 Oktober 1965, yang dinilai merreka menghalangi meluasnya
pengaruh komunisme di Indonesia. Namun, dengan cepat kekuatan ABRI dan rakyat
Indonesia yang Pancasilais berhasil menumpas pemberontakan itu dan menyelamatkan
negara Pancasila.

c. Penyalahgunaan Agama
Golongan ekstrim keagamaan cenderung mengartikan Pancasila dengan sila pertama
saja dan selanjutnya mengangap sila pertama identik dengan agama. Pandangan ini dapat
menyesdatkan karena dengan menekankan satu sila semata-mata, maka sila-sila yang lain
akan dilupakan dan menjurus ke arah negara teokrasi. Untuk mencegah berlanjutnya
penyalahgunaan ajaran agama itu sebagai warga negara Republik Indonesia yang
bertanggung jawab, seluruh umat beragama mengambil langkah-langkah yang jelas untuk
mengakui Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.

2. Belum adanya Pemasyarakatan Pancasila Secara Intensif dan Berkesinambungan


Kesadaran politik masyarakat tentang sumber kekuasaan negara yang bercorak
konstitusional ini bisa kita pandang sebagai hasil pendidikan politik selama dua puluh tahun
pertama berdirinya Republik Indonesia dan merupakan kekayaan rohani bangsa Indonesia.
Modernisasi kekayaan politik yang menggerakan mentalitas budaya politik masyarakat
seperti itu pada gilirannya akan menyumbangkan kesadaran politik yang lebih modern lagi
dalam langkah menuju penghayatan ilai-nilai Pabcasila pada periode sesudahnya.

3. Tantangan Masa Depan dan Pergantian Generasi


Dunia yang semakin terbuka terhadap pengaruh dari luar serta timbulnya generasi
baru yang sama sekali tidak pernah mengalami pahit getirnya mendirikan serta
mempertahankan republik Indonesia dari berbagai jenis ancaman ideologis tersebut. Dalam
suasana baru ini bahkan paham negara kebangsaan itu sendiri dapat menjadi surut karena
proses globalisasi.

4. Peranan Orde Baru dalam Rintisan Menuju Kehidupan Berideologi Pancasila Secara Murni
dan Konsekuen
Dalam tahun 1966 atas nama Presiden/Panglima Sebelas Maret (Supersemar), Jendral
TNI Soeharto membubarkan PKI dan seluruh organisasi massanya dan menyatakan partai itu
sebagai partai terlarang. Dewan Pertahanan Keamanan Nasionalmenghimpun dan menyusun
bahan sumbangan pikiran yang diperoleh dari hampir semua universitas, golongan
cendikiawan, pemuka masyarakat, dan berbagai tokoh dari seluruh lapisan masyarakat.

C. Alasan dan Pertimbangan


Pidato Presiden di depan sidang umum MPR tabggal 1 Oktober 1977 dilampiri oleh
dua dokumen penting, yaitu rancangan GBHN, pedoman penghayatan, dan pengalaman
pancasila. Kedua bahan tersebut merupakan bahan pertimbangan untuk membantu kelancaran
sidang-sidang MPR. Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang melatarbelakangi prakarsa
beliau mengajukan dua lampiran pidatonya itu.
D. Proses Pembahasan
Sebagaimana diketahui secara luas, telah dibentuk Badan pekerja (BP) MPR dan
Komisi MPR untuk melancarkan tugas-tugas MPR. Salah satu tugas BP MPR ini adalah
mempersiapkan Rancangan Acara dan Rancangan Putusan-putusan Sidang Umum Isti,ewa
Majelis. Oleh peraturan Tata Tertib MPR, antara lain ditentukan bahwa rapat-rapat BP MPR
harus telah diselenggarakan sekurang-kurangnya dua bulan sebelum Sidang Umum atau
sidang istimewa Berlangsung.

E. P-4 sebagai Kesepakatan Nasional untuk Menghayati dan Mengamalkan Pancasila


Sebagaimana lazimnya produk legislatif, Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ( Ekaprasetia Pancakarsa) ini terdidi atas
konsiderans dan diktum. Dengan terbitnya Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, kita makin maju dalam melaksanakan
Pancasila sebagai ideologi negara. Karena dengan itu, kita bukan hanya memilikikesepakatan
nasional mengenai Pancasila dalam rumusan-rumusannya yang umum saja akan tetapi kita
juga memiliki kesepakatan nasional mengenai pedoman untuk menghayati dan
mengamalkannya.

F. Perkembangan Pemahaman dan Kemantapan Sikap terhadap P-4

Tap MPR No. II/MPR/1978 menugasi presiden untuk melakukan pemasyarakatan P-4 dengan
sebaik-baiknya. Dalam rangka melaksanakan ketentuan itu, presiden telah membentuk tim
penasihat presiden mengenai pelaksanaan P-4 (Tim P-7), yang bertugas memberikan nasihat,
pertimbangan, dan saran yang dianggap perlu kepada presiden agar upayapembudayaan P-4 dapat
berjalan lancar, tepat arah, dan tepat sasaran. Seabagai badan pelaksananya presiden membentuk
Badan pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman dan Pengamalan Pancasila (BP-7) sebagai
lembaga pemerintah nondepartemental, yang langsung berada dibawah presiden. Sebagai badan
pelaksana di daerah-daerah dibentuk BP-7 Daerah Tingkat I dan BP-7 Daerah Tingkat II.

Salah satu bentuk kegiatan memasyarakatkan P-4 adalah penataran yang dilakukan
baik ditingkat pusat maupun di daerah. Sejak tahun 1978, telah banyak produk legislatif baik
berwujud Ketetapan MPR maupun undang-undang, yang bertujuan agar Pancasila sebagai
ideologi nasional meresap di seluruh lembaga dalam masyarakat, bangsa, dan
negara.Perkembangan pemahaman terhadap fungsi pancasila sebagai ideologi pembangunan
tersebut mencerminkan adanya kesadaran dan penghormatan terhadap dinamika perubahan
yang telah, sedang, dan akan berlangsung di dalam masyarakat.

G. Manfaat P-4
Dapat dikatakan bahwa semakin meluas jumlah peserta penataran dan semakin
dipahami kandungan nilai Pancasila dan UUD 1945 dalam masyarakat, maka akan semakin
kukuhlah perasaan kebangsaan pada seluruh kalangan dalam masyarakat Indonesia yang amat
majemuk itu. Dalam tahun 1983, lima tahun ditetapkannya Penataran P-4, MPR menetapkan
pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan beemasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
BAB IV

PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA

A. Hubungan antara Pancasila dan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan


Pancasila (P-4)
Pancasila telah tercantum pada UUD 1945 sebagai dasar negara dan padangan hidup
bangsa, untuk itu Pancasila memiliki tekad yang kuat bahwa nilai dasar itu secara
bertahap harus benar-benar diwujudkan dalam perikehidupan negara dan perilaku
masyarakat secara keseluruhan. Untuk membekali masyarakat dengan pemahaman
yang jelas mengenai pandangan hidup bangsa dan dasar negara itulah disusun
pedoman untuk menghayati dan mengamalkannya, yaitu yang disebut Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, disingkat P-4.

P-4 ditetapkan oleh MPR sebagai Lembaga tertinggi negara. P-4 bukan merupakan
tafsir Pancasila, tetapi sebagai penuntun sederhana untuk masyarakat agar dapat
memahami dengan jelas dan menghayati dengan sungguh-sungguh nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Dengan pemahaman dan penghayatan yang tepat,
diharapkan masyarakat mampu melaksanakan nilai yang terkandung dalam Pancasila
dengan tepat dan terwujud dalam sikap, perilaku, dan perbuatannya secara bengasur
yang kemudian dapat membudidaya diseluruh kepulauan nusantara.

P-4 disajikan secara sederhana, konkret, dan kontekstual untuk mencapai tujuannya.
Melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang telah disepakati dalam P-4
diharapkan akan timbul prsepsi, sikap, dan mentalitas masyarakat yang terbuka,
berpandangan rasional, sadar akan tanggung jawabnya, yang selanjutnya akan
menumbuhkan iklim kehidupan social yang sehat, adil, dan dinamis.

B. Kunci Pokok untuk Menghayati dan Mengamalkan Pancasila


1. Penuntun Sikap dan Tingkah Laku Manusia Indonesia
Guna melestarikan keampuhan dan kesaktian yang dipercayai terkandung dalam
Pancasila, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus oleh seluruh warga
negara tanpa terkecuali. Didalam diri masing-masing warga negara harus
memilikikeyakikan bahwa Pancasila itulah yang terlah menjiwai dan memberi
semangat serta kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia dalam mengejar
kehidupan lahir dan batin yang baik

Keseluruhan P-4 tersebut perlu menjadi pengetahuan yang selain dipahami juga
dijadikan pedoman sikap, tingkah laku, dan pendirian, serta diamalkan menjadi
kenyataan yang dapat diamati dan/atau dirasakan kenyataannya dalam kehidupan
sehari-hari. Pedoman tersebut juga merupakan tolok ukur dalam menilai hasil
karya warga masyarakat dalam menempatkan diri dalam lingkungan hidupnya.

2. Pelaksanaan yang Manusiawi


Pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila harus tetap manusiawi
serta merupakan pedoman yang memang mungkin dilaksanakan oleh manusia
biasa. Kita bboleh melambungkan angan-angan mengenai kehidupan pribadi dan
bermasyarakat yang kita anggap baik. Tetapi pada sisi lain kita harus tetap
berpijak bahwa setiap manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk
melaksanakan angan-angan yang indah itu. Menuntut manusia untuk melakukan
sesuatu diluar batas kemampuannya adalah mustahil. Pancasila menempatkan
manusia dalam keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Manusia yang dipahami dalam Pancasila bukanlah manusia yang
dengan kemampuan yang luar biasa. Tetapi manusia yang hendak dipahami
adalah manusia yang disamping memiliki kekuatan juga memiliki kelemahan;
manusia yang memiliki kemampuan juga memiliki keterbatasan.
3. Kodrat Manusia
Agar Pancasila dapat diamalkan secara manusiawi, pedoman pengamalannya juga
harus bertolak belakang dari kodrat manusia, khususnya dalam hubungan manusia
dengan manusia lainnya. Manusia tidak dilahirkan dengan semburna secara fisik
dan batiniahnya. Manusia perlu bantuan manusia lain dari sejak ia dilahirkan
sampai ia meninggal dunia. Inilah kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan.
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila bertitik tolak dari kesadaran
akan kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk social,
yang merupakan satu kesatuan bulat serta harus dikembangkan secara selaras,
serasi, dan seimbang
4. Hubungan Bertimbal Balik dan Seimbang Antara Manusia dan Masyarakat
Ada beberapa pandangan pokok mengenai hubungan manusia didalam
masyarakatnya. Pertama ialah pandangan liberal. Pandangan liberal memberi arti
dan peran yang berlebihan kepada manusia sebagai individu bebas dan otonom
serta keberhasilan dan kesejahteraan kehidupan masyarakat bergantung pada
keberhasilan dan kesejahteraan individu. Hal ini menimbulkan persaingan bebas
dan cenderung menimbulkan sikap yang melupakan kepentingan orang lain dan
kemungkinan dapat berujung pada penindasan.

Pancasila tidak memilih salah satu diantara keduanya; juga tidak


mengawinkannya menjadi satu. Pancasila menampilkan pandangan bahwa
manusia pada hakikatnya adalah kesatuan pribadi yang memiliki dimensi
individual dan social sekaligus. Pancasila yang bulat dan utuh memberi keyakinan
kepada bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan manusia akan tercapai apabila
didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, baik dalam kehidupan
manusia secara pribadi, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan
manusia lain, dengan masyarakat dan hubungannya dengan seluruh bangsa.
Seluruh hubungan ini dijiwai oleh nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

5. Pengendalian Diri
Pancasila mengatur hubungan relasi manusia. Dalam relasi social tersebut,
manusia dibentuk menjadi seseorang yang mampu menempatkan diri dalam
masyarakatnya secara tepat dan benar. Ia tahu yang mana hak dan kewajibannya.
Ini berarti manusia dapat mengendalikan dirinya. Oleh karena itu, pengendalian
diri bukanlah sikap yang statis, melainkan dinamis karena dibekali oleh kesadaran
diri yang tinggi, sifat moral yang luhur, dan disiplin yang kukuh.

Pancasila memiliki lima sila yang ketika dihayati dan diamalkan mampu
mewujudkan sikap hidup manusia Indonesia yang mampu mengendalikan dirinya.
Hanya manusia Pancasila;ah yang mampu menjaga arah dan tujuan pembangunan
serta mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Manusia yang tidak menghayati dan mengamalkan Pancasila tidak akan mampu
melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila dan tidak akan
mampu mewujudkan masyarakat maju, mandiri, adil, dan makmur.

C. Ekaprasetia Pancaaksara
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila juga disebut Ekaprasetya
Pancaaksara. Secara Bahasa, ekaprasetia pancaaksara berarti tekad yang tunggal
untuk melaksanakan lima kehendak. Dalam hubungannya dengan ketetapan MPR No.
II/MPR/1978, lima kehendak yang kuat adalah kehendak untuk melaksanakan kelima
sila dari Pancasila. Dinyatakan tekad tunggal karena tekat tersebut sangat kuat dan
tidak tergoyahkan.

Disamping arti harfiah seperti yang telah diuraikan, yang lebih penting adalah
memahami Ekaprasetia Pancaaksara dari kedalaman semangat dan maksudnya.
Karena merupakan tekad, janji dalam Ekaprasetia Pancaksara merupakan tekad yang
tumbuh dari kesadaran sendiri atau merupakan janji terhadap dirinya sendiri. Janji
kepada diri sendiri merupakan panggilan hati Nurani dan tidak dirasakan sebagai
sesuatu yang dipaksakan dari luar.

D. Pengamalan Pancasila
Petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila tertuang pada Naskah
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai lampiran dari Tap. No.
II/MPR/1978. Dibawah ini disarikan isi dari naskah tersebut kedalam 45 butir P-4
sebagai berikut :

Sila kesatu : Ketuhanan Yang Maha Esa


1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa
2. Manusia Indoensia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk
agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Ketuhanan Yang
Maha Esa
4. Membina kerukunan hidup diantara sesame umat beragama islam dan
berkepervayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain

Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhkuk Tuhan Yang Maha Esa
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain

Sila Ketiga : Persatuan Indonesia


1. Mampu menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila Keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan
1. Sebagai warga negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-
nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi
kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.

Sila Kelima : Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotong royongan
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.

E. Catatan
1. Penjelasan atas Bab II angka 1 dari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ketetapan MPR No. II/MPR/1978) berbunyi sebagai berikut,
“Dengan rumusan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut pada Bab II angka
1 tidak berarti bahwa negara memaksa agama atau suatu kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, sebab agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, tidak dapat dipaksakan, dan memang
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sendiri tidak
memaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya.

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan tiap-tiap


penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu. Kebebasan agama adalah merupakan salah
satu hak-hak asasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsung
bersumber kepada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan hak
kebebasan beragama bukan pemberian Negara atau pemberian golongan.”

2. Dalam bahan penataran P-4 sebelumnya, kandungan isi dari naskah Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai Lampiran Ketetapan Majelis
Permusawaratan Rakyar No. 1 Tap No. II/MPR/1978 telah dirinci dalam 36 butir.
Sementara itu wawasan kita dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila telah
berkembang, bersamaan dengan dinamika masyarakat Indonesia itu sendiri.
Dengna tetap berpedoman pada keutuhan isi Tap. No. II/MPR/1978 dan untuk
menampung dinamika wawasab kita sendiri, naskah buku ini menggenapkan
rincian tersebut menjadi 45 butir, sebagai angka yang bersifat simbolik.
BAB V

POLA PELAKSANAAN

PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGALAMAN PANCASILA

Setelah kita memiliki Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila,yang


selanjutnya disebut P-4, kita perlu melaksanakannya dengan mendarah daging kan nilai-nilai
luhur yang terkandung dalam pancasila itu agar benar-benar terasa dan terwujud di dalam
kehidupan sehari-hari dan dengan demikian sekaligus melestarikannya.Dengan
demikian,tuntunan yang diberikan oleh P-4 itu menyatu dengan kepribadian setiap manusia
Indonesia sehingga dapat mengatur dan memberi arah kepada tingkah laku dan tindak
tanduknya.

Mendarahdagingkan P-4 adalah proses pendidikan dalam arti luas. Pelaksanaan P-4
kita rasakan sebagai panggilan kita untuk bersama-sama merasakan kehidupan yang lebih
baik dan lebih bermakna.Proses ini perlu dilaksanakan secara bertahap melalui rangkaian
kegiatan pengenalan,pemahaman,dan penghayatan dengan bimbingan serta dialog aktif
sehingga akhirnya menimbulkan dorongan untuk mewujudkannya.

A. Pancasila sebagai Moral Pembangunan

Pancasila adalah dasar dan tujuan kehidupan bermasyarakat ,berbangsa,dan


bernegara,setiap gerak,arah,dan cara kita melaksanakan pembangunan juga harus senantiasa
dijiwai oleh Pancasila. Pancasila sebagai moral perjuangan untuk mencapai sasaran
pembangunan nasional perlu di resapi agar menjadi sumber inspirasi perjuangan,penggerak
dan pendorong pembangunan,pengarah dan sumber cita-cita pembangunan,sumber ketahanan
nasional,dan pembimbing moral.

Republik Indonesia lahir sebagai hasil perjuangan bangsa melawan penjajahan..Pancasila


juga merupakan suatu hasil perjuangan yang sekaligus menjadi sumber inspirasi perjuangan
bagi bangsa Indonesia yang membangun suatu negara yang melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia,memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa,dan ikut melaksanakan ketertiban dunia,perdamaian abadi,dan keadilan
sosial.

Pancasila yang bulat dan utuh memberi keyakinan kepada bangsa Indonesia bahwa
kebahagiaan hidup akan tercapai melalui suatu pembangunan nasional,yang bertujuan
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata lahiriah dan batiniah
berdasarkan Pancasila. Singkatnya,pembangunan nasional diarahkan untuk mencapai
masyarakat Indonesia ytang maju,mandiri,adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pancasila
akan menjadi sumber ketahanan nasional yang merupakan moral perjuangan dalam mencapai
sasaran pembangunan nasional.
Sejak GBHN 1988,MPR telah menggariskan arahan mengenai pembangunan sebagai
pengamalan semua sila Pancasila secara serasi sebagai kesatuan yang utuh,yang meliputi:

1. Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang antara lain,mencakup tanggung
jawab bersama dari semua golongan beragama dan kepercayaan terhadadap Tuhan
Yang Maha Esa,untuk secara terus-menerus dan bersama-sama meletakkan landasan
spiritual,moral,dan etik yang kukuh bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan
Pancasila.
2. Pengamalan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang antara lain,mencakup
peningkatan martabat serta hak dan kewajiban asasi warga negara serta penghapusan
penjajahan ,kesengsaraan dan ketidakadilan dari muka bumi.
3. Pengamalan Sila Persatuan Indonesia yang natara lain,mencakup peningkatan
pembinaan bangsa di semua bidang kehidupan manusia,masyarakat,bangsa,dam
negara sehingga rasa kesetiakawanan semakin kuat dalam rangka memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Pengamalan Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/perwakilan yang natara lain,mencakup upaya makin menumbuhkan
dan mengembangkan sistem politisi Demokrasi Pancasila yang makin mampu
memelihara stabilitas nasional yang dinamis,mengembangkan kesadaran dan
tanggung jawab warga negara,serta menggairahkan rakyat dalam protes politik.
5. Pengamalan Sila Keadilann sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang,antara
lain,mencakup upaya untuk mengembangan pertumuhan ekonomi yang cukup
tinggi,yang dikaitkan dengan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,menuju
kepada terciptanya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indoensia
dalam sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
kekeluargaan.

B. Kepimpinan dalam Rangka Pelaksanaan P-4

1. Pengertian dan tugas kemimpinan


Kepimpinan bangsa merupakan unsur yang sangat penting,yang diharapkan mampu
mebawa bangsa berhasul menjalani berbagai ujian hidup menuju cita-cita bangsa.
Terkandung dalam kepimpinan ini suatu tugas kultural,terutama untuk mercerdaskan
kehidupan bangsa agar bangsa Indonesia maju dan tidak ketinggalan zaman,dengan tetap
menjunjung tinggi budi perkerti yang luhur dan memelihara moral bangsa yang luhur.

2. Sifat-Sifat Kepimpinan
Kita dapat menjabarkan sifat kepimpinan dari semangat demokrasi yang terkandung
dalam pembukaan UUD 1945,yaitu:

a. Mengenal dengan baik situasi dan kondisi bangsa Indonesia agar mampu
menangkap aspirasi,kemampuan dan harapan-harapannya:hal itu dilakukan bukan
saja dengan mengenal kekayaan alam dan potesinya yang tedapat dalam
kandungan ibu pertiwi melainkan juga memahami benar-benar budaya dan watak
bangsanya sehingga terbuka komunikasi dua arah dan dialog yang sehat
b. Melihat ke depan agar dapat membuka perspektif yang luas bagi masa depan
bangsa Indonesia:meletakkan kehidupan bangsa dalam konteks globalisasi adalah
pentingkarena disitu makin jelas masalah tantangan,peluang yang tesedia bagi
kemajuan bangsa
c. Berpikir secara rasional dan betindak secara demokratis adalah sifat yang dituntut
terutama dalam abad 20 menjelang memasuki Abad 21 dengan demikian jelaslah
bahwa kemajuann masyarakat hanya akan tercapai apabila didukung dengan
perkembangan secara individual secara serasi dengan masyarakat disekitarnya dan
sikap demokratis memberikan jalan terbuka untuk perlakuan yang semakin adil
terhadap masyarakat.

3. Sikap Kepimpinan Pancasila

Melihat konteks budaya masyarakat,sikap kepimpinan terbantuk dengan prinsip-prinsip


perilaku pemimpin sebagai berikut:

a. Ing ngarso sung tulodo,yang berarti keseluruhan sikap,tingkah laku dan perbuatan
seorang pemimpin harus sesuai dengan norma yang berlaku sehingga orang-orang
yang dipimpinnya menjadikannya sebagai teladan,panutan,dan mengikutinya.
b. Ing madyo mangun karso yang berarti,seorang pemimpin harus mampu memotivasi
dan membangkitkan tekad serta semangat orang-orang yang dipimpinnya untuk
berswakarsa,berkreasi dan mempunyai niat kuat untuk berbuat.
c. Tut wuri handayani yang berarti seorang pemimpin harus mampu mendorong dan
mengdepankan orang-orang yang dipimpinnya seraya membekalinya dengan rasa
percaya diri.Sikap tersebut mendorong tumbuhnya kepribadian bangsa,mentalitas
mandiri serta sikap partisipatif dalam usaha usaha bersama.

4. Sasaran dan Kerangka Kelembagaan Kepimpinan

a. Sasaran Kepimpinan
Oleh karena Pancasila diamalkan melalui pembangunan nasional,sasaran yang harus
di capai oleh kepemimpinan yang disemangati oleh P-4 adalah terwujudnya seluruh
sasaran pembangunan nasional,baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat
daerah.Tercapainya sasaran pembangunan itu secara bertahap akan mewujudkan cita-
cita nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
b. Kerangka Kelembagaan
Baik pada tingkat suprastruktur politik maupun pada tingkat infrastruktur
politik,kepimpinan berdasarkan P-4 diselenggarakan dalam kerangka kelembagaan
yang ditata berdasarkan UUD 1945 .Dalam hubungan ini bidang ekonomi merupakan
titik berat pembangunan nasional perlu diberikan kepada pengembangan kepimpinan
berdasarkan P-4 pada badan -badan ekonomi yang meliputi badan usaha milik
negara,koperasi dan usaha swasta.
c. Pola Pelaksanaaan P-4
Untuk melaksanakan P-4 memiliki tujuan yaitu agar Pancasila akan sungguh-sungguh
dihayati dan diamalkan oleh segenap warga negara,baik dalam kehidupan
perorangan,keluarga maupun dalam kehidupan kemasyarakatan.Berdasarkan pola itu
diharapkan lebih terarah usaha-usaha:
(a). pembinaan manusia Indonesia agar menjadi insan Pancasila
(b).pembangunan bangsa untuk mewujudkan masyarakat Pancasila.

Terdapat berbagai jalu dan penciptaan suasana yang menunjang antara lain:
1. Jalur-Jalur yang Digunakan.:
a. Jalur Pendidikan
Dalam melaksanakan P-4 ,peranan pendidikan sangat penting,baik pendidikan di
sekolah(formal)maupun pendidikan diluar sekolah (non formal) yang
terlaksanakan di dalam keluarga,sekolaj,dan lingkungan masyarakat.

1). Keluarga

Dalam pendidikan,peranan keluarga sebenarnya tidak kalah artinya disbanding


drngan peranan sekolah.Bahkan,pengaruh keluarga terhadap pembentukan pribadi seseorang
jauh mendahului sekolah.Oleh karena itu,keluarga harus menjadi wadah pembentukan insan
Pancasila dan sekaligus menjadi pangkal pembentukan masyarakat .Penghayatan dan
pengenalan Pancasila perlu ditanam dan di kembangkan di dalam diri anak-anak sejak kecil

2). Sekolah

Semua unsur di dalam lembaga pendidikan formal dalam tindak-tanduknya


hendaknya mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila. Undang-Undang No.2/1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional,antara lain,menyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangankan manusia Indonesia seutuhnya,yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan budi pekerti
luhur,memiliki pengatahuan dan ketrampilan,sehat jasmani dan rohani,kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan

3). Masyarakat

Pengaruh masyarakat tehadap pertumbuhan generai muda sangat besar.Lingkungan


masyarakat perlu dibina agar menjadi tempat yang subuh bagi pelaksaaan P-4.

b. Jalur media massa


Walaupun pola pelaksaan P-4 melalui media massa dapat digolongkan dalam jalur
pendidikan dalam arti luas,peranan media masa penting sehingga perlu mendapat
penonjolannya sebagai suatu jalur mandiri.
c. Jalur organisasi
Sesuai dengan tekad untuk menjunjung tinggi demokrasi dan menenggakan
kehidupan konstitusional,maka kiranya semua anggota maupun Kader-kader
PPP,PDI,dan Golkar demikian juga organisasi kemasyarakatan dan lembaga
swadaya ikut serta dalam melaksanakan P-4 sehingga Pancasila lestari di Republik
Indonesia ini.
d. Jalur Pemerintahan
Peranan pegawai Republik Indonesia dalam memahami,menghayati dan
mengamalkan Pancasila sangat penting.Mau pelaksana adminitrasi dan kegiatan
pemerintah,baik di tingkat pisat maupun di tingkat daerah,tetapi juga sebagai
dinamisator masyarakat karena mengemban tugas yang diamanatkan oleh
Pembukaan UUD 1945,yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

2. Penciptaan Suasana yang Menunjang

a. Kebijaksanaan Pemerintah dan Peraturan Perundang-Undangan


Semangat dan isi berbagai kebijaksanaan Pemerintahan dan peraturan perundang-
undangan haruslah secara sadar mencerminkan jiwa dan norma –norma pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum.Dalam hubungan ini,sanksi ,dan penegak
hukum perlu mendapatkan penekanan khusus.
b. Aparatur Negara
Aparatur Pemerintah sebagai pelaksana dan pengabdi kepentingan rakyat hendaklah
berusaha memahami perasaan-perasaan yang hidup di dalam masyarakat
.Berfungsinya lembaga-lembaga kenegaraan,khusunya lembaga penegak hukun dalam
menjalin hak-hak warga negara dan melindungi rakyat terhadap perbuatan perbuatan
tercela sangat di perlukan
c. Pempimpin Masyarakat
Peranan pemimpin masyarakat,baik pemimpin formal maupun informal adalah
penting sekali di dalam pelaksanaan P-4.Pemimpin-pemimpin itu meliputi seluruh
strata di dalam masyarakat,seperti golongan agama,pegawai Republik
Indonesia,petani,buruh,nelayan,pemuda,wanita,pemuka-pemuka adat dan semua
pemimpin lainnya.Dalam hal ini membantu pelaksanaan P-4 di lingkungan masing-
masing dalam iklim kesatuan dan persatuan bangsa.
BAB VI

PENUTUP

Dengan sadar sedalam-dalamnya bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan
Dasar Negara Republik Indonesia serta sumber kejiwaan masyarakat,manusia Indonesia
menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan
kemasyarakatan dan kenegaraan.

Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Republik Indonesia akan mempunyai
arti nyata bagi manusia Indonesia dalam hubungannya dengan kehidupan kemasyarakatan
dan kenegaraan

Pada sisi lain,Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila juga akan menjelma
menjadi tata piker yang mendasari keseluruhan pikiran,sikap,tingkah laku dan perbuatan
setiap insan Indonesia,serta mewujudkan hasil nyata yang dapat diamati dan dirasakan dalam
kehidupan bermasyarakatan,berbangsa dan bernegara

Demikian manusia dan bangsa Indonesia menjamin kelestarian dan kelangsungan hidup
Negara Republik Indonesia yang merdeka,bersatu,dan berkedaulatan rakyat berdasarkan
Pancasila serta UUD 1945 dengan penuh gelora dan semangat membangun masyarakat
Indonesia yang maju,mandiri,sejahtera,adil dan makmur.Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa memberikan berkat dan rahmat-nya kepada seluruh bangsa Indonesia.Amin.

Anda mungkin juga menyukai