NIM :C1061191088
Fakultas : Pertanian
Dosen : Dr.H.Mukhlis,M.Si
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Umum
1. Manusia, Pandangan Hidup, dan Lembaga-Lembaga yang Mewujudkan
Pandangan Hidupnya
Nilai luhur adalah tolok ukur kebaikan tentang suatu hal-hal yang bersifat
mendasar dan abadi dalam hidup manusia itu, seperti tentang cita-cita dan tujuan
yang hendak dicapainya dalam kehidupan ini. Nilai luhur ini digunakan oleh
manusia sebagai pandangan hidup. Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman
untuk menata kehidupan pribadi, hubungan antara manusia, dan masyarakat
dengan alam di sekitarnya. Dalam menjalankan pandangan hidup, diperlukan
dibentuknya lembaga-lembaga sebagai sarana dan wadah dalam mewujudkan
terjalannya pandangan hidup di kehidupan masyarakat.
Hubungan kejiwaan antara negara dan rakyatnya dapat dibedakan melalui
kriteria negara secara umum dengan negara kebangsaan secara khusus.
Berdasarkan Konvensi Montevideo tahun 1933 dapat diketahui kriteria negara
secara umum ada tiga syarat, yaitu adanya rakyat, wilayah yang permanen, serta
pemerintah yang mampu melakukan hubungan internasional. Kriteria negara
secara kebengsaan memerlukan syarat tambahan, yaitu adanya tekad dan
semangat kebangsaan seluruh rakyat tersebut untuk membangun masa depan
negara dengan kukuh secara bersama-sama sebagai satu bangsa.
Indonesia sebagai negara yang majemuk, pandangan hidup masyarakat
berproses secara dinamis hingga menjadi pandangan hidup bangsa. Setelah
berdirinya NKRI, pandangan hidup bangsa menjadi pandangan hidup negara.
2. Hubungan antara Pandangan Hidup Masyarakat, Pandangan Hidup Bangsa,
dan Dasar Negara
Antara pandangan hidup masyarakat, pandangan hidup bangsa, dan pandangan
hidup negara terdapat hubungan timbal balik yang bersifat dinamis. Pandangan
hidup bangsa dapat disebut sebagai ideologi nasional, dan pandangan hidup
negara sebagai ideologi negara.
Pada saat ini, proses penjabaran pandangan hidup melalui serangkaian tahap
proyeksi. Pandangan hidup negara diproyeksikan kembali kepada pandangan
hidup bangsa, pandangan hidup bangsa diproyeksikan kembali kepada pandangan
hidup masyarakat dan kepada sikap hidup pribadi. Rangkaian proses proyeksi
pandangan hidup tersebut dilakukan melalui jalur sistem hukum nasional.
Pemerintah terikat oleh kewajiban konstitusional dalam proses penjabaran ini.
Kewajiban konstitusional yaitu kewajiban pemerintah dan penyelenggara negara
lainnya untuk memelihara budi pekerti kemanusia yang luhur dan memegang
teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
B. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan Sebagai Dasar Negara
Pancasila dibahas, dirumuskan, dan diputuskan dalam sidang-sidang Badan
Penyelidik Usahan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) oleh para pendiri negara untuk membentuk
sebuah negara nasional, yaitu NKRI.
Rumusan filosofis Pancasila terdapat dalam Alenia Keempat Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, yang terdiri dari lima sila, yaitu (1)Ketuhanan Yang
Maha Esa; (2)Kemanusiaa yang Adil dan Beradab; (3)Persatuan Indonesia;
(4)Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan; (5)Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Kelima sila tersebut di atas diterangkan dalam Empat Pokok Pikiran yang
tercantum dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Pengertian dan makna
keseluruhan sila tersebut, yaitu (a)sejarah pergerakan kemerdekaan nasional sejak
awal abad ke-20 sampai tahun 1945; (b)rangkaian pembicaraan dalam sidang
BPUPKI dan PPKI dalam tahun 1945; (c)pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945
yang terkait; (d)materi Ketetapan-Ketetapan MPR yang sehubungan.
Dalam Ketetapan No. II/MPR/1978, MPR telah menetapkan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Pada pasal 5 Ketetapan MPR tersebut berisi
untuk menugasi Presiden sebagai Mandataris atau Presiden bersama-sama DPR untuk
mengusahakan agar Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila dapat
dilaksankan sebaik-baiknya dengan tetap berlandaskan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pelaksanaan setiap sila Pancasila dalam pembangunan
nasional telah ditetapkan oleh MPR dalam GBHN tahun1988 dan 1993.
1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
a. Arti Bangsa
Bangsa adalah rakyat yang telah mempunyai kesatuan tekad untuk
membangun masa depan bersama dengan mendirikan sebuah negara yang
akan mengurus terwujudnya aspirasi dan kepentingan bersama mereka secara
adil. Tekad yang kuat untuk membangun masa depan bersama ini disebut
sebagai kesadaran kebangsaan, sedangkan wawasan yang tumbuh dan
berkembang dari keasadarn kebangsaan tersebut dinamakan wawasan
kebangsaan.
Paham kebangsaan dibagi menjadi berwawasan sempit dan
berwawasan luas. Contoh paham kebangsaan yang sempit adalah Fasisme
dan Naziisme yang sangat berbahaya sehingga harus kita tolak. Contoh
paham kebangsaan yang berwawasan luas adalah Pancasila yang terkait erat
dengan kemanusian dan demokrasi.
b. Pentingnya Pandangan Hidup Bangsa
Dalam pandangan hidup bangsa terkandung konsepsi dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan, terkandung dasar pikiran terdalam, dan
gagasan mengenai wujud kehidupan yang baik dan pedoman untuk
memecahkan masalah secara tepat. Pandangan hidup bangsa adalah
kristalisasi dan institusionalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki, yang diyakini
kebenarannya, dan menimbulkan tekad untuk mewujudkannya.
Pandangan hidup bangsa harus berakar pada pandangan hidup
masyarakat. Pandangan hidup masyarakat yang menjadi akar pandangan
hidup bangsa ini juga akan memperoleh dukungan kuat dari rakyat jika
pandangan hidup bangsa tersebut menghormati serta menjamin hak dan
martabatnya sebagai manusia, baik sebagai individu maupun sebagai
masyarakat.
Pancasila merupakan ciri khas kebudayaan bangsa Indonesia yang
bersifat universal. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa memperoleh
dukungan rakayat Indonesia karena kelima sila tersebut berisi intisari dari
nilai-nilai budaya msayarakat Indonesia yang amat majemuk dan berisi cita-
cita moral bangsa yang berfungsi sebagai pedoman dalam beperilaku. Selain
itu, Pancasila yang dilaksankan Undang-Undang Dasar 1945 serta peraturan
perundang-undangan lainnya memnghormati serta menjamin hak dan
martabat kemanusiannya.
c. Pancasila sebagai Hasil Perjanjian Luhur Seluruh Bangsa
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang disepakati pada tanggl
18 Agustus 1945 merupakan perjanjian luhur dari seluruh bangsa. Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa hanya dirumuskan pokok-pokoknya saja
sehingga memungkinkan terjadinya penyesuaian pelaksanannya secara terus
meneru mengikuti perkembangan dinamika masyarakat.
d. Sifat Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Ideologi terbuka adalah pandangan hidup bangsa yang mempunyai
nilai dasar bersifat tetap, namun mampu berkembang secara dinamis.
Ideologi terbuka mempunyai tiga tatanan nilai, yaitu nilai dasar yang
merupakan prinsip yang bersifat abstrak, umum, tidak terikat waktu dan
tempat sehingga bersifat abadi. Nilai dasar selanjutnya dijabarkan menjadi
nilai instrumental yang merupakan arahan kinerja untuk kurun waktu tertentu
dan untuk kondisi tertentu. Lalu, nilai praktis adalah interaksi antara nilai
instrumental dengan dengan situasi konkrit yang memiliki sifat dinamis. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan Pancasila sebagai nilai dasar ideologi negara
tidak boleh berubah, melainkan nilai instrumental dalam pengmalan,
pengembangan, dan pengayaan nilai dasar yang dapat berubah.
2. Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai kekuatan mengikat secara hukum,
yaitu sumber kaidah hukum konstitusional yang mengatur NKRI beserta seleuruh
unsur-unsurnya, baik rakyat, wilayah, dan pemerintah. Pancasila meliputi suasana
kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara. Hal ini
dirangkum dalam empat pokok pikiran yang terdapat dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 tersebut adalah sama dengan Pancasila, UUD 1945
menciptakan pokok-pokok pikiran tersebut dalam pasal-pasalnya.
Pelaksanaan pancasila dilakukan dengan menyusun GBHN setiap lima tahun
dan menyusung undang-undang yang ditugaskan kepada Presiden dengan
persetujuan DPR. Hal ini mengandung makna untuk mengganti perundang-
undangan warisan zaman kolonial dengan perundang-undangan nasional yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sehingga GBHN mengarahkan agar disusun
program legislasi nasional.
BAB II
Teks proklamasi disusun dan disetujui serta ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta, atas nama bangsa Indonesia, menjelang dini hari tanggal 17 Agustus
1945 dan dibacakan Ir. Soekarno pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945 di halaman
rumahnya. Pada tanggal 17 Agustus 1945 petang hari, datanglah “utusan” dari
masyarakat Indonesia Bagian Timur, yang berada dalam wilayah kekuasaan Angkatan
laut Jepang, menghadap Drs. Moh. Hatta. Mereka menyatakan bahwa rakyat di daerah itu
berkeberatan sangat terhadap bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan Undang-
Undang Dasaryang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.” Dengan semangat persatuan, keesokkan harinya hari
menjelang Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945,
hal yang pelik ini dapat diselesikan oleh Drs. Moh Hatta bersama empat anggota PPKI,
yakni K.H. Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimedjo dan Mr.
Teuku M. Hasan. Semuanya adalah tokoh-tokoh yang beragama Islam yang menyetujui
dicoretnya tujuh kata tersebut dan diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pada
tanggal 18 Agustus 1945 tersebut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia telah sah
ditetapkan oleh PPKI. Dengan pengesahan tersebut, Pancasila sebagai pendangan hidup
bangsa dan sebagai dasar negara telah menjadi perjanjian luhur dari seluruh bangsa.
C. Integrasi Nasional
Proses penyatuan rakyat, wilayah, serta pemerintah dalam ikatan negara kesatuan
Republik Indonesia dinamakan Integrasi Nasional Indonesia. Integrasi nasional ini
berlangsung dalam kerangka sistem hukum, yang dilaksanakan oleh seluruh jajaran
penyelenggara negara, sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing. Sistem hukum
merupakan dasar kelembagaan untuk membentuk system nasional.Integrasi nasional
terancam apabila rakyat serta penyelenggar negara tidak memenuhi hukum, yang
menentukan tugas, hak, wewenang serta tanggung jawabnya masing-masing.
BAB III
A. Pengalaman Sejarah
Sejarah telah menunjukkan bahwa sebelum agama-agama besar dunia, khususnya
agama Hindu, Budha, Islam, dan Kristen masuk ke Indonesia dan mempengaruhi kebudayaan
masyarakat kita, berbagai suku asli telah mengenal nilai-nilai luhur yang akan menjadi unsur-
unsur pembentuk sila-sila Pancasila.
Soekarno dan Hatta beserta rekan-rekannya dalam tahun dua puluhan memelopoti
gerakan nasionalis dengan tujuan mengembangkan perasaan nasionalisme bangsa indonesia
secara keseluruhan sebagai satu kesatuan baru, tanpa memandagng perbedaan kebudayaan,
suku, atau agama yang memang merupakan ciri khas masyarakat Indonesia yang majemuk.
Dengan rintisan gerakan nasionalis itu mulai berproseslah pembangunan bangsa (nation
building) dengan karakter yang khas (character building). Soekarno dan Hatta tertarik dengan
istilah “Indonesia” dan “orang-orang Idonesia” yang secarara simbolik dipandang mampu
menyatukan bangsa Indonesia yang beraneka ragam itu.
a. Ideologi Liberalisme
Dalam proses diplomasi untuk mendapat pengakuan internasional atas eksistensi RI,
dikeluarkan Maklumat Politik tanggal 1 November sebagai kelanjutan yang memuat
kebijaksanaan pemerintah, baik tentang politik luar negeri khususnya terhadap kerajaan
Jepang dan Belanda maupun mengenai politik dalam negeri tentang berbagai suku dalam
bangsa Indonesia Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan negara merdeka
mengalami pasang surut. Dalam mengarungi pasang surut dasar (UUD) yaitu UUD 1945,
Konstitusi RIS, dan UUD sementara 1950. Untuk mempersiapkan Uud yang tetap, telah
diadakan pemilu tahun 1955, yang berhasil membentuk konstituante pada tahun 1956 untuk
menentukan dasar negara.
Konstituante ini berhasil merumuskan kesepakatan mengenai hak asasi manusia dan
beberapa masalah lainnya, tetapi mengalami kemacetan sewaktu membahas dasar negara,
antara dasar negara islam dengan pancasila atau nasionalisme.Kemacetan dalam pengambilan
keputusan tentang dasar negara dapat menimbulkan krisis eksistensi Negara Republik
Indonesia. Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945 dan membubarkan kontituante
membawa kehidupan kenegaraan memasuki periode baru, periode demokrasi terpimpin
antara tahun 1959-1965 yang memberi peranan mengemukakepada ideologi komunisme.
b. Ideologi Koumunisme
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, diberlakukanlah kembali UUD 1945 yang
memuat Pancasila sebagai dasar negara. Seyogiyanya, sejak saat itu pancasila dapat kita
hayati dan kita amalkan secara murni dan konsekwen.
Selama periode 1959-1965 terjadilah penafsiran baru serta terhadap pancasila dan
UUD 1945 yang juga menyimpang dari konsensus nasional 18 Agustus 1945 yang bersumber
dari konsepsi Nasakomyang dicanangkan oleh Presiden Soekarno dan dimanfaatkan oleh
Partai Komunisme Indonesia dengan menafsirkan Pancasila sebagai marxisme yang
diterapkan sesuai dengan kondisi Indonesia. Tantangan besar menjelang tahun 1966 sebagai
puncak gerakan anti pancasila adalah pemberontakan Gerakan 30 September/ Partai Komunis
Indonesia. Partai komunis Indonesia sekali lagi mencoba mendirikan suatu Republik Rakyat
Indonesia. Dengan menggunakan oknum-oknum militer yang dapat dipengaruhinya, PKI
melakukan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh pimpinan TNI-Angkatan Darat di Jakarta dan
Yogyakarta dini hari tanggal 1 Oktober 1965, yang dinilai merreka menghalangi meluasnya
pengaruh komunisme di Indonesia. Namun, dengan cepat kekuatan ABRI dan rakyat
Indonesia yang Pancasilais berhasil menumpas pemberontakan itu dan menyelamatkan
negara Pancasila.
c. Penyalahgunaan Agama
Golongan ekstrim keagamaan cenderung mengartikan Pancasila dengan sila pertama
saja dan selanjutnya mengangap sila pertama identik dengan agama. Pandangan ini dapat
menyesdatkan karena dengan menekankan satu sila semata-mata, maka sila-sila yang lain
akan dilupakan dan menjurus ke arah negara teokrasi. Untuk mencegah berlanjutnya
penyalahgunaan ajaran agama itu sebagai warga negara Republik Indonesia yang
bertanggung jawab, seluruh umat beragama mengambil langkah-langkah yang jelas untuk
mengakui Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
4. Peranan Orde Baru dalam Rintisan Menuju Kehidupan Berideologi Pancasila Secara Murni
dan Konsekuen
Dalam tahun 1966 atas nama Presiden/Panglima Sebelas Maret (Supersemar), Jendral
TNI Soeharto membubarkan PKI dan seluruh organisasi massanya dan menyatakan partai itu
sebagai partai terlarang. Dewan Pertahanan Keamanan Nasionalmenghimpun dan menyusun
bahan sumbangan pikiran yang diperoleh dari hampir semua universitas, golongan
cendikiawan, pemuka masyarakat, dan berbagai tokoh dari seluruh lapisan masyarakat.
Tap MPR No. II/MPR/1978 menugasi presiden untuk melakukan pemasyarakatan P-4 dengan
sebaik-baiknya. Dalam rangka melaksanakan ketentuan itu, presiden telah membentuk tim
penasihat presiden mengenai pelaksanaan P-4 (Tim P-7), yang bertugas memberikan nasihat,
pertimbangan, dan saran yang dianggap perlu kepada presiden agar upayapembudayaan P-4 dapat
berjalan lancar, tepat arah, dan tepat sasaran. Seabagai badan pelaksananya presiden membentuk
Badan pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman dan Pengamalan Pancasila (BP-7) sebagai
lembaga pemerintah nondepartemental, yang langsung berada dibawah presiden. Sebagai badan
pelaksana di daerah-daerah dibentuk BP-7 Daerah Tingkat I dan BP-7 Daerah Tingkat II.
Salah satu bentuk kegiatan memasyarakatkan P-4 adalah penataran yang dilakukan
baik ditingkat pusat maupun di daerah. Sejak tahun 1978, telah banyak produk legislatif baik
berwujud Ketetapan MPR maupun undang-undang, yang bertujuan agar Pancasila sebagai
ideologi nasional meresap di seluruh lembaga dalam masyarakat, bangsa, dan
negara.Perkembangan pemahaman terhadap fungsi pancasila sebagai ideologi pembangunan
tersebut mencerminkan adanya kesadaran dan penghormatan terhadap dinamika perubahan
yang telah, sedang, dan akan berlangsung di dalam masyarakat.
G. Manfaat P-4
Dapat dikatakan bahwa semakin meluas jumlah peserta penataran dan semakin
dipahami kandungan nilai Pancasila dan UUD 1945 dalam masyarakat, maka akan semakin
kukuhlah perasaan kebangsaan pada seluruh kalangan dalam masyarakat Indonesia yang amat
majemuk itu. Dalam tahun 1983, lima tahun ditetapkannya Penataran P-4, MPR menetapkan
pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan beemasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
BAB IV
P-4 ditetapkan oleh MPR sebagai Lembaga tertinggi negara. P-4 bukan merupakan
tafsir Pancasila, tetapi sebagai penuntun sederhana untuk masyarakat agar dapat
memahami dengan jelas dan menghayati dengan sungguh-sungguh nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Dengan pemahaman dan penghayatan yang tepat,
diharapkan masyarakat mampu melaksanakan nilai yang terkandung dalam Pancasila
dengan tepat dan terwujud dalam sikap, perilaku, dan perbuatannya secara bengasur
yang kemudian dapat membudidaya diseluruh kepulauan nusantara.
P-4 disajikan secara sederhana, konkret, dan kontekstual untuk mencapai tujuannya.
Melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang telah disepakati dalam P-4
diharapkan akan timbul prsepsi, sikap, dan mentalitas masyarakat yang terbuka,
berpandangan rasional, sadar akan tanggung jawabnya, yang selanjutnya akan
menumbuhkan iklim kehidupan social yang sehat, adil, dan dinamis.
Keseluruhan P-4 tersebut perlu menjadi pengetahuan yang selain dipahami juga
dijadikan pedoman sikap, tingkah laku, dan pendirian, serta diamalkan menjadi
kenyataan yang dapat diamati dan/atau dirasakan kenyataannya dalam kehidupan
sehari-hari. Pedoman tersebut juga merupakan tolok ukur dalam menilai hasil
karya warga masyarakat dalam menempatkan diri dalam lingkungan hidupnya.
5. Pengendalian Diri
Pancasila mengatur hubungan relasi manusia. Dalam relasi social tersebut,
manusia dibentuk menjadi seseorang yang mampu menempatkan diri dalam
masyarakatnya secara tepat dan benar. Ia tahu yang mana hak dan kewajibannya.
Ini berarti manusia dapat mengendalikan dirinya. Oleh karena itu, pengendalian
diri bukanlah sikap yang statis, melainkan dinamis karena dibekali oleh kesadaran
diri yang tinggi, sifat moral yang luhur, dan disiplin yang kukuh.
Pancasila memiliki lima sila yang ketika dihayati dan diamalkan mampu
mewujudkan sikap hidup manusia Indonesia yang mampu mengendalikan dirinya.
Hanya manusia Pancasila;ah yang mampu menjaga arah dan tujuan pembangunan
serta mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Manusia yang tidak menghayati dan mengamalkan Pancasila tidak akan mampu
melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila dan tidak akan
mampu mewujudkan masyarakat maju, mandiri, adil, dan makmur.
C. Ekaprasetia Pancaaksara
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila juga disebut Ekaprasetya
Pancaaksara. Secara Bahasa, ekaprasetia pancaaksara berarti tekad yang tunggal
untuk melaksanakan lima kehendak. Dalam hubungannya dengan ketetapan MPR No.
II/MPR/1978, lima kehendak yang kuat adalah kehendak untuk melaksanakan kelima
sila dari Pancasila. Dinyatakan tekad tunggal karena tekat tersebut sangat kuat dan
tidak tergoyahkan.
Disamping arti harfiah seperti yang telah diuraikan, yang lebih penting adalah
memahami Ekaprasetia Pancaaksara dari kedalaman semangat dan maksudnya.
Karena merupakan tekad, janji dalam Ekaprasetia Pancaksara merupakan tekad yang
tumbuh dari kesadaran sendiri atau merupakan janji terhadap dirinya sendiri. Janji
kepada diri sendiri merupakan panggilan hati Nurani dan tidak dirasakan sebagai
sesuatu yang dipaksakan dari luar.
D. Pengamalan Pancasila
Petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila tertuang pada Naskah
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai lampiran dari Tap. No.
II/MPR/1978. Dibawah ini disarikan isi dari naskah tersebut kedalam 45 butir P-4
sebagai berikut :
E. Catatan
1. Penjelasan atas Bab II angka 1 dari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ketetapan MPR No. II/MPR/1978) berbunyi sebagai berikut,
“Dengan rumusan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut pada Bab II angka
1 tidak berarti bahwa negara memaksa agama atau suatu kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, sebab agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, tidak dapat dipaksakan, dan memang
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sendiri tidak
memaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya.
2. Dalam bahan penataran P-4 sebelumnya, kandungan isi dari naskah Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai Lampiran Ketetapan Majelis
Permusawaratan Rakyar No. 1 Tap No. II/MPR/1978 telah dirinci dalam 36 butir.
Sementara itu wawasan kita dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila telah
berkembang, bersamaan dengan dinamika masyarakat Indonesia itu sendiri.
Dengna tetap berpedoman pada keutuhan isi Tap. No. II/MPR/1978 dan untuk
menampung dinamika wawasab kita sendiri, naskah buku ini menggenapkan
rincian tersebut menjadi 45 butir, sebagai angka yang bersifat simbolik.
BAB V
POLA PELAKSANAAN
Mendarahdagingkan P-4 adalah proses pendidikan dalam arti luas. Pelaksanaan P-4
kita rasakan sebagai panggilan kita untuk bersama-sama merasakan kehidupan yang lebih
baik dan lebih bermakna.Proses ini perlu dilaksanakan secara bertahap melalui rangkaian
kegiatan pengenalan,pemahaman,dan penghayatan dengan bimbingan serta dialog aktif
sehingga akhirnya menimbulkan dorongan untuk mewujudkannya.
Pancasila yang bulat dan utuh memberi keyakinan kepada bangsa Indonesia bahwa
kebahagiaan hidup akan tercapai melalui suatu pembangunan nasional,yang bertujuan
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata lahiriah dan batiniah
berdasarkan Pancasila. Singkatnya,pembangunan nasional diarahkan untuk mencapai
masyarakat Indonesia ytang maju,mandiri,adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pancasila
akan menjadi sumber ketahanan nasional yang merupakan moral perjuangan dalam mencapai
sasaran pembangunan nasional.
Sejak GBHN 1988,MPR telah menggariskan arahan mengenai pembangunan sebagai
pengamalan semua sila Pancasila secara serasi sebagai kesatuan yang utuh,yang meliputi:
1. Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang antara lain,mencakup tanggung
jawab bersama dari semua golongan beragama dan kepercayaan terhadadap Tuhan
Yang Maha Esa,untuk secara terus-menerus dan bersama-sama meletakkan landasan
spiritual,moral,dan etik yang kukuh bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan
Pancasila.
2. Pengamalan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang antara lain,mencakup
peningkatan martabat serta hak dan kewajiban asasi warga negara serta penghapusan
penjajahan ,kesengsaraan dan ketidakadilan dari muka bumi.
3. Pengamalan Sila Persatuan Indonesia yang natara lain,mencakup peningkatan
pembinaan bangsa di semua bidang kehidupan manusia,masyarakat,bangsa,dam
negara sehingga rasa kesetiakawanan semakin kuat dalam rangka memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Pengamalan Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/perwakilan yang natara lain,mencakup upaya makin menumbuhkan
dan mengembangkan sistem politisi Demokrasi Pancasila yang makin mampu
memelihara stabilitas nasional yang dinamis,mengembangkan kesadaran dan
tanggung jawab warga negara,serta menggairahkan rakyat dalam protes politik.
5. Pengamalan Sila Keadilann sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang,antara
lain,mencakup upaya untuk mengembangan pertumuhan ekonomi yang cukup
tinggi,yang dikaitkan dengan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,menuju
kepada terciptanya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indoensia
dalam sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
kekeluargaan.
2. Sifat-Sifat Kepimpinan
Kita dapat menjabarkan sifat kepimpinan dari semangat demokrasi yang terkandung
dalam pembukaan UUD 1945,yaitu:
a. Mengenal dengan baik situasi dan kondisi bangsa Indonesia agar mampu
menangkap aspirasi,kemampuan dan harapan-harapannya:hal itu dilakukan bukan
saja dengan mengenal kekayaan alam dan potesinya yang tedapat dalam
kandungan ibu pertiwi melainkan juga memahami benar-benar budaya dan watak
bangsanya sehingga terbuka komunikasi dua arah dan dialog yang sehat
b. Melihat ke depan agar dapat membuka perspektif yang luas bagi masa depan
bangsa Indonesia:meletakkan kehidupan bangsa dalam konteks globalisasi adalah
pentingkarena disitu makin jelas masalah tantangan,peluang yang tesedia bagi
kemajuan bangsa
c. Berpikir secara rasional dan betindak secara demokratis adalah sifat yang dituntut
terutama dalam abad 20 menjelang memasuki Abad 21 dengan demikian jelaslah
bahwa kemajuann masyarakat hanya akan tercapai apabila didukung dengan
perkembangan secara individual secara serasi dengan masyarakat disekitarnya dan
sikap demokratis memberikan jalan terbuka untuk perlakuan yang semakin adil
terhadap masyarakat.
a. Ing ngarso sung tulodo,yang berarti keseluruhan sikap,tingkah laku dan perbuatan
seorang pemimpin harus sesuai dengan norma yang berlaku sehingga orang-orang
yang dipimpinnya menjadikannya sebagai teladan,panutan,dan mengikutinya.
b. Ing madyo mangun karso yang berarti,seorang pemimpin harus mampu memotivasi
dan membangkitkan tekad serta semangat orang-orang yang dipimpinnya untuk
berswakarsa,berkreasi dan mempunyai niat kuat untuk berbuat.
c. Tut wuri handayani yang berarti seorang pemimpin harus mampu mendorong dan
mengdepankan orang-orang yang dipimpinnya seraya membekalinya dengan rasa
percaya diri.Sikap tersebut mendorong tumbuhnya kepribadian bangsa,mentalitas
mandiri serta sikap partisipatif dalam usaha usaha bersama.
a. Sasaran Kepimpinan
Oleh karena Pancasila diamalkan melalui pembangunan nasional,sasaran yang harus
di capai oleh kepemimpinan yang disemangati oleh P-4 adalah terwujudnya seluruh
sasaran pembangunan nasional,baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat
daerah.Tercapainya sasaran pembangunan itu secara bertahap akan mewujudkan cita-
cita nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
b. Kerangka Kelembagaan
Baik pada tingkat suprastruktur politik maupun pada tingkat infrastruktur
politik,kepimpinan berdasarkan P-4 diselenggarakan dalam kerangka kelembagaan
yang ditata berdasarkan UUD 1945 .Dalam hubungan ini bidang ekonomi merupakan
titik berat pembangunan nasional perlu diberikan kepada pengembangan kepimpinan
berdasarkan P-4 pada badan -badan ekonomi yang meliputi badan usaha milik
negara,koperasi dan usaha swasta.
c. Pola Pelaksanaaan P-4
Untuk melaksanakan P-4 memiliki tujuan yaitu agar Pancasila akan sungguh-sungguh
dihayati dan diamalkan oleh segenap warga negara,baik dalam kehidupan
perorangan,keluarga maupun dalam kehidupan kemasyarakatan.Berdasarkan pola itu
diharapkan lebih terarah usaha-usaha:
(a). pembinaan manusia Indonesia agar menjadi insan Pancasila
(b).pembangunan bangsa untuk mewujudkan masyarakat Pancasila.
Terdapat berbagai jalu dan penciptaan suasana yang menunjang antara lain:
1. Jalur-Jalur yang Digunakan.:
a. Jalur Pendidikan
Dalam melaksanakan P-4 ,peranan pendidikan sangat penting,baik pendidikan di
sekolah(formal)maupun pendidikan diluar sekolah (non formal) yang
terlaksanakan di dalam keluarga,sekolaj,dan lingkungan masyarakat.
1). Keluarga
2). Sekolah
3). Masyarakat
PENUTUP
Dengan sadar sedalam-dalamnya bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan
Dasar Negara Republik Indonesia serta sumber kejiwaan masyarakat,manusia Indonesia
menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan
kemasyarakatan dan kenegaraan.
Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Republik Indonesia akan mempunyai
arti nyata bagi manusia Indonesia dalam hubungannya dengan kehidupan kemasyarakatan
dan kenegaraan
Pada sisi lain,Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila juga akan menjelma
menjadi tata piker yang mendasari keseluruhan pikiran,sikap,tingkah laku dan perbuatan
setiap insan Indonesia,serta mewujudkan hasil nyata yang dapat diamati dan dirasakan dalam
kehidupan bermasyarakatan,berbangsa dan bernegara
Demikian manusia dan bangsa Indonesia menjamin kelestarian dan kelangsungan hidup
Negara Republik Indonesia yang merdeka,bersatu,dan berkedaulatan rakyat berdasarkan
Pancasila serta UUD 1945 dengan penuh gelora dan semangat membangun masyarakat
Indonesia yang maju,mandiri,sejahtera,adil dan makmur.Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa memberikan berkat dan rahmat-nya kepada seluruh bangsa Indonesia.Amin.